You are on page 1of 19

Hukum Ghyben-Herzberg

Hubungan antara air laut dengan air bawah tanah tawar pada akuifer pantai pada

keadaan statis dapat diterangkan dengan hukum Ghyben - Herzberg. Dengan

adanya perbedaan berat jenis antara air laut dengan air bawah tanah tawar, maka

bidang batas (interface) tergantung pada keseimbangan keduanya. Hubungan

antara air asin dengan air bawah tanah tawar pada akuifer bebas di daerah pantai

seperti ditunjukkan pada gambar.

Gambar 1.Hubungan air asin dengan air tanah tawar pada akuifer bebas di daerah pantai
Persamaan tersebut hanya berlaku :

1. Muka air bawah tanah (bid. pisometrik) berada di atas muka air laut.

2. Muka air bawah tanah (bid. pisometrik) miring ke arah laut.

Pada kondisi yang dinamis, hokum Ghyben Herzberg tidak sepenuhnya

berlaku. Pada gambar (2) tampak bahwa garis aliran air tanah ada yang

menunjukkan arah menaik. Pada pantai yang landai perbedaan bidang kecil,

sedangkan pada pantai curam perbedaan tersebut cukup besar. Dengan demikian

panjang penyusupan air laut pada akuifer pantai tergantung :

1. Tebal akuifer atau tebal zone jenuh air

2. Koefisien kelulusan air

3. Debit aliran airtanah per satuan luas akuifer

Penyusupan Air Laut di Suatu Pulau Kecil

Yang dimaksud disini, pulau yang ditengah lautan biasanya berbentuk relative

bulat terdiri atas batuan lulus air. Dipinggir pulau akan terjadi kontak langsung

antara air tanah tawar dengan air laut.

Gb.2 Penyusupan air laut di pulau kecil


R = jari-jari pulau
Q = debit
K = koefesien kelulusan air
W = recharge (air hujan)

Jadi batas kedalaman air tanah tawar di seberang tempat di pulau kecil tergantung:

1. Banyaknya air hujan

2. Ukuran pulau

3. Koefisien kelulusan air

Sebagai contoh dari aplikasi dari hukum Ghyben-Herzberg berikut contoh

yang diambil dari hasil Studi Hidrogeologi Sistem Akuifer Bebas di Pantai

Selatan,Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat oleh

Maychel Gino Simanjuntak


Model sistem air tanah daerah penelitian

Dari data yang diperoleh, sistem air tanah daerah penelitian dapat

dinyatakan sebagai sistem air tanah bebas dimana muka air tanah yang relatif

dekat dengan topografi hal ini dapat dilihat dari penampang muka air tanah.

• Daerah pantai Ujunggenteng memiliki akuifer bebas dengan litologi

penyusun adalah endapan aluvial pasir pantai dengan konduktivitas hidrolik

K = 2.5 x 10-6m/det dengan sebarannya cukup luas dimana hampir seluruh

daerah pantai Ujunggenteng bagian semenanjung merupakan penyusun

akuifernya, dan tanah penyusunnya memiliki nilai kapasitas infltrasi yang

baik yakni 63.83 cm/jam. Sedangkan pada bagian ujung pantainya merupakan

suatu hamparan batu gamping terumbu yang dapat juga berfungsi sebagai

media penyimpan air dimana nilai konduktivitasnya adalah 1 x 0 -6m/det (dari

literatur) sehingga nilai kelulusan air pada litologi cukup tinggi.

Gambar 4.9 Model sistem akuifer bebas daerah kecamatan Ciracap

 Sedangkan kearah utara yakni di desa Gunungbatu akuifer penyusunnya

masih merupakan akuifer bebas dengan litologi akuifer penyusun adalah


masih sama dengan di daerah pantai yakni aluvial endapan pasir yang

bercampur dengan breksi vulkanik,tufa dan lava namun dibagian bawahnya

terdapat litologi batu pasir dengan nilai konduktivitas k = 1,8834 x 10-7

m/det.

Hubungan Air Tanah dan Air Laut

Hubungan antara air tanah dan air laut pada daerah peneltian yakni pantai

Ujunggenteng dapat dijelaskan oleh prinsip Ghyben-Herzberg. Perbedaan antara

densitas air tawar dengan air laut mengakibatkan kedua liquid ini terpisah dengan

batas yang dipisahkan oleh suatu zona transisi. Densitas air tawar adalah 1000

gr/cm3 sedangkan air laut adalah 1025 gr/cm3 karena perbedaan ini, secara

alamiah maka air laut berada dibawah air tawar. Karena adanya aliran air tanah

yang disebabkan oleh perbedaan head bergerak sepanjang akuifer menuju

titik/daerah luahan yang berada digaris pantai, maka terjadi proses percampuran

antara air tawar dan air laut yang memiliki perbedaan densitas, membentuk suatu

zonasi yang disebut sebagai zona transisi antara air tawar dan air laut. Karena

adanya energi yang yang bergerak maka air tanah bergerak kearah atas

membentuk lengkung terhadap air laut (interface). menentuan garis lengkung ini

dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Ghyben-herzberg yakni :


Dalam penentuan batas antara air tanah dan air laut yang dinyatakan dengan suatu

garis/zona lengkung interface antara air laut dan air tanah dengan persamaan

Ghyben- Herzberg maka, dilakukan pengukuran, perhitungan dalam menentukan

garis batas tersebut. Dalam penelitian dilakukan penentuan dengan melakukan

pengukuran muka air tanah sehingga dapat diperoleh titik lengkung batas terhadap

air laut dengan persamaan Ghyben-Herzberg. Dilakukan pada 2 lokasi

pengukuran.
Dari pengamatan dilapangan diperoleh bahwa sampel air diperoleh dekat

dengan garis pantai Ujunggenteng masih menunjukkan kondisi air tawar, hal ini

bisa dilihat hasil analisis kimia terhadap sampel air di Pantai Ujunggenteng

maupun di lokasi lain dekat pantai, hal ini menunjukkan masih terdapat

kesetimbangan antara air tanah dan air laut .Faktor-faktor yang mengakibatkan di

daerah dekat Pantai Ujunggenteng masih tawar adalah :

 Produktivitas akuifer di daerah pantai yang cukup baik sehingga

memungkinkan sistem aliran air tanah tetap terjaga dengan lancar.

 Zona lengkung interface antara air tanah dan air laut yang masih berada diluar

garis pantai sehingga jauh dari penggunaan masyarakat pantai Ujunggenteng.


 Pengunaan air yang masih tidak begitu besar oleh penduduk setempat,

walaupun dibeberapa tempat telah terdapat beberapa lokasi wisata yang

mungkin mengakibatkan penggunaan air yang cukup besar.

 Elevasi muka air tanah di sekitar daerah garis pantai adalah sekitar 4,7 meter,

maka di titik tersebut garis lengkung interface antara air laut dan air tanah

adalah 188 meter, sedangkan kedalaman sumur penduduk rata–rata daerah

pantai adalah 1,6 meter sehingga yang diperoleh adalah masih air tanah.

 Terdapat suatu hamparan daratan yang menjadi daerah pasang-surut air laut

yang cukup jauh sehingga belum mencapai zona percampuran air laut dan

tawar.

 Pada bagian ujung pantai terdapat batuan gamping terumbu yang memiliki

nilai konduktivitas rendah sehingga dapat menjadi suatu penghalang atau

barier terhadap adanya intrusi air laut.

Gambar Penentuan section lengkung interface antara air tanah dan air laut
Contoh 2 penerapan Hukum Ghyben-Hertzberg pada Pemodelan Potensi

Intrusi Air Laut Pada Sistem Airtanah Di Ujunggenteng, Kecamatan

Ciracap, Kabupaten Sukabumi yang dilakukan oleh Alfajri.

Pembuatan Model Aliran Airtanah Di Daerah Penelitian

Pembuatan model airtanah dilakukan dengan menggunakan software

Visual Modflow 3.1. Tujuan pembuatan model airtanah adalah untuk

mendapatkan gambaran tentang aliran airtanah, pergerakan intrusi air laut bawah

permukaan yang terdapat di darah penelitian. Pada umumnya, aliran airtanah pada

akuifer bebas umumnya akan mengikuti pola kemiringan topografinya, dengan

ketentuan jika konduktivitas hidroliknya relatif homogen.

Dikarenakan kurangnya data di daerah penelitian, seperti tidak adanya

lapisan litologi, diasumsikan daerah penelitian merupakan akuifer bebas. Hal yang

perlu dipertimbangkan dalam pembuatan model aliran airtanah, adalah sebagai

berikut :

1. Topografi

Peta Topografi digunakan untuk membuat model 3D, sehingga dapat diketahui

aliran airtanah pada permukaan, yang kemudian dapat diperkirakan mengontrol

arah aliran air di bawah permukaan, peta topografi merupakan input utama

dalam pembuatan model aliran airtanah.

2. Tinggi muka airtanah

Tinggi muka airtanah diperoleh dari pengamatan sumur penduduk, ini juga

merupakan input utama dalam pembuatan model aliran airtanah.


3. Parameter akuifer

Parameter akuifer disini berupa nilai konduktifitas hidrolik litologi yang ada di

daerah penelitian, konduktifitas hidrolik diperoleh dari uji konduktifitas sampel

tanah yang diperoleh dan dari data literatur untuk tipe litiologi yang sama.

Berdasarkan peta geologi, pemodelan memiliki 2 (dua) litologi, yaitu:

Untuk data ketebalan lapisan pasir pantai dapat ditentukan dengan melihat

peta geologi, yaitu dengan menggunakan arah dari kemiringan lapisan batuan dan

jarak mendatar batas antara litologi pasir pantai dan litologi pasir tufaan.
PENGOLAHAN DATA MENGGUNAKAN MODFLOW 3.1

Kondisi Alami dan Penentuan Lengkung Interface Air Tawar-Air Asin

Berdasarkan Rumus Ghyben-Herzberg

Kondisi alami yang dimaksud adalah kondisi yang diasumsikan tidak

terdapat penduduk di sekitar daerah penelitian, sehingga tidak terdapat adanya

pumping well ( tidak ada pengambilan airtanah ). Pada kondisi ini peneliti akan

melihat sejauh mana intrusi air laut yang terjadi di daerah penelitian.

Jika kita ingin mengetahui berapa ketinggian (elevasi) garis batas

pertemuan antara air laut dan air tawar (zona transisi), kita dapat menggunakan

rumus Ghyben-Herzberg pada kondisi alami, yaitu Z(x,y) = 40 h(x,y) , dengan nilai h

(elevasi muka airtanah di sekitar pantai) sebesar 5 m, maka jarak garis zona

transisi adalah sebesar 200 m.


Kondisi head (Gambar 14) tertinggi pada kondisi alami adalah 12 m,

ketinggian head sangat bagus, dekat dengan topografi (airtanah pada kondisi alami

sangat dangkal), terutama pada daerah bertopografi rendah. Pada gambar 16,

dapat dilihat dimana arah aliran airtanah mengalir mengikuti topografi, yaitu

mengalir dari tempat tertinggi menuju tempat terendah, aliran airtanah juga

berarah menuju keluar, ini berarti pada kondisi alami, airtanah justru menuju air

laut (airtanah mengintrusi air laut).

Pada penampang A-B (Gambar 17), dimana penentuan lengkung interface

untuk mendapatkan batas-batas kedalaman dari zona air tawar (fresh groundwater)

menggunakan rumus Ghyben-Herzberg. Zona yang menjadi fresh groundwater

sangat tebal, akuifer yang berupa lapisan pasir pantai sangat tebal, dan ketebalan

yang diperoleh berdasarkan perhitungan kemiringan lapisan pada peta geologi

Kondisi Sekarang dan Penentuan Lengkung Interface Air Tawar-Air Asin

berdasarkan Rumus Ghyben-Herzberg

Kondisi sekarang yang dimaksud adalah kondisi alami yang telah diberi

gangguan (kondisi saat dilakukan penelitian), dimana terdapat penduduk yang

bermukim, dan adanya pumping well (pengambilan airtanah). Pada kondisi ini

akan diamati sejauh mana pengaruh pumping well terhadap penurunan muka

airtanah (head) dan intrusi air laut yang terjadi di daerah penelitian.

Pada Gambar 16, dilakukan permodelan dengan melakukan pumping

sebesar 50.000 liter/hari pada bagian timur (daerah sekitar pelabuhan) dan pada

bagian barat (daerah pemukiman dan penginapan). Kondisi seperti ini diambil,

karena di sepanjang pantai Ujunggenteng terdapat cukup banyak penginapan,


dengan syarat satu penginapan memiliki 500 orang yang tinggal, dengan

pemakaian air 100 liter/hari tiap orang. Pemodelan ini dilakukan selama satu

tahun, yang terjadi adalah penurunan muka airtanah sejauh 2 m.

Pada penampang A-B (gambar 17), kembali dimana penentuan lengkung

interface untuk mendapatkan batas-batas kedalaman dari zona air tawar (fresh

groundwater) menggunakan rumus Ghyben-Herzberg. Head yang turun sejauh

2m, mengakibatkan turunnya muka airtanah sejauh 40 m, sehingga membuat

cadangan air tawar (fresh groundwater) menjadi berkurang sangat jauh, terutama

pada daerah dimana terdapat pemompaan, terjadi penurunan head sejauh 320 m.

Penggunaan rumus Ghyben-Herzberg dalam penentuan besarnya cadangan

air tawar (fresh grondwater) tidak dapat diterapkan. Ada beberapa faktor yang

menjadi penyebab tidak dapat diterapkannya rumus Ghyben-Herzberg,

diantaranya :

1. Ghyben-Herzberg, dalam penetuan lengkung interface zona air tawar-air

asin hanya menggunakan nilai densitas air tawar dan air laut.

2. Ghyben-Herzberg, tidak memperhitungkan nilai konduktifitas lapisan dan

tidak memperhitungkan ketebalan lapisan yang menjadi aquifer dan

lapisan impermeable (lapisan yang kedap air).

3. Ghyben-Herzberg, dalam pembuatan model hanya dikhususkan untuk

menggambarkan air laut mengintrusi air tawar, jika yang terjadi adalah air

tawar mengintrusi air laut, rumus ini tidak dapat diterapkan.


Kondisi Sekarang Berdasarkan Pemodelan Modflow

Berdasarkan asumsi dan batasan-batasan yang digunakan dalam

pemodelan mudflow, kondisi Hidrogeologi daerah penelitian dapat digambarkan

dengan baik. Kondisi sekarang ini akan dibagi dalam 12 bulan dimana belum

terdapat gangguan berupa pemompaan airtanah.

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa hampir rata-rata tiap bulan,

kontur MAT 12 m semakin menjauh dari garis pantai kecuali pada bulan-bulan

dimana curah hujan tinggi (Oktober - Desember). Secara alami, muka airtanah

turun dipengaruhi oleh gaya grafitasi.

Kondisi Setelah Diberi Gangguan dan Penentuan Batas Air Tawar dan Air

Asin Berdasarkan Pemodelan Dengan Modflow

Gangguan yang diberikan adalah berupa pemompaan, akan dilihat

perubahan nilai head, penentuan batas zona air tawar dan air asin, dan potensi
intrusi air laut yang terjadi di daerah Ujungggenteng. Berikut adalah jumlah

pengambilan air yang dipakai dalam pemodelan :

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa hampir rata-rata tiap bulan,

kontur MAT 12 m semakin menjauh dari garis pantai, yang sangat tergantung dari

banyaknya curah hujan dan tingkat pemompaan yang dilakukan.


Berdasarkan hasil Pemodelan Modflow, kondisi sebelum diberi gangguan

secara alami terjadi penurunan head sejauh 2 m, ini dilihat dari bualan Januari

memiliki head equipotensial sebesar 18 m dan bulan desember sebesar 16 m.

Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan tiap bulannya.

Kondisi setelah diberi gangguan juga memiliki kondisi yang tidak jauh

berbeda dengan sebelum diberi gangguan, hanya saja pada pemompaan sumur

terjadi penurunan muka airtanah sebesar 2 m.

Potensi intrusi air laut tidak terjadi, yang terlihat justru air tawar yang

mengintrusi air laut (gambar 32), hal ini disebabkan karena cadangan air tawar

yang ada di daerah Ujunggenteng sangat besar. Intrusi air tawar menuju air laut

juga dapat dibuktikan berdasarkan kondisi di lapangan, yaitu dengan ditemuinya

sumur yang terletak di tepi pantai yang memiliki kedalaman ± 4 m, masih

memiliki karateristik air tawar.

Intrusi air laut memasuki garis pantai, jika dilakukan pemompaan sebesar

200 m /hari selama satu tahun pemodelan, yang diindikasikan kandungan ion Cl-
3

sebesar 250 mg/l pada jarak 10 m dari garis pantai.


Pembahasan

Berdasarkan data geologi sekunder dan pengamatan di lapangan, daerah

yang dijadikan pemodelan tersusun atas endapan pantai, Formasi Cibodas yang

berupa batu pasir tufaan, dan batu gamping terumbu koral yang tersebar di

sepanjang pantai daerah penelitian.

Dilihat dari litologi penyusun batuan, daerah penelitian sangat berpotensi

menjadi akuifer bebas, dengan endapan pantai sebagai lapisan yang menjadi

akuifer dan lapisan berupa batu pasir tufaan sebagai lapisan kedap air, sebagai

akibat perbedaan karakter dan sifat dari batuan penyusun litologi daerah

penelitian, maka akan terjadi perbedaan nilai konduktifitas hidrolik di daerah

penelitian. Hal ini akan mempengaruhi pola aliran airtanah, dimana jika air

melalui media dengan nilai konduktifitas yang lebih kecil, maka arah alirannya

akan berubah menuju media dengan konduktifitas hidrolik yang lebih besar. Hal

ini terjadi karena air cenderung mencari media yang dapat meloloskan air dengan

kecepatan aliran yang lebih besar.

Hasil Simulasi

Daerah pemodelan dibatasi dengan luasan 1.000 m x 1.100 m, dengan

alasan pada daerah yang dijadikan pemodelan tidak memiliki hubungan dengan

daerah diatasnya (terpisah sistem hidrogeologinya) karena dianggap tidak ada

aliran (no flow) antara daerah pemodelan dengan daerah diatasnya.

Kondisi airtanah di daerah penelitian merupakan airtanah bebas.

Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak

ModFlow 3.1 arah aliran airtanah sangat dipengaruhi oleh perubahan topografi,
dimana aliran airtanah mengalir dari topografi tinggi ke topografi rendah (pada

kondisi alami). Adanya aktifitas pemompaan air dapat mempengaruhi pola arah

aliran airtanah dan penurunan muka airtanah, dimana pada kasus ini dapat

menyebabkan terjadinya intrusi air laut bila aktifitas pemompaan dilakukan secara

berlebihan.

Adanya satuan batuan gamping/terumbu koral yang menyusun di

sepanjang garis pantai, diperkirakan tidak dapat menjadi barrier yang

menghalangi atau memperlambat terjadinya intrusi air laut memasuki garis pantai,

karena porositas dari terumbu koral sendiri sangatlah besar.

Dari hasil simulasi pemodelan, diperoleh grafik seperti diatas, dimana

akan terjadi penurunan muka setelah terjadi pemompaan, yang dapat dilihat dari

jarak kontur mat 12 m pada kondisi setelah pemompaan berada lebih jauh dari

garis pantai bila dibandingkan dengan kondisi alami.

You might also like