You are on page 1of 6

Perubahan Paradigma dalam Pengelolaan Sistem Kelistrikan

Masalah kelistrikan menjadi salah satu isu yang banyak diperbincangkan dewasa ini.
Terjadinya pemadaman listrik secara bergilir, naiknya harga berlangganan listrik, dan
usaha untuk mencari sumber listrik baru adalah isu sentral yang menjadi pusat
perhatian banyak pihak. Selain itu, ada masalah mendasar yang perlu mendapat
perhatian dari pengelolaan sistem kelistrikan yang ada saat ini. Melalui tulisan ini,
penulis mengajak kepada semua pihak untuk kembali memperhatikan masalah
mendasar ini.

Tinjauan Umum Sistem Kelistrikan

Sebagai pembuka untuk membahas masalah pengelolaan kelistrikan, mari kita tinjau
kembali struktur umum pengelolaan kelistrikan.

Dalam sistem kelistrikan paling tidak terdapat tiga fungsi umum atau subsistem, yaitu
subsistem pembangkitan, transmisi, dan distribusi. Tiap-tiap subsistem ini memiliki
karakteristik dan fungsi yang berbeda tapi saling burhubungan. Selanjutnya akan
dibahas masing-masing subsistem tersebut.

Subsistem pembangkitan memiliki fungsi memproduksi (membuat) atau


membangkitkan listrik. Subsistem ini pada dasarnya adalah sebuah pabrik yang
memproduksi listrik tetapi karena listrik bukanlah suatu benda yang dapat dilihat maka
istilah memproduksi lebih tepat dinyatakan dengan membangkitkan listrik. Listrik
dapat dihasilkan dari berbagai macam cara, menggunakan air disebut PLTA
(pembangkit listrik tenaga air), menggunakan uap air disebut PLTU (pembangkit listrik
tenaga uap), dan lain-lain. Subsistem pembangkitan biasanya terletak di tempat-tempat
listrik itu dihasilkan. PLTA terletak di bendungan atau waduk, PLTU terletak di dekat
sumber panas bumi penghasil uap, dan seterusnya. Listrik yang dihasilkan tidak bisa
disimpan atau ditampung dulu, tetapi harus langsung dialirkan ke tempat dimana
listrik itu akan dipakai. Jadi, tidak ada gudang penyimpanan listrik atau tandon
penyimpanan listrik. Inilah salah satu karakteristik dari listrik dipandang dari segi
produksi.

Karena listrik tidak dapat disimpan, maka listrik itu harus terus dialirkan dari subsistem
pembangkitan ke tempat listrik itu akan dipakai. Di sinilah peran subsistem transmisi.
Subsistem ini berfungsi mengalirkan listrik ke tempat-tempat di mana listrik akan
digunakan. Lagi pula tempat pembangkitan listrik biasanya jauh sehingga diperlukan
cara agar listrik bisa dialirkan ke tempat lain. Maka, kita sering melihat kabel-kabel
listrik membentuk saluran listrik tegangan tinggi yang membentang dari satu tempat ke
tempat lain, itulah yang digolongkan sebagai subsistem transmisi.

Sebelum listrik sampai ke pemakai, saluran listrik tegangan tinggi yang dialirkan dari
subsistem pembangkit perlu dibagi ke beberapa pemakai. Subsistem yang menjalankan
Perubahan Paradigma dalam Pengelolaan Sistem Kelistrikan 2

fungsi ini disebut subsistem distribusi. Pada tahap ini listrik dibagi-bagi dengan
tegangan tertentu ke sejumlah pemakai, baik pemakai rumah tangga maupun pemakai
industri. Kita sering melihat gardu-gardu listrik yang tersebar di beberapa tempat, di
sinilah listrik itu didistribusikan. Pada gardu-gardu ini terdapat trafo yang berfungsi
menaikkan atau menurunkan tegangan ke tegangan yang sesuai. Kita juga sering
mendengar pemadaman listrik di suatu daerah dihubungkan dengan kejadian di suatu
gardu, karena memang di gardu inilah pusat penyaluran listrik di daerah tersebut.

Proses perhitungan biaya listrik yang dipakai oleh pemakai, kerugian akibat pencurian
listrik, dan segala macam masalah yang berkaitan langsung dengan pemakai listrik
termasuk ke dalam subsistem distribusi.

Demikianlah penjelasan umum dan ringkas dari suatu sistem kelistrikan. Di sini dibahas
bagaimana listrik yang dibangkitkan di PLTA yang jauh dari pusat kota dialirkan dan
digunakan oleh orang-orang di pusat kota.

Evaluasi Sistem Kelistrikan Yang Ada

Dari penjelasan tentang sistem kelistrikan di atas dan membandingkan dengan sistem
kelistrikan yang ada saat ini, ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.

Pertama, Sejauh mana pengelola sistem kelistrikan memperhitungkan jumlah listrik


yang dihasilkan dalam subsistem pembangkitan, kemudian dialirkan melalui subsistem
transmisi, sampai ke subsistem distribusi, dan terakhir sampai ke pemakai langsung?
Apakah ada sejumlah listrik yang terbuang sia-sia dalam keseluruhan proses ini? Jika
kita meninjau listrik sebagai produk yang akan dijual maka kehilangan listrik berarti
kehilangan sejumlah produk. Ini berarti ada harga produk yang tidak terjual, dan bisa
berarti kerugian. Suatu sistem kelistrikan terpadu yang baik tentu saja akan
memperkecil sejumlah kerugian ini dengan memperhitungkan jumlah listrik yang
dihasilkan dan berapa jumlah yang dipakai dan dibayar oleh pemakai atau konsumen.

Masalah yang kedua adalah sejauh mana pengelola sistem kelistrikan


memperhitungkan dan mengelola distribusi listrik? Dalam pandangan bisnis, listrik
yang dijual dan terbayarkan oleh pemakai semestinya sesuai dengan listrik yang
diterima dari subsistem pembangkitan dan transmisi. Memang ada sejumlah listrik yang
hilang saat transmisi yang biasanya sudah diperhitungkan saat merancang subsistem
transmisi, tetapi sejumlah listrik yang hilang akibat desain di gardu, pemakaian tidak
sah, atau pencurian listrik semestinya perlu diperhitungkan juga. Sudahkah ini
dilakukan oleh pengelola sistem kelistrikan? Dengan meminimalisasi kerugian dalam
proses distribusi listrik ini, profit dalam pengelolaan kelistrikan akan bisa ditingkatkan.

Adapun yang ketiga adalah sejauh mana pengelola kelistrikan menjual semua produk
listrik yang dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik? Jika mengingat bahwa listrik
dihasilkan terus menerus di dalam subsistem pembangkitan, produk listrik ini juga
harus bisa digunakan oleh pemakai secara kontinu. Jika pada waktu-waktu tertentu
listrik tidak digunakan, diperlukan mekanisme yang dapat tetap menjaga listrik tetap
Perubahan Paradigma dalam Pengelolaan Sistem Kelistrikan 3

digunakan oleh pemakai. Karena ini berarti produk tersebut dibeli secara kontinu oleh
pemakai yang dalam hal ini bertindak sebagai pembeli.

Selain itu dari sisi konsumen, pengelola kelistrikan perlu memperbaiki pelayanan dan
pencapaian kepuasan dari konsumen. Jika kita memandang konsumen sebagai pembeli
atau pelanggan, tentu pengelola perlu menjaga kepuasan konsumen dan
mempertahankan kualitas produk yang akan diberikan kepada konsumen. Setiap
kerugian yang diderita oleh konsumen semestinya perlu mendapat perhatian dan
kompensasi dari pengelola sebagai penjual. Misalnya ketika terjadi pemadaman listrik,
ini perlu dipandang sebagai kerugian baik di sisi konsumen maupun di sisi penjual. Hal
ini karena ketika terjadi pemadaman, ada sejumlah produk yang tidak terjual oleh
penjual kepada konsumen. Dan juga, konsumen seharusnya mendapat pengurangan
biaya pemakaian karena ada sejumlah produk yang tidak dipakai atau tidak sampai ke
tangan mereka. Ini juga perlu mendapat perhatian dari pengelola agar asas keadilan dan
kepuasan di sisi konsumen dapat dipenuhi.

Dari sudut pandang efektivitas dan profit, permasalahan di atas bisa dijadikan landasan
dalam mengevaluasi kinerja pengelolaan kelistrikan yang ada saat ini. Hal di atas tentu
hanya sebagian kecil dari permasalahan yang ada, tetapi dari sini kita bisa menganalisis
sistem yang ada untuk mencari sedikit solusi yang bisa diajukan.

Perubahan Paradigma dalam Pengelolaan Sistem Kelistrikan

Dari sejumlah permasalahan di atas, diperlukan suatu langkah maju dalam pengelolaan
listrik yang dapat mengembalikan efektivitas dan profit perusahaan pengelola
kelistrikan. Untuk mencapai hal tersebut, hal yang paling mendasar adalah bagaimana
menggunakan paradigma yang sesuai dalam pengelolaan kelistrikan. Untuk alasan
efektivitas dan profit, diperlukan suatu paradigma yang benar dalam memandang
listrik sebagai sebuah produk dan konsumen sebagai seorang pembeli atau pelanggan.

Jika kita memandang sistem kelistrikan ini sebagai suatu sistem produksi, maka dapat
dibuat sebuah alur bagaimana listrik sebagai sebuah produk diproduksi, dikirim, dan
sampai ke tangan konsumen. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Subsistem
pembangkit memproduksi listrik, subsistem transmisi mengantarkan atau mengirimkan
listrik, dan subsistem distribusi membagi atau mendistribusikan listrik kepada
konsumen akhir sebagai pemakai listrik.

Sebagai sebuah produk, tentu listrik yang dibeli oleh konsumen harus sesuai dengan
listrik yang diproduksi. Ini harus benar-benar diperhitungkan oleh pengelola sistem
kelistrikan. Dengan demikian, jika pengelola kelistrikan ingin mendapatkan keuntungan
dari hasil memproduksi listrik ini, jumlah produk listrik yang terjual kepada konsumen
harus lebih besar dari biaya untuk memproduksi listrik ini.

Agar produk yang terjual kepada konsumen dapat maksimal, maka pengelola perlu
meminimalisasi kerugian-kerugian yang dapat terjadi dalam keseluruhan proses
produksi sampai produk listrik ini sampai ke konsumen. Kerugian-kerugian tersebut
adalah desain dalam subsistem transmisi dan distribusi, pemakaian listrik yang tidak
Perubahan Paradigma dalam Pengelolaan Sistem Kelistrikan 4

sah dimana ada pihak-pihak tertentu yang mendapat akses distribusi listrik tanpa
pernah membayar pemakaian listriknya, pencurian di beberapa tempat yang dilakukan
oleh pihak-pihak tertentu, dan penentuan tarif yang tidak sesuai.

Agar kerugian-kerugian ini dapat dikendalikan dan terpantau, maka diperlukan adanya
mekanisme pengecekan dan pengukuran di titik-titik yang penting dan dilakukan
secara kontinu. Pengukuran jumlah listrik yang ditransmisikan dari gardu distribusi
dan jumlah listrik yang diterima oleh setiap pelanggan perlu dilakukan agar jumlah
listrik dan kerugiannya dapat terpantau dengan jelas. Dengan demikian, pihak
pengelola dapat mengetahui di titik-titik mana saja listrik itu terbuang dan dapat segera
mengambil tindakan untuk memperkecil kerugian tersebut. Jadi, pengukuran dan
pemantauan di berbagai titik perlu dilakukan secara saksama dan rutin oleh pengelola
sistem kelistrikan.

Dari sisi konsumen atau pelanggan, pengelola juga perlu membuat pengelompokan
pelanggan beserta jadwal pemakaian listriknya. Listrik biasanya banyak digunakan
pada jam-jam tertentu, yaitu menjelang malam sampai tengah malam (18.00 – 23.00).
pada jam inilah biasanya semua pemakai secara serentak memakai listrik sehingga
beban listrik meningkat. Padahal listrik terus menerus dialirkan dari pembangkit ke
konsumen, baik siang maupun malam. Ini membuat pada jam-jam tertentu (misalnya
siang hari) ada sejumlah produk listrik yang tidak terpakai. Tentu saja akan lebih baik
jika listrik selalu konstan terpakai sepanjang waktu. Oleh karena itu, pihak pengelola
perlu mencari pelanggan-pelanggan lain yang beragam yang mereka biasa
menggunakan listrik di saat siang hari, misalnya para pedagang toko.

Perlu ada pengenalan konsumen dan bagaimana karakteristik penggunaan listrik dari
masing-masing konsumen. Konsumen rumah tangga, tentu saja banyak menggunakan
listrik di malam hari saat semua lampu dan alat elektronik lain banyak dipakai. Adapun
konsumen dari kalangan pedagang toko atau pusat pertokoan dan perbelanjaan justru
banyak menggunakan listrik di siang hari saat mereka melakukan aktivitas
perdagangannya. Dan, mereka akan tutup di malam hari. Dari keseimbangan kedua
konsumen ini semestinya bisa menjaga agar pasokan listrik yang ada selalu tetap
terpakai secara kontinu siang dan malam. Keadaan ini diharapkan dapat mengurangi
kerugian akibat produk listrik yang tidak terpakai.

Selain itu, pengelola kelistrikan juga perlu memiliki pandangan bahwa mereka
melakukan transaksi jual beli dengan konsumen atau pelanggan. Pandangan atau
paradigma ini diperlukan agar kedua belah pihak, baik pengelola maupun pelanggan,
dapat saling menguntungkan satu sama lain. Pengelola semestinya sadar bahwa
keuntungan atau pendapatan yang mereka terima semata-mata adalah dari pelanggan
yang telah membayar untuk mendapatkan produk berupa listrik. Dengan demikian,
pengelola juga mesti melakukan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan karena
selama ini pelangganlah yang telah memberikan mereka pendapatan.

Subsidi dari pemerintah kepada pengelola semestinya ditujukan kepada bidang-bidang


yang memang perlu misalnya dalam sisi pembangkitan yang memang memerlukan
investasi dan biaya pemeliharaan yang sangat besar. Karena subsidi berdampak secara
Perubahan Paradigma dalam Pengelolaan Sistem Kelistrikan 5

umum kepada semua pelanggan maka pengelola juga perlu memberlakukan tarif yang
sesuai untuk tiap-tiap golongan pelanggan. Jangan sampai golongan ekonomi
menengah ke atas mendapat tarif yang setara dengan golongan ekonomi rendah.
Diperlukan mekanisme yang membuat tarif adil dan sesuai bagi setiap golongan. Jadi,
golongan yang mampu bisa jadi mendapat tarif yang lebih mahal dibanding golongan
yang kurang mampu. Hal ini diharapkan dapat lebih memenuhi rasa keadilan.

Penutup

Pengelolaan kelistrikan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan sederhana. Namun,
perbaikan dan pengelolaan kelistrikan yang baik juga bukanlah sesuatu yang mustahil.
Dengan melakukan pendekatan secara subsistem dari keseluruhan sistem kelistrikan,
analisis dapat dilakukan dan usulan-usulan perbaikan dapat diuraikan. Hal yang paling
mendasar dari keseluruhan masalah kelistrikan ini dapat didekati melalui perubahan
cara pandang atau paradigma atas proses dan prosedur yang selama ini telah
dijalankan. Melalui perubahan paradigma ini diharapkan pengelola dapat membuat
perencanaan dan pengelolaan yang lebih baik dalam seluruh aspek dari pengelolaan
sistem kelistrikan. Dan, saat itu kita akan bangga dengan pencapaian yang diraih oleh
pengelola sistem kelistrikan ini.
Perubahan Paradigma dalam Pengelolaan Sistem Kelistrikan 6

Biodata Penulis

Nama : Bayu Sapta Hari

Tempat/tanggal lahir : Jakarta/24 September 1975

Alamat : Jl. Raden Saleh Studio Alam TVRI RT 01 RW 07 No. 12D


Sukma Jaya Depok 16412

Alamat e-mail : bsaptahari@yahoo.com


bayushari@gmail.com

Situs blog : http://aktifisika.wordpress.com


http://netsains.com/author/bayush

Pekerjaan : Editor

Perusahaan : Penerbit Ganeca Exact

You might also like