Professional Documents
Culture Documents
Abstract
One of timber uses is for building materials. As a building materials, there are structural and
non structural components. The testing data test of mechanical properties related to their
strength, are useful to the evaluation of wood quality for building materials. Because the test
is conducted to the small clear specimens, the result of this test should be corrected to
become allowable stress. This paper presents results of the mechanical properties of 10
wood species from plantation i.e. sengon(Paraserianthes falcataria), suren (Toona sureni),
sengon buto (Enterolobium cyclocarpum), mindi (Melia azedarach, tata (Gmelina arborea,
mahoni (Swietenia macrophylla), karet (Hevea brasiliensis), tusam (Pinus merkusii),
mangium (Acacia mangium) and jabon (Anthocephalus cadamba). The test method used
was ASTM D 143-94. The result show that the haviest wood is rubberwood and the lightest
is sengon. Mindi, tata, mahoni, karet, mangium and tusam are grouped as strength class III,
while the remain are grouped as class class IV-V. Revering to RSNI-3, rata is belongs to
quality class of E11, while the others belong to quality class of E10. Based on its strength
class and its characteristics, tata could be utilize as structural material purposes, while the
other as non structural materials.
1
Peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan - Bogor
1
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
I PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keragaman hayati yang
tinggi. Salah satu hasil hutan yang sangat penting adalah kayu dengan sekitar 4000
jenis kayu yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Salah satu kegunaan kayu
adalah untuk bahan bangunan yang dibedakan sebagai kayu struktural (memikul
beban) dan non struktural (tidak memikul beban). Baik untuk tujuan struktural
maupun non struktural, diperlukan dukungan data teknis di antaranya sifat mekanis.
Salah satu program pemerintah adalah pembangunan perumahan yang layak
bagi seluruh warga negara. Kelayakan tersebut meliputi kekuatan, keawetan dan
ekonomis. Untuk mendukung kelayakan tersebut perlu dirujuk berbagai peraturan
yang terkait seperti PKKI tahun 1961 pada waktu perencanaan yang dilakukan oleh
perancang. Salah satu bahan yang penting untuk hal ini adalah kayu bangunan
yang berasal dari hutan, suatu sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Sampai
beberapa dekade pemenuhan kebutuhan kayu dipasok dari hutan alam, yang
berdiameter besar dan mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan
tanaman sejenis dari hutan tanaman. Namun setelah tahun 2000 pasokan kayu dari
hutan alam menurun, dan digantikan oleh kayu dari hutan tanaman. Produksi kayu
tahun 2000-2006 mencapai 24.3 juta m3, di mana 60%-nya berasal dari hutan
tanaman (Departemen Kehutanan, 2007). Hal penting yang harus diperhatikan
dalam perencanaan pemanfaatan kayu dari hutan tanaman adalah data teknis sifat
kayu. Seperti dikemukakan oleh Martawijaya (1990), kayu dari hutan tanaman
umumnya mempunyai sifat yang inferior dibanding kayu sejenis dari hutan alam.
Walaupun dalam industri bangunan sudah dikenal beberapa standar, namun
penggunaannya belum sebagaimana mestinya, berhubung masih banyak
kekurangan, baik dalam materi, lingkup kegunaannya dan hubungan satu dengan
yang lain. Sifat mekanis yang umum diperhitungkan dan dikenal sebagai sifat
kekuatan dalam perencanaan penggunaan kayu yaitu tegangan lentur maksimum,
keteguhan tekan sejajar serat maksimum, keteguhan tekan tegak lurus serat dan
keteguhan belah sejajar serat (Anonim, 1999). Sifat mekanis kayu atau sifat kayu
yang berhubungan dengan kekuatan kayu merupakan ukuran kemampuan kayu
untuk menahan gaya dari luar yang bekerja padanya. Yang dimaksud gaya luar
adalah gaya yang datangnya dari luar benda yang bersangkutan yang bekerja pada
benda tersebut dan gaya ini cenderung untuk merubah ukuran atau bentuk benda
tersebut.
Sifat mekanis ada beberapa macam yang berhubungan dengan macam
penggunaannya antara lain sebagai bahan bangunan, misalnya untuk tiang
diperlukan data keteguhan tekan sejajar serat, untuk kuda-kuda diperlukan data
keteguhan lentur statik, keteguhan tekan sejajar serat, keteguhan geser (Anonim,
1999).
Menurut Tular dan Idris (1981), sampai saat ini konstruksi kayu masih banyak
dilakukan oleh para tukang kayu yang umumnya tidak mengikuti perhitungan
2
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
II DASAR TEORI
Keterangan :
S = simpangan baku MOR (ASTM D 2555-98)
MOR = tegangan lentur maksimum
1,645 s = merupakan batas luar 95% yang lebih rendah (5% exclusion limit)
FDL = faktor lama pembebanan
FKA = faktor kadar air
FSR = nisbah kekuatan untuk memperhitungkan cacat kayu
FS = faktor koreksi untuk kedalaman gelagar
Bahan
Jenis kayu yang diteliti tertera pada Tabel 1. Kayu tersebut berasal dari hutan
tanaman (Hutan Tanaman Industri/HTI, dalam hal ini Perum Perhutani Unit III dan
tanaman rakyat) di daerah Jawa Barat. Pemilihan jenis kayu tersebut didasarkan
pada potensi jenis kayu yang ada pada hutan tanaman di Jawa Barat, baik HTI
maupun tanaman rakyat. Jenis kayu tersebut belum lazim digunakan untuk bahan
bangunan kecuali sengon yang sudah sering digunakan untuk dinding.
Setiap jenis kayu diambil 3 pohon dan dari setiap pohon diambil 3 dolok
masing-masing dari pangkal, tengah atau ujung. Sedangkan bahan pembantu yang
diperlukan antara lain adalah air, parafin, ampelas dan kapur tohor.
Tabel 1 Jenis Kayu yang Diteliti
No. Nama Lokal Nama Botanis Suku
1 Sengon Paraserianthes falcataria Mimosaceae
4
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
Metode
Ukuran contoh uji dan pengujian sifat fisis dan mekanis kayu dilakukan sesuai
dengan ASTM D.143-94 (Anonim, 2002a). Banyaknya contoh uji untuk setiap jenis
kayu tergantung pada diameter pohon contoh. Pengujian dilakukan terhadap contoh
uji dalamkeadaan kering udara. Sifat mekanis yang diuji meliputi keteguhan lentur
statis (tegangan pada batas proporsi dan tegangan patah serta modulus elastisitas),
keteguhan tekan (sejajar dan tegaklurus serat), keteguhan geser sejajar serat (pada
bidang radial dan tangensial), keteguhan pukul (pada bidang radial dan tangensial),
kekerasan (ujung, pada bidang radial dan tangensial), keteguhan belah (pada
bidang radial dan tangensial) dan keteguhan tarik tegaklurus serat (pada bidang
radial dan tangensial). Sebagai penunjang diuji kadar air dan kerapatan kayu.
Analisis data yang dilakukan meliputi rata-rata hasil pengujian setiap jenis
kayu serta penentuan kelas kuat kayu berdasarkan klasifikasi kekuatan kayu (Den
Berger, 1923), penentuan mutu kayu berdasarkan Anonim (2002b) dan penentuan
tegangan ijin berdasar ASTM D 245 (Anonim, 2002a).
Hasil pengujian kadar air dan kerapatan kayu yang diteliti disajikan pada Tabel 2,
sedangkan hasil pengujian sifat mekanisnya tercantum pada Lampiran 1.
Nilai rata-rata kadar air dan kerapatan kering udara kayu yang diteliti
disajikan pada Tabel 2. Kadar air kering udara berkisar antara 11.46-17.18%.
Berdasarkan klasifikasi kerapatan kayu, maka kayu sengon, sengon buto, suren,
mindi dan tata tergolong kayu yang ringan (0.24-0.56 g/cm3) sedangkan sisanya
tergolong kelas sedang (0.56-0.72 g/cm3).
Tabel 2 Kadar Air dan Kerapatan Kayu yang Diteliti
3
No Jenis Kayu Kerapatan (gr/cm ) Kadar Air (%)
5
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
6
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
Pada Tabel 4 tercantum kelas kuat, kelas mutu serta tegangan ijin dari
sepuluh jenis kayu yang diuji. Dari kesepuluh kayu yang diuji, maka kayu mahoni,
karet dan tusam dapat dipertimbangkan untuk keperluan konstruksi.
Kayu dengan kelas kuat IV-V atau mutu E10 umumnya digunakan untuk
keperluan non struktural seperti panel, partisi dinding dan daun pintu/jendela.
Sedangkan kelas kuat III atau mutu E11 dapat dipertimbangkan untuk keperluan
struktural tetapi tidak untuk beban berat seperti kuda-kuda dengan bentang besar.
Untuk kayu bangunan, selain kuat, maka faktor ketahanan terhadap serangan
organisme perusak kayu (keawetan) juga diperlukan. Tabel 4 menunjukkan bahwa
kayu yang berasal dari hutan tanaman yang umumnya berumur muda, pada
umumnya tergolong kayu yang kurang awet. Untuk penggunaan di lapangan, kayu
dengan kelas awet IV dan V harus diawetkan terlebih dahulu agar umur pakainya
lebih panjang.
Tabel 4 Kelas Kuat, Mutu dan Tegangan Ijin dan Kelas Awet Sepuluh Jenis
Kayu yang Diuji
2
Tegangan Ijin (kg/cm ) Kelas
No Jenis kayu Kelas Kuat Kode Mutu*
MOE MOR Tekan//Serat Awet**
1 Sengon IV-V E10 45505.67 152 79 IV-V
2 Suren IV E10 56922.77 231 120 IV-V
3 Sengon buto III-IV E10 44775.80 203 144 V
4 Mindi III E10 57919.18 254 122 IV-V
5 Gmelina II-III E11 116510.00 337 171 III-IV
6 Mahoni II-III E11 62796.19 310 179 III
7 Karet III-II E11 83587.20 393 201 V
8 Pinus III-IV E10 54718.38 240 153 IV-V
9 Mangium III E10 70225.54 258 146 III
10 Jabon IV E10 43850.00 124 90 III-V
Keterangan:* : Kuat acuan berdasarkan pemilahan mekanis (Anonim, 2002b)
** : Mengacu kepada SNI 01-7207-2006 (Anonim, 2006)
V KESIMPULAN
3. Kayu yang diteliti baik yang berasal dari hutan tanaman (HTI) maupun dari
tanaman rakyat tergolong kelas kuat III-V, hanya karet dan gmelina tergolong
kelas kuat II-III.
4. Berdasarkan kelas mutunya, kayu karet, tata dan tusam dapat dimanfaatkan
untuk bahan bangunan struktural, sedangkan yang lain dapat dimanfaatkan
untuk bahan bangunan non struktural.
VI DAFTAR PUSTAKA
8
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
12. Oey.Djoen Seng, 1964. Berat Jenis Kayu-kayu Indonesia dan Pengertian dari
Berat Kayu Untuk Keperluan Praktek. Pengumuman Lembaga Penelitian
Hasil Hutan, No.1. Bogor
13. Tular, R.B. dan A. Idris. 1981. Sekilas mengenai ”Struktur Bangunan Kayu di
Indonesia”. Proceedings Lokakarya Standardisasi dan Normalisai Kayu
Bangunan. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Bogor
14. Surjokusumo. S 1982. Perancangan mesin pemilah kayu bangunan Panter L-
2. Bulletin Penelitian Institut Pertanian Bogor 3(2)
9
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
10
Prosiding PPI Standardisasi 2009 - Jakarta, 19 November 2009
Keterangan:
n = jumlah contoh uji
S = simpangan baku
KK = koefisien keragaman
R = radial
T = tangensial
11