Professional Documents
Culture Documents
PROPOSAL
ANDI SRIYANTI
991 221 014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalarn era reformasi yang merupakan proses transformasi menuju masyarakat madani yang
demokratis, Pegawai Negeri Sipil (PNS) menghadapi tantangan sangat berat. Krisis multidimensional
yang berlarut-larut telah menimbulkan pula krisis kepercayaan terhadap pemerintah termasuk
terhadap pegawainya. Kejahatan meningkat, kerusuhan merebak, dimana-mana terjadi konflik Suku,
Agama, Ras, dan Aspirasi (SARA) berdimensi verfikal dan horizontal bahkan telah mengarah menjadi
proses disintegrasi bangsa. Dalam kondisi seperti itu segala upaya menjaga keamanan dan
ketertiban berlandaskan supermasi hukurn tidak efektif sama sekali, yang sering terjadi justru reaksi
negatif terhadap aparat penegak hukum dalam berbagai bentuk seperti : aksi protes, unjuk rasa,
hujatan, reaksi brutal terhadap petugas, dilapangan, sampai dengan pengrusakan markas polisi,
kantor kejaksaan dan kantor pengadilan. Hal ini dapat dimaklumi karena gerakan reformasi yang
sedang bergulir memang merupakan reaksi atas kondisi krisis kehidupan berbangsa dan bernegara
yang bersumber dari krisis kepercayaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang
otoriter-milliteristik sehingga banyak terjadi pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan
melahirkan praktek-praktek ketidakadilan yang telah lama berlangsung.
Salah satu reaksi yang paling keras terhadap rasa ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi
manusia adalah yang menyangkut praklek pemolisian yang selama ini berlangsung. Reaksi-reaksi
2
tersebut diatas merupakan indikasi sangat kuat dan transparan tentang adanya penolakan terhadap
cara-cara pemolisian yang autoritarian dan militeristik.
Kernandirian pegawai negeri merupakan keharusan objektif universial, dengan kata lain,
setiap masyarakat demokratis menuntut PNS yang mandiri dalam tugas agar tidak diintervensi oleh
kepentingan diluar kepentingan negara demi tegaknya wibawa negara dan hak-hak demokratis
rakyat yang harus dilayani. Oleh karena itu fungsi PNSpun seharusnya juga disesuaikan dengan
tuntutan baru. Jika tidak, maka PNS bukan hanya tidak akan berfungsi sebagaimana seharusnya
tetapi bahkan tidak memperoleh tempat dalam masyarakat Indonesia sebagai pranata yang otonom
yang dibutuhkan keberadaannya oleh rakyat. Rakyat menginginkan sikap profesionalisme PNS yang
tercermin dalam memberikan pelayanan
Realitas yang ada pasca Orde Baru (ORBA) menunjukkan bahwa ternyata PNS masih harus
melakukan perubahan-perubahan pada aspek instrumental dan aspek kultural. Perubahan aspek
instrumental akan mencakup filosofi (visi, misi clan tujuan) doktrin, kewenangan, kompetensi,
kemampuan fungsi dan iptek. Aspek filosofi kembali pada nilai Pancasila sebagai abdi negara,
sebagai warga negara teladan dan wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat. Sedangkan visi PNS
sesuai dengan jati dirinya adalah selaku abdi negara dan abdi masyarakat.
Perubahan aspek kultural terwujud dalam bentuk dan kualitas pelayanan PNS terhadap
masyarakat. Aspek kultural menggambarkan budaya organisasi berupa sikap dan perilaku PNS yang
akan secara langsung di respon oleh masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menciptakan PNS yang mandiri dan profesional sesuai
dengan harapan dan tuntutan masyarakat dibutuhkan pula kepemimpinan yang tangguh dan
profesional. Karena kepemimpinan merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan
keberhasilannya dalam rnencapai sejumlah tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan mencakup
banyak aspek kemampuan, seperti kemampuan menggerakkan, mengarahkan, dan mempengaruhi
orang-orang yang berada dalam lingkup kepernimpinan seorang pemimpin melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama.
Melalui gaya kepernimpinan yang dimiliki seorang pemimpin, pemimpin akan mentransfer
beberapa nilai seperti penekanan kelompok, dukungan dan orang-orang/bawahan, toleransi
terhadap risiko, kriteria pengupahan dan sebagainya. Pada sisi lain bawahan akan membentuk
persepsi subjeldif mengenai dasar-dasar nilai yang, ada di organisasi sesuai dengan nilai-nilai yang
ingin disampaikan pimpinan melalui gaya kepemimpinannya.
Untuk mewujudkan PNS yang mandiri dan profesional, serta merebut kernbali kepercayaan
dan simpati masyarakat dalarn rangka memperbaiki kinerja PNS, maka dibutuhkan
pimpinan-pimpinan yang tangguh dan profesional. Pimpinan yang mampu untuk mernotivasi,
mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan bawahannya, pimpinan yang mempunyai
gaya kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi yang dipimpinnya, yang
kesemuanya ini akan dapat meningkatkan kinerja anggota PNS dan pada gilirannya akan tercapai
kepuasan kerja bagi anggota PNS tersebut.
Sejalan dengan hal tersebut, kinerla PNS yang bekerja di bawah koordinasi sekretariat
Pemerimtah Kota Kendari, diyakini terpengaruh oleh gaya dan pola kepemimpimpinan. Pola
kepernimpinan yang bagaimana yang sesuai sehingga mampu meningkatkan kinerja PNS merupakan
topik yang menarik untuk dikaji.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang di atas, maka rumusan yang
penelitian yang akan dikaji adalah :
“Apakah gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kinerja dan kepuasan
kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Wali Kota Kendari ?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
kinerja dan kepuasan kerja pegawai negeri sipil pada Kantor Wali Kota Kendari
3
adalah gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Universitas Ohio, yaitu berupa gaya
kepemimpinan struktur inisiasi dan konsiderasi. Perbedaan berikutnya dengan penelitian terdahulu,
dalam penelitian ini ditambahkan model analysis of variance (Anova). Model analisis ini digunalkan
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan gaya kepemimpinan diantara unit-unit operasional Polda
Metro Jaya yang diteliti.
2.2 . Gaya Kepemimpinan
Pembicaraan gaya kepemimpinan selalu diawali dengan membicarakan teori-teori
kepemimpinan. Dimulai dari definisi kepemimpinan kemudian pendekatan-pendekatan/ teori gaya
kepemimpinan.
Beberapa penulis memberi definisi yang berbeda-beda antara lain, Terry ( dalam Hersey
dan Blanchard, 1995: 98) mengatakan bahwa kepemimpinan (leadership) adaiah hubungan antara
seorang-dengan orang lain, pemimpin mampu mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja
bersama-sama dalarn tugas-tugas yang berkaitan untuk mencapai apa yang diinginkannya. Koontz
dan O'Donnel (dalarn Hersey dan Blanchard, 1995: 99) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni
membujuk bawahan agar mau mengerjakan tugas-tugas dengan yakin dan bersemangat , sedangkan
Robbins dan Gibson et, al. (1997:5) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi kelompok orang ke arah pencapaian tujuan. Sumber pengaruh ini bisa formal,
misalnya yang disediakan kepemilikan peringkat manajerial dalam suatu organisasi, karena posisi
manajemen muncul suatu tingkat wewenang yang ditunjuk secara formal, seorang dapat menjalankan
suatu peran kepemimpinan semata-mata karena kedudukannya dalam organisasi itu. Dilain pihak ada
juga seseorang yang dengan kecakapannya dalam bidang tertentu diangkat menjadi pemimpin,
namun yang perlu dicatat disini adalah bahwa pemimpin diangkat agar dapat mengarahkan
pengikutnya dalam mencapai tuiuan bersama.
Penjelasan dari definisi kepemimpinan tersebut dapat ditarik implikasinya yaitu 1). Bahwa
kepemimpinan meliputi penggunaan pengaruh dan bahwa semua hubungan dapat melibatkan
pemimpin; 2), Kepemimpinan mencakup pentingnya proses komunikasi. Kejelasan dan keakuratan dari
komunikasil mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikutnya; dan 3). Kepemimpinan memfokuskan
pada pencapaian tujuan. Pemimpin yang efektif harus berhubungan dengan tujuan-tujuan individu,
kelompok dan organisasi.
Keefektifan pemimpin khususnya dipandang menunit derajat pencapaian satu atau kombinasi
dari tujuan individu, mungkin memandang pemimpin yang efektff atau tidak efektif menurut kepuasan
yang mereka terima dari total pengalamannya. Dalam kenyataannya, penerimaan perintah atau
permintaan pemimpin sangat bertumpu pada harapan-harapan pengikut, sehingga respon yang
menyenangkan akan mengarahkan pada hasil-hasil yang baik (Gibson, et, aL 1997:5).
Sejalan dengan yang dikatakan Robbins maupun Gibson et, a]. menegaskan bahwa
tanggung jawab dari seorang pemimpin adalah mendorong kelompok kearah pencapaian
tujuan-tujuan yang bermanfaat. Anggota-anggota kelompok perlu merasakan bahwa mereka memiliki
sesuatu yang bermanfaat yang harus dilakukan dan sesuatu yang dapat diiakukan dengan
sumber-sumber daya dan kepemimpinan yang tersedia.
Teori-teori kepemimpinan yang termasuk pendekatan perilaku mengemukakan bahwa
perilaku spesifik membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin. Studi-studi yang berkaitan
dengan teori perilaku/gaya kepemimpinan telah dilakukan oleh : 1). Studi Universitas Ohio yang
mendikotomikan dimensi peritaku pemimpin struktur inisiasi (initiating structure) dan konsiderasi
(consideration), 2). Telaah Universitas Michigen juga membedakan perilaku pemimpin dalam dua
dimensi yaitu perilaku pemimpin berorientasi karyawan (menekankan hubungan pribadi) dan perilaku
pemimpin yang berorientasi produksi (menekankan aspek teknis atau tugas dad pekerjaan); 3). Kisi
manajerial memberikan penggambaran grafik dari pandangan dua dimensi terhadap gaya
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Blake dan Mouton (dalam Hersey dan Blanchard,
1995:106). Mereka mengemukakan kisi manajerial berdasarkan gaya "kepedulian terhadap orang"
dan "kepedulian terhadap produksi" yang pada hakekatnya mewakili dimensi konsiderasi dan
struldur inisiasi, awal dari Ohio atau dimensi berorientasi karyawan dan berorientasi produksi dari
Michigan; dan 4). Studi Skandinavia yang mengernukakan premis dasar bahwa alam suatu dunia
5
berubah, pemimpin yang efekfif akan menampakkan perilaku yang berorientasi pengembangan,
yaitu pernimpin yang menghargai eksperimentasi, mengusahakan gagasan baru, dan menimbulkan
serta melaksanakan perubahan (Robbins, 1996 :39).
Kemudian Yukl (1998 ; 99 - 124) mengembangkan perilaku pemimpin dan katagori perilaku
pemimpin yang dapat diukur, Katagori tersebut meliputi :
1 . Perhatian terhadap prestasi
Dengan memperhatikan pentingnya prestasi bawahan, pemimpin mencoba meningkatkan
produktivitas dan efisiensi, menunjukkan bawahan untuk bekerla sesuai dengan kapasitas yang
ada dan mencek haslinya.
2. Tenggang rasa
Mernbina sikap yang ramah dan mengembangkan sikap yang obyekfif serta Lerbuka kepada
bawahan.
3. Inspirasi
Pemimpin merangsang rasa antusias bawahannya dalam mengerjakan tugas kelompok-kelompok,
mendorong rasa percaya anggota kelompok terhadap kemafnpuannya untuk metaksanakan
tugas-tugas dengan sulkses dan dapat mencapai tujuan.
4. Penghargaan terhadap perilaku
Menekankan perhatian pada penghargaan dan pengakuan terhadap prestasi bawahan secara
efektif, menunjukkan penghargaan terhadap hasil-hasil khusus dan konstribusi yang telah dftrikan
kepada organisasi, rneyaldnkan kepada bawahan dengan jelas, memberikan penilaian yang
positif terhadap ide dan saran-saran bermanfaat.
5. Merancang kemungkinan-kemungkinan penghargaan
Menghargai prestasi bawahan secara efekfif berupa pembedan keuntungan nyata seperti
kenaikan upah, pmosi, Wgas-tugas yang LeNh banyak sela pengaturan kerja yang lebih baik.
6. Partisipasi keputusan
Pemimpin berkonsultasi kepada bawahan dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengoreksi keputusan pimpinan.
7. Pendelegasian otonorni
Penimpin mendelegasilkan obntas dan tanggung jawab kepada bawahan dan mengifinkan untuk
menetapkan bagaimana mengerjakan pekeriaannya
8. Penjelasan peranan
Pemimpin menginformasikan kepada bawahan tentang tugas-tugas dan tanggupg, menetapkan
peraturan-peratiran dan kebijakan-kebijakan yang harus ditaafi, dan memberi kesempatan
kepada bawahan untuk mengetahui apa yang diharapkan dad mereka.
9. Pelatihan
Pemimpin menekankan pentingnya penetapan tujuan dad sefiap perbuatan tertentu bagi setiap
aspek pekerjaan bawahan, mengukur kemajuan pencapaian tuiuan, dan memberikan balikan
yang nyata.
10. Penyebaran informasi,
Pemimpin memberikan informasi kepada bawahan tentang pengembangan yang mempengaruhi
pekerjaannya, melibatkan kedalam unit-unit kerja di luar organisasi atau unit-unit Wn dalam
pembuatan keputusan yang dibuat oleh pimpinan pada lingkungan yang lebih tinggi, dan
mengikutsertakan dalam pertemuan-pertemuan dengan orang yang lebih senior atau dalarn
rapat-rapat Yang melibatkan personal dari luar organisasi
6
a. Teori Keadilan
Teori keadilan merupakan variasi teori proses perbandingan sosial. Prinsip teori keadilan adalah
bahwa seseorang akan mereasa puas atau tidak puas tergantung pada apakah ia merasakan
adanya keadilan atau tidak atas sesuatu atau faktor tertentu. Perbandingan masukan dengan
keluaran atas didirinya dibandingkan dengan perbandingan masukan dengan keluaran seseorang
atau sejumlah orang bandingan.
b. Teori Kesenjangan
Kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada selisih antara
harapan-harapan kebutuhan-kebutuhan atau niali-nilai dengan apa yang menurut perasaannya atau
persepsinya telah diperoleh atau dicapai. Orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan
antara yang diinginkan dengan persepsinya atau kenyataan, karena batas minimum tekah dimiliki.
Apabila kenyataan yang dirasakan lebih besar dari apa yang diinginkan, maka orang akan
menjadi lebih puas, walaupun tedapat selisih yang menguntungkan. Sebaliknya semakin besar selisih
antara kenyataan dengan standar yang diinginkan, maka semakin besar pula ketidakpuasan
seseorang terhadap pekerjaannya.
c. Teori Dua Faktor
Pertama dinamakan dishtisfiers yaitu faktor-faktor yang menjadi ketidakpuasan kerja, terdiri dari
gaji, pengawasan, hubungan interpersonal, suasana kerja dan status. Perbaikan akan faktor ini akan
mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak menimbulkan motivasi. Seseorang hanya
terpuaskan jika terdapat jumlah yang memadai dari faktor pekerjaan tyang dinamakan satisfiers.
Kedua motivator yaitu karakteristik pekerjaan atau sumber-sumber kepuasan kerja. Faktor ini
terdiri dari pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, kesempatan untuk berprestasi, penghargaan
dan promosi.
2.3. Kinerja
2.3.1. Pengertian Kinerja
Maler memberikan batasan tentang pengertian kinerja sebagai suatu kesuksesan seseorang
di dalam melaksanakan suatu pekerjaan, dan dipertegas lagi oleh Lawler dan Poter yang
menyatakan bahwa kinerja adalah succesfull role achievment yang diperoleh seseorang dari
perbuatan-perbuatannya (As’ad, 1997 : 46-47).
Dari batasan tersebut As’ad menyimpulkan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai
seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Hal tersebut sejalan
dengan Dharma (1986 : 30-31) yang menyatakan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai atau
sesuatu yang dikerjakan berupa produk maupun jasa yang diberikan oleh seseorang atau kelompok
orang.
Suprihanto (2000 :7) mengatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja seorang karyawan pada
dasarnya adalah hasil kerja seseorang karyawan atau prestasi kerja seorang karyawan pada
dasarnya berbagai kemungkinan, misalnya standar/target atau kinerja yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama.
Menurut Vroom dalam As’ad (1991 : 48) tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam
menyelesaikan pekerjaan disebut level of performance. Biasanya orang yang level of performance-
nya tinggi disebut sebagai orang yang produktif dan sebaliknya orang yang levelnya tidak
mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif.
Swasto (1996 : 30) mengemukakan bahwa kinerja merupakan sarana penentu dalam suatu
proses untuk mencapai tujuan organisasi, dengan demikian hinerja harus merupakan sesuatu yang
dapat diukur berdasarkan ukuran tertentu dan dalam kesatuan waktu.
Handoko (1989 : 135) mengemukakan bahwa kinerja adalah proses melalui kerja
karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan
balik kepada karyawan tentang pelaksanaan tugas mereka.
8
Kepuasan pelayanan akan terwujud dengan baik, hubungan kerja antara atasan dengan
bawahan dan antara sesama bawahan atau sesama pegawai berjalan dengan baik. Hirarki
pelayanan akan menunjang kinerja pegawai negeri sipil, oleh karena itu dilakukan model
kepemimpinan struktur inisiasi dan konsiderasi yang menunjang kinerja pegawai untuk mencapai
kepuasan kerja. Hal tersebut dapat disajikan pada tabel berikut :
Struktur
Inisiasi
Konsiderasi
2.6. Hipotesis
Berdasarkan pemasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini, maka hipotesis penelitian adalah
gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kinerja dan kepuasan kerja
pegawai negeri sipil pada Kantor Wali Kota Kendari ?
BAB 3
METODE PENELITIAN
2. Data sekunder, yakni data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti sebagai penunjang data primer, yaitu berupa jumlah personil
anggota PNS yang bertugas di Polda Metro Jaya, jenis tugas-tugas yang dilakukan anggota
PNS di satuan-satuan operasional, serta hasil penelitian-penelitian seperti jurnal, majalah ilmiah
dan surat kabar serta data penunjang lainnya.
3. 4. Prosedur Pengolahan Data
Data berupa daftar pertanyaan tentang gaya kepemimpinan, kinerja dan kepuasan kerja
anggota PNS yang telah diperoleh atau dikumpulkan dalam penelitian ini akan diolah melalui
prosedur sebagai berikut :
1. Pengolahan data secara manual dengan melakukan :
a. Editing atau memperjelas data mentah yang diperoleh dari hasil penyebaran angket.
b. Tabulasi data
c. Tabulasi data sesuai dengan variabel yang diteliti dan kebutuhan analisis.
2. Pengolahan data dengan menggunakan komputer berdasarkan model analisis dengan
menggunakan Seri Program Statistik-Versi 2000, Paket Midi, Edisi Sutrisno Hadi.
12
X1 X2 X3 X4 X5 X6
k
n. ∑ (Xj - X)2
j=1
a. Varian between means : σ 2 = n. S 2 X =
k - 1
Dengan ketentuan :