You are on page 1of 20

KARBOHIDRAT

Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi


kondensat polimer-polimernya yang terbentuk. Nama karbohidrat dipergunakan pada
senyawa-senyawa tersebut, mengingat rumus empirisnya yang berupa CnH2nOn atau
mendekati Cn(H2O)n yaitu karbon yang mengalami hidratasi. Namun demikian nama ini
sebenarnya kurang tepat karena hidrat (H2O) yang melekat pada gugus karbon bukanlah
sebagai hidrat yang sebenarnya, misalnya tidak dapat dipisahkan atau dikristalkan
tersendiri yang terlepas dari gugusnya. Secara alami, ada tiga bentuk karbohidrat yang
terpenting, yaitu :
1. Monosakarida
Sangat sedikit terdapat di alam karena tidak digunakan sebagai bahan simpanan
makanan. Bahan monosakarida yang terdapat dalam perdagangan umumnya dibuat
melalui proses hidrolisa bahan polisakarida. Bahan monosakarida untuk makanan dan
obat-obatan misalnya glukosa dan fruktosa sering dibuat dari jagung, ketela, dan lain-
lain.
2. Oligosakarida
Bentuk yang paling umum dari oligosakarida adalah disakarida (terdiri dari dua unit
monosakarida) yang terjadi dari proses kondensasi dua molekul monosakarida.
Contoh yang paling umum dari disakarida adalah sukrosa (atau sakarosa).
3. Polisakarida
Merupakan kelompok karbohidrat yang paling banyak terdapat di alam. Merupakan
senyawa makromolekul yang terbentuk dari banyak sekali satuan (unit)
monosakarida. Jumlah polisakarida ini terdapat jauh lebih banyak daripada oligo
maupun monosakarida. Sebagian dari polisakarida membentuk struktur tanaman yang
tak dapat larut misalnya selulosa dan hemiselulosa. Sebagian lagi membentuk
senyawa cadangan pangan berbentuk pati dalam tanaman atau glikogen pada sel-sel
hewan. Sebagian lagi membentuk gum (atau gom), pektin, dan derivat-derivatnya.

A. Sifat-sifat Karbohidrat
Mono dan disakarida memiliki rasa manis oleh sebab itu golongan ini disebut
gula. Glukosa (gula anggur) dan fruktosa (gula buah) adalah contoh monosakarida
yang banyak dijumpai di alam. Sukrosa (gula tebu, gula bit) dan laktosa (gula susu)
adalah kelompok disakarida yang juga manis. Rasa manis dari gula-gula ini
disebabkan oleh gugus hidroksilnya. Trihidroksi (gliserol) dan polihidroksi lain juga
berasa manis. Sedangkan polisakarida tidak terasa manis karena molekulnya
sedemikian besarnya sehingga tidak dapat masuk ke dalam sel-sel kuncup rasa (taste
bud) yang terdapat pada permukaan lidah.
Semua jenis karbohidrat baik mono, di maupun polisakarida akan berwarna merah
apabila larutannya (dalam air) dicampur dengan beberapa tetes larutan α-naphthol
(dalam alkohol) dan kemudian dialirkan pada asam sulfat pekat dengan hati-hati
sehingga tidak tercampur. Warna merah akan tampak pada bidang batas antara
campuran karbohidrat dengan α-naphthol dan asam sulfat pekat. Sifat ini dipakai
sebagai dasar uji kualitatif adanya karbohidrat dan dikenal sebagai uji Molisch.
Warna biru kehijauan akan timbul apabila larutan karbohidrat dicampur dengan asam
sulfat pekat dan anthrone. Warna ini timbul karena terbentuknya furfural dan hidroksi
furfural sebagai senyawa derivat dari gula-gula.
O
OH
C

C
α – naphthol H2
anthrone

H H H H
C C C C

HC C CHO C C
O HO H2C O CHO
Furfural Hidroksimetilfurfural

B. Analisa Karbohidrat
Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisa karbohidrat yang biasa dilakukan
misalnya penentuan jumlahnya secara kuantitatif dalam rangka menentukan
komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis atau kimiawinya dalam
kaitannya dengan pembentukan kekentalan, kelekatan, stabilitas larutan dan tekstur
hasil olahannya. Dalam ilmu gizi, sangat penting untuk mengadakan analisa biologis
(bioassay) senyawa-senyawa karbohidrat dalam kaitan peranannya membentuk kalori,
pencegahan penyakit (diabetes, karies gigi, kegemukan, dll), serat kasar dalam
percernaan (dietary fibers) dan sebagainya.
Dalam bidang bioteknologi, analisa yang dilakukan untuk menetukan jenis dan
perubahan kimiawi yang dialami karbohidrat selama proses fermentasi misalnya
menjadi sangat penting untuk menentukan kondisi proses yang optimal. Dalam bidang
kimia murni, analisa dilakukan misalnya untuk penentuan struktur polimer
karbohidrat, bentuk rantai polimer yang lurus dan sebagainya. Sedangkan dalam
biokimia, analisa karbohidrat dapat meliputi analisa perubahan-perubahan yang
terjadi selama proses biologis, peranan dan fungsinya dalam pembentukan boimolekul
atau kaitannya dengan struktur sel.

C. Penentuan Karbohidrat
Persiapan sampel
Sebelum dilakukan analisa karbohidrat terlebih dahulu bahan dibebaskan
dari zat-zat pencampur dan dilakukan penjernihan terhadap larutan yang akan
dianalisa. Lipida dan khlorofil dihilangkan dengna ekstraksi menggunakan ether.
Supaya selama menghilangkan zat-zat pencampur tidak terjadi inversi dan
hidrolisa dari sukrosa oleh asam-asam organik yang ada dalam bahan makanan
atau pertanian, maka selama ekstraksi ditambah kalsium karbonat untuk
menetralkannya. Apabila dalam bahan banyak mengandung enzim yang dapat
menghidrolisa gula maka harus ditambahkan merkuri khlorida untuk mencegah
hidrolisa atau ekstraksinya dilakukan dengan alkohol (ethanol 80%) dan sampel
dipanaskan selama 30 menit. Zat penjernih yang dipakai harus mempunyai sifat-
sifat yang menguntungkan yaitu antara lain dapat mengendapkan zat bukan gula
tanpa mengabsorbsi atau memodifikasi zat-zat gula; dalam keadaan berlebihan
tidak mengganggu ketepatan analisa dan hasil pengendapan harus mudah
dipisahkan dari larutannya.
Zat penjernih yang dapat digunakan pada Analisa Karbohidrat:
• Timbal asetat, dapat mengendapkan asam organik, asam amino, protein,
polifenol
• Alumunium hidroksida, dapat mengendapkan zat koloid
• Kieselguh, dapat mengendapkan zat koloid
• Campuran merkuri nitrat dan alkali, terutama dipakai untuk
mengendapkan protein yang berasal dari jaringan daging.
• Penukar ion juga sering dipakai untuk menghilangkan asam amino yang
terdapat dalam larutan gula.
• Poliamida, gelatin ataupun polivinil polipirolidon biasa digunakan untuk
menghilangkan zat warna dalam larutan.
• Potasium ferrisianida (K3Fe(CN)6 3 H2O) dan biasanya dicampur dengan
ZnSO4. 7 H2O serta dibuat basis dengan NaOH. Kedua garam tersebut disebut
reagen Carrez I dan II, dipakai untuk mengendapakan protein.
• Asam trikhloroasetat atau asam fosfotungstat, dapat digunakan untuk
mengendapkan protein pada umumnya.
• Campuran Ba(OH)2 dan ZnSO4, bisa dipakai dalm analisa karbohidrat cara
Somogyi. Zat tersebut untuk mengendapkan protein yang berasal dari susu.
• Campuran merkuri nitrat dan alkali, terutama dipakai untuk
mengendapkan protein yang berasal dari jaringan daging.
• Asam trikhloroasetat atau asam fosfotungstat, dapat digunakan untuk
mengendapkan protein pada umumnya.
• Poliamida, gelatin ataupun polivinil polipirolidon biasa digunakan untuk
menghilangkan zat warna dalam larutan
• Penukar ion juga sering dipakai untuk menghilangkan asam amino yang
terdapat pada larutan gula.
Dari sekian banyak zat yang dapat digunakan, timbale asetat merupakan
salah satu bahan yang paling banyak dipakai dalam penjernihan larutan gula yang
akan dianalisa. Hal ini karena sifat timbale asetat yang cukup efektif dalam
mengendapkan asam amino, protein, tannin, asam organik pada umumnya.

D. Uji Kualitatif Karbohidrat


Banyak cara untuk mengetahui adanya karbohidrat dalam suatu bahan antara lain :
• Uji Molisch
Karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan dihidrolisa menjadi monosakarida
dan selanjutnya monosakarida mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi
furfural atau hidroksi metil furfural. Fufural atau hidroksi metil furfural dengan
alfa naftol akan berkondensasi memebntuk senyawa kompleks yang berwarna
ungu. Apabila pemberian asam sulfat pada larutan karbohidrat yang telah diberi
alfa naftol melalui dinding gelas dan secara hati-hati maka warna ungu yang
terbentuk berupa cincin pada batas antara larutan karbohidrat dengan asam sulfat.
HC CH HC CH
H
HC C C=O C C C=O
O O
Furfural Hidroksi metil furfural
OH

Alfa naftol

Dehidrasi pentosa oleh asam akan dihasilkan furfural, dehidrasi heksosa


menghasilkan hidroksi metil furfural dan dehidrasi ramnosa dihasilkan metil
furfural.

• Uji Seliwanoff
Peristiwa dehidrasi monosakarida ketosa menjadi furfural lebih cepat
dibandingkan dehidrasi monosakarida aldosa. Hal ini dikarenakan aldosa sebelum
mengalami dehidrasi lebih dahulu mengalami transformasi menjadi ketosa.
Dengan demikian, aldosa akan bereaksi negatif pada uji Seliwanoff. Pada
pengujian ini furfural yang terbentuk dari dehidrasi tersebut dapat bereaksi dengan
resorcinol membentuk senyawa kompleks berwarna merah.
OH

OH

Resorcinol (1,3 dihidroksi benzen)

Sebagai zat untuk dehidrator dapat digunakan asam khlorida 12% atau asam asetat
atau asam sulfat alkoholik.

• Uji Anthrone
Karbohidrat oleh asam sulfat akan dihidrolisa menjadi monosakarida dan
selanjutnya monosakarida menalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural
atau hidroksi metil furfural. Selanjutnya senyawaan furfural ini dengan anthrone
(9, 10-dihidro-9-oxoanthracene) membentuk senyawaan kompleks yang berwarna
biru kehijauan.

• Uji Benedict
Gula reduksi dangan larutan Benedict (campuran garam kuprisulfat,
Natrium sitrat, Natrium karbonat) akan terjadi reaksi reduksi oksidasi dan
dihasilkan endapan berwarna merah dari kupro oksida.

O O

R C H + CuO Cu2O +R C OH

• Uji Barfoed
Larutan Barfoed (campuran cupri asetat dan asam asetat) akan bereaksi
dengan gula reduksi (monosakarida) sehingga dihasilkan endapan merah
kuprooksida. Dalam suasana asam ini gula reduksi yang termasuk dalam golongan
disakarida memberikan reaksi yang sangat lambat dengan larutan Barfoed
sehingga tidak meberikan endapan merah kecuali pada waktu percobaan yang
diperlama. Uji ini untuk penunjukkan gula reduksi monosakarida.

• Uji Iodin
Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan
larutan iodin dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis
karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru; amilopektin dengan
iodin akan berwarna merah violet; glikogen maupun dextrin dengan iodin akan
berwarna merah coklat.

• Uji Pembentukan Osason


Aldosa ataupun ketosa dengan fenilhidrasine dan dipanaskan akan
membentuk hidrason atau osason. Senyawa ini terjadi karena gugus aldehid
ataupun ketonik dari karbohidrat berikatan dengan fenolhidrasin. Reaksi antar
senyawaan tersebut merupakan reaksi oksido-reduksi, atom C yang mengalami
reaksi adalah atom C nomer satu dan dua dari aldosa atau ketosa. Fruktosa dan
glukosa menunjukkan osason yang sama.

• Uji Fehlings
Larutan Fehlings yang terdiri dari campuran kupri sulfat, Na-K-tartrat dan
Natrium hidroksida dengan gula reduksi dan dipanaskan akan terbentuk endapan
yang berwarna hijau, kuning-orange atau merah tergantung dari macam gula
reduksinya.

E. Uji Kuantitatif Karbohidrat


Cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu
bahan antara lain :
Cara Kimiawi
Metoda oksidasi dengan kupri :
Metoda ini didasarkan pada peristiwa tereduksinya kupri-oksida menjadi
kupro oksida karena danya gula reduksi. Reagen yang digunakan merupakan
campuran kupri sulfat, Na-karbonat dan asam sitrat (reagen Luft), atau
campuran kupri sulfat dan K-Na-tartrat (reagen Soxhlet). K-Na-tartrat berfungsi
sebagi pencegah terjadinya pengendapan kupri oksida yang ada dalam reagen.
Pada kedua macam reagen tersebut yang berfungsi sebagai oksidator adalah
kuprioksida yang dengan gula reduksi akan mengalami reduksi menjadi
kuprooksida dan mengendap berwarna merah bata. Jumlah endapan kuprooksida
ekuivalen dengan banyaknya gula reduksi yang ada. Kuprooksida yang
terbentuk dapat diketahui dengan menimbang setelah dikeringkan atau dengan
melarutkan kembali dan selanjutnya dititrasi. Selain dengan cara tersebut juga
dapat dengan menentukan kelebihan kuprioksida yang ada dalam larutan
sebelum dan sesudah direaksikan dengan gula reduksi. Selisih kuprioksida
sebelum dan sesudah direaksikan dengan gula reduksi adalah ekuivalen dengan
kuprioksida yang terbentuk. Penentuan gula reduksi dalam larutan yang sering
digunakan adalah sebagai berikut :

Cara Luff Schoorl


Pada penentuan gula cara Luff Schoorl, yang ditentukan bukannya
kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprioksida dalam
larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah
direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan
titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel
ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk juga ekuivalen dengan jumlah
gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan. Reaksi yang terjadi selama
penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kuprioksida yang ada dalam reagen
akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan
ekivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui
dengan titrasi manggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi
sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah
warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan
warna dari biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum diberikan
pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi
blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan tabel yang sudah
tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Na-tiosulfat
dengan banyaknya gula reduksi. Pada tabel IV.1 tersebut dapat diketahui
jumlah gula reduksi yang ada dalam larutan.
Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula cara Luff dapat dituliskan sebagai
berikut :

R COH + CuO Cu2O +R COOH

H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O

CuSO4 + 2 KI CuI2 + K2SO4

2 CuI2 Cu2I2 + I2

I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI

I2 + amilum = biru

Cara Munson-Walker
Penentuan gula cara ini adalah dengan menentukan banyaknya
kuprooksida yang terbentuk dengan cara penimbangan atau dengan
melarutkan kembali dengan asam nitrat kemudian menitrasi dengan tiosulfat.
Jumlah kuprooksida yang terbentuk ekivalen dengan banyaknya gula reduksi
yang ada dalam larutan dan telah disediakan dalam bentuk tabel Hammond
hubungan antara banyaknya kuprooksida dengan gula reduksi. Tiap 1 ml Na-
tiosulfat (39 gram, Na2S2O3 5H2O/1) sesuai dengan 11,259 mg Cu2O

Cara Lane-Eynon
Penentuan gula cara ini adalah dengan cara menitrasi reagen Soxhlet
(larutan CuSO4, K-Na-tartat) dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya
larutan contoh yang dibutuhkan untuk menitrasi reagen Soxhlet dapat
diketahui banyaknya gula yang ada dengan melihat pada tabel Lane-Eynon.
Agar supaya diperoleh penentuan yang tepat maka reagen Soxhlet perlu
distandarisasi dengan larutan gula standar. Standarisasi ini dikerjakan untuk
menentukan besarnya faktor koreksi dalam menggunakan tabel Lane-Eynon.
Pada titrasi reagen Soxhlet dengan larutan gula akan berakhir apabila warna
larutan berubah dari biru menjadi tidak berwarna. Indikator yang digunakan
pada cara ini adalah methilen biru.

Contoh perhitungan :
Sebanyak 10 ml regaen Soxhlet misalnya memerlukan titrasi gula standar
(konsentrasi 2,5 mg/ml) sebanyak 21 ml. Jadi total gula reduksi yang
diperlukan untuk mereduksi 10 ml reagen Soxhlet adalah 21 x 2,5 mg = 52,5
mg. Padahal pada tabel menunjukkan untuk 21 ml larutan gula invert tertera
51,0 mg, jadi faktor korekjsinya adalah 52,5 : 51,0 = 1,03.
Bila pada titrasi sampel memerlukan 20 ml maka dalam bahan terdapat gula
invert sebanyak 50,9 x 1,03 = 52,427 mg.
Dalam 100 ml larutan sampel terdapat gula invert = 100/20 x 52,427 mg
= 262,135 mg

Tabel IV.1 Penentuan glukosa, fruktosa, dan gula invert dalam suatu bahan **)
ml 0,1 N Glukosa, fruktosa, gula ml 0,1 N Glukosa, fruktosa, gula
Thio. invert Thio. invert
*) mg C6H12O6 *) mg C6H12O6
Δ Δ
1. 2,4 2,4 13. 33,0 2,7
2. 4,8 2,4 14. 25,7 2,8
3. 7,2 2,5 15. 38,5 2,8
4. 9,7 2,5 16. 38,5 2,9
5. 12,2 2,5 17. 44,2 2,9
6. 14,7 2,5 18. 47,1 2,9
7. 17,2 2,6 19. 50,0 3,0
8. 19,8 2,6 20. 53,0 3,0
9. 22,4 2,6 21. 56,0 3,1
10. 25,0 2,6 22. 59,1 3,1
11. 27,6 2,7 23. 62,0 -
12. 30,3 2,7 24. - -
*) ml 0,1 N Thio = titrasi blanko – titrasi sampel
**) analisa dengan metoda Luff Schoorl
Metoda oksidasi dengan larutan ferrisianida alkalis
Cara ini berdasarkan peristiwa tereduksinya ferrisianida menjadi
ferrosianida oleh senyawaan gula reduksi. Jumlah ferrosianida yang terbentuk
ekuivalen dengan jumlah gula reduksi dalam sampel. Ferrosianida yang
terbentuk dapat dihitung sebagai selisih atau perbedaan antara ferrisianida yang
ditambahkan dengan jumlahnya setelah terjadi reaksi reduksi. Reaksinya dapat
dituliskan sebagai berikut :
2 K3Fe (CN)6 + 2 KI 2 K4Fe(CN)6 + I2
Bila ke dalam campuran zat yang dianalisa tersenut diberikan ion Zn++
misalnya dalam bentuk Zink sulfat maka ferrosianida yang terbentuk akan
diendapkan sebagai senyawaan kompleks yang reaksinya dapat dituliskan
sebagai berikut :
2 K4Fe (CN)6 + 3 ZnSO4 K2Zn3 [ Fe(CN)6 ]2 + 3 K2SO4
endapan
Menentukan gula reduksi cara ini dapat ditentukan berdasarkan jumah
iodin yang dibebaskan dengan menitrasi menggunakan Natrium-thiosulfat
standar. Jumlah iodine ekuivalen dengan gula dan dapat dihitung berdasarkan
jumlah thio yang dipergunakan untuk titrasi. Bila diketahui tiap milliliter thio
standar ekuivalen dengan sejumlah gula reduksi (berdasar percobaan
standarisasi) maka mudah diketahui dan dihitung gula yang ada dalam sampel.
Titrasi ini mempergunakan indicator amilum dimana akhir titrasi ini adalah
tepat hilangnya warna biru dari iod-amilum.
Cara lain untuk menentukan jumlah gula cara oksidasi dengan ferrisianida
adalah dengan menentukan jumlah ferrosianida dengan ceric sulfat
menggunakan indicator phenantroline atau ditentukan secara kalorimetri.
Selain itu, juga dapat dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan gula dan
indicator yang dipakai adalah asam pikrat atau methilen biru. Pada cara ini
digunakan pula titrasi standarisasi menggunakan larutan gula standar terhadap
ferrisianida yang digunakan.
Penentuan gula dengan cara oksidasi dengan larutan ferrisianida alkalis
lebih baik daripada oksidasi dengan larutan kupri sulfat karena reagen
ferrisianida dalam alkali lebih stabil dan ferrisianida yang terbentuk lebih stabil
daripada kuprooksida. Kelemahan cara ini adalah ferrisianida mudah direduksi
oleh senyawaan reduksi baik gula maupun bukan gula sehingga
penunjukkannya kurang tepat.

Metoda iodometri
Iodin dalam medium yang alkalis dapat terkonversi dengan cepat menjadi
hipoiodida. Hipoiodida dapat mengoksidasi aldosa, sedangkan untuk ketosa
hanya sedikit yang mengalami oksidasi. Larutan sampel ditambah iodine encer
dan NaOH kemudian dicampur secepatnya (karena iodin dapat berubah
menjadi iodat dan tidak reaktif terhadap gula dalam larutan alkalis). Setelah itu
diasamkan dengan asam khlorida atau asam sulfat dan dibiarkan beberapa
menit. Kemudian kelebihan iodine dititrasi dengan larutan thiosulfat standar.
Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :

• Titrasi sampel
O O
R – C – H + I2 + 3 NaOH R – C – ONa + 2 NaI + 2 H2O
I2 (sisa) + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
I2 + amilum iod-amilum (biru)

• Titrasi blanko
I2 (total) + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI

Dalam keadaan optimal dan kondisi terkontrol hanya = 1 % dari ketosa


yang ada dalam sampel teroksidasi sehingga tidak mempengaruhi dalam
penentuan aldosa. Untuk memperbesar ketelitian penentuan cara ini maka
adanya zat yang dapat mempengaruhi harus dihilangkan misalnya etanol,
aseton, mannitol, gliserin, Na laktat, Na format, dan Urea. Zat – zat tersebut
dapat bereaksi dengan iodin.

Cara Ensimatis
a. Penentuan glukosa dan fruktosa
Dasar penentuan cara ini adalah glukosa dan fruktosa difosforilasikan
menjadi glukosa-6-fosfat (G6P) dan fruktosa-6-fosfat (F6P) dengan bantuan
enzim heksokinase (HK) dan Adenosin-5-trifosfat (ATP).

1. Glukosa + ATP G-6-P + ADP


2. Fruktosa + ATP F-6-P + ADP

Dengan adanya enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6P-DH), G-6-P


dioksidasi oleh Nikotinamida Adenin Dinukleotida (NADP) menjadi glukonat-
6-fosfat
G6P-DH
3. Glukosa-6-fosfat + NADP Glukosa-6-fosfat + NADPH + H+

Jumlah NADPH yang terbentuk setara dengan banyaknya glukosa yang bereaksi
sehingga NADPH inilah yang diukur dengan spektrofotometer pada serapan
sinar dengan panjang gelombang 334 atau 340 atau 365 nm. Setelah reaksi (3)
selesai, F-6-P perlu diubah menjadi G-6-P dengan bantuan enzim fosfoglukosa
isomerasi (PGI)
PGI
4. Fruktosa-6-fosfat Glukosa-6-fosfat

Glukosa-6-fosfat dengan NADP membentuk glukonat-6-fosfat dan NADPH.


Jumlah NADPH yang terbentuk setara dengan jumlah fruktosa yang ada.

b. Penentuan laktosa dan galaktosa


Dasar penentuan laktosa dan galaktosa dengan enzim adalah laktosa dapat
dihidrolisis menjadi glukosa dan β galaktosa oleh enzim β galaktosidase dan air.
Selanjutnya β galaktose dioksidasi oleh Nikotinamida Adenin-Dinukleotida
(NAD) menjadi asam galatonat dengan bantuan enzim galalosa dehidrogenase
(GAL-DH)

Β-galaktosidase
Laktosa + H2O Glukosa + β galaktosa

GAL - DH
β Galaktosa + NAD Asam galatonat + NADH + H+
Jumlah NADH yang terbentuk setara dengan jumlah laktosa yang ada. Kenaikan
jumlah NADH diukur dari serapan sinar pada panjang gelombang 334,340 atau
365 nm

Cara Khromatografi
Penentuan karbohidrat dengan cara khromatografi adalah dengan
mengisolasi dan mengidentifikasi karbohidrat dalam suatu campuran. Isolasi
karbohidrat ini berdasarkan prinsip pemisahan suatu campuran berdasarkan atas
perbedaan distribusi rationya pada fase tetap dengan fase bergerak. Fase bergerak
dapat berupa zat cair atau gas, sedangkan fase tetap dapat berupa zat padat atau
zat cair. Apabila zat padat sebagai fase tetapnya maka disebut khromatografi
serapan, sedang bila zat cair sebagai fase tetapnya disebut khromatografi partisi.
Dalam khromatografil ekstrak yang akan ditentukan karbohidratnya perlu
dimurnikan dan dijernihkan. Selain itu senyawa-senyawa anorganik yang ada
harus dihilangkan misalnya dengan jalan melewatkan ekstrak di dalam suatu alat
penukar ion (ion exchanger). Perlakuan ini dikerjakan untuk mencegah terjadinya
tailing misalnya pada khromatografi kertas atau khromatografi lapis tipis. Tailing
menyebabkan kesukaran dalam analisa kuantitatif selanjutnya. Untuk mengurangi
tailing dapat dikerjakan dengan nelarutkan kembali zat-zat yang terabsorbsi pada
zat penyerap (absorbent) dengan mencuci menggunakan asam. Selain itu dengan
melakukan elusi terhadap pelarut secara bertahap dengan fase bergerak (mobil)
yaitu pelarut yang lebih polar.
Di dalam analisa khromatografi kertas atau lapis tipis diukur besarnya Rf
(Retardation factor) tiap komponen karbohidrat yaitu perbandingan jarak
perpindahan molekul zat dengan jarak perpindahan pelarut,

Rf = Jarak perpindahan molekul zat


Jarak perpindahan pelarut

Harga Rf tiap jenis gula adal tertentu untuk suatu perlakuan yang sama. Nilai R f
suatu jenis gula dipengaruhi oleh berbagai factor antara lainmacam zat pelarut,
suhu, ukuran bejana, macam fase tetap dan sifat zat yang dianalisa. Dengan
demikian dalam mencantumkan harga Rf dari suatu zat harus dicantumkan pula
kondisi analisanya.
Salah satu contoh penentuan karbohidrat yang akan diuraikan adalah
khromatografi kertas.

Khromatografi kertas
Penentuan karbohidrat cara ini merupakan cara yang sederhana yaitu
menggunakan kertas yang tersusun oleh selulosa murni sebagai penyokong fase
tetap (air). Selulosa merupakan zat inert sehingga dapat digunakan sebagai zat
penyangga. Kertas yang digunakan untuk khromatografi merupakan ikatan
serabut-serabut selulosa yang saling berhubungan dengan ikatan hydrogen, dan
di antara sel terdapat air sebanyak kurang lebih 2 – 5%. Kertas yang dipakai
adalah kertas Whatman yang dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan kecepatan
merambat zat yaitu cepat, sedang, dan lambat. Biasanya dipakai kertas
whatman dengan kecepatan sedang yaitu whatman no. 1. Kertas yang akan
digunakan harus disimpan dalam tempat yang kering, bersih dan bebas dari gas
atau uap terutama yang mempunyai affinitas tinggi terhadap selulosa serta
dalam ruang yang tertutup.
Pada garis besarnya penentuan karbohidrat secara kromatografi kertas
dilakukan sebagai berikut :

kawat pengembang

kertas

botol pengembang
spot
pelarut

Pertama kali dibuat potongan kertas ukuran tertentu sesuai dengan


kebutuhan. Sampel yang telah disiapkan diteteskan pada salah satu ujung kertas
dengan menggunakan mikro pipet sehingga diperoleh spot yang bulat. Agar
diperoleh spot yang cukup besar konsentrasinya maka penetesan sampel
dilakukan 3 – 4 kali dengan cara penetesan berikutnya setelah penetasa pertama
sudah kering. Spot yang terbentuk harus sekecil mungkin karena spot yang
besar akan menyebabkan pemisahan tidak sempurna atau terjadi tailing.
Selanjutnya kertas dimasukkan ke dalam wadah yang berisi zat pelarut
tertentu sehingga kedudukan kertas tegak lurus dan spot berada kurang lebih 1
cm di atas permukaan pelarut. Pelarut yang digunakan dapat berbentuk larutan
murni atau campuran. Untuk penentuan gula-gula sederhana pelarut yang
dipakai adalah campuran butanol : asetat : air atau propanol : asam asetat : air
atau asam asetat : pyridin : air dengan perbandingan 4 : 1 : 5. Campuran pelarut
tersebut pada umumnya terdiri atas pelarut organic air dan asam atau basa.
Setelah wadah ditutup dan dibiarkan beberapa lama maka pelarut akan
merambat pada kertas sampai pada ujung kertas yang lain untuk itu perlu diberi
tanda batas akhir perambatan pelarut pada kertas. Apabila pelarut sudah
merambat sampai tanda tersebut maka kertas diambil dan dikeringkan. Perlu
dicatat pada pemilihan pelarut yang digunakan sebaiknya tidak memberi reaksi
warna pada kertas. Agar supaya antara fase tetap, fase bergerak dan molekul
zat yang akan dipisahkan.
Setelah kertas menjadi menjadi kering maka untuk mengetahui adanya
pemisahan antara zat-zat yang ada perlu diidentifikasi. Deteksi dan identifikasi
gula-gula dalam kertas khromatografi dapat dilakukan dengan cara fisis atau
kimiawi. Secara fisis dapat dilakukan dengan menyinari kertas dengan sinar
ultraviolet dengan panjang gelombang sinar 254 nm – 370 nm. Dapat pula
dengan cara kimiawi yaitu dengan menyemprotkan larutan kimia tertentu
misalnya anilinphtalet atau m-phenyleneidamine atau perak nitrat untuk gula
reduksi. Untuk gula non reduksi dapat menggunakan naphotoresorsinol dalam
asam fosfat. Larutan phloroglusinol dan asam khlorida dapat digunakan untuk
aldosapentosa (memberikan warna violet); ketopentosa (hijau tua); ketoheksosa
(kuning coklat) dan dengan methyl pentose memberikan warna hijau. Selain
larutan tersebut di atas pula dipakai uap iodin. Reagen kimia tersebut pada
kertas d ruang asam karena dapat mengganggu kesehatan operatornya.
Kemudian setelah dikeringkan akan timbul noda berwarna dan dapat dihitung
Rf-nya dan dapat ditentukan macam gulanya sesuai dengan standar gula yang
digunakan.
Cara Optik (fisis)
Penentuan karbohidrat dengan cara fisis antara lain dengan menentukan
indeks biasnya menggunakan refraktrometer. Ada beberapa model refraktometer
yang dapat dipakai antara lain refraktometer Abbe. Alat ini mempunyai
keunggulan antara lain :
1. mempunyai skala indeks bias cukup lebar intervalnya, yaitu antara 1,30 – 1,75
2. sampel yang digunakan sangat sedikit, yaitu beberapa tetes
3. ketelitiannya sampai ± 0,0002.
Indeks bias suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang
gelombang sinar dan suhu pengukuran. Indeks bias dapat digunakan untuk
identifikasi dan determinasi kemurnian suatu bahan dan komposisi suatu
campuran homogen yang diketajui konstituennya. Indeks bias dinyatakan dengan

notasi artinya : pengukuran indeks bias pada suhu 20OC dengan menggunakan
sinar Natrium sebagai sumber sinar monokromatis.

Penentuan karbohidrat dengan Polarimeter


Karbohidrat bersifat optis aktif sehingga dapat dianalisa secara polarimetri
hal ini disebabkan karena molekul penyusun karbohidrat mempunyai susunan
yang asimetri sehingga mempunyai kemampuan untuk memutar bidang sinar
terpolarisasi. Putaran optic dapt diukur dengan menggunakan
polarimeter/sakharimeter. Analisa gula/karbohidrat secara polarimetri
mempunyai keuntungan antara lain sampel tidak mengalami kerusakan dan
dapat dilakukan dengan cepat.
Untuk memperoleh hasil yang diteliti harus diperhatikan :
a) Larutan harus jernih dan tidak berwarna
b) Larutan tidak mengandung bahan asing yang bersifat optis aktif,
sehingga perlu penjernihan sebelumnya
c) Konsentrasi sampel pada daerah yang optimum untuk alat yang
bersangkutan, tidak terlalu pekat ataupun encer.

Pada penentuan gula cara polarimetri mendasarkan pada hukum Biot yaitu
kapasitas rotasi untuk tiap individu gula adalah sebanding dengan konsentrasi
larutan dan panjang cairan dalam tabung, dan dapat dirumuskan sebagai
berikut :

[α] : putaran/rotasi spesifik


t : suhu pengukuran (C)
D : sinar natrium (589 nm)
α : sudut putar yang diamati
C : konsentrasi ( g sampel dalam 100 ml pelarut )
I : panjang tabung (dm)

Penentuan Sukrosa
Penentuan sukrosa dapat langsung ditentukan jumlahnya dengan cara
Polarimeter atau dengan refraktometer seperti yang telah diuraikan pada pasal
di depan. Selain itu dapat dianalisa dengan cara kimia yaitu dengan
menentukan gula reduksi yang dihasilkan setelah sukrosa dihidrolisa denagan
asam atau dengan enzim. Penentuannya dapat secara Luff Schoorl, Munson-
Walker, iodometri atau cara enzimatis atau spektrofotometri.
Hidrolisa sukrosa akan dihasilkan 2 mol gula reduksi yang berupa fruktosa
dan glukosa yang dapat dituliskan sebagai berikut :

C6H22O11 + H2O C6H12O6 + C6H12O6


Sukrosa Fruktosa Glukosa
BM = 342 BM = 180 BM = 180

Setelah diketahui jumlah gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisa sukrosa
maka dapat dihitung jumlah sukrosa yaitu dengan mangalikan dengan suatu
faktor sebesar 0,95. Faktor ini diperoleh dari perbandingan BM sukrosa
dengan BM dua molekul gula reduksi

Faktor konversi = BM sukrosa = 342 = 0,95


2 BM gula reduksi 2 x 180

Penentuan Pati
Pati disusun oleh amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan
polisakarida yang linier sedangkan amilopektin adalah yang bercabang. Tiap
jenis pati tertentu disusun oleh kedua fraksi tersebut dalam perbandinga yang
berbeda-beda. Pati jenis jenis yang rekat (addesif) amilosa pada pati berkisar
20-30%. Pati pada beras dan sorgum (cantel) sebagian terbesar penyusunnya
adalah amilopektin. Pemisahan antara fraksi amilosa dan amilopektin dapat
menggunakan elektrodialisa atau dengan n-butanol atau thymol. Amilopektin
larut dalam n-butanol sedangkan amilosa tidak larut. Amilosa memberikan
warna biru dengan larutan iodine dan amilopektin memberikan warna merah
violet.
Untuk penentuan kadar pati dalam suatu bahan dapat dikerjakan dengan
menghidrolisa pati dengan asam atau ensim sehingga diperoleh gula reduksi.

(C6H10O5)m + m H2O m C6H12O6


pati m glukosa
BM = 162 m BM = 180 m
Setelah diketahui jumlah gula reduksi hasil hidrolisa pati tersebut maka dapat
dihitung jumlah pati yaitu dengan mengalikan dengan suatu faktor konversi
sebesar 0,90. Faktor konversi ini diperoleh dari perbandingan berat molekul
pati dengan jumlah berat molekul gula reduksi yang dihasilkan.
Faktor konversi = BM pati
m . BM gula reduksi
= m x 162
m x 180
= 0,90

Selain cara di atas, penentuan pati dapat ditentukan dengan cara mula-
mula pati diekstraksi dan didispersikan menjadi suatu larutan koloidal hingga
terpisah dari zat lainnya. Pati yang terdapat dalam dispersi tersebut dapat
ditentukan dengan jalan pengendapan dan dilakukan penimbangan. Pati
bersifat tidak larut dalam air sehingga mudah dipisahkan dari zat lainnya. Pada
bahan yang mengandung lemak dan protein yang tinggi pati dapat direaksikan
lebih dahulu dengan alkali sehingga membentuk senyawa alkohol kompleks
yang bersifat tidak larut dan secara langsung dipisahkan dan ditimbang. Untuk
bahan yang berasal dari tanaman yang banyak mengandung berbagai macam
polisakarida lain, ekstraksinya dijalankan dengan dua tahap yaitu pertama
dengan alkohol etanol (etanol 80%), kedua dengan asam perklorat.
Selanjutnya pati terekstrak diendapkan dengan iodin dan akhirnya senyawa
kompleks pati-iodin ini didekomposi dengan alkali. Penentuan selanjutnya
dapat dikerjakan dengan cara kimia atau secara gravimetri.

Penentuan serat kasar


Serat kasar adalah senyawaan yang tidak dapat dicerna dalam organ
pencernaan manusia maupun binatang. Dalam analisa penentuan serat kasar
diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun
basa encer dengan kondisi tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam
analisa adalah:
• Defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel
menggunakan pelarut lemak.
• Digestion. Terdiri dari dua tahap yaitu pelarutan dengan asam dan
pelarutan dengan basa. Dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu
terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh
luar.
Penyaringan harus segera dilakukan setelah digestion selesai karena
penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa
karena terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena
angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan
tersebut. Kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu
proses pengolahan sehingga persentase serat kasar dapat dipakai untuk
menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses.

You might also like