Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Arie Patramanda
06711135
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2010
BEHAVIOR ANALYSIS OF CLEAN AND HEALTHY LIVING
(PHBS) ON THE IMPLEMENTATION OF DESA SIAGA
IN THE MARGOMULYO VILLAGE
Papers scientific
By :
Arie Patramanda
06711135
MEDICAL FACULTY
INDONESIAN ISLAMIC UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2010
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk papa yang selalu memberi motivasi dalam hidup dan tauladan bagiku ..
Untuk mama yang selalu sabar mendidik aku hingga seperti ini ..
Semua yang sudah aku jalani adalah persembahan untuk papa dan mama ..
ii
ANALISIS PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
TERHADAP PELAKSANAAN DESA SIAGA
DI DESA MARGOMULYO
Oleh :
Arie Patramanda
06711135
Pembimbing Utama
Penguji
Disahkan
Dekan
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Arie Patramanda
iv
KATA PENGANTAR
v
7. Kepada Dwi Yuliana yang bersedia meluangkan waktunya untuk
menjadi tempat berbagi cerita, menemani setiap saat, melakukan hal-hal
yang menyenangkan, sampai menunggang kuda bersama. Terima kasih
atas semua yang telah diberikan selama ini.
8. Kepada Ade rahmayanti, Soipe, Erma, Isti, Asri Yoanita, Dyah arum
Kusumaningtyas, Dewi Aryanti , Dwi Aprilia, Tria Arisanti, yang sudah
mau berbagi tawa bersama.
9. Kepada Eko Arya Sandi, Syaiful bin Usman, Inandra Prayogi, Dian
Hertisa, Try Kurniawan yang selalu ada waktu buat saling mengkritik
dan memberi masukan satu sama lain.
10. Kepada teman futsal baik tim FK UII ( Rendra, Abdul haris, Hairul Asri,
Adit, Okky, Dhani, Bayu, dkk) ataupun tim Qunnilingus (Ari Setiawan,
Rizky Kurniawan, Rizky Al Fajar, Jerrisky, Sufron, dkk) dan tim
Bandminton FK UII (Dhani, Prima, Mufti, Yusuf, Ihsan, dkk) yang
sudah mau menjadi tempat refreshing dan bercanda gurau.
11. Dan kepada teman yang tidak bisa disebutkan semuanya, terima kasih
banyak atas dukungan kalian selama ini.
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan guna bekal di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan
dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSEMBAHAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERNYATAAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xi
LAMPIRAN xii
INTISARI xiii
ABSTRACT xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Tujuan Penelitian 4
1.4. Keaslian Penelitian 4
1.5. Manfaat Penelitian 6
vii
2.3.4. Pentahapan Pengembangan Desa Siaga 13
2.3.5. Penilaian 15
2.4. Kerangka Konsep 17
2.5. Pertanyaan Penelitian 18
viii
4.7. Saran dan Tanggapan 43
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xi
LAMPIRAN
xii
INTISARI
xiii
ABSTRACT
xiv
BAB I. PENDAHULUAN
1
mengadaptasikan program PHBS agar lebih sesuai dengan kondisi atau
perkembangan masyarakat setempat.
Setiap anggota masyarakat sudah pasti berada dalam rumah tangga, oleh
karena itu program PHBS tatanan rumah tangga akan langsung berkaitan dengan
tatanan-tatanan yang lainnya. Dengan demikian, penekanan pada program PHBS
rumah tangga menjadi kunci keberhasilan bagi program PHBS pada tatanan
lainnya.
Seiring dengan cepatnya perkembangan dalam era globalisasi, serta
adanya transisi demografi dan epidemiologi penyakit, maka masalah penyakit
akibat perilaku dan perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan
sosial budaya cenderung akan semakin kompleks. Perbaikannya tidak tidak hanya
dilakukan pada aspek pelayanan kesehatan, perbaikan pada lingkungan dan
merekayasa kependudukan atau faktor keturunan, tetapi perlu memperhatikan
faktor perilaku secara teoritis memiliki andil 30-35% terhadap derajat kesehatan.
Masalah kesehatan terus berkembang, penyakit baru bermunculan dan
persebarannya cenderung menjadi ancaman global seperti SARS, HIV-AIDS, dan
Flu Burung. Sedangkan penyakit lainnya yang akut dan berpotensi menjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti Demam Berdarah, Polio, dan Diare serta Gizi
Buruk pada balita.
Pengembangan Desa Siaga penting untuk dilaksanakan karena Desa Siaga
merupakan basis bagi Indonesia Sehat 2010. Pengembangan Desa Siaga
dilaksanakan dengan pendekatan penggerakan dan pengorganisasian masyarakat
agar kelestariannya lebih terjamin. Untuk keberhasilan pengembangan Desa
Siaga, Puskesmas dan jaringannya, Rumah Sakit dan Dinkes Kabupaten / Kota
perlu direvitalisasi. Berbagai pihak yang bertangung jawab untuk pengembangan
Desa Siaga (stakeholders) diharapkan dapat berperan optimal sesuai tugasnya,
agar pengembangan Desa Siaga berhasil (Depkes, 2004).
Salah satu indikator keberhasilannya adalah perilaku hidup bersih dan
sehat yang didefinisikan sebagai perilaku proaktif untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri
2
dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat
( Depkes, 2008).
Dalam proses pengembangannya diharapkan dapat menghasilkan
masyarakat yang sadar, mau dan mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai
ancaman terhadap kesehatan seperti gangguan kesehatan dan kematian ibu
hamil/bersalin dan bayi/balita, kurang gizi, penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), kejadian bencana,
kecelakaan, memandirikan masyarakat dalam mengembangkan perilaku hidup
bersih dan sehat. dan lain-lain, dengan memanfaatkan potensi setempat secara
gotong royong. Pendekatan edukasi menjadi pilihan tepat untuk mewujudkan
proses yang dimaksud.
Prestasi yang telah dicapai masyarakat DIY saat ini adalah berbagai
kegiatan upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM) yang telah berjalan
dengan baik (Dinkes Propinsi DIY, 2009). Bentuk-bentuk UKBM seperti
Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, dana sehat, desa siap-antar-jaga, Poskestren
dan lain sebagainya telah ada dan menjadi dasar potensial dalam pengembangan
Desa Siaga.
Melihat potensi tersebut, maka konsep pengembangan Desa/Kelurahan
Siaga disamping perlu diperluas ke lingkup yang lebih mikro yaitu Dusun/RW
Siaga juga pembentukan jaringan kemitraan antara UKBM dengan sarana
pelayanan kesehatan yang ada. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya
pernyataan bahwa di Yogyakarta telah terbentuk seluruh desa menjadi Desa Siaga
perlu adanya pembuktian berupa penilaian dan pemantauan pelaksanaan Desa
Siaga dengan mengambil salah satu desa sebagai lokasi penelitian yaitu Desa
Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman.
Peneliti memilih Desa Margumolyo atas beberapa pertimbangan yaitu desa
ini sudah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi DIY sebagai Desa Siaga.
Selain itu, desa ini juga diduga memiliki sumber data dan informasi mengenai
permasalahan PHBS yang dapat dimasukkan kedalam penelitian ini. Pemilihan
desa ini pun disarankan oleh instansi setempat, sering dijadikan obyek penelitian
lainnya, dan dijadikan sebagai desa percontohan.
3
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian yang telah disebutkan dalam latar belakang
masalah maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu sebagai berikut :
1) Bagaimana Perilaku Hidup Bersih dan Sehat terhadap pelaksanaan Desa
Siaga di Desa Margomulyo ?
2) Apakah ada faktor pendukung dan hambatan yang ditemukan pada
program PHBS dalam pelaksanaan Desa Siaga di Desa Margomulyo ?
4
Penelitian ini untuk memberi gambaran tentang pelaksanaan program PHBS baik
dari segi variabel implementasi program, tindakan kebijakan pemerintah (SDM,
pembiayaan dan sarana), dan dukungan masyarakat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa program PHBS dapat terlaksana dengan baik jika ada
dukungan dari masyarakat, hal ini ditunjukkan dengan pukesmas yang
mempunyai dukungan masyarakat yang baik seperti komite kesehatan dusun
ternyata mampu melaksanakan implementasi program PHBS secara baik. Pada
penelitian ini peneliti hanya mengetahui pelaksanaan program PHBS di
Kabupaten bantul, sedangkan penulis meneliti PHBS sebagai indikator
pelaksanaan desa siaga, dan lokasinya di Desa Margomulyo.
2) Hermansyah (2008) “ Persepsi Stakeholder Terhadap Pelaksanaan Desa siaga di
Kabupaten Sambas “.
Persepsi stakeholder sudah baik walaupun dukungan kebijakan masih kurang.
Desa siaga di Kabupaten Sambas telah berjalan sejak awal tahun 2007 dengan
dukungan dari Dinkes kabupaten, aparat pemerintah, dan masyarakat. Kegiatan
yang telah berjalan dengan baik yaitu posyandu, poskesdes, tabulin, ambulan
desa, kelompok donor darah, penggalangan dana masyarakat, surveillan, tim
siaga bencana, kebersihan lingkungan, pencatatan dan pelaporan. Perbedaan
dengan penulis adalah tujuan penelitianyaitu untuk mengetahui persepsi
Stakeholder terhadap pelaksanaan desa siaga, sedangkan tujuan penulis adalah
mengetahui penerapan PHBS dalam pelaksanaan desa siaga di Desa
Margomulyo.
3) Polisiri (2008) “ Implementasi Desa Siaga di Kota Tidore Kepulauan Propinsi
Maluku Utara “.
Pelaksanaan desa siaga di Tidore sudah berjalan sejak 2007 dengan dukungan
dari Dinkes walaupun belum ada petunjuk teknis pelaksanaan secara khusus.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain ambulan desa, warung obat desa,
poskesdes, posyandu, tabulin, kelompok donor darah, serta kebersihan
lingkungan. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah yang diteliti hanya
kegiatan desa siaga secara keseluruhan, sedangkan penulis meneliti tentang salah
satu indikator keberhasilan desa siaga yaitu PHBS.
4) Anis (2009) “ Persepsi Kepala Keluarga Terhadap Pengembangan Desa Siaga di
Desa Ngemplak Kecamatan Kartasura”.
5
Persepsi kepala keluarga terhadap pengembangan desa siaga di Desa Ngemplak
Kecamatan Kartasura yang meliputi kebijakan pengembangan desa siaga,
pelaksanaan desa siaga, tanggap dan peduli terhadap pengembangan desa siaga,
serta pola hidup bersih sudah baik. Hal ini berarti tiap-tiap kepala keluarga telah
mampu memahami apa yang dimaksud dengan desa siaga beserta upaya-upaya
yang harus dilakukan dalam membentuk serta mengembangkan desa siaga.
Perbedaan dengan penelitian penulis adalah metode yang digunakan metode
kualitatif deskriptif bukan kuantatif dengan kuesioner dan juga tujuan penelitian
untuk mengetahui penerapan PHBS dalam pelaksanaan desa siaga di Desa
Margomulyo.
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas makhluk hidup yang
bersangkutan. Sedangkan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau
aktivitas dari manusia itu sendiri yang memiliki cakupan yang sangat luas
(Notoatmodjo, 2007).
Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu tidak timbul dengan
sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme
yang bersangkutan baik stimulus internal maupun eksternal (Walgito,2003). Oleh
karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme
dan kemudian organisme tersebut merespon. Ada tiga faktor yang mempengaruhi
respon manusia yaitu kebutuhan seseorang, informasi tentang objek atau subjek
yang dimiliki, dan kelompok dimana dia berada (Samsunumiyati, 2006). Respon
ini dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu dan menimbulkan respon-
respon yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan
keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup.
Respon ini juga mencakup perilaku emosional yang disebabkan hal-hal
yang menyenangkan atau menyedihkan.
2) Operant respons atu instrumental respon, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsangan ini akan memperkuat respon yang telah dilakukan oleh
organisme. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan
tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya,
maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan
tugasnya (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu perilaku yang tidak tampak/terselubung (covert
7
behavior) dan perilaku yang tampak (overt bahaviour). Perilaku yang tidak
tampak ialah berpikir, tanggapan, sikap, persepsi, emosi, pengetahuan. Sedangkan
perilaku yang tampak antara lain berjalan, berpakaian dan berbicara (Machfoedz
dkk, 2005).
AFEK
STIMULUS
(individu, situasi,
isu sosial,
RESPON KOGNITIF
kelompok sosial,
s/
dan objek lainnya )
Sikap/
SIKAP KONATIF
E P
Gambar 2. Hubungan perilaku, lingkungan, dan individu (Walgito, 2003)
8
terlaksananya suatu kegiatan atau perilaku seperti keterampilan, sarana, fasilitas,
dana, dan sebagainya, c) faktor pendorong (reinforcing), adalah yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perubahan perilaku, seperti pengaruh teman,
lingkungan, keluarga, dan lainnya.
Predisposing
Enabling BEHAVIOUR
Reinforcing
9
a) Lingkungan keluarga
Nilai yang berkembang dalam keluarga serta kecenderungan
umum dan pola sikap kedua orang tua terhadap anak akan sangat
mempengaruhi tahap pertumbuhannya.
b) Lingkungan sosial
Nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan membentuk
piranti sosial, ekonomi atau sesuatu yang kemudian disebut
dengan budaya akan menggerakkan perilaku umum seseorang.
c) Lingkungan pendidikan
Institusi pendidikan serta non formal termasuk media masa telah
mengambil banyak waktu pertumbuhan seseorang sehingga
mempengaruhi perilaku seseorang sesuai dengan nilai dan
kecenderungan yang berkembang dalam lingkungan tersebut.
10
masyarakat maupun pada keluarga, yang artinya harus ada komunikasi antara
kader dengan keluarga/masyarakat untuk memberikan informasi dan melakukan
pendidikan kesehatan. Ini menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota
beserta jajaran sektor terkait untuk memfasilitasi kegiatan PHBS di rumah tangga
agar dapat dijalankan secara efektif (Machfoedz, 2005).
11
2.2.5 Indikator PHBS
Pembinaan PHBS dirumah tangga dilakukan untuk mewujudkan rumah
tangga sehat. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 10
indikator yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, meliputi pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan, bayi diberi ASI eklusif, penimbangan bayi dan balita,
menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,
menggunakan jamban sehat, rumah bebas jentik, makan buah dan sayur setiap
hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok didalam rumah.
Indikator ini dapat ditambahkan oleh masing-masing provinsi/kabupaten sesuai
dengan kondisi wilayahnya (Dinkes DIY, 2008).
12
hidup bersih dan sehat serta menerapkan upaya perbaikan lingkungan sehat
(Dinkes DIY, 2008).
13
2.2.4.2. Tahap Madya
Tahap madya ditandai dengan tumbuhnya kemampuan dan
kemandirian dalam membangun dan mengelola. Program-program kerja
mulai dijalankan dengan baik. Aktifitas Poskesdes mulai terlihat nyata dan
kemitraan dengan sarana pelayanan kesehatan mulai dibentuk. Penguatan
lembaga masih diperlukan diikuti dengan perbaikan. Aktifitas pengelola
forum kesehatan dan Poskesdes masih perlu mendapat dukungan penuh
puskesmas.
2.2.4.3. Tahap Waskita
Mulai tercipta kemampuan kritis dalam evaluasi dan
penyempurnaan kegiatan. Kerjasama dan mekanisme koordinasi semakin
kuat dan menjadi basis dalam pengelolaannya. Posko kesehatan desa
semakin aktif dan berperan lebih besar dan semakin baik pula mekanisme
koordinasi dengan forum kesehatan maupun dengan mitra sarana
kesehatan. Kegiatan inovatif mulai lahir dari hasil pendalaman kebutuhan
di masyarakat. Otonomi semakin kuat dikarenakan perikatan dan inisiasi
dari internal yang semakin baik. Kemampuan Poskesdes dan forum
kesehatan semakin sempurna.
2.2.4.4. Tahap Wijaya
Mempertahankan kesempurnaan kegiatan, kemandirian dan inovasi
dengan semakin kuatnya bentuk kemitraan dengan sarana pelayanan
kesehatan adalah ciri dari tahap ini. Posko kesehatan desa semakin aktif
berperan dalam memfasilitasi kebutuhan masyarakat dan semakin kuat
dalam koordinasinya dengan dusun/RW siaga. Otonomi di tahap ini juga
semakin kuat, dikarenakan inisiasi dari internal sudah cukup kuat.
Kekuatan pokok telah berpindah dari pengelolaan menjadi milik
masyarakat secara keseluruhan dan pengelola bersifat memfasilitasi
inisiatif.
14
2.3.5. Penilaian
Untuk menilai pentahapan digunakan klasifikasi beberapa indikator
sederhana diantaranya sebagai berikut:
1) Penilaian Dusun/RW Siaga
a) Kegiatan forum kesehatan warga dusun/RW
Bahwa dusun/RW telah melaksanakan kegiatan pertemuan/forum yang
secara khusus membahas kesehatan. Kegiatan forum tersebut melekat
dalam lembaga yang telah ada di dusun/RW seperti pertemuan RW/dusun.
Dinilai berdasarkan jumlah aktifitas (frekuensi) pertemuan pembahasan
kesehatan.
b) UKBM (Posyandu)
Pengembangan UKBM khususnya Posyandu. Forum kesehatan warga dan
kader kesehatan akan bekerjasama dalam pengembangan Posyandu dan
UKBM lain yang ada di dusun/RW. Dinilai dengan melihat klasifikasi
kegiatan Posyandu (pratama, madya, purnama, mandiri).
c) Kegiatan surveilans berbasis masyarakat tingkat dusun/RW
Ditujukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi kesehatan di
wilayah dusun/RW. Dimulai dari kegiatan pengumpulan, pengelolaan,
analisis dan menyimpulkan dan mendiseminasikan informasi kepada
masyarakatnya. Indikator penilaian dengan melihat jumlah jenis surveilans
misalnya surveilans ibu hamil, balita, DBD, bencana dll.
d) Kegiatan kesiapsiagaan bencana dan kegawatdaruratan
Adalah kemandirian dalam bentuk kesiapan menghadapi kejadian bencana
dan atau kegawatdaruratan sehari-hari dengan aktifitas pembentukan unit-
unit di tingkat dusun/RW berdasarkan jenis kemampuan khusus yang
dikembangkan. Penilaian didasarkan kepada jumlah dari unit yang berhasil
dikembangkan. Semakin banyak unit semakin tinggi skor yang diperoleh.
Unit-unit tersebut akan mengemban kemampuan dan pemberdayaan,
dengan aktifitas misalnya perlindungan diri dan pencegahan infeksi,
pertolongan pertama cedera trauma, keracunan, gigitan binatang,
tatalaksana pra rujukan penyakit jantung, pembuluh darah dan syok,
15
tatalaksana pra rujukan obstetric (siap antar jaga), tatalaksana
perlindungan kesehatan terhadap bencana alam, tatalaksana kejadian luar
biasa keracunan dan penyakit menular.
e) Kesehatan lingkungan
Adalah keadaan lingkungan yang sehat minimal meliputi indikator
tersedianya jamban sehat dan air bersih. Dinilai dengan mengamati jumlah
indikator kesehatan lingkungan dimaksud. Dihitung dengan menggunakan
presentase jumlah rumah yang memenuhi syarat dari indikator yang dipilih
dibagi dengan jumlah keseluruhan rumah tangga.
f) PHBS
Dinilai dengan melihat klasifikasi/strata PHBS (merah, kuning, hijau, biru)
dengan indikator yang disepakati di kabupaten/kota. Tatacara penilaian
sesuai dengan aturan penilaian yang berlaku dalam penilaian posyandu.
16
upaya perbaikan dengan berkoordinasi dengan pengelola Dusun/RW
Siaga. Nilai 1 diberikan jika <25% Posyandu di desa/kelurahan yang
berstrata mandiri, nilai 2 diberikan jika 26-50% Posyandu mandiri, nilai 3
jika 51-75% Posyandu mandiri dan nilai 4 jika >75% Posyandu mandiri.
d) Jumlah UKBM selain Posyandu yang dibina
Poskesdes juga berfungsi sebagai koordinator pengembangan UKBM
selain Posyandu. Sebagai indikator penilaian digunakan jumlah UKBM
selain Posyandu yang dibina oleh Poskesdes. Maksud tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kepada pengelola Desa Siaga mengenai
perkembangan pembinaan UKBM sehingga diharapkan akan mengenai
perkembangan pembinaan UKBM sehingga diharapkan akan memicu
kepada upaya perbaikan. Nilai 1 diberikan jika hanya 1 UKBM selain
posyandu yang dibina, nilai 2 jika 2 UKBM,nilai 3 jika 3 UKBM dan nilai
4 jika lebih dari 3 UKBM dibina.
e) Sarana pelayanan kesehatan
f) Keikutsertaan jaminan pemeliharaan kesehatan
g) Memiliki kegiatan kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan
h) Kegiatan surveilans berbasis masyarakat tingkat desa/kelurahan
Kebijakan
Dukungan
Masyarakat
Program
PHBS dalam Pelaksanaannya
Desa Siaga
Tingkat Pencapaiannya
Hambatan Pelaksanaan
17
2.5. PERTANYAAN PENELITIAN
18
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
19
yang dipelajari. Demikian pula sampel dalam penelitian kualitatif bukan
dinamakan responden tetapi sebagai narasumber atau partisipan, informan, teman
dan guru dalam penelitian (Sugiyono, 2008).
1) Tempat : Desa Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Kabupaten
Sleman
2) Pelaku : Masyarakat setempat, tokoh masyarakat, kader PHBS,
tenaga kesehatan dan bidan.
3) Aktivitas : Pelaksanaan program PHBS
20
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti
sendiri. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap
pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaaan wawasan terhadap bidang
yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara
akademik maupun logistik. Validasi dilakukan oleh peneliti sendiri melalui
evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan
teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal
memasuki lapangan.(Sugiyono,2008)
Untuk mendukung proses pengumpulan data diperlukan juga instrumen
pendukung, antara lain ;
1) Pedoman wawancara
2) Rekorder
3) Alat tulis
4) Buku catatan
5) Kamera
3.5.1. Observasi
Observasi yang digunakan adalah observasi non partisipatif , dalam teknik
ini peneliti berada diluar kegiatan yang seolah-olah sebagai penonton. Peneliti
datang ditempat kegiatan yang diamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan
tersebut. Peneliti mencatat, menganalisis dan selanjutnya dapat membuat
kesimpulan tentang perilaku.
3.5.2. Wawancara
Teknik yang kedua adalah wawancara tidak terstruktur, jenis wawancara ini
sudah termasuk dalam kategori in-depth interview dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan
lengkap. Pedoman wawancara yang digunakan hanya garis garis besar
21
permasalahan yang akan ditanyakan. Adapun yang akan diwawancara antara lain
kepala desa, bidan, tokoh masyarakat, kader, dan masyarakat setempat.
3.5.3. Dokumentasi
Teknik yang ketiga adalah dokumentasi, ini merupakan cara pengumpulan
data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap dan bukan
berdasarkan perkiraan. Sebagian besar dokumen yang tersedia adalah dalam
bentuk tulisan atau gambar. Dokumen dalam bentuk tulisan dapat berupa catatan
harian, biografi, surat-surat dan sebagainya. Dokumen dalam bentuk gambar
misalnya foto gambar hidup, sketsa dan sebagainya. Teknik dokumen ini
merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif.
22
sendiri namun ia juga mempertimbangkan apa yang dikatakan oleh peserta FGD
lainnya. Bahan pertimbangan siapa saja yang akan menjadi anggota FGD :
1) Keahlian atau kepakaran seseorang dalam kasus yang akan didiskusikan
2) Pengalaman praktis dan kepedulian terhadap fokus masalah
3) Pribadi terlibat dalam fokus masalah
4) Tokoh otoritas terhadap kasus yang didiskusikan
5) Masyarakat awam yang tidak tahu dengan masalah tersebut namun ikut
merasakan persoalan sebenarnya
Kemungkinan peserta FGD adalah kader, bidan, dan masyarakat setempat.
Sedangkan tokoh masyarakat dan dosen pembimbing selaku pakar penelitian
kualitatif ditempatkan sebagai pengamat.
Pelaksanaan diskusi dipimpin oleh seorang pemimpin diskusi, dan juga
dapat dibantu oleh sekretaris yang akan mencatat jalannya diskusi, namun dapat
juga pimpinan diskusi yang mencacat jalannya diskusi itu sendiri. Pada awal
diskusi pimpinan diskusi mengarahkan fokus dan jalannya diskusi serta hal-hal
yang akan dicapai pada akhir diskusi. Peserta benar-benar dihadapkan pada satu
fokus persoalan dan dibahas bersama sasaran diskusi dapat dirumuskan sendiri
oleh pimpinan diskusi agar peserta dapat melakukan diskusi secara terfokus dan
pada saat diskusi berlangsung pimpinan diskusi selain katalisator ia juga menjaga
dinamika diskusi (Darmawan, 2008).
3.5.5. Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber yang telah ada. Bila peneliti melakukan
pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti sekaligus
menguji kredibilitas data.
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
yang berbeda-beda dengan sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi
non partisipatif, wawancara mendalam, dokumentasi, dan FGD. Triangulasi
23
sumber berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik
yang sama.
Observasi
non partisipatif
Sumber
Wawancara
data
mendalam
sama
Dokumentasi
A
Wawancara
Mendalam B
C
Gambar. 6 Triangulasi “sumber” pengumpulan data
24
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari
pola dan temanya, dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya jika diperlukan.
Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer,
dengan memberi kode pada aspek-aspek tertentu.
2) Penyajian Data (Data display)
Data yang telah diperoleh hasil wawancara kemudian ditulis dalam
bentuk catatan hasil wawancara (transkripsi verbatim) yang sedemikian
rupa sehingga terdapat kolom yang cukup di sebelah kiri dan kanan
verbatim untuk melakukan penomeran secara kontinu pada baris per baris
dan pemadatan informasi pada uraian hasil wawancara. Ini adalah tahap
awal pengkodean.
Transkripsi verbatim di analisis dengan langkah-langkah analisis
yang disarankan oleh Strauss & Corbin yang membagi langkah koding
kedalam 3 bagian yakni (a) Open coding (kode terbuka), (b) Axial coding
(koding aksial) dan (c) Selective coding (koding selektif). Koding terbuka
memungkinkan untuk mengidentifikasi kategori-kategori, properti-properti
dan dimensi-dimensinya. Pada tahap berikutnya, koding aksial
mengorganisasi data dengan cara baru melalui dikembangkannya
hunbungan-hubungan (koneksi) di antara kategori-kategori atau diantara
kategori dengan sub kategori dibawahnya. Tahap terakhir adalah koding
selektif, melalui mana peneliti menyeleksi kategori yang paling mendasar,
secara sistematis menghubungkannya dengan kategori-kategori lain dan
memvalidasi hubungan tersebut (Poerwandari, 2005).
3) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion drawing/Verivication)
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
25
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan maslah tetapi mungkin juga tidak. Kesimpulan
kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah
ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang
sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal, hipotesis atau teori.
26
menentukan waktu pelaksanaan wawancara. Peneliti sebagai pihak yang
membutuhkan bantuan dan informasi, menyerahhkan sepenuhnya kepada
narasumber untuk menentukan waktu dan tempat pelaksanaan wawancara yang
akan dilakukan. Hal ini dilakukan agar narasumber mendapatkan suasana dan
tempat yang nyaman saat wawancara berlangsung.
Peneliti juga mengadakan suatu forum diskusi yang bertujuan untuk
memperoleh data dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat
pada permasalahan tertentu. Dalam persiapan pelaksanaan forum diskusi ini
peneliti dibantu oleh kader, tenaga kesehatan dan kepala dusun setempat. Waktu
pelaksanaan diskusi dilakukan pada siang hari karena menyesuaikan jam kerja dan
mata pencaharian sebagian besar msyarakat Desa Margomulyo yaitu bertani.
27
menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif dan efektif ketika wawancara
dilakukan sehingga responden bisa dengan nyaman, tidak tegang dan terbuka apa
adanya memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti sehingga dilakukan
penyampaian maksud dan tujuan penelitian saja.
Agar wawancara berlangsung tidak kaku dan nyaman, peneliti berusaha
tidak menggunakan bahasa yang sulit untuk dimengerti oleh narasumber, peneliti
menggunakan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh narasumber baik itu bahasa
Jawa dan bahasa Indonesia sehingga mempermudah pengertiannya peneliti telah
berusaha menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Untuk proses
pengambilan data selama wawancara peneliti menggunakan rekorder agar
nantinya mudah dalam pencatatan dan analisis data.
Wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara
atau interview guide yang sudah dibuat sebelumnya oleh peneliti. Selain
pertanyaan yang diperoleh dari interview guide, peneliti juga mengajukan
beberapa pertanyaan tambahan yang berkaitan dengan tema penelitian, tidak
kepada semua narasumber diberikan pertanyaan tambahan, pertanyaan ini
dimaksudkan untuk lebih memperdalam data atau informasi yang ingin diperoleh
dari narasumber.
28
BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN
29
4.2. Data Narasumber
Narasumber penelitian ini sebanyak 9 orang dengan karakteristik yang
sudah dijelaskan sebelumnya. Narasumber yang ada terbagi menjadi 2 yaitu : (a)
yang diwawancarai (narasumber 1,2,3,4) dan (b) sebagai anggota dalam
FGD/Focus Group Discussion (narasumber 5,6,7,8,9) dengan uraian ;
1) Narasumber 1 : Tn. CP, 25 tahun (Bagian promosi kesehatan puskesmas)
2) Narasumber 2 : Ny.RW, 42 tahun (Bidan desa dan koordinator desa siaga)
3) Narasumber 3 : Ny. NS, 60 tahun (Kader PHBS)
4) Narasumber 4 : Tn. SN, 54 tahun (Tokoh masyarakat)
5) Narasumber 5 : Ny. SR, 48 tahun (Masyarakat)
6) Narasumber 6 : Ny. WN, 38 tahun (Kader)
7) Narasumber 7 : Ny. SG, 60 tahun (Kader)
8) Narasumber 8 : NY. BS, 50 tahun (Kader posyandu)
9) Narasumber 9 : Ny. ZN, 37 tahun (Masyarakat)
30
menghindari dari ancaman penyakit. Ini hampir sama dengan konsep PHBS oleh
Departemen Kesehatan (2007) yaitu sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakatnya.
Program PHBS dibagi dalam lima tatanan yaitu tatanan rumah tangga,
sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan, dan tatanan tempat-tempat umum. Setiap
anggota masyarakat sudah pasti berada dalam rumah tangga, oleh karena itu
program PHBS tatanan rumah tangga akan langsung berkaitan dengan tatanan-
tatanan yang lainnya. Dengan demikian, penekanan pada program PHBS rumah
tangga menjadi kunci keberhasilan bagi program PHBS pada tatanan lainnya.
Untuk mendukung keberhasilan program PHBS dibutuhkan masyarakat yang siap
siaga untuk menjalankannya yang diwujudkan melalui desa siaga.
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber
daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-
masalah kesehatan secara mandiri dalam rangka mewujudkan desa sehat (Depkes,
2008). Sebuah desa dikatakan menjadi Desa Siaga apabila desa tersebut telah
memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Salah satu
bentuk pembinaannya yaitu menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat pada
setiap tatanan dalam masyarakat.
Konsep Desa Siaga menurut Depkes (2008) diatas senada dengan yang
diutarakan beberapa narasumber :
“….. menurut saya desa siaga itu adalah desa yang masyarakatnya tahu, mau,
dan mampu mengenali masalah kesehatannya sendiri dan mampu untuk memecahkan
masalahnya sesuai dengan sumber daya yang ada terutama untuk masalah
penanggulangan kegawatdaruratan serta bencana dan penyakit menular,
…….. selain itu kesehatan ibu dan anak juga termasuk (CP 8-16)”.
“....Desa Siaga itu Desa yang Masyarakatnya mampu mendeteksi dan
mengetahui lebih awal tentang kesehatan dan bencana alam, agar bisa, di harapkan bisa
menanganiiii dan mendeteksi lebih awal...(RW 19-30)
Tujuan yang ingin dicapai oleh Desa Siaga adalah masyarakat yang tau,
mau, dan mampu untuk mengatasi masalah kesehatannya sendiri dengan
31
berjalannya kegiatan yang ada dalam desa siaga meliputi forum kesehatan desa,
Posko kesehatan desa, upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM)
seperti Posyandu, surveillan, KADARZI, PHBS, pendataan ibu hamil, dan lain-
lain sehingga dapat terpantau kesehatan seluruh masyarakat.
PHBS merupakan salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan Desa
Siaga, walaupun ada beberapa indikator yang lain. Untuk menilai pelaksanaan
PHBS sendiri ada beberapa indikator penilaian, seperti yang diungkapkan
narasumber dibawah ini :
“...untuk indikator PHBS sendiri,,yang pertama persalinan oleh tenaga
kesehatan,,teruss,,pemberian ASI eklusif, terus cuci tangan pake sabun, terusss,
mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok
didalam rumah, menimbang balita setiap bulan, terus,,,eeeee,,,,, Terus yang tambahan
dari sleman yaitu PUS yang ikut KB, kepemilikan jaminan kesehatan, imunisasi,
kebiasaan gosok gigi secara teratur, kepemilikan TOGA....(CP 152-173)”.
“....tidak merokok yang saya hapal, balita tidak dibawah garis merah, terus
lantai berdinding, penerangan, BAB tidak di kali,.....(RW 163-172)”.
Berdasarkan hasil temuan, Kabupaten Sleman menerapkan 20 indikator
pelaksanaan PHBS, yang secara umum sudah diketahui oleh masyarakat tetapi
hanya beberapa yang dapat diingat narasumber dalam penuturan diatas, antara lain
persalinan oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI eklusif, cuci tangan pakai sabun,
mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari,
tidak merokok didalam rumah, menimbang balita setiap bulan, PUS ikut KB,
kepemilikan jaminan kesehatan, imunisasi, kebiasaan gosok gigi, kepemilikan
toga, dan masih ada beberapa indikator lainnya yang dapat dilihat lebih jelas pada
lampiran.
Indikator tersebut lebih banyak dari indikator yang ditetapkan oleh pusat yang
hanya 10 indikator dikarenakan prioritas program PHBS dalam era otonomi
daerah diserahkan kepada kebijakan masing-masing pemerintah daerah sehingga
tiap-tiap daerah dapat mengadaptasikan program PHBS agar lebih sesuai dengan
kondisi atau perkembangan masyarakat setempat. Pencapaian dari indikator inilah
yang nantinya akan menggambarkan tingkat keberhasilan program PHBS.
32
4.4. Dukungan Pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga
Pelaksanaan Desa Siaga membutuhkan dukungan baik dari sumber daya
manusia yang ada maupun pembiayaan. Pembiayaan pelaksanaan PHBS tidak
sedikit karena berbagai kegiatan harus dilakukan secara berkelanjutan. Biaya yang
digunakan tidak hanya berasal dari pemerintah namun juga ada sumber-sumber
lain,baik dari masyarakat ataupun swasta meskipun untuk Desa Margomulyo
masih tergantung dana pemerintah. Berbagai sumber pembiayaan dapat dilihat
pada tabel 3.
Terdapat 5 jenis sumber biaya yaitu dari pemerintah melalui Dinas
Kesehatan, Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Bappeda, swadaya kader,
bantuan pemerintah desa, swadaya masyarakat. Dana dari Dinas Kesehatan
diberikan kepada puskesmas sekali dalam setahun.
Tabel 3. Sumber Biaya
Jenis Sumber Biaya Alokasi biaya
Pemerintah Melalui Dinas Kesehatan Diberikan kepada puskesmas dan
dilanjutkan ke pemerintah dusun, diberikan
sekali dalam setahun
Pemkab Sleman melalui Bappeda Diberikan berdasarkan proposal yang
diajukan oleh pemerintah desa
Swadaya Kader Digunakan untuk membeli buku, alat tulis,
senter untuk pemberantasan jentik nyamuk
Bantuan Pemerintah Desa Diberikan jika ada acara yang berkaitan
dengan program desa
Swadaya masyarakat Masyarakat turut memberikan iuran rutin
seperti PKK, arisan, dll yang nanti akan
dipergunakan untuk membantu masyarakat
yang membutuhkan
33
Aliran dana untuk pelaksanaan Desa Siaga yang nanti didalamnya juga
termasuk pelaksanaan program PHBS mulai dari Pemerintah Pusat yang akan
memberikan ke Provinsi DIY, kemudian akan diberikan ke masing-masing
kabupaten/kota yang akan disalurkan ke Desa Siaga diwilayahnya. Kabupaten
sleman juga turut memberikan kontribusi melalui Bappeda yang mengacu pada
jumlah kebutuhan dana yang diajukan melalui proposal, yang akan
dipertimbangkan dan ditindaklanjuti kemudian dana yang disetujui akan diberikan
ke desa setempat. Di tingkat desa, juga ada anggaran sendri dari APBDes, yang
nantinya dana diberikan kepada puskesmas setiap setahun sekali berdasarkan
rencana anggaran yang diajukan puskesmas untuk pelaksanaan programnya.
Dana yang diperoleh dari berbagai sumber diatas digunakan untuk
kegiatan yang ada , meliputi PHBS dan kegiatan desa siaga lainnya. Penggunaan
biaya antara lain untuk pelatihan yang diadakan oleh Puskesmas, biaya
operasional, biaya pertemuan masyarakat, transportasi, dan lain-lain. Beberapa
rincian penggunaan biaya yang diperoleh dari hasil penelurusan dokumen seperti
dibawah ini :
Tabel 4. Rincian penggunaan biaya
Tanggal Kegiatan Anggaran
8-9 Januari 2008 Pelatihan Pengurus Poskesdes 3.550.000
05 Mei 2008 Operasional Desa Siaga Margomulyo 200.000
07 April 2008 Pertemuan MMP di Margomulyo 750.000
22 April 2008 Transport dalam rangka Monitoring dan 300.000
Evaluasi
34
Dukungan dalam pelaksanaan program PHBS juga didapatkan dari semua
masyarakat, baik dari instansi terkait seperti kepala desa, Kesra, Puskesmas dan
juga dari tokoh masyarakat serta masyarakat sendiri. Ini sesuai dengan yang
diungkapkan narasumber :
“....Selama ini karena sebagai pemegang promosi kesehatan, jadi setiap ada
pelatihan dan pembinaan untuk topik PHBS selalu yang menyampaikan saya.Terus
pemetaan dan dukungan diposyandu, kampanye PHBS sudah saya coba gerakkan dengan
penjadwalan. ... Terus terakhir itu mencoba melobi desa supaya mau menyelenggarakan
pelatihan PHBS untuk meningkatkan kapasitas dari seksi PHBS dimargomulyo (CP 283-
297)”.
“.. kalau saya sebagai bidan ..... membantu yaitu tentang pendataan-pendataan
itu, jadi saya nggak repot terjun ke Dusun karena sudah ada Kader-kadernya itu... (RW
267-281)”.
“...dalam bentuk Yandu, kalau ada balita yang apa itu kurang gizi saya anjurkan
ke Puskesmas untuk periksa. Atau kurang berat badan itu nanti oleh Puskesmas nanti
dikasih PMT....Ya nanti to mencatat Balita......dan mengarahkan untuk hidup sehat itu.
(NS 155-179)”.
Semua elemen masyarakat sangat mendukung pelaksanaan program
PHBS, ini dilihat dari dukungan pihak promosi kesehatan yang memberikan
pelatihan dan pembinaan, pemetaan PHBS, penjadwalan, kampanye, dan ikut
member pertimbangan dalam hal kebijakan. Bidan desa sebagai koordinator desa
siaga pun memberikan dukungan dalam pendataan-pendataan yang dilakukan
meski tidak terlepas dari peran kader yang ada, seperti melakukan Posyandu,
pendataan di Posyandu, dan mengarahkan masyarakat dengan terjun langsung di
masyarakat.
Dari pengamatan peneliti, dukungan masyarakat juga sangat baik, dengan
seringnya mengikuti kegiatan Posyandu yang ada, berperan aktif dalam kegiatan,
bekerjasama dengan kader dalam memberikan informasi untuk pendataan, dan
lainnya. Dukungan dari semua elemen masyarakat sangat diperlukan guna
tercapainya keberhasilan program PHBS dan kegiatan desa siaga lainnya yang
nantinya akan menentukan keberhasilan dari pelaksanaan Desa Siaga itu sendiri.
35
4.5. Pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga
Pelaksanaan PHBS tidak terlepas dari pelaksanaan kegiatan Desa Siaga
lainnya. Narasumber sudah mengetahui kegiatan Desa Siaga yang ada, seperti
diungkapkan dibawah ini :
“....disesuaikan dengan seksinya itu meliputi kesehatan ibu dan anak,
penanggulangan kegawatdaruratan bencana, teruuus seksi posyandu, bank darah,
ambulan desa, pengamatan penyakit, perilaku hidup bersih dan sehat, serta kesehatan
lingkungan....oiya satu lagi, keluarga sadar gizi…(CP 21-25)”.
“....Ya kan dari pertama itu mengadakan SMD ( Survey Mawas Diri )
dimusyawarahkan di MMD bagaimana cara mengatasi masalah yang ada di
Dusun....Setelah itu setiap bulannya di harapkan itu ada pertemuan tentang mengadakan
kegiatan bersih-bersih, bersih-bersih Dusun, pendatan Ibu hamil, terus apa, nanti
mendeteksi itu apa faktor resiko Ibu Hamil, balita Gizi buruk, nanti kalau udah kader
mengetahui nanti di rujuk ke pemberitahuan ke Bidannya koordinatornya...(RW 36-59)”.
Kegiatan Desa Siaga menurut narasumber antara lain meliputi kesehatan
ibu dan anak, penanggulangan kegawatdaruratan bencana, bank darah, Posyandu,
pengamatan penyakit, PHBS, KADARZI, kesehatan lingkungan. Langkah awal
yaitu melakukan SMD (survey mawas diri) untuk mengetahui pelaksanaan
kegiatan sudah sejauh mana dan permasalahan yang ditemukan selama
pelaksanaan. Permasalahan yang ada akan dimusyawarahkan dalam MMD
(musyawarah masyarakat desa) untuk dicari pemecahan masalahnya yang nanti
diharapkan akan ada pertemuan untuk menindaklanjutinya, lalu akan ada
pelaporan dari kader ke bidan koordinator Desa Siaga.
Pelaksanaan program PHBS yang ditemukan peneliti di Desa Margomulyo
melibatkan seluruh komponen masyarakat dan stakeholder yaitu pembina dari
kecamatan, kepala desa, kesra, kader, bidan desa, tokoh masyarakat, dan
masyarakat sendiri. Ini sesuai dengan penuturan beberapa narasumber :
“...yang terlibat,,,tidak hanya dari desa saja tapi juga melibatkan stakeholder.
meliputi pembinanya dari kecamatan sendiri, Pembina teknis kesehatan dari puskesmas,
terus pelaksananya dari kader sendiri, dukungan pembinaan dari kepala desa serta tokoh
masyarakat diwilayah desa siaga tersebut (CP 28-35)”.
“....Yang terlibat dalam PHBS adalah seluruh masyarakat....(N3, 53-57)”.
36
“....Yang terlibat seperti kami Tokoh Masyarakat, terus ada Kader yang ditunjuk
Desa, terus ada Bidan Desa. Yang paling bertanggung-jawab Kepala Desa dan
Kesra...(SN 46-52)”.
Koordinasi dari masing-masing pihak yang terlibat sudah cukup berjalan
dengan adanya penindaklanjutan dari setiap kegiatan yang ada. Ini sesuai dengan
pengamatan peneliti dilapangan yaitu ketika ada permasalahan kesehatan seperti
TBC di Desa Margomulyo, masyarakat akan langsung melaporkannya ke kader
yang bersangkutan atau kader terdekat, kemudian akan diinformasikan ke bidan
desa, bidan akan berusaha memberikan pelayanan kesehatan, namun apabila
dibutuhkan pelayanan lanjutan maka akan dirujuk ke Puskesmas. Permasalahan
ini nantinya akan dibawa ke Posko koordinasi desa, untuk dikoordinasikan ke
stakeholder yang lain untuk menindaklanjuti seperti melakukan pengamatan
penyakit, melakukan pendataan masyarakat dan lingkungan yang beresiko terjadi
KLB (kejadian luar biasa), dan juga mempertimbangkan jika Puskesmas
membutuhkan rujukan lanjutan ke RSUD.
Koordinasi yang terjadi antara masyarakat, kader, bidan, Puskesmas, dan
stakeholder lainnya tentunya tidak terlepas dari sosialisasi yang dilakukan.
Beberapa narasumber mengatakan :
“...kalau untuk semua masyarakat sosialisasi itu oleh depkes melalui media
massa seperti media elektronik, terus yang kedua dari tingkat kabupaten kota melalui
tulisan dikoran, atau eeee……leaflet, atau poster dan disebarkan keseluruh puskesmas.
..Kalau untuk pelaksanaannya sendiri jelas lewat pelatihan pengurus desa siaga
utamanya meliputi kades, kesra, sama kader derta tokoh masyarakat yang mempunyai
pengaruh didesa...(CP 52-61)”.
“....pertama itu kan sosialisasi dalam MMD Itu nanti per Dusun ada Kadernya.
Lewat kader sosialisasinya, jadi nggak mengumpulkan masyarakat langsung (RW 94-
106)”.
“.....haa seluruh komponen masyarakat, lembaga dan seluruh komponen
masyarakat itu diundang ke kantor Desa dan diberi penjelasan terus dikembangkan di
Dusun harus ada lagi...(SN 54-62)”.
Sosialisasi Desa Siaga sudah baik, ini dilihat dari sudah dilakukannya
berbagai upaya sosialisasi diantaranya melalui media elektronik berupa iklan dan
37
himbauan oleh Departemen Kesehatan, informasi melalui media cetak salah
satunya koran oleh Pemerintah Kabupaten Sleman, diadakannya pertemuan
ditingkat desa yang mengundang seluruh komponen masyarakat yang nantinya
akan kembali ditindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi ditingkat dusun yang
dilakukan oleh kader. Semua kader yang ada melakukan pertemuan dalam MMD
yang akan membahas tentang strategi sosialisasi PHBS dan Desa Siaga,
perencanaan, dan lainnya. Poster dan leaflet juga turut digunakan sebagai sarana
sosialisasi oleh Puskesmas.Ini menggambarkan peran aktif kader dan Puskesmas
dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat.
Puskesmas juga memiliki peran besar baik dalam sosialisasi dan
pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga. Pelatihan pengurus desa siaga dilaksanakan
oleh Puskesmas bekerjasama dengan dinas kesehatan. Pelatihan PHBS, Pemetaan
PHBS, dan kampanye PHBS di sekolah dan masyarakat juga dilaksanakan oleh
puskesmas. Peneliti mengamati peran puskesmas selama penelitian, dan terlihat
bahwa Puskesmas selalu turut serta hampir dalam semua kegiatan desa siaga, ini
tidak terlepas dari fungsi Poskesdes yang hanya sebagai sarana koordinasi yang
akan dibahas selanjutnya.
38
itu dari pihak puskesmas melakukan kampanye PHBS melalui posyandu,.....(CP 205-
224)”.
“...Kinerjanya ya,,,, kalau semua Kadernya sudah berjalan dengan baik, terus
laporan-laporannya sudah masuk semua, ada laporan ibu hamil, laporan gizi buruk,
laporan PHBS, itu kan PHBS tiap rumah harusnya ada to. Terus sama ini juga ada di
tempel di rumah....(RW 185-190)”.
“....sudah ada yang dijalankan untuk mengurangi merokok, apa cuci tangan
pakai sabun..... (SN 183-187)”.
Pelaksanaan PHBS di Desa Margomulyo sudah baik, dengan sudah
berjalannya sebagian besar indikator yang ada diantaranya persalinan ditolong
tenaga kesehatan, pemberian ASI eklusif, penimbangan balita setiap bulan,
menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,
memberantas jentik nyamuk dirumah, makan sayur dan buah setiap hari,
melakukan aktivitas fisik setiap hari, gizi seimbang, memeriksakan kehamilan
sesuai standar, memiliki jaminan kesehatan, imunisasi lengkap pada bayi, PUS
ikut KB, lantai rumah bukan dari tanah, pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan,
memiliki TOGA dan kebiasaan gosok gigi, kinerja kader yang sudah baik dalam
hal pendataan, yang nantinya hasil pendataan kader akan dijadikan pemetaan
PHBS oleh puskesmas sehingga dapat dijadikan masukan untuk permasalahan
PHBS yang ada yang kemudian akan dilakukan kampanye PHBS melalui
posyandu dan sekolah dasar.
Berdasarkan penelusuran dokumen yang ada, peneliti menemukan bahwa
pencapaian pelaksanaan PHBS di Desa Margomulyo sudah >75%, dan dari
pengamatan kinerja kader dalam hal pemetaan sudah cukup baik, dan juga sudah
dilakukannya kampanye PHBS di posyandu dan sekolah dasar di Desa
Margomulyo. Temuan peneliti dilapangan sesuai dengan yang diungkapkan oleh
narasumber.
Keberhasilan pencapaian program PHBS yang sudah baik masih belum
diikuti oleh keberhasilan dari semua kegiatan desa siaga yang ada seperti
pengamatan penyakit, kesehatan lingkungan, Poskesdes, dan lainnya. Posyandu
sebagai salah satu UKBM di Desa Margomulyo yang sudah berjalan dengan baik,
dengan seringnya kegiatan Posyandu yang dilakukan oleh semua dusun dan rutin
39
setiap bulan dengan jadwal berbeda yang terdiri dari Posyandu lansia dan balita
dan program KADARZI juga sudah baik, dimana untuk pembahasan penerapan
KADARZI sudah dilakukan dalam penelitian yang lain.
Desa Margomulyo ditetapkan menjadi desa siaga sejak 17 Desember 2007
berdasarkan surat keputusan Kepala Desa Margomulyo Kecamatan Seyegan
Nomor. 11/2007/Tentang pembentukan Poskesdes di Desa Margomulyo.
Poskesdes sebagai pilar utama dalam pelaksanaan desa siaga di Desa Margomulyo
belum berfungsi dengan maksimal. Peneliti mengamati selama penelitian,
Poskesdes yang terletak di Puskesmas pembantu Sompokan ini belum
dimanfaatkan sepenuhnya oleh pengurus desa siaga. Konsep awal Poskesdes
adalah Posko kesehatan desa yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Namun kenyataannya, Poskesdes di Desa Margomulyo hanya
digunakan sebagai sarana koordinasi antar pengurus Desa Siaga sehingga diubah
namanya menjadi Posko kesdes (pos koordinasi kesehatan desa).
“....tapi nggak melayani cuma koordinasi aja,,, Kan dulu Poskesdes sekarang
jadi Pos Koordinasi Kesehatan Desa....(RW 61-77)”.
Peneliti menemukan bahwa untuk pelaksanaan Desa Siaga di Desa
Margomulyo pelayanan kesahatan bukan prioritas utama, ini dikarenakan akses ke
Puskesmas yang dekat dan bisa dijangkau dengan mudah oleh masyarakat, sudah
mencukupinya jumlah tenaga kesehatan di Desa Margomulyo, setiap dusun sudah
ada Puskesmas pembantu yang ikut membantu memberikan akses pelayanan
kesehatan dengan bidan sebagai tenaga kesehatannya, sehingga Poskedes
berfungsi hanya sebagai sarana koordinasi saja.
Program PHBS dalam desa siaga tentunya tidak lepas dari hambatan yang
ada. Hambatan yang ditemukan berupa hambatan teknis mulai dari pendanaan,
saran promosi, dan lain-lain serta hambatan non teknis berupa kerjasama tim yang
kurang, hubungan antar personil kurang, dan komitmen kesra kurang (CP, 230-
250). Kurangnya kesadaran masyarakat juga menjadi hambatan dalam
pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga. Adapun beberapa permasalahan PHBS
yang ditemukan peneliti adalah penggunaan jamban sehat, tidak merokok didalam
rumah, dan pengelolaan sampah.
40
Penggunaan jamban sehat belum sepenuhnya diterapkan oleh seluruh
masyarakat. Seperti diungkapkan narasumber dalam wawancara dibawah ini :
Tabel 5. Permasalahan penggunaan jamban sehat
Penggunaan Jamban Sehat Adanya kepercayaan bahwa BAB harus
kesungai dan memiliki sungai yang besar
(WN)
Sudah diberikan bantuan tetapi tidak bisa
menggunakan (ZN)
Kepercayaan bahwa BAB harus kesungai
dan sudah diberikan bantuan tapi belum
dilaksanakan (BS)
Belum cukupnya bantuan yang diberikan
dan jarak kesungai yang dekat (SG)
41
Dan para ibu rumah tangga juga sungkan untuk menyuruh tamu pria yang datang
kerumah untuk tidak merokok atau merokok diluar rumah,
“....tapi ya kalau ada tamu itu tadi, masa ga disuruh merokok atau disuruh
merokok diluar, kan ga enak mas.... (SR 177-179)”.
Untuk permasalahan PHBS tidak merokok didalam rumah sampai
sekarang masih dicari solusinya, karena membutuhkan peran dan partisipasi
seluruh anggota keluarga dalam pelaksanaannya.
Pengelolaan sampah juga menjadi permasalahan PHBS didesa
Margomulyo. seperti yang dikutip dari pernyataan narasumber berikut :
”..Terus pengelolaan sampah.... banyak kendalanya (NS 139-140)”.
“...paling...pengolahan sampah...(SN 269-270)”.
Ini senada dengan informasi yang didapatkan dari FGD berikut ini :
Tabel 6. Permasalahan Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah Kebiasaan membuang sampah dikebun (WN)
Masih kurangnnya kesadaran masyarakat (ZN)
Dibuatkan lubang pembuangan tapi masih kurang
dimanfaatkannya sampah yang ada (BS)
Banyaknya sampah yang ada (SG)
42
perbaikan yang bertahap dari permasalahan PHBS yang ada, pencapaian PHBS
yang terus meningkat setiap tahunnya, dan masyarakat mau berperan aktif dalam
pelaksanaan PHBS di lingkungannya.
43
BAB V. SIMPULAN dan SARAN
5.1. Simpulan
1. Pengetahuan tentang PHBS dalam Desa Siaga sudah baik, dilihat dari
masyarakat yang sudah mengetahui mulai dari konsep PHBS, konsep Desa
Siaga, tujuan dan indikatornya.
2. Dukungan pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga sudah baik, dilihat dari
pembiayaan yang sudah mencukupi dan terorganisir, serta dukungan dari
semua stakeholder, instansi terkait, dan masyarakat.
3. Pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga mulai dari kegiatan, pihak yang
terlibat, koordinasi, sosialisasi, dan peran Puskesmas sudah berjalan
dengan baik.
4. Evaluasi pelaksanaan PHBS dalam Desa Siaga didapatkan pelaksanaan
PHBS sudah baik dilihat dari sudah berjalannya beberapa indikator yang
ada, keberhasilan pencapaian >75%, kinerja kader dan peran Puskesmas
yang baik. Keberhasilan pelaksanaan PHBS tidak diikuti dengan
keberhasilan pelaksanaan Desa Siaga, dinilai dari belum berfungsinya
Poskesdes yang ada serta belum tercapainya semua indikator yang ada dan
ditemukan beberapa hambatan dalam pelaksanaannya.
5. Masyarakat menyambut baik dengan adanya Desa Siaga karena dapat
menyelesaikan masalah kesehatannya sendiri, menanggulangi bencana,
dan meningkatkan kualitas kesehatannya.
5.2. Saran
5.2.1. Bagi masyarakat
Pelaksanaan desa siaga tujuannya adalah untuk masyarakat yang lebih baik
baik dalam segi kesehatan maupun lingkungan. Jadi kesadaran dan peran
serta dari masyarakat sangat dibutuhkan terutama untuk aktif dan
berpartisipasi dalam setiap program dan kegiatan yang ada.
44
5.2.2. Bagi pengurus Desa Margomulyo
1. Perlunya pelatihan dan pendekatan lebih ke kader untuk
meningkatkan kemampuan kader dan memberikan motivasi kembali.
2. Perlu adanya pembinaan antar personil agar dapat terjalin koordinasi
yang lebih baik lagi.
3. Poskesdes diharapkan dapat berjalan sehingga dapat mendukung
terlaksananya kegiatan desa siaga.
45
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2007. Buku Paket Pelatuhan Kader Kesehatan dan
Tokoh Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Siaga.
Dinas Kesehatan Propinsi DIY. 2008. Buku I Petunjuk Teknis Desa Siaga
Propinsi DIY.
Dinas Kesehatan Propinsi DIY. 2008. Buku II Pedoman Umum Desa Siaga
Propinsi DIY.
Djonny. 2005. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat : Studi kasus di
Kabupaten Bantul. FK UGM, Yogyakarta
46
Hermansyah. Agus. 2008. Persepsi Stakeholder terhadap Pelaksanaan Desa
Siaga di Kabupaten Sambas tahun 2007. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
47
Soeparmanto, S.A. 2006. Desa Siaga Benteng Utama Menganggulangi Masalah
Kesehatan di Indonesia. Mediakom Departemen Kesehatan- edisi 03. Des.
hal 10-13.
48
LAMPIRAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Untuk penelitian dengan judul “ Analisis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) Terhadap Pelaksanaan Desa Siaga di Desa Margomulyo”
Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta manfaat penelitian,
identitas narasumber akan dirahasiakan, dan informasi yang diberikan hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian, dengan ini saya menyatakan bersedia
berpartisipasi menjadi narasumber penelitian yang dilakukan oleh saudara Arie
Patramanda dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta, ………………2010
Peneliti Narasumber
A. Pengantar
1. Mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri sebagai pewawancara
3. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan wawancara
B. Penjelasan
1. Menjelaskan maksud wawancara mendalam
2. Identitas narasumber akan dirahasiakan/pemberian inisial
3. Informasi yang didapatkan akan dirahasiakan dan digunakan hanya
untuk kepentingan penelitian
4. Narasumber bebas menyatakan pendapat karena peneliti ingin
mendapatkan semua maksud dari informan
5. Dalam proses wawancara tidak ada pendapat yang salah atau benar
C. Prosedur
1. Wawancara dilakukan oleh peneliti sendiri
2. Pewawancara memperkenalkan diri dan menjelaskan maksudnya
3. Pewawancara membangun rapport/hubungan yang baik dengan
narasumber
4. Pewawancara mengajukan beberapa pertanyaan untuk ditanggapi oleh
narasumber
5. Narasumber dipersilahkan member tanggapan seluas-luasnya tanpa
rasa takut mengungkapkan pendapatnya, apakah itu salah atau benar
6. Pernyataan dari pewawancara dan narasumber dicatat dan kalau
diijinkan direkam menggunakan recorder
7. Setelah selesai, pewawancara mengucapkan terima kasih
8. Wawancara dapat dilakukan tidak hanya sekali jika diperlukan
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
PANDUAN WAWANCARA
Narasumber
- Bidan
- Kader PHBS
- Tokoh masyarakat
- Masyarakat
1. Tahap Awal
a. Pembukaan
i. Mengucapkan salam kepada peserta yang hadir
ii. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan hadir dalam
pertemuan diskusi
b. Penjelasan
i. Menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan diskusi
kelompok terarah
ii. Peserta bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman
dan saran
iii. Pendapat, pengalaman, dan saran dari peserta sangat
bernilai
iv. Pernyataan yang diutarakan tidak ada yang benar dan salah
v. Semua pendapat dijamin kerahasiaannya dan hanya untuk
kepentingan penelitian
vi. Sampaikan pada peserta bahwa FGD akan sirekam guna
membantu pencatatan
c. Prosedur
i. Diskusi dipimpin oleh seorang fasilitator, dan dibantu oleh
seorang asisten dan pengamat. Pencatatan kegiatan
dilakukan oleh asisten yang meliputi hal yang penting serta
bahasa verbal dan nonverbal peserta diskusi
ii. Fasilitator memperkenalkan diri dan anggota tim dalam
FGD dan sebaliknya
iii. Fasilitator akan mengajukan beberapa pertanyaan untuk
ditanggapi peserta
iv. Peserta dipersilahkan menyampaikan pendapat dan
pengalamannya secara bergantian, tidak saling memotong
pembicaraan
v. Semua pendapat dan pengalamannya akan direkam dengan
recorder dan hanya akan digunakan untuk kepentingan
penelitian
Peserta FGD
- Kader
- Masyarakat
Pengamat
- Tokoh masyarakat
- Pakar penelitian kualitatif, dalam hal ini dosen pembimbing
3. Tahap Penutup
a. Sebelum diskusi diakhiri, peserta dipersilahkan untuk
menyampaikan tambahan atas pendapat dan tanggapan yang telah
disampaikan
b. Fasilitator menutup acara diskusi dengan mengucapkan terima
kasih atas partisipasi peserta dalam diskusi
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
PANDUAN OBSERVASI
Ada Tidak
Kegiatan Desa Siaga
1. Forum Masyarakat Desa
2. Poskesdes
3. UKBM
Posyandu
Polindes
WOD/POD
SBH
Poskestren
4. Suveilans
5. Kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan
dan bencana
Kegiatan Masyarakat
Kegiatan Tenaga Kesehatan
6. Lingkungan Sehat
7. Pengembangan Kadarzi
8. PHBS
Sumber Pendanaan
1. Dana Sehat
Iuran
Sumbangan
Jimpitan
Arisan
Tabulin
Arisan Jamban Keluarga
Jambulin
Dasolin
Artamas
Dana Dasawisma (Penyisihan hasil usaha)
2. Dana Pasif
Dana sosial keagamaan
Dukungan Masyarakat terhadap pelaksanaan desa siaga
Pelaksanaan PHBS
3. Pendanaan
Pendanaan Desa Siaga didesa Margomulyo sebagian besar
didapatkan dari pemerintah pusat yang disalurkan melalui provinsi,
Pemerintah kabupaten sleman juga turut andil membantu
pendanaan, dan juga beberapa dana didapatkan dari anggaran
pendapatan dan belanja desa (APBDes).
5. Peran Puskesmas
Peran Pusekesmas sendiri didalam desa siaga ini adalah sebagai
mitra pelayanan kesehatan, kerena seperti yang disebutkan diatas
tadi Poskokesdes didesa margomulyo tidak memberikan pelayanan
kesehatan. Puskesmas berkoordinasi dalam hal pendataan, promosi
kesehatan, pemberian pelayanan kesehatan, dan turut memberikan
dukungan seperti tempat pemberian pelatihan, seminar, dll.
Program Puskesmas sendiri sejalan dengan program Desa Siaga
seperti Kesehatan lingkungan, PHBS, Kesehatan ibu dan anak,
gizi, dll.
6. Dukungan Masyarakat
Berdasarkan hasil observasi dari beberapa masyarakat
margomulyo, semuanya mendukung kebijakan desa siaga karena
mereka mengharapkan ada perbaikan bahkan penigkatan dari
sebelumnya. Mulai dari mayarakat setempat, para tokoh
masyarakat, kader, bidan, kepala desa semuanya mendukung
pelaksanaan desa siaga ini. Ini dapat dilihat dari masyarakat yang
antusias untuk datang ketika ada kegiatan seperti Posyandu,
Penyuluhan, Pertemuan didesa, bahkan ketika ada penelitian yang
meminta informasi disana mereka sangat menyambut baik.
Setting :
Setting :
Setting :
Setting :