Professional Documents
Culture Documents
HENDRIK MB
SEMISAL
Semisal menghabiskan siang di sahara
Begitulah kita terbuang pada pedihnya hidup pada tanah penuh madu
Hari-hari penuh sampah, penuh rasa mual dan rasa sakit terpenjara air mata
Anak cucu kita duduk di bawah tiang-tiang pemujaan berhala dengan perut
kerontang
Terbunuh sesah jumawa terik digdaya
Sementara sang musafir duduk di bawah kemah beralaskan permadani yang dijarah
dari keringat moyang
Tetua diam dengan perut-perut berlemak yang terus lapar
Kemana kita akan mencari oase?
Kita terus saja tersesat pada tanda tanya pada setiap pesta rakyat yang penuh
dongeng
HENDRIK MB
KAU KENAL AKU?
Aku yakin kau kukenal. Dengan jelas itu pada sekujur wajahmu
Tertera, waktu kita bertemu.
Hendrik MB
Ah..!bingung aku.
Neraka!!!
Hendrik MB
DI GERBANG NERAKA (II)
Hendrik MB
kemarin bocahku yang SMP harus pulang dengan air mata. “Bu, SPP-ku belum
lunas. esok ujian.”
ah! Made sudah tidurkah kau? ku harap hanya debumu yang pergi.
jiwaku tersesah. air mata telah lama kering, telah lama tandus bola mataku
di pelupuk ada gamabar pelaminan yang teduh. di pelupuk ada tawa dan senyum
bahagia
tergiang kami berceritera tentang rumah yang utuh. dua anak.
itu hanya cita-cita, tapi yang Agung telah memberiakannya
kemudian di sebuah kisah yang lain semuanya hilang. hanya debu. tak ada air mata.
semuanya kering
rumah itu runtuh
ah, dia begitu mungil dan secepat itukah?
kau katakana itu kemauan yang Agung
lalu haruskah aku bersimpuh dan meminta yang sama?
“ bu, aku mau berhenti sekolah saja. adik saja. aku kerja saja bantu ibu , “ anaku
katakan itu dua jam kemudian.
begitulah dunia dan cita-citanya diambil
Hendik MB
SEBUAH FIKSI
(Ceritera yang (telah) menjadi lelucon)
: pada cita-cita yang berbeda orang-orang itu berkumpul pada panggung yang sama
Benar-benar menjadi lelucon ketika semuanya sama-sama menceriterakan
Sebuah dongeng yang sama, yang berbeda pesannya
Terbalut kain yang terlalu tipis oleh pandangan mata-mata katarak
TAMAT
Hendrik MB
TIP
Mereka rakus!!
Begitu rakusnya di depan meja yang penuh lauk dari ladangmu
Masih juga mereka suapi isteri anaknya dengan sedikit tip dari kantung-kantungmu
Bahkan anakmu yang perempuan akan mereka makan bak buaya
Hendrik MB
PENGECUT
Memang pengecut
Karena kita selalu sedemikian rupa
Berdecak kagum pada omongan yang sama
Menjilati ludah kembali
Kita bukan kumpulan penipu
Kita adalah tertipu
Bah!!
Tak malukah kita kepada batu-batu yang jujur?
Seenak mulut kita bercerocos
Menceriterakan kebenaran
Yang kebetulan terlintas di ide
Hendrik MB
TELANJANG
Sang anak:
“ Ayah aku minta duit. Teman-teman nunggu di mall.“
Sang selingkuhan:
“ Say, aku sangat mencintaimu. Aku puas.“
Sang isteri:
“ say, uang arisannya? Pameran berliannya juga hampir tutup, loh.”
Sang ayah:
“ Ujang, Tuhan itu tidak buta. Sayang Ia terlalu baik.”
Sang rakyat:
“ Turunkan badutnya. Kami mau potong kue!”
Seberapa lama kau akan tak tau bahwa kau telanjang?
Mungkin kau menunggu kami menggelandangmu ke rumah RW
Atau lurah?
Oh, sial!! Kau memang tak tau malu.
Suamiku telanjang?
Anakku telanjang.
Hendrik MB
MORAL
Hendrik MB
Menangislah bumi
Sekuat engkau bisa, sebisa kelenjar airmatamu
Sekuat pelupuk menahan perih
Betapa bilur-bilur membanjiri tanah-tanah asing bak tak berumah
Begitu jelaskah kesemuanya itu? Atau begitu sulit bertindak pintar?
Derai air mata telah menjadi mortil tak bernyawa
Berkeping-keping menjadi kertas yang hangus
Kaki-kaki harapan telah lelah berlari mengitari arena tak berujung
Hendrik MB
BOROK
Hendrik MB
SESEMBAH MAGIS
Hendrik MB