You are on page 1of 68

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial, tindakannya yang pertama dan yang

paling penting adalah tindakan sosial. Suatu tindakan untuk saling

mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran,

saling mengutarakan perasaan dan saling mengekpresikan serta menyetujui

sesuatu pendirian atau keyakinan. Oleh karena itu, di dalam tindakan sosial

haruslah terdapat elemen-elemen yang umum, yang sama-sama disetujui dan

dipahami oleh sejumlah orang merupakan suatu masyarakat untuk

mewujudkan hal tersebut diperlukan komunikasi. Di sini perlu disadari bahwa

“Bahasa berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena tanpa

bahasa maka segala jenis kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh” (Keraf,

1993:1).

Berbahasa pada dasarnya tidak lain adalah mencetuskan pikiran,

gagasan dan maksud dengan perkataan lain, manfaat yang paling besar dari

bahasa adalah dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan, atau

maksud kepada orang lain. Bahasa merupakan kegiatan keterampilan yang

meliputi beberapa aspek, yaitu keterampilan berbicara, keterampilan berbicara,

keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. “Terampil berbahasa


1
2

berarti terampil berbicara, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil

menulis (Tarigan, 1986:22).

Setiap keterampilan tersebut saling berhubungan dengan proses-proses

berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya.

Semakin terampil seseorang berbahasa semakin cerah dan jelas pula jalan

pikirannya. Semua itu dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan berlatih.

“Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir.”

(Tarigan, 1986:1).

Salah satu ciri hakikat manusia adalah mampu berbicara. Keterampilan

berbicara sebaiknya diajarkan sejak dini, karena keterampilan berbicara sangat

diperlukan terhadap keberhasilan seseorang dalam profesinya. Namun, masih

banyak orang yang tidak menyadari dan beranggapan bahwa kelengkapan alat

bicara sudah cukup menjamin seseorang melakukan tindak tutur yang baik.

Disadari atau tidak, tujuan berbicara bukan hanya untuk menyampaikan

sesuatu dengan sebaik-baiknya, melainkan untuk berkomunikasi dengan orang

lain yang memungkinkan orang lain dapat mengerti apa yang diucapkan dan

mau berbuat seperti apa yang dinginkan oleh pembicara. Demikian halnya

dalam proses belajar mengajar di sekolah, diperlukan satu bentuk komunikasi

lisan yang akan mengaktifkan pencapaian tujuan pembelajaran. Namun, semua

ini tidak mudah dicapai tanpa adanya suatu proses melalui praktik dan latihan.
3

“Kepandaian dan keterampilan berbicara dapat diperoleh dengan jalan

praktik dan banyak latihan” (Tarigan, 1986:1). Tanpa adanya latihan dan

praktik yang memadai maka akan menimbulkan masalah dalam pembicaraan

bahasa Indonesia khususnya keterampilan berbicara. Hal ini ditunjang oleh

hasil penelitian Fitriani (2001) yang menyatakan bahwa “Guru kurang

memberikan praktik dan latihan dalam pembelajaran keterampilan berbicara

bahasa Indonesia yang baik dan benar”.

Berdasarkan gambaran tersebut di atas keterampilan berbicara perlu

dikembangkan dan dipelajari oleh setiap orang, karena keterampilan berbicara

sangat penting dalam berkomunikasi.

Keterkaitan penulis mengangkat keterampilan berbicara, tidak hanya

karena keterampilan dan pengetahuan sangat penting dalam kehidupan setiap

orang, tetapi juga karena penulis sering mendengar keluhan di sekolah bahwa

seorang siswa mengetahui sesuatu konsep, tetapi mereka tidak mampu

mengomunikasikan dalam bentuk lisan maupun tindak tutur, baik dalam

bentuk monolog maupun dialog. Hal ini dapat dilihat pada siswa yang biasanya

lebih mudah menjawab atau menguraikan sesuatu persoalan dalam bentuk

tulisan dibandingkan dengan secara lisan. Sering terjadi siswa yang memunyai

nilai bagus dalam menjawab soal-soal secara tertulis tetapi kurang aktif dalam

berbicara di kelas.
4

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui problematik yang

dihadapi siswa dalam keterampilan berbicara. Penelitian ini dilakukan di

Kabupaten Pangkep dengan pertimbangan untuk mengetahui perkembangan

SMP Negeri 2 Balocci dan selain itu pertimbangan biaya dan kemudahan

akomodasi. Selain itu pula, di tempat tersebut belum ada yang mengangkat

masalah tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka

rumusan masalah yang diajukan adalah “ Problematik apa sajakah yang

dihadapi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci dalam pembelajaran

keterampilan berbicara bahasa Indonesia?"

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan mendeskripsikan problematik

yang dihadapi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci dalam pembelajaran

berbicara bahasa Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

a. Manfaat teoretis
5

Dengan mengetahui problematik pembelajaran keterampilan berbicara

bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci Kabupaten Pangkep,

maka diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi guru dalam memilih dan

menerapkan metode mengajar tertentu, agar dapat memenuhi keterampilan

berbicara.

b. Manfaat praktis

Dalam pengembangan ilmu pengtahuan dan teknologi, hasil penelitian

ini harapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi pihak yang akan

meneliti hal-hal yang relevan. Dan menjadi bahan masukan yang positif

sebagai salah satu bentuk pemecahan masalah yang muncul dalam kegiatan

belajar mengajar di kelas terutama keterampilan berbicara dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia.

BAB II
6

KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan pustaka

1. Pengertian berbicara

Menurut Mulgrave (dalam Tarigan, 1986: 3-4) bebicara merupakan

suatu instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir secara

langsung apakah sang pembicaranya maupun para penyimak; apakah dia

bersikap serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia

mengomunikasikan gagasan-gagasannya, dan apakah dia waspada serta

antusias atau tidak.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1990: 114),

berbicara berasal dari kata “bercakap”, kemudian menjadi bicara yang berarti

pertimbangan (pikiran); berbahasa namun batasan ini susah untuk dipakai

karena disamakan antara keterampilan berbicara dengan berbahasa, padahal

berbicara merupakan dari keterampilan berbahasa.

Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus manusia. Oleh karena

itu, pembicara seumur dengan bangsa manusia (Henrikus, 1990: 14)

mengatakan “bahwa bahasa dan pembicaraan itu muncul, ketika manusia

mengungkapkan dan menyampaikan pikiran kepada manusia lain”.

6
7

Menurut Lagousi (1992: 25), berbicara adalah kegiatan

menyampaikan pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan memakai

bahasa lisan “pesan verbal” dan dibantu oleh nonverbal.

Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa

lisan kepada orang lain. Menurut Tarigan (1986: 15) berbicara merupakan

suatu bentuk perilaku manusia yang mengatakan faktor fisik, psikologis,

neorologis, semantik dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga

dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting dalam kontrol sosial.

Berbicara adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan

menyatakan sesuatu kepada seseorang dalam bentuk ujaran (bahasa lisan).

Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa berbicara atau aktivtas

manusia dengan bahasanya yang terwujud dalam kegiatan berkomunikasi

secara lisan. Oleh karena itu, retorika pada hakikatnya senantiasa berkaitan

dengan kegiatan manusia dalam berkomunikasi. Berkomunikasi yang

dimaksud adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan

bahasa sebagai alatnya.

Menurut Semi, (1992: 2) berbicara perlu dipelajari dan dilakukan

melalui latihan, orang tidak mungkin dapat berbicara dengan benar bila ia tidak

pernah mau mencoba berbicara di depan orang banyak”.


8

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara

merupakan suatu kegiatan manusia dalam berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa lisan untuk mencapai tujaun atau maksud yang

diinginkan.

2. Keterampilan berbicara

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dalam menyampaikan pikiran,

gagasan, maksud sering menggunakan bahasa lisan atau dalam bentuk ucapan

(berbicara). Aspek tersebut termasuk dalam unsur produktif, yang berfungsi

sebagai penyampaian, penyebar informasi dengan menggunakan bahasa lisan

(Tarigan, 1986: 86).

Menurut Dallman (dalam Syafi’ie, 1998: 9) ada beberapa

keterampilan yang diperlukan siswa berbicara dengan baik, keterampilan-

keterampilan itu adalah :

1. Pengucapan kata-kata yang betul.

2. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dengan baik dan jelas.

3. Menyatakan sesuatu dengan tegas sehingga jelas perbedaanya dengan

perkataan lain.

4. Sikap berbicara yang baik.

5. Mempunyai nada berbicara yang menyenangkan.


9

6. Menggunakan kata-kata secara tepat sesuai dengan maksud yang

dinyatakan.

7. Menggunakan kalimat yang efektif .

8. Mengorganisir pokok-pokok pikiran dengan baik .

9. Mengetahui kapan ia harus berbicara dan kapan mesti mendengarkan

kawan berbicara, serta berbicara secara bijaksana.

Syafi’ie (1998: 4-7) mengemukakan bahwa “Keterampilan berbicara

memiliki empat unsur pokok, yaitu rasional yang baik, etika dan nilai moral,

bahasa, dan pengetahuan”.

3. Tujuan berbicara

Tujuan utama dari berbicara untuk berkomunikasi agar dapat

menyampaikan pikiran ecara efektif, maka pembicara harus memahami yang

ingin dikomunikasikannya, dan dia mampu megevaluasi efek komunikasinya

terhadap para pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang

mendasari segala situasi pembicaraanya, baik secara umum maupun

perorangan.

Sebagai alat sosial, maka pada dasarnya berbicara memunyai tujuan

umumn, yaitu :

1. Memberitahukan, melaporkan.
10

2. Menjamu, menghibur.

3. Membujuk, mengajak, dan meyakinkan (Tarigan, 1986: 15-16).

Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itu pun mungkin saja

terjadi. Suatu pembicaraan misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari

melaporkan dan menjamu begitu pula mungkin bila sekaligus menghibur dan

meyakinkan. (Ochs dan Winkers dalam Tarigan, 1986: 16).

4. Prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara

Menurut Brooks (dalam Tarigan, 1986: 16-17) beberapa prinsip

umum yang mendasari kegiatan berbicara, antara lain:

1. Membutuhkan paling sedikit dua orang.

2. Mempergunakan suatu sandi/ tanda linguistik yang dipahami

bersama.

3. Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.

4. Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepala

lingkungannnya segera.

5. Merupakan suatu pertukaran antara partisipan.

6. Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan

dengan suara atau bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and

auditory apparatus).
11

7. Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa

yang nyata dan apa yan diterima sebagai dalil. Brook (dalam

Tarigan, 1986: 16-17).

Menurut Woolbert (dalam Tarigan, 1986: 17-18), ada empat dasar/

hakikat yang diperlukan seseorang dalam menyatakan pikiran/ pendapat

kepada orang lain, yaitu :

1. Sang pembicara merupakan suatu kemauan, suatu maksud, suatu

makna yang diinginkannya dimiliki oleh orang lain, yaitu suatu

pikiran (a thought).

2. Sang pembicara atau pemakai bahasa, membentuk pikiran dan

perasaan menjadi kata-kata.

3. Sang pembicara atau sesuatu yang ingin disimak, ingin

didengarkan, menyampaikan maksud dan kata-katanya kepada

orang lain melalui suara, dan dilihat.

4. Sang pembicara atau sesuatu yang harus memperlihatkan rupa,

sesuatu tindakan yang harus diperhatikan, dan dibaca melalui

mata.

Menurut Tarigan, (1986: 19), keberhasilan seseorang berkomunikasi

dalam masyarakat menunjukkan kematangan atau kedewasaan pribadinya. Ada


12

empat keterampilan utama yang merupakan ciri pribadi yang dewasa (a nature

personality), yaitu :

1. Keterampilan sosial.

2. Keterampilan simantik.

3. Keterampilan fonetik.

4. Keterampilan vokal (Tarigan, 1986: 19).

Keterampilan sosial (social skill) adalah kemampuan untuk

berpartisipasi secara efektif dalam hubungan masyarakat. Keterampilan sosial

menuntut agar kita mengetahui :

1. Apa yang harus dikatakan?

2. Bagaimana cara mengatakannya?

3. Apabila mengatakannya.

4. Kapan tidak mengatakannya?

Keterampilan semantik (semantic skill) adalah kemampuan untuk

mempergunakan kata-kata dengan tepat penuh pengertian.

Keterampilan fonetik (phonetic skill) adalah kemampuan membentuk

unsur-unsur fonetik bahasa kita secara tepat.

Keterampilan vokal (vocal skill) adalah kemampuan untuk

menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara kita.


13

5. Ciri-ciri pembicara ideal

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan normal sudah memiliki

potensi terampil berbicara. Potensi tersebut akan menjadi kenyataan bila

dipupuk, dibina, dan dikembangkan melalui latihan yang sistematis, terarah,

dan berkesinambungan. Tanpa latihan, potensi itu tetap berupa potensi.

Ciri-ciri pembicara yang baik untuk dikenal, dipahami dan dihayati,

serta diterapkan dalam berbicara yaitu:

1. Memilih topik yang tepat.

2. Menguasai materi.

3. Memahami pendengar.

4. Memahami situasi.

5. Merumuskan tujuan yang jelas.

6. Menjalin kontrak dengan pendengar.

7. Memiliki kemampuan linguistik.

8. Menguasai pendengar.

9. Memanfaatkan alat bantu.

10. Meyakinkan dalam penampilan.

11. Mempunyai rencana.

Langkah pokok yang masih berifat umum itu dapat dikembangkan

menjadi langkah-langkah yang spesifik. Menurut Keraf (1988: 127). Hasil


14

pengembangan langkah yang bersifat umum menjadi langka spesifik khusus

adalah sebagai berikut:

1. Menentukan maksud.

2. Menganalisis pendengar dan situasi.

3. Memilih dan menyempitkan topik.

4. Mengumpulkan bahan.

5. Membuat kerangka uraian.

6. Menguraikan secara mendetail.

7. Melatih dengan suara nyaring.

Lain halnya dengan Waingright (dalam Tarigan, 1986: 127)

mengemukakan enam langkah yang harus dilalui dan dikuasai ole seseorang

agar dapat menjadi pembicara yang baik. Langkah-langkah tersebut, yakni :

1. Memilih topik.

2. Memahami dan menguji topik.

3. Memahami latar belakang pendengar dan situasi.

4. Menyusun kerangka pembicaraan.

5. Mengujicobakan.

6. Menyajikan.
15

6. Jenis-jenis berbicara

Ada lima landasan yang digunakan dalam mengklasifikasikan kegiatan

berbicara. Kelima landasan tersebut, yaitu :

a. Situasi

Aktivitas berbicara sudah terjadi atau berlangsung dalam suasana,

situasi, dan lingkungan tertentu. Menurut Logan, dkk. (dalam Tarigan, 1986:

48), jenis berbicara menurut situasi, yaitu:

1) Jenis-jenis (kegiatan) berbicara informal meliputi :

1. Tukar pengalaman.

2. Percakapan.

3. Menyampaikan berita.

4. Menyampaikan pengumuman.

5. Bertelepon, dan memberi petunjuk.

2) Jenis-jenis (kegiatan) berbicara formal meliputi :

1. Ceramah.

2. Perencanaan dan penelitian.

3. Interview.

4. Prosedur parlementer, dan

5. Bercerita.
16

b. Tujuan

Menurut tujuannya maka kegiatan berbicara terbagi menjadi lima jenis,

yaitu :

1. Berbicara menghibur.

2. Berbicara mengimformasikan.

3. Berbicara menstimulasi.

4. Berbicara meyakinkan, dan

5. Berbicara mengerakkan.

c. Metode penyampaian

Ada empat cara yang bisa digunakan orang dalam menyampaikan

pembicaraanya, yaitu :

1. Penyampaian secara mendadak.

2. Penyampaian berdasarkan catatan kecil.

3. Penyampaian berdasarkan hafalan, dan

4. Penyampaian berdasarkan naskah.

d. Jumlah penyimak

Berdasarkan jumlah penyimak, berbicara dapat dibagi atas tiga jenis,

yaitu:

1. Berbicara antarpribadi.
17

2. Berbicara dalam kelompok kecil.

3. Berbicara dalam kelompok besar.

e. Peristiwa khusus

Menurut Logan dkk (dalam Tarigan, 1986: 56), berdasarkan peristiwa

khusus berbicara atau pidato dapat digolongkan atas enam jenis, yaitu:

1. Pidato presentasi.

2. Pidato penyampaian.

3. Pidato perpisahan.

4. Pidato perjamuan.

5. Pidato perkenalan.

6. Pidato nominasi.

7. Pengetahuan dasar berbicara

Mulgraw (dalam Tarigan, 1986 : 21-22) mengatakan bahwa berbicara

dapat ditinjau sebagai suatu seni dan juga sebagai suatu ilmu. Jika berbicara itu

dipandang sebagai suatu seni, maka penekanannya ditekankan pada penerapan

sebagai suatu alat komunikasi dalam suatu masyarakat. Jika berbicara

dipandang sebagai suatu ilmu, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

antara lain :

1. Mekanisme bicara dan mendengar,


18

2. Latihan dasar bagi ujaran dan suara,

3. Bunyi-bunyi dalam rangkaian dan ujaran,

4. Diftong-diftong,

5. Konsonan-konsonan,

6. Bunyi-bunyi bahasa,

7. Pantologi ujaran.

Pengetahuan mengenal teori dalam berbicara, sangat bermanfaat

dalam menunjang kemampuan dan kesuksesan dalam praktik berbicara, maka

dari itulah, diperlukan pendidikan berbicara.

Adapun konsep yang mendasari pendidikan berbicara dikategorikan

dalam tiga kelompok, yaitu :

1. hal-hal yang berkenaan dengan hakikat atau sifat dasar tujuan

2. hal-hal yang menyatakan proses-proses intelektual yang diperlukan

untuk mengembangkan kemampuan berbicara dengan baik.

3. hal-hal yang memudahkan seseorang untuk mencapai keterampilan

berbicara.

Mulgrave (Tarigan, 1986: 22) mengatakan bahwa analisis mengenai

proses-proses intelektual yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan

berbicara menunjukkan perlunya pengaturan bahan bagi penampilan lisan,

perluya penggunaan ekspresi yang jelas dan efektif bagi komunikasi yang
19

khusus tersebut, dan perlunya berbicara suatu keterampilan yang penuh

seksama dan perhatian.

8. Rambu-rambu dalam berbicara

Suksesnya suatu pembicaraan tergantung pada pembicara dan

pendengar. Untuk itu, diperlukan beberapa persyaratan kepada seseorang

pembicara dan pendengar, antara lain :

1. Menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan masalah akan

membutuhkan keyakinan kepada diri pembicara, sehingga akan

menimbulkan rasa percaya diri yang merupakan model utama bagi

pembicara.

2. Mulai berbicara jika situasi memungkinkan. Sebelum memulai

pembicaraan, hendaknya pembicara memperhatikan situasi

seluruhnya, khususnya pendengar. Bila pendengar sudah siap, baru

mulai berbicara.

3. Pengarahan yang tepat akan dapat memancing perhatian pendengar.

Sesudah memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan,

seorang pembicara yang baik akan menginformasikan tujuan ia

berbicara dan menjelaskan pentingnya pokok pembicaraan itu bagi

pendengar.
20

4. Berbicara harus jelas dan tidak teralalu cepat. Bunyi-bunyi bahasa

harus diucapkan secara tepat dan jelas. Kalimat efektif dan pilihan

kata pun harus tepat.

5. Pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu. Pandangan mata

dalam hal ini juga mempunyai peranan.

6. Kenyaringan suara. Suara hendaknya dapat didengar oleh semua

pendengar dalam ruangan itu.

7. Dalam komunikasi dua arah, mulailah berbicara jika sudah

dipersilahkan. Bila ingin mengemukakan pendapat, berbicaralah

jika telah diberi kesempatan. Jangan memotong pembicaraan orang

lain dan jangan pula berebut berbicara. Jangan berbicara berbelit-

belit tetapi langsung pada sasaran (Arsjad & Mukti, 1998 : 31-32).

9. Kebahasaan yang menunjang faktor keefektifan berbicara

Sebagai pembicara yang baik, seseorang harus memberikan kesan

bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan dan memperhatikan keberanian

dan kegairahan serta kejelasan dalam berbicara. Dalam hal ini, ada beberapa
21

faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara, yaitu kebahasaan dan faktor

nonkebahasaan.

Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan dalam berbicara, yaitu :

a. Ketetapan ucapan, seseorang pembicara harus membiasakan diri

mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat.

b. Penempatan tekanan, nada, tanda, dan durai yang sesuai

c. Pilihan kata (diksi). Pilihan kata hendaknya tepat jelas dan bervariasi.

d. Ketepatan sasaran pembicaraan (Arsjad dkk., 1988: 17-19).

Faktor yang memengaruhi efektivitas restoris terdapat pada setiap unsur

komunikasi, yaitu komunikatif, resipiens, pesan dan medium.

a. Pola komunikator

Beberapa faktor yang memengaruhi efektivitas dalam proses

komunikasi restoris, yaitu :

1. Pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan komunikasi,

dalam hal ini adalah penguasaan bahasa dan keterampilan

menggunakan bahasa dalam media komunikasi untuk mempermudah

prose belajar.

2. Sikap komunikasi seperti rendah hati, rela mendengar dan menerima

sara dapat memberi dampak besar dalam proses komunikasi restoris.


22

3. Sistem sosial dimaksudkan bahwa semua komunikator berada dan

hidup di dalam masyarakat tertentu. Posisi kedudukan yang dimiliki

komunikator dalam masyarakat sangat mempengaruhi efektifitas

komunikas restoris.

4. Sistem kebudayaan seperti tingkah laku, kata adab, dan pandangan

hidup yang diwariskan oleh suatu kebudayaan tertentu yang akan

mempunyai efektifitas dalam proses komunikasi dengan orang lain.

b. Pola resipiens

Faktor-faktor ini pada umumnya sama dengan faktor yang memengaruhi

komunikator yaitu, pengetahuan tentang komunikasi dan keterampilan

berkomunikasi, sikap resipiens, dan sistem sosial dan kebudayaan.

c. Pola pesan dan medium

Kedua faktor ini perlu diperhatikan oleh komunikator dalam proses

komunikasi retoris, terutama dalam hal :

1. Elemen-elemen pesan komunikator menerjemahkan pesan dengan

memengaruhi medium, yang berupa kata-kata, kalimat, teks, ide yang

dikemukakan, alat-alat peraga yang dipakai untuk memperjelas pesan yang

berupa suara, aksen, artikulasi, mimik, dan gerak yang disampaikan.

2. Struktur pesan.
23

3. Isi pesan seharusnya mudah dipahami dan tidak terlalu sulit.

Faktor-faktor nonkebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara:

1. Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku.

2. Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara.

3. Kesediaan menghargai pendapat orang lain.

4. Gerak – gerik mimik yang tepat

5. Kenyaringan suara yang sangat menentukan

6. Kelancaran seorang pembicara ang lancara berbicara akan

memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan.

7. Relevansi/ penalaran gagasan demi gagasan haruslah berhubungan

dengan logis.

8. Penguasaan topik. Pembicaraan formal selalu menuntut persiapannya

supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai.

10. Metode peyampaian dan penilaian dalam berbicara

Kemampuan mengutarakan pendapat dengan bahasa oleh pembicara

menyangkut penggunaan bahasa dengan baik, tepat, dan seksama.

Mulgrove (dalam Tarigan 1986: 21-26) mengemukakan metode

penyampaian berbicara sebagai berikut:

a. Penyampaian secara mendadak (Impromto)


24

b. Penyampaian dari naskah

c. Penyampaian tanpa persiapan

Beberapa cara menyampaikan pembicaraan untuk meningkatkan daya

ingat para pendengardengan cara sebagai berikut:

1. Pengulangan. Semakin sering sesuatu pesan di dengar, semakin

mudah untuk diingat.

2. Dekatnya. Semakin baru satu pesan di dengar, semakin baik untuk

diigat

3. Pesan. Semakin besar kesan atau pengaruh emosi yang kuat terhadap

pendengar, semakin lama pesan itu untuk diingat

4. Kesederhanaan. Suatu pernyajian yang sederhana akan mudah

diingat oleh para pendengar.

Dari beberapa konsep tersebut di atas, maka disampaikan bahwa

keterampilan berbicara sangat memberikan pengaruh yang cukup besar dalam

perkembangan kepribadian seseorang, baik itu dari faktor fisik maupun faktor

kejiwaan (phsikis), baik itu diruang formal maupun non formal (lingkungan

keluarg dan lingkungan masyarakat).

11. Faktor-faktor yang memengaruhi keterampilan berbicara


25

Ada beberapa faktor yang sangat memengaruhi seseorang dalam

berbicara, yaitu :

a. Merasa malu: malu terdiri atas :

1) Malu kepada teman, dengan alasan bahwa teman lebih pintar, teman

lebih berpegalaman, dan sebagainya.

2) Malu mengeluarkan kata-kata dengan alasan bahwa pembicaraan

tersebut mengalami gangguan atau psikis seperti gugup, tidak jelas

jika berbicara, atau sering-sering mengalami kesalahan jika menyebut

huruf, dan sebagainnya.

3) Malu jika mengalami kesalahan, dengan alasan bahwa apa yang

dibicarakan oleh pembicara terebut tidak sesuai apa yang dikehendaki

oleh guru.

b. Rasa takut

Rasa takut terdiri atas :

1. Takut salah,

2. Takut ditertawai, dan

3. Takut salah bahasa

Sebab-sebab munculnya rasa takut pada diri siswa umumnya

disebabkan oleh takut ditertawai, takut berhenti di tengah pembicaraan, karena


26

tidak menguasai tema, takut membuat kesalahan, takut mendapat kritik, takut

jika pembicaraannya tidak dimengerti, serta mengecewakan pendengar. Dalam

hal ini sehingga guru akan memberikan nilai yang rendah.

c. Kurang percaya diri, karena ada perasaan gugup, bimbang, dan kaku dalam

setiap diberi kesempatan untuk berbicara di depan kelas (Henriks, 1990:

157-158).

Selain faktor tersebut di atas, terdapat faktor lain yang memengaruhi

keterampilan berbicara seseorang, yaitu siswa yang masih dipengaruhi oleh

bahasa pertama/ bahasa ibu dan dialek daerah. Semua ini kadang-kadang

membuat struktur bahasa indonesia yang berbeda.

Selain itu, kelengkapan buku menjadi masalah bagi seorang guru dalam

mengajarkan bahasa indonesia. Ini disebabkan penggunaan yag dipergilirkan

untuk kelas lain. Dari keadaan tersebut di atas dapat menghambat kelancaran

proses belajar mengajar karena waktu yang seharusnya digunakan untuk

kegiatan berbicara, digunakan untuk menulis.

Guru dalam menyajikan materi menggunakan metode ceramah dan

penugasan. Isi sesuai dengan model dalam proses belajar mengajar

keterampilan berbicara, yaitu untuk melihat bagaimana umpan balik anak


27

terhadap materi tersebut dan untuk pembentukan keterampilan, memperoleh

pengetahuan dan mengkmunikasikan pemerolehannya.

12. Kriteria yang bermasalah, yaitu :

a. Pemahaman konsep kurikulum dan penerapannya

Kata kurikulum berasal dari bahasa latin currikulum yang berarti ’jalur

pacu’. Secara tradisional, pengertian kurikulum secara etimologis tersebut

mengilhami penerapan kurikulum di sekolah. Dimyanti ( 1999: 3)

mengemukakan beberapa pengertian kurikulum, yaitu :

1. Kurikulum sebagai pedoman pengajaran

2. Kurikulum sebagai isi pelajaran

3. Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan

4. Kurikulum sebagai rencana tertulis untuk dilaksanakan

b. Penguasaan metode

Dalam mengajarkan keterampilan berbicara, guru sebaiknya

menerapkan berbagai metode, agar siswa terlatih dan mahir dalam berbicara.

Adapun kriteria penilaian terhadap siswa terbagi ke dalam dua aspek linguistik

yaitu kemahiran menggunakan kata-kata (kosakata), misalnya ungkapan,

idiom, dan variasi kalimat. Sedangkan yang termasuk ke dalam nonlinguistik


28

yaitu bagaiman siswa dalam berbicara, apakah siswa tersebut bersifat tentang,

jujur, berani dan terbuka.

Dalam pengajaran keterampilan berbicara, guru perlu menguasai

metode mengajar karena hal tersebut merupakan suatu pengetahuan tentang

cara-cara mengajar dan teknik penyajian materi yang harus dikuasai. Hal

tersebut dimaksudkan agar dalam mengajat atau menyajikan bahan pelajaran

kepada siswa di dalam kelas baik secara individual maupun secara kelompok,

mudah diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Makin

baik metode mengajar yang diterapkan, makin efektif pula pencapaian dan

tujuan pembelajaran.

c. Penguasaan pendekatan

Dalam pembelajaran bahasa dan sastra indonesia dierlukan pendekatan

yang dapat mengantarkan pengajaran bahasa mencapai sasaran yang

diinginkan. Pengajaran bahasa dan sastra indonesia dalam kurikulum 1994

menggunakan pendekatan komunikatif, yaitu pendekatan yang berorientasi

kepada kegiatan belajar mengajar fungsi bahasa.

Pendekatan komunikati dalam pengajaran bahasa dan sastra indonesia

mempunyai asumsi dan prinsip sebagai berikut:

1. Bahasa mempunyai fungsi utama sebagai alat komunikasi


29

2. Tujuan utama bahasa dan sastra indonesia adalah penguasaan

kompetensi dan performansi.

3. Pengajaran bahasa dan sastra indonesia didasarkan atas kebutuhan

siswa.

4. Dalam proses belajar mengajar mengoptimalkan pemakaian

bahasa indonesia, dan

5. Siswa diarahkan pada penggunaan bahasa.

Dalam proses belajar mengajar dengan metode komunikatif ini, guru

menjalankan peran-peran sebagai berikut:

1. Fasilitator,

2. Komunikator

3. Organisator

4. Penasihat

5. Manajer

6. Analisis kebutuhan belajar siswa

d. Perencanaan pembelajaran

Kegiatan pembelajaran diawali dengan rencana pelajaran di kelas VIII

SMP Negeri 2 Baloci Kabupaten Pangkep pada semester genap tahun pelajaran
30

2009-2010. Rencana pelajaran difokuskan pada keterampilan berbicara,

khusunya tanya-jawab. Secara garis besar, rencana tersebut disusun dengan

muatan dasar sebagai berikut”

1. Pembelajaran dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci

2. Anggota kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok, yakni kelompok

penanya dan kelompok penjawab.

3. Telah disediakan wacana peristiwa yang berkaitan dengan upcara

HUT Proklamasi Kemerdekaan RI yang dilaksanakan oleh warga

sekolah.

4. Setiap anggota kelompok memiliki satu kali kesempatan bertanya dan

satu kali kesempatan menjawab.

e. Penguasaan materi pelajaran

Materi pelajaran merupakan segala informasi yang berisi fakta-fakta,

prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Sehubungan

dengan itu Tarigan (1986: 22-24), mengemukakan pedoman penentuan materi

pelajaran sebagai berikut :

1. Sudut pandang

2. Kejelasan konsep

3. Relevansi dengan kurikulum


31

4. Menarik minat

5. Menumbuhkan motivasi

6. Menstimulasi aktifitas siswa

7. Menghargai perbedaan individu

8. Memantapkan nilai-nilai

f. Kegiatan belajar mengajar

Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu dari dua kegiatan yang

searah. Rumusan kegiatan belajar mengajar dapat berupa uraian singkat yang

akan dilakanakan. Komponen kegiatan belajar mengajar tersebut meliputi

pemilihan materi, sumber pelajaran, serta pemilihan media dan metode

pengajaran. Uraian kegiatan belajar mengajar ini mencerminkan langkah-

langkah kegiatan, penguasaan, dan pengelompokan pembelajaran.

g. Penilaian

Evaluasi hasil belajar dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum,

dan ujian akhir. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran

dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan ini terdiri ata

seperangkat soal yang harus dijawab oleh para peserta didik dan tugas-tugas

terstruktur yag berkaitan dengan konsep yang sering dibahas. Ulangan minimal

dilakukan tiga kali dalam setiap semester. Ulangan harian ini terutama
32

ditujukan untuk memperbaiki modul dan program pembelajaran. Namun, tidak

menutup kemungkinan digunakan untuk tujuan lain, misalnya sebagai bahan

pertimbangan dalam memberikan nilai bagi peserta didik.

13. Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi siswa

Faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam berbicara adalah

a. Faktor eksternal, yaitu :

1. Pengaruh lingkungan : lingkungan keluarga, lingkungan

masyarakat, dan lingkungan sekolah.

2. Faktor guru, karena guru merupakan orang yang berhadapan

langsung dengan siswa.

3. Kurangnya buku-buku penunjang. Khususnya buku keterampilan

berbicara.

b. Faktor internal, yaitu :

Faktor yang terdapat dalam diri siswa yang berpengaruh terhadap

keberhasilan belajar adalah bakat, minat, kemampuan, dan motivasi belajar.

Siswa merupakan masukan (bahan) mentah yang perlu dimbimbing dalam

proses belajar mengajar.

B. Kerangka pikir
33

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pengajaran

bahasa Indonesia di sekolah diarahkan pada penggunaan bahasa sebagai alat

komunikasi. Pengajaran tersebut dituntut untuk dapat mengantarkan siswa

untuk mampu dan terampil dalam berbicara dengan baik secara monolog

maupun dialog dihadapan umum atau di depan banyak orang, secara formal.

Namun, untuk mencapai tujuan tersebut masih ditemukan beberapa masalah,

baik yang dihadapi oleh siswa maupun oleh guru dalam pembelajaran
Kurikulum SMPN 2 Balocci
keterampilan berbicara.
Kabupaten Pangkep
Masalah yang dihadapi oleh siswa dalam pembelajaran keterampilan
Bahasa dan Sastra Indonesia
berbicara ini, secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi dua faktor

yakni: faktor internal dan eksternal. Kedua faktor inilah yang selanjutnya
Keterampilan Berbahasa
diidentifikasi dan dianalisis secara rinci untuk mendapatkan gambaran tentang

problematik pembelajaran keterampilan berbicara. Gambaran inilah yang


Menyimak Menulis Berbicara Membaca
menjadi hasil akhir penelitian.

Problematik Peserta Didik

Sebagai konsep dasar atau kerangka pikir dalam penelitian ini adalah:
Faktor Faktor
Internal Eksternal
Siswa Siswa

Analisis

Deskripsi Problematik Pembelajaran


Berbicara Bahasa Indonesia Siswa Kelas
VIII SMP Negeri 1 Balocci
34

Gambar 1 Bagan Kerangka pikir

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
35

Lokasi penelitian ini adalah di SMP Negeri 2 Balocci, Kabupaten

Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif. Penulisan kualitatif atau prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis dan tulisan tentang orang-orang atau

perilaku yang dapat diamati.

C. Definisi Variabel

Yang termasuk problematik keterampilan berbicara dalam penelitian ini

yaitu: Masalah atau kendala yang dihadapi siswa dalam pembelajaran baik

menerima maupun dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan

(berbicara) sehingga tujuan yang diinginkan oleh pembicara dapat dicapai

dengan baik.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi 35

Populasi penelitian ini baik berupa manusia, benda, peristiwa, maupun

gejala yang terjadi (Ali, 1985: 54). Dalam penelitian ini, yang dijadikan

populasi adalah keseluruhan sebanyak 91 siswa dan satu orang guru mata
36

pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, untuk lebih jelas dapat dilihat pada

tabel berikut:

Table 1. Keadaan Populasi Kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci.

No Kelas Jumlah
1 VIIIII A 31 orang
2 VIIIII B 30 orang
3 VIIIII C 30 orang
Jumlah 91 orang

2. Sampel

Arikunto (1992: 70) berpendapat bahwa: ”Apabila subjeknya kurang

dari 100 orang, lebih baik diambil semua. Sehingga penelitiannya adalah

penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah sujeknya di atas 100 orang dapat

diambil antara 10%-15% atau 20%-25%. Karena populasi kurang dari 100,

yakni 91 responden menurut pendapat Arikunto lebih baik semua dijadikan

sampel. Selain siswa, guru juga dijadikan sampel karena teknik pengumpulan

datanya adalah observasi, angket, dan wawancara.

E. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu memperoleh

data dan informasi serta mengidentifikasi problematik keterampilan berbicara

bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci, Kabupaten Pangkep.


37

Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap, peneliti mengunakan

metode antara lain:

1. Observasi atau pengamatan

Untuk memperoleh informasi secara langsung dengan menyaksikan

proses belajar mengajar di kelas khususnya dalam pembelajaran keterampilan

berbicara.

2. Wawancara

Tes wawancara 8 butir diberikan dengan rangkaian tanya jawab

dengan guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia, untuk memperoleh data

tentang problematik yang ditemukan dalam mengajarkan keterampilan

berbicara. Penelitian dilakukan dengan teknik wawancara dengan senantiasa

berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan.

3. Angket

Penyebaran angket sebanyak 15 butir. Angket ini digunakan untuk

memperoleh data tentang problematik keterampilan berbicara bahasa Indonesia

siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci Kabupaten Pangkep. Angket ini

digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui teknik wawancara.

F. Teknik Analisis Data


38

Setelah semua data terkumpul, peneliti memeriksa data yang

dipergunakan untuk penelitian. Data yang diperoleh dari angket siswa dibahas

melalui teknik identifikasi respons dari sampel. Begitu pula data yang

diperoleh melalui observasi dan wawancara diidentifikasi. Dari semua analisis

merupakan gambaran deskriptif mengenai problematik berbicara di kelas VIII

SMP Negeri 2 Balocci.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Hasil Analisis Data

Data dalam penelitian ini dianalisis sesuai dengan prosedur yang telah

ditentukan pada bab terdahulu. Adapun data yang dianalisis adalah data hasil
39

wawancara dengan guru bidang studi bahasa dan sastra Indonesia dan data

hasil angket siswa. Data tersebut menggambarkan probelmatik pembelajaran

keterampilan berbicara pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci

Kabupaten Pangkep.

1. Hasil observasi/ pengamatan

Masalah yang diamati pada penelitian ini adalah

1. Penguasaan metode. Sesuai dengan analisis data, teknik atau metode

yang diterapkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara sifatnya

masih monoton (kurang bervariasi), sehingga pada saat proses

belajar mengajar berlangsung masih ada siswa yang kurang aktif

dalam mengikuti pelajaran. Karena metode yang diterapkan tersebut

kurang bervariasi akhirnya berdampak pada siswa itu sendiri.

2. Penguasaan materi. Sesuai dengan analisis data, guru masih kurang

menguasai materi pelajaran. Agar tercapai tujuan pembelajaran yang

39
efektif, guru harus lebih meningkatkan cara mengajarnya dengan

lebih memperdalam materi yang akan dibahas. Guru biasanya

kurang menguasai materi karena kurangnya buku-buku yang

dijadikan pegangan atau buku-buku penunjang dalam mengajarkan

keterampilan berbicara. Di samping itu guru yang mengajar bahasa

Indonesia tidak sesuai dengan disiplin ilmu.


40

3. Kurikulum dan penerapannya. Sesuai dengan analisis data,

kurikulum yang digunakan di sekolah tersebut terlalu padat.

Sehingga tidak mampu menampung aspirasi, bakat, minat, dan

perhatian siswa.

4. Kegiatan belajar mengajar. Sebelum materi pelajaran dimulai, guru

memperhatikan kelas, jumlah siswa yang mengikuti pelajaran.

Karena pada saat peneliti mengadakan observasi, masih ada siswa

yang kurang aktif dalam menerima pelajaran, khususnya aspek

berbicara. Keaktifan siswa dalam menerima pelajaran merupakan

modal utama dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karena tanpa hal

ini, maka guru tidak dapat mengetahui tercapai tidaknya tujuan yang

telah digariskan, apalagi jika dikaitkan dengan aspek berbicara yang

banyak menuntut praktik dan latihan untuk dapat berbicara yang

baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

2. Hasil wawancara dengan guru

Wawancara dilakukan sesuai dengan daftar pertanyaan dan disesuaikan

dengan keadaan pada saat itu. Berikuti ini hasil wawancara peneliti dengan

guru bidang studi bahasa Indonesia kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci

Kabupaten Pangkep.
41

Hasil wawancara dengan guru bidang studi bahasa Indonesia, dalam

hubungannya dengan kelengkapan buku paket siswa. Menurut tenaga pengajar

mata pelajaran bahasa Indonesia, siswa kurang memiliki buku paket sehingga

muncul salah satu kendala yang mempengaruhi keterampilan berbicara bahasa

Indonesia, selain itu juga tingkat kekerapan siswa dalam membaca buku di

perpustakaan masih kurang.

Mengenai kegemaran siswa terhadap pembelajaran keterampilan

berbicara, menurut guru mata pelajaran bahasa Indonesia, siswa kadang-

kadang menyenangi pembelajaran keterampilan berbicara, sesuai dengan

materinya.

Mengenai waktu yang telah disediakan untuk bidang studi bahasa

Indonesia kelas VIII setiap minggunya. Menurut guru bidang studi, waktu ini

sudah cukup untuk mengajarkan ketermpilan berbicara.

Wawancara dengan guru bidang studi bahasa Indonesia, diperoleh data

mengenai kendala-kendala dalam pembelajaran keterampilan berbicara di kelas

VIII SMP Negeri 2 Balocci Kabupaten Pangkep dihubungkan dengan kurang

aktifnya siswa dalam kegiatan berbicara (bertanya, menjawab, mengemukakan

pendapat, dan diskusi) umumnya disebabkan oleh :

a. Merasa malu; malu ini terdiri atas :


42

1) Malu kepada teman, dengan alasan bahwa teman belajar lebih pintar,

teman lebih berpengalaman, dan sebagainya.

2) Malu mengeluarkan kata-kata, dengan alasan bahwa pembicara tersebut

mengalami gangguan psikis seperti gugup, tidak jelas jika berbicara atau

seringanya mengalami kesalahan jika menyebut huruf, dan sebagainya.

3) Malu jika mengalami kesalahan, dengan alasan bahwa apa yang

dibicarakan oleh pembicara tersebut tidak sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh guru.

b. Merasa takut; takut ini terdiri atas :

1. Takut membuat kesalahan

2. Takut ditertawakan

3. Takut berhenti di tengah pembicaraan karena kehilangan jalan pikiran

4. Takut karena tidak menguasai tema

5. Takut mendapat kritikan

6. Takut jika pembicaraanya tidak dapat dimengerti

7. Takut jika dibandingkan dengan pembicara lain yang lebih pintar

8. Takut mengecewakan pendengar, dalam hal ini guru, sehingga akan

mendapat nilai rendah.


43

c. Kurang rasa percara diri, karena ada perasaan gugup, bimbang dan kaku

dalam setiap diberi kesempatan untuk berbicara di depan kelas.

Masalah lebih banyak bersumber dari diri siswa, yaitu hal-hal yang

berkaitan dengan faktor psikis siswa, walaupun faktor eksternal ada, namun

sangat kecil pengaruhnya terhadap ketidakaktifan siswa dalam kegiatan

berbicar bila hal itu dibandingkan dengan faktor eksternal. Faktor dalam diri

siswa yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar sehingga kurang aktif

terutama dalam kegiatan berbicara adalah adanya perasaan kurang percara diri,

perasaan malu, kurang pengalaman, dan perasaan takut. Sedangkan faktor

eksternal yaitu, dipengaruhi oleh dialek daerah atau bahasa Ibu dan keadaan

lingkungan keluarga dan masyarakat umum yang kurang mendukung. Kedua

faktor tersebut menjadi masalah bagi siswa. Dngan adanya masalah yang

dihadapi siswa dalam kegiatan berbicara, maka sasaran yang ingin dicapai

pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek berbicara, yaitu siswa mampu dan

terampila menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi pada situasi

yang resmi dan formal, kurang berjalan dengan baik.

3. Pembahasan hasil data dari angket

Hasil penelitian membuktikan bahwa masih banyak masalah yang

dihadapi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Balocci Kabupaten Pangkep dalam

berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar, informasi tentang priblematik
44

pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 2 Balocci Kabupaten

Pangkep ini dapat diketahui melalui pertanyaan dan informasi siswa. Data

tentang pertanyaan dan informasi siswa tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

1) Untuk mengetahui apakah siswa yang menyenagi materi pelajaran bahasa

Indonesia

Tabel 2. Kesenangan Siswa terhadap Materi Pelajaran Bahasa Indonesia

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Setuju 39 42,86
2 Senang 50 54,95
3 Ragu-ragu 2 2,20
4 Tidak Senang 0 0
5 Sangat Tidak Senang 0 0
Jumlah 91 100
Bedasarkan tabel 2 di atas, mengenai kesenangan siswa terhadap materi

pelajaran bahasa indonesi di sekolah menunjukkan, 42,86% yang menyatakan

sangat menyenangi mata pelajaran bahasa indoensia, 54,95% responden yang

menyatakan senang terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia, 2,10% yang

menyatakan ragu-ragu, 0% responden yang kurang menyenangi mata pelajaran

bahasa Indonesia, dan 0% responden yang sama sekali tidak menyenangi mata

pelajaran bahasa Indonesia.


45

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa siswa kelas VIII

SMP Negeri 2 Balocci Kabupaten Pangkep lebih banyak yang menyenangi

mata pelajaran bahasa Indonesia.

2) Untuk mengetahui keterkaitan siswa terhadap materi pelajaran lain daripada

materi pelajaran bahasa Indonesia.

Tabel 3. Ketertarikan Siswa terhadap Materi Pelajaran Lain daripada


Pelajaran Bahasa Indonesia.

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat tertarik 1 1,10
2 Tertarik 10 11
3 Ragu-ragu 45 49,45
4 Tidak Tertarik 33 36,26
5 Sangat Tidak Tertarik 2 2,20
Jumlah 91 100
Berdasarkan tabel 3 di atas, mengenai ketertarikan siswa terhadap

materi pelajaran lain daripada materi pelajaran bahasa Indonesia menunjukkan

bahwa 1,10% responden yang sangat tertarik , 11% responden yang tertarik

terhadap materi pelajaran lain daripada materi pelajaran bahasa indoensia,

49,45% responden yang ragu-ragu tertarik mempelajari materi pelajaran lain

daripada materi pelajaran bahasa indoensia, 36,26% responden yang lebih

tertarik materi pelajaran bahasa Indonesia daripada materi pelajaran bahasa

Indonesia, dan 2,20% responden yang sangat tidak tertarik materi pelajaran

bahasa Indonesia daripada materi pelajaran lain.


46

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa lebih banyak siswa

yang tertarik materi pelajaran bahasa Indonesia daripada materi pelajaran yang

lain.

3) Untuk mengetahui materi yang paling disenangi siswa dalam pelajaran

bahasa Indonesia.

Tabel 4. Komponen Keterampilan Berbahasa yang Paling Disenangi Siswa


dalam Bahasa Indonesia.
No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)
1 Menulis 8 8,80
2 Membaca 58 63,74
3 Berbicara 6 6,59
4 Berbicara 17 18,68
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010
Berdasarkan tabel 4 di atas, mengenai materi yag disenangi siswa dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menunjukkan 8,80 responden yang

menyatakan menyenangi pelajaran bahasa Indonesia pada aspek menulis,

63,74% responden yang menyatakan menyenangi pelajaran bahasa Indonesia

pada aspek membaca, 6,59% responden yang menyatakan menyenangi

pelajaran bahasa Indonesia pada aspek berbicara, 18,68% responden yang

menyatakan menyenangi pelajaran bahasa Indonesia pada aspek berbicara.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelajaran

bahasa Indonesia pada siswa kela VIII SMP Negeri 2 Baloci Kabupaten
47

Pangkep lebih banyak siswa yang menyenangi pelajaran bahasa Indonesia

khususnya pada aspek membaca.

4) Tanggapan siswa tentang materi keterampilan berbicara di sekolah

Tabel 5. Tanggapan Siswa tentang Materi Keterampilan Berbicara di Sekolah

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat sulit 18 19,78
2 Sulit 0 0
3 Mudah 72 79,12
4 Sangat mudah 1 1,09
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 5 di atas, mengenai tanggapan siswa terhadap

keterampilan berbicara bahasa Indonesia di sekolah, menunjukkan bahwa

79,12% responden yang menyatakan mudah, 19,78% menyatakan sangat sulit,

1,09% yang menyatakan sangat mudah dan tidak seorang pun yang

menyatakan bahwa keterampilan berbicara bahasa Indonesia itu sulit

5) Tanggapan siswa waktu membaca buku tentang materi berbicara di

perpustakaan

Tabel 6. Tanggapan Siswa tentang Waktu Membaca Buku Materi Berbicara


di Perpustakaan

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Sering 3 3,30
2 Sering 19 20,88
3 Jarang 61 67,03
48

4 Tidak Pernah 8 8,79


Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 6 di atas, mengenai waktu membaca buku tentang

materi berbicara di perpustakaan ada sejumlah 3,30% responden yang

menyatakan sangat sering, 20,88% responden yang menyatakan sering,

67,03% responden yang menyatakan jarang dan 8,79% responden menyatakan

tidak pernah membaca buku di perpustakaan.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa waktu siswa

membaca buku di perpustakaan menjadi masalah karena jumlah responden

yang menyatakan jarang membaca buku di perpustakaan mencapai angka

tertinggi, sedangkan untuk untuk mencapai pembelajaran keberhasilan aspek

keterampilan berbicara dituntut ketekunan dan kekerapan membaca buku agar

lebih banyak pengetahuan yang diperoleh.

6) Salah satu kendala siswa dalam berbicara bahasa indonesia, yakni

dipengaruhi oleh dialek Daerah/ Bahasa Pertama

Tabel 7. Kendala Siswa dalam Berbicara Bahasa Indonesia, yakni


Dipengaruhi oleh Dialek Daerah/ Bahasa Pertama

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Setuju 16 17,58
2 Setuju 38 41,76
3 Ragu-ragu 13 14,29
4 Tidak Setuju 24 26,37
49

5 Sangat Tidak Setuju 0 0,00


Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 7 di atas, mengenai pengaruh dialek daerah/ bahasa

pertama 17,58% responden yang menyatakan sangat setuju dipengaruhi,

41,76% responden yang menyatakan setuju, 14,29% responden menyatakan

ragu-ragu, 26,37% responden menyatakan tidak setuju, dan tak seorang pun

siswa sangat tidak setuju.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa sangat

dipengaruhi oleh dialek daerah atau bahasa pertama dalam berbicara.

7) Untuk mengetahui bahasa yang digunakan anggota keluarga siswa dalam

kehidupan sehari-hari

Tabel 8. Persepsi Siswa terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia dalam


Kehidupan Sehari-hari

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Setujuh 2 2,20
2 Setujuh 40 43,96
3 Ragu-Ragu 32 35,16
4 Tidak Setujuh 13 14,29
5 Sangat Tidak Setujuh 4 4,40
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 8 di atas, persepsi siswa terhadap penggunaan

bahasa anggota keluarga masing-masing dalam kehidupan sehari-hari,


50

menunjukkan bahwa 2,20% siswa yang menyatakan sangat setujuh

menggunakan bahasa indonesia dalam kehidupan sehari-hari, 43,96%

responden yang menyatakan setujuh, 35,16% responden menyatakan ragu-

ragu, 14,29% reponden yang menyatakan bahwa tidak setujuh, dan 4,40%

siswa yang menyatakan bahwa sangat tidak setujuh.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga siswa

hampir semuanya menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari

8) Untuk mengetahui apakah siswa lebih sering menggunakan bahasa daerah

daripadai bahasa indonesia dalam berkomunikasi di luar lingkungan

sekolah

Tabel 9. Persepsi Siswa tentang Keseringan Menggunakan Bahasa Daerah


daripada Bahasa Indonesia dalam Komunikasi di luar Lingkungan
Sekolah

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Sering 1 1,10
2 Sering 22 24,18
3 Jarang 15 16,48
4 Tidak sering 46 50,55
5 Sangat Tidak sering 7 7,69
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 9 di atas, menunjukkan bahwa, 1,10% siswa

menyatakan bahwa sangat sering menggunakan bahasa daerah di luar

lingkungan sekolah, 24,18% siswa menyatakan bahwa sering menggunakan


51

bahasa daerah di luar sekolah, 16,48% siswa menyatakan bahwa jarang

menggunakan bahasa daerah di luar lingkungan sekolah, 50,55% siswa

menyatakan bahwa tidak sering menggunakan bahasa daerah di luar sekolah,

dan 7,69% siswa menyatakan bahwa sangat tidak sering menggunakan bahasa

daerah di luar lingkungan sekolah.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa lebih

menggunakan bahasa indonesia di bandingkan dengan bahasa daerah dalam

berkomunikasi di luat linkungan sekolah.

9) Faktor penyebab siswa kurang aktif dalam kegiatan keterampilan berbicara

(bertanya, menjawab, mengemukakan pendapat, dan diskusi) kerana merasa

malu.

Tabel 10. Persepsi Siswa terhadap Kurang Aktifnya dalam Kegiatan


Keterampilan Berbicara (Bertanya, Mengemukakan Pendapat,
Menjawab, dan Diskusi)

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Setuju 0 0,00
2 Setuju 14 15,38
3 Ragu-Ragu 19 20,88
4 Tidak Setuju 35 38,46
5 Sangat Tidak Setuju 23 25,27
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa, 0% siswa yang

menyatakan sangat setuju bahwa mereka kurang aktif dalam kegiatan


52

keterampilan berbicara karena faktor malu, 15,38% siswa yang menyatakan

setuju kalau faktor malu adalah salah satu penyebab kurang aktifnya dalam

berbicara, 20,88% siswa yang menyatakan ragu-ragu kalau faktor malu adalah

satu penyebab kurang aktifnya dalam berbicara, 38,46% siswa menyatakan

tidak setuju jika malu dianggap sebagai penyebab kurang aktifnya dalam

berbicara, dan 25,27% siswa menyatakan sangat tidak setuju kalau malu

dijadikan penyebab kurang aktifnya dalam berbicara.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab

kurang aktifnya siswa dalam berbicara (bertanya, menjawab, mengemukakan

pendapat, dan diskusi) adalah bukan faktor rasa malu.

10) Faktor penyebab kurang aktifnya siswa dalam kegiatan keterampilan


berbicara karena takut

Tabel 11. Persepsi Siswa tentang Faktor Penyebab Kurang Aktifnya Siswa
dalam Kegiatan Keterampilan Berbicara karena Takut
No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)
1 Sangat Setujuh 1 1,10
2 Setujuh 22 24,18
3 Ragu-Ragu 15 16,48
4 Tidak Setujuh 46 50,55
5 Sangat Tidak Setujuh 7 7,69
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 11 di atas, dapat dipahami bahwa 1,10% responden

yang menyatakan sangat setujuh bahwa faktor penyebab kurang aktifnya siswa
53

dalam berbicara adalah rasa takut, 24,18% responden yang menyatakan setuju,

16,48% responden yang menyatakan ragu-ragu, 50,55% responden yang

menyatakan tidak setuju, dan 7,69% responden yang menyatakan sangat tidak

setuju jika faktor penyebab kurang aktifnya siswa dalam berbicara adalah rasa

takut.

Berdasarkan tabel 11 di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab siswa

kurang aktif dalam kegiatan keterampilan berbicara adalah faktor rasa takut

11) Faktor penyebab siswa kurang aktif dalam kegiatan keterampilan berbicara

karena kurang pengalaman

Tabel 12. Faktor Penyebab Siswa Kurang Aktif dalam Berbicara karena
Kurang Pengalaman

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Setujuh 1 1,10
2 Setujuh 18 19,78
3 Ragu-Ragu 22 24,18
4 Tidak Setujuh 44 48,35
5 Sangat Tidak Setujuh 6 6,59
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 12 di atas, dapat diketahui bahwa 1,10% responden

menyatakan sangat setuju jika penyebab siswa kurang aktif dalam

keterampilan berbicara karena kurang pengalaman, 19,78% responden

menyatakan setuju, 24,18% menyatakan ragu-ragu, 48,35% menyatakan tidak


54

setuju, dan 6,59%% responden menyatakan sangat tidak setuju jika faktor

penyebab siswa kurang aktif dalam kegiatan berbicara karena kurang

pengalaman

Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah

probelmatik yang dihadapi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Baloci, Kabupaten

Pangkep dalam pembelajaran berbicara adalah kurang pengalaman.

12) Faktor utama lain yang mempengaruhi siswa kurang aktif dalam kegiatan

pembelajaran berbicara karena kurang percaya diri.

Tabel 13. Faktor Siswa Kurang Aktif dalam Pembelajaran Keterampilan


Berbicara karena Kurang Percara Diri

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Setuju 1 1,10
2 Setuju 22 24,18
3 Ragu-ragu 15 16,48
4 Tidak Setuju 46 50,55
5 Sangat Tidak Setuju 7 7,69
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 13 di atas, sebanyak 1,10% responden yang

menyatakan sangat setuju, 24,18% responden menyatakan setuju, 16,48%

responden menyatakan ragu-ragu, 50,55% responden menyatakan tidak setuju,

dan 7,69% responden menyatakan sangat tidak setuju.


55

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa kurang aktif

dalam dalam pembelajaran berbicara karena tidak dipengaruhi oleh faktor

kurang percaya diri. Terlihat dari tabel di atas, responden mengaku percaya diri

sebanyak 50,55%.

13)Tanggapan siswa terhadap guru yang mengajarkan materi berbicara di kelas

Tabel 14. Tanggapan Siswa terhadap Guru yang Mengajarkan Materi


Berbicara di Kelas

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Menarik 31 34,07
2 Menarik 58 63,74
3 Kurang Menarik 2 2,20
4 Tidak Menarik 0 0,00
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan tabel 14 di atas, 34,07% responden menyatakan sangat

menarik, 63,74% responden menyatakan kurang menarik, 2,20% responden

menyatakan kurang menarik, dan tidak seorang pun menyatakan tidak menarik

Berdasarkan tabel 14 di atas, dapat disimpulkan bahwa, cara guru

menyajikan materi cukup baik. Sehingga siswa tidak menemukan masalah

dalam hal penyajian materi.

14)Untuk mengetahui apakah setiap siswa memiliki buku paket

Tabel 15. Tanggapan Siswa mengenai Kelengkapan Buku Paket


56

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Setujuh 1 1,10
2 Setujuh 11 12,09
3 Ragu-Ragu 20 21,98
4 Tidak Setujuh 55 60,44
5 Sangat Tidak Setujuh 4 4,40
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Dari tabel di atas ditunjukkan bahwa kurangnya keterampilan dalam

berbicara karena tidak memiliki buku paket, 1,10% menyatakan sangat setuju,

yang menyatakan setujuh sebanyak 12,09% atau sebanyak 11 orang, yang

menyatakan ragu-ragu sebanyak 20 orang dengan persentase 21,98%, yang

menyatakan tidak setujuh sebanyak 55 orang dengan persentase 60,44%, dan

yang menyatakan sangat tidak setujuh sebanya 4 orang dengan persentase

4,40%.

15) Untuk mengetahui tanggapan siswa tentang metode mengajar guru

Tabel 16. Tanggapan Siswa tentang Metode Mengajar Guru

No Informasi Siswa Frekuensi Persentase (%)


1 Sangat Menarik 3 3,30
2 Menarik 31 34,07
3 Jarang 57 62,64
4 Tidak Menarik 0 0,00
Jumlah 91 100
Sumber : Hasil Penelitian, 2010
57

Dari tabel 16 di atas ditunjukkan bahwa kurangnya keterampilan

berbicara siswa karena metode guru dalam mengajarkan materi tersebut,

diketahui sebanyak 3 orang dengan persentase 3,30% siswa menyatakan sangat

menarik, 31 orang dengan persentase 34,07% menyatakan menarik, 57 orang

dengan persentase 62,64% yang menyatakan jarang, 0% yang menyatakan

tidak menarik.

Dari data tersebut disimpulkan bahwa metode mengajar guru belum

menarik sehingga siswa kurang terampil dalam berbicara.

B. Pembahasan

Berdasarkan analisis data yang dikemukakan pada bagian sebelumnya,

pada bagian ini akan dibahas tentang problematik yang dihadapi siswa pada

kelas VIII SMP Negeri 2 Baloci dalam pembelajaran keterampilan berbicara

bahasa Indonesia.

Hasil analisis data membuktikan bahwa, masih ada beberapa

problematik atau masalah yang dihadapi siswa khususnya siswa kelas VIII

SMP Negeri 2 Baloci Kabupaten Pangkep, masalah-masalah tersebut yaitu :

1. Siswa dipengaruhi oleh dialek atau bahasa pertama

Berdasarkan analisis data, siswa kurang aktid dalam pembelajaran

keterampilan berbicara bahasa Indonesia karena dipengaruhi oleh dialek daerah


58

atau bahasa pertama. Hal ini disebabkan kerana pengaruh lingkungan, yaitu

siswa lebih serig menggunakan bahasa daerah daripada bahasa Indonesia

dalama berkomunikasi. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya siswa

dibiasakan untuk senantiasa berbahasa Indonesia baku pada saat

berlangsungnya proses belajar mengajar.

2. Adanya rasa malu, rasa takut, dan kurang percara diri

Siswa kurang aktif dalam pembelajaran keterampilan berbicara di kelas

karena adanya rasa malu, rasa takut, dan rasa kurang percara diri. Ketiga hasl

tersebut muncul karena siswa kurang dilatih dalam berbicara di depan umum,

metode yang digunakan guru sifatnya masih monoton, dan kurang motivasi

dan bakat yang tertanam dalam diri siswa. Oleh karena itu untuk mengatasi

masalah tersebut, dalam rangka meningkatkan pembelajaran keterampilan

berbicara sebaiknya siswa dibiasakan untuk berani tampil berbicara di depan

kelas, dengan jalan banyak memberikan latihan dan praktik guru sebaliknya

menerapkan berbagai macam metode, agar siswa terlatih dan mahir dalam

berbicara.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, faktor yang

memengaruhi siswa sehingga kurang aktif dalam pembelajaran keterampilan

berbicara adalah adanya faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
59

yaitu faktor yang berasal dari luar siswa. Misalnya siswa kurang dilatih dalam

berbicara di depan umum, penerapan metode yang digunakan guru masih

monoton. Faktor internal siswa yaitu, kurangnya motivasi dan bakat dalam diri

siswa.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Bedasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis

menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yag memengaruhi pembelajaran


60

keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas VIII SMP Negeri 2

Balocci, Kabupaten Pangkep.

Dipengaruhi oleh dialek daerah atau bahasa pertama, adanya perasaan

takut dan malu pada saat berbicara di depan kelas, adanya perasaan kurang

pengalaman, adanya perasaan kurang percaya diri, karena merasa gugup,

bimbang, dan kaku setiap mereka berbicara di depan kelas, tingkat kekerapan

siswa membaca buku mengenai keterampilan berbicara di perpustakaan masih

kurang, dan lingkungan keluarga dan masyarakat umum yang kurang

mendukung.

B. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas, maka penulis mengajukan

saran sebagai berikut:

1. Sebaiknya siswa diberikan latihan dan praktik untuk mengvaluasi


61
kemampuan mereka dalam berbicara yang baik dan benar.

2. Siswa dilatih lebih banyak menggunakan bahasa baku.

3. Sebaiknya siswa diberikan arahan supaya memanfaatkan buku-buku di

perpustakaan khususnya buku mengenai keterampilan berbicara.


61

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1985. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung


: Angkasa

Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta : Rineka Cipta.

Arsjad, G Maidar & U. S. Mukti. 1998. Pembinaan Kemampuan Berbicara


Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta : Depdikbud.
62

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Pengembangan Keterampilan


Berbicara. Jakarta : Depdikbud.

Dimyanti, Mudjiono. 1993. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.

Fitriani. 2001. ”Problematika Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa


Indonesia Siswa Kelas III SMA Negeri 3 Makassar”. Skripsi
Makassar : FBS UNM.

Henrikus, Dori Wuwur. 1990. Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi,


Berargumentasi, Bernegosiasi, Ladero.

Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.

Keraf, Gorys. 1993. Komposisi. Jakarta : Ikrar Mandiri Abadi.

Lagousi, Kulla, 1992. Berbicara Sebuah Pendekatan Etnografi Berbicara dan


Psikolinguistik. IKIP : Erlangga.

Osborn, John. W. 1990. Kiat Berbicara di Depan Umum Eksekutif Jalan


Menuju Keberhasilan. Jakarta : PT : Bumi Aksara.

Salam & Sahrir. 1990. Dasar-dasar Penerapan Pendekatan Berbahasa dan


Mengapresiasikan Sastra Indonesia. Ujung Pandang : FPBS IKIP
Ujung Pandang.
Poerwadarmito. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Semi, M. Atar. 1992. Terampil Berpidato.


63 Bandung : Angkasa.

Syafi’ie, Imam. 1998. Retorika dalam Menulis. Jakarta, Depdikbud.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Berbicara Sebagai Keterampilan Berbahasa.


Bandung Angkasa.
63

M
64

N
Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA
(daftar pertanyaan untuk guru)

1. Apakah setiap siswa memiliki buku paket?


2. Apakah siswa memanfaatkan buku paket yang tersedia di perpustakaan yang ada
kaitannya dengan pembelajaran keterampilan berbicara?
3. apakah siswa kurang aktif dalam pembelajaran keterampilan berbicara karena
tidak memiliki buku paket ?
4. apakah alokasi waktu yang diperlukan untuk pembelakaran keterampilan
berbicara cukup memadai?
65

5. Apakah dalam berbicara siswa masih dipengaruhi oleh dialek daerah atau bahasa
pertama?
6. Apakah dalm berbicara siswa mempunyai nada berbicara yang menyenangkan?
7. Apakah siswa kurang aktif dalam berbicara karena takut dan malu ditertawai?
8. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran
keterampilan berbicara?

Lampiran 2

ANGKET66
SISWA

Petunjuk I
Angket ini bertujuan untuk mengumpulkna data tentang kesulitan (problematik) yang
Anda hadapi serta hal yang dianggap mempuengaruhi kesulitan Anda dalam
berbicara. Untuk itulah, Anda diharapkan memberi jawabn yang sejujurnya sehingga
penelitian diperoleh secara seobjektif mungkin.

Petunjuk II
1. Tulislah Nama, NIS, dan kelas Anda.
2. Angket ini bukan ujian bagi Anda, melainkan untuk kepentingan peneliti.
66

3. Pilihlah jawaban yang tepat sesuai dengan keadaan Anda dengan memberi tanda
checklist (√).
4. Anda tidak perlu bekerjasama dalam mengisinya.
5. lingkarilah salah satu jawaban yang menurut Anda benar.
6. Jika ada yang kurang jelas tanyakan kepada peneliti.

Nama :
NIS :
Kelas :

1. Saya sangat menyenangi mata pelajaran Bahasa Indonesia


Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat tidak setuju
2. Saya lebih tertarik mempelajari materi pelajaran lain dari pada materi pelajaran
bahasa Indonesia.
Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat tidak setuju

3. Materi apakah yang paling Anda senangi dari pelajaran Bahasa Indonesia?
67
Menulis
Membaca
Berbicara
Menyimak
4. Bagaimana tanggapan Anda tentang materi berbicara di sekolah?
Sulit
Sangat Sulit
Mudah
Sangat Mudah
5. Apakah dalam berbicara Anda sering mengikutkan dialek daerah?
Sering
Sangat Sering
Jarang
67

Tidak Pernah
6. Hampir Seluruh anggota keluarga saya menggunakan bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi sehari-hari:
Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat tidak setuju
7. Saya lebih sering menggunakan bahasa Daerah daripada Bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi di luar lingkungan sekolah:
Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat tidak setuju
8. Saya kurang aktif dalam kegiatan keterampilan berbicara (bertanya, menjawab,
menggunakan pendapat, dan diskusi) karena saya merasa malu
Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat tidak setuju

68karena saya merasa takut:


9. Saya juga kurang aktif alam berbicara
Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat tidak setuju
10. Saya kurang aktif dalam berbicara karena kurang percara diri:
Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat tidak setuju
11. Saya kurang aktif dalam pembelajaran keterampilan berbicara karena saya merasa
kurang pengalaman:
Sangat setuju
68

Setuju
Ragu-ragu
Tidak Setuju
Sangat tidak setuju
12. Bagaimana tanggapan Anda terhadap guru yang mengajarkan keterampilan
berbicara di sekolah ?
Sangat menarik
Menarik
Kurang menarik
Tidak menarik
13. Apakah Anda sering membaca buku tentang keterampilan berbicara di
perpustakaan ?
Sangat sering Jarang
Sering Tidak pernah
14. Dalam kegiatan diskusi di kelas Anda seringkali melibatkan diri secara langsung
setiap pembicaraan?
Sering
Sangat sering Tidak pernah
Jarang
15. Saya kurang aktif dalam kegiatan keterampilan berbicara karena saya tidak
memiliki buku paket:
Sangat setuju Tidak Setuju
Setuju Sangat tidak setuj
Ragu-ragu

68

You might also like