Professional Documents
Culture Documents
A. JUDUL
Sebaran Potensi Deposit Emas dengan Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis (Studi Kasus di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat)
C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan di atas tentang kemampuan Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografis dalam mendeteksi kandungan deposit emas, serta
keterkaitan antara karaktersitik wilayah yang berupa variabel fisik seperti batuan
induk, struktur geologi dan lereng menggunakan sensor TERRA/ASTER, maka
dibuat beberapa perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dan
Penginderaan Jauh untuk mengetahui sebaran deposit emas di
Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat ?
3
D. TUJUAN
1. Mengetahui pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dan
Penginderaan Jauh untuk mendapatkan sebaran deposit emas di
Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
2. Mengetahui asosiasi antara variabel fisik yang berupa batuan induk,
struktur geologi dan lereng terhadap deposit emas.
3. Mengetahui daerah yang memiliki deposit emas potensial di
Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat
F. KEGUNAAN
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi kepada
pemerintah daerah Sulawesi Barat tentang potensi emas di daerahnya, sehingga
diharapkan dapat menarik minat investor lokal maupun asing untuk melakukan
eksplorasi di daerah tersebut serta mengembangkan penggunaan Penginderaan
Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam mengeksplorasi mineral
tambang yang ada di Indonesia.
4
G. TINJAUAN PUSTAKA
Emas dalam bentuk cebakan
(mineral deposit) di alam dijumpai dalam
dua tipe, yaitu cebakan emas primer dan
emas sekunder. Cebakan emas primer
terbentuk oleh aktifitas hidrotermal yang
membentuk tubuh bijih dengan kandungan
mineral utama silika. Cebakan emas primer
mempunyai bentuk sebaran berupa urat atau
tersebar pada batuan. Proses erosi,
transportasi dan sedimentasi yang terjadi
terhadap hasil disintegrasi cebakan emas
pimer akan menghasilkan cebakan emas
sekunder. Emas sekunder dapat berada pada
Gambar 1. Karakteristik Emas
tanah residu dari cebakan emas primer
sebagai endapan koluvial, kipas aluvial dan
umumnya terdapat pada endapan sungai.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa,
kekerasannya berkisar antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung
pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa
emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral
ikutan tersebut umumnya berupa kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar dan
sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi
dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari
emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan
unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis lain dari
emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya > 20%.
Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di
permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak
dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis
menghasilkan endapan letakan (placer). Genesa emas dikatagorikan menjadi dua
yaitu:
5
1. endapan primer;
2. endapan plaser (sekunder).
Kandungan emas dalam cebakan bijih logam dapat dikategorikan sebagai
komponen utama atau bisa juga merupakan komoditas ikutan, hal ini tergantung
pada tipe cebakannya. Pada cebakan Cu-Au tipe porfiri komoditas utama berupa
tembaga, sedangkan emas dan perak sebagai mineral ikutan. Cebakan bijih emas
tipe urat kuarsa epitermal, emas merupakan komoditas utama dan perak sebagai
bahan ikutan. Sebaran cebakan bijih emas yang berupa urat kuarsa pada satu
wilayah dapat dijumpai dalam bentuk beberapa urat tunggal atau berupa zona urat.
Panjang bijih emas urat kuarsa dapat mencapai tubuh bijih dan sekitarnya,
membentuk beberapa kilometer dan ketebalan beberapa kumpulan butiran emas
dengan tekstur meter, dapat pula lebih kecil berupa urat dengan permukaan kasar.
Akibat proses tersebut, panjang hanya beberapa meter, tebal beberapa butiran-
butiran emas pada cebakan emas sentimeter.
Bijih emas selain mengandung unsur lain sebagai komoditas ikutan yang
dapat bernilai ekonomi, sering juga dijumpai berasosiasi dengan mineral dengan
kandungan unsur berbahaya bagi lingkungan. Unsur-unsur tersebut antara lain Hg
As, Cd dan Pb. Cebakan bijih emas dengan karakteristik fisik dan kimianya
memungkinkan untuk ditambang dan diolah menggunakan peralatan dan
teknologi sederhana, sehingga banyak dijumpai pertambangan emas yang
diusahakan oleh masyarakat setempat.
Emas sekunder (alluvial) pada umumnya alluvial menempati cekungan
Kuarter berupa lembah sungai yang membentuk morfologi dataran atau undak.
Cebakan terdiri dari bahan bersifat lepas atau belum terkonsolidasi secara
sempurna, berukuran pasir kerakal, dapat berselingan dengan lapisan lempung
atau lanau. Lapisan pembawa emas berupa lapisan tunggal atau perulangan
memiliki kemiringan relatif datar, ketebalan hingga beberapa meter dengan
kedalaman relatif dangkal. Kelimpahan kandungan emas ke arah vertikal dan
lateral sangat heterogen (erratic). Bentuk butiran emas umumnya cenderung
pipih. Potensi sumber daya emas aluvial di Indonesia banyak dijumpai di
Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Endapan pembawa emas alluvial
disusun oleh fragmen dan matriks, terpilah buruk sampai baik. Fragmen
6
Talaya (Tmtv). Disusul oleh Formasi Lariang (Tmpl) yang terdiri dari perselingan
antara konglomerat dan batu pasir, sisipan batu lempung dan setempat tuf,
berumur Miosen Akhir – Pliosen.
Formasi-formasi di atas diterobos oleh granit, granodiorit, riolit, diorit dan
aplit (Tmpi). Napal Pambuang (Qpps) diendapkan diatas Formasi Mapi (Tmpm),
Formasi Mandar atau Mamuju (Tmm), Anggota Tapalang, Formasi Mamuju
(Tmmt), Formasi Batuan Gunung Api Talaya (Tmtv) dan Formasi Sekala (Tmps),
terdiri dari napal tufan, serpih napalan mengandung nodul, batu pasir tufan dan
lensa-lensa konglomerat; mengandung fosil foraminifera yang menunjukkan umur
Plistosen. Tebal satuan sekitar 300 m dan kemungkinan terendapkan di
lingkungan laut dangkal. Formasi Budong-Budong (Qb) diendapkan secara
selaras di atasnya, terdiri dari konglomerat dan batu pasir, setempat sisipan batu
gamping dan batu lanau, berumur Plistosen – Holosen.
Batu Gamping Koral (Ql) diendapkan menjari dengan Formasi Budong-
Budong (Qb), terdiri dari batu gamping terumbu dan batu gamping bioklastika,
berongga, setempat dengan moluska, berumur Plistosen – Holosen. Endapan
Aluvial dan Endapan Pantai (Qal) yang terdiri dari lempung, lanau, pasir dan
kerikil merupakan endapan termuda berumur Holosen.
Pengaruh tumbukan lempeng Pasifik, Benua Asia dan Australia terhadap
Pulau Sulawesi adalah bersatunya bagian barat dan bagian timur Sulawesi yang
berbentuk K, terbentuknya jalur gunungapi dalam Mandala Geologi Sulawesi
Barat, serta terjadinya sesar Palu-Koro yang berarah barat laut – tenggara. Di
daerah Kabupaten Mamuju dan Majene berkembang beberapa sesar ikutan atau
sesar sekunder yang berarah hampir barat – timur.
Keadaan topografi Kabupaten Mamuju didominasi oleh daerah curam dan
tidak curam dengan kelerengan antara 15 - 45 persen. Kondisi ini berpengaruh
terhadap topografi wilayah sehingga bervariasi mulai dari daerah datar, landai
hingga agak curam, sehingga tingkat kepekaan tanah terhadap erosi juga
bervariasi. Kabupaten Mamuju secara umum memiliki topografi yang bergunung-
gunung dan berbukit-bukit berada pada ketinggian 395 meter dari permukaan laut.
Berdasarkan data statistik bahwa kemiringan lereng yang memiliki porsi terbesar
adalah kemiringan antara 12 - 25 persen dengan luas cakupan sebesar 224.910 Ha.
9
Kemiringan lereng seperti ini terdapat hampir di semua kecamatan dalam wilayah
Kab.Mamuju, tetapi wilayah Kec.Tapalang yang memiliki porsi terbesar seluas
32.613 Ha disusul Kec.Budong-Budong seluas 31.034 Ha dan kec.Topoyo seluas
17.150 Ha.
Kemiringan antara 25 - 40 persen mencakup wilayah seluas 206.387 Ha.
Kemiringan seperti ini dominan terdapat di Kec. Topoyo seluas 21.553 Ha,Kec.
Karossa seluas 20.906 Ha dan Kec. Kalukku seluas 20.748 Ha. Sedangkan di
wilayah kecamatan lain juga ada namun luasannya tidak seberapa. Kemiringan
diatas 40 Persen mencakup wilayah seluas 186.336 Ha. Kemiringan seperti ini
dominan terdapat di wilayah Kec. Kalumpang dan Bonehau dengan luasan
mencapai 77.890 Ha disusul Kec. Karossa seluas 50.589 Ha dan Kec. Topoyo
dengan luas 33.686 Ha. Kemiringan antara 0 - 2 persen dengan luas cakupan
113.134 Ha. Dominan terdapat di Kec. Budong-Budong seluas 30.048 Ha, Kec.
Kalukku 19.069 Ha dan Kec. Topoyo seluas 15.781 ha. Kemiringan seperti ini
terdapat di seluruh wilayah Kab. Mamuju, sedangkan kemiringan antara 2 - 15
persen hanya mencakup wilayah seluas 82.122 Ha tersebar di seluruh wilayah
Kab. Mamuju, Kec.Budong - Budong mempunyai wilayah yang terluas sekitar
31.034 Ha.
Advanced Spaceborne Thermal Emission Radiometer (ASTER)
merupakan salah satu dari lima sistem sensor yang terdapat pada satelit Terra.
Satelit ini dikembangkan oleh konsorsium yang terdiri dari National Aeronautics
and Space Administration (NASA) dan Kementrian Ekonomi Perdagangan dan
Industri Jepang. Sensor ASTER terbagi atas tiga jenis seperti pada gambar Visible
and Near Infrared Radiometer (VNIR), Short Wavelength nfrared Radiometer
(SWIR), dan Thermal Infrared Radiometer (TIR) dengan lebar cakupan sebesar
60 km x 75 km.
10
Gambar 3. Jenis mineral yang dapat diidentifikasi oleh aster (Rokhmatullah, 2007)
Spatial
Radiometer Band Wavelength
Resolution
1 0,52-0,6
2 0,63-0,69
VNIR 15m
3N 0,76-0,86
3B 0,76-0,86
4 1,6-1,7
5 2,145-2,185
6 2,185-2,225
SWIR 30m
7 2,235-2,285
8 2,295-2,365
9 2,36-2,43
10 8,125-8,475
11 8,475-8,825
TIR 12 8,925-9,275 90m
13 10,25-10,95
14 10,95-11,65
12
Baugio, Filipina. Kemudian untuk menguji tingkat akurasi, hasil pencitraan akan
diverifikasi dengan data titik bor.
H. METODE PELAKSANAAN
Pemetaan potensi deposit mineral emas ini didasarkan pada identifikasi
model untuk deposit mineral dan kondisi lingkungan terkait. Oleh karena itu,
penerapan model yang paling baik adalah mendekati konsep eksplorasi (Rojash,
2003). Konsep model eksplorasi tersusun atas variabel-variabel yang menjadi
penciri keberadaan mineral emas, seperti geologi, geokimia dan interpretasi citra
satelit. Garis besar metodologi penelitian meliputi empat tahap, yaitu :
1. pengumpulan dan pemasukkan data yang akan digunakan sebagai
variabel;
2. pembuatan model yang didasarkan pada studi empiris dan penentuan
kriteria umum untuk mengenali deposit emas;
3. ekstraksi, penajaman dan integrasikan data;
4. asosiasi antara variabel fisik dengan deposit emas dan pola sebaran
potensi deposit emas.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan sebaran
mineral permukaan dan kerapatan vegetasi adalah Citra ASTER yang diambil
pada musim kemarau, hal ini bertujan agar dapat diperoleh citra yang bebas dari
gangguan awan. Faktor fisik struktur geologi dari foto udara; batuan induk berasal
dari peta geologi detail wilayah Mamuju terbitan Badan Survey Geologi Bandung;
sedangkan wilayah kelerengan didapatkan dari pengolahan peta RBI skala
1:50.000. (Hal 26 Universitas Indonesia Sebaran Potensi..., Alam Primanda,
FMIPA UI, 2008).
H.1. SUMBER DATA
Sumber data pada penelitian ini antara lain :
1. Citra ASTER
Citra ASTER digunakan level 1B yang sudah terektifikasi
diperoleh dari Earth Remote Sensing Data Analysis Centre
(ERSDAC) Jepang.
2. Peta Rupabumi Indonesia (RBI)
15
I. JADWAL KEGIATAN
Bulan Ke-
No Jenis Kegiatan
I II III IV V
1. Pembelian Citra ASTER,
Peta Geologi dan Peta RBI
Daerah Mamuju, Sulawesi
Barat.
2. Pembuatan Peta Lereng
Daerah Mamuju, Sulawesi
Barat.
3. Pengolahan Peta Geologi,
Peta Lereng dan Citra
ASTER Daerah Mamuju,
Sulawesi Barat.
4. Analisis asosiasi antara
variable fisik berupa batuan
induk, struktur geologi dan
lereng terhadap deposit emas.
5. Analisis daerah deposit emas
potensial di Kabupaten
Mamuju, Sulawesi Barat
6. Pembuatan Laporan dan
Artikel tentang daerah
deposit emas potensial di
Kabupaten Mamuju, Sulawesi
Barat
16
J. RANCANGAN BIAYA
J.1. Honorium
1. Dosen Pembimbing
2 org @ Rp 500.000,00 x 3 bulan Rp 3.000.000,00
2. Peneliti
5 org @ Rp 200.000,00 x 3 bulan Rp 3.000.000,00+
Jumlah Rp 6.000.000,00
J.2. Data Penelitian
1. Citra Satelit ASTER Rp 2.500.000,00
2. Peta Geologi Rp 100.000,00
3. Peta RBI 2 lembar @ Rp 45.000,00 Rp 90.000,00
4. Biaya Transportasi Pembelian Peta Rp 100.000,00 +
Jumlah Rp 2.790.000,00
J.3. Lain-lain
1. Biaya Print
1) Print Peta 3 buah @ Rp 72.000 Rp 216.000,00
2) Print Laporan Rp 200.000,00
2. Fotokopi Rp 150.000,00
3. ATK Rp 100.000,00+
Jumlah Rp 666.000,00
J.4 Rekapitulasi Biaya
1. Honorium Rp 3.000.000,00
2. Data Penelitian Rp 2.790.000,00
3. Lain-lain Rp 666.000,00+
Total Rp 9.456.000,00
K. DAFTAR PUSTAKA
L. LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
Desember 1990
Agama : Islam
NPM : 0806328732
Kewarganegaraan : Indonesia
No.HP : 085695266747
E-mail : sesa.wiguna@ui.ac.id
CURRICULUM VITAE
19
Agama : Islam
NPM : 0806328594
Kewarganegaraan : Indonesia
No.HP : 085710420422
E-mail : mila.khaerunnisa@ui.ac.id
CURRICULUM VITAE
20
Agama : Islam
NPM : 0806328663
Kewarganegaraan : Indonesia
Jakarta Selatan
No.HP : 085714763046
E-mail : osmar.shalih@ui.ac.id
CURRICULUM VITAE
21
Agama : Islam
NPM : 0806328221
Kewarganegaraan : Indonesia
No.HP : 08561149954
E-mail : alvian.safrizal@ui.ac.id
meridhoi hidupmu”.
22
CURRICULUM VITAE
Nama : Muhammad
Faeyumi
Juli 1990
Agama : Islam
NPM : 0806453900
Kewarganegaraan : Indonesia
No.HP : 085718060591
E-mail : muhammad.faeyumi@ui.ac.id