You are on page 1of 19

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR

KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

A Critical Review on Paradigm and Framework of National Food Security Policy

Pantjar Simatupang

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jalan Achmad Yani No.70 Bogor 16161

ABSTRACT

An effective and efficient national food security strategy and policy can only be formulated using an
appropriate paradigm. Food security paradigm evolves as food security context changes and in line with
development of scientific understanding of the issue. This paper discusses evaluation of the food security
paradigm and their application in designing strategy and framework of food security policy in Indonesia. It is
shown that the national food sufficiency-oriented policy belongs to the food availability approach which has been
empirically proven can not assure household or individual food security. The more appropriate paradigm is the
food entitlement approach. Based on this paradigm, national food security strategy and policy should be designed
comprehensively that includes food availability, access and utilization dimensions, and risk mitigation related to
the three dimensions in an integrated macro-micro scale.

Key word : food security, strategy, policy, paradigm

ABSTRAK

Strategi kebijakan ketahanan pangan nasional yang efektif dan efisien hanya dapat dirumuskan bila
didasarkan pada paradigma yang tepat. Paradigma ketahanan pangan terus berkembang seiring dengan
perubahan konteks permasalahan dan perkembangan pemahaman ilmiah. Tulisan ini menguraikan evolusi
perkembangan paradigma ketahanan pangan dan penerapannya dalam perumusan strategi dan kerangka kerja
kebijakan ketahanan pangan di Indonesia. Diungkapkan bahwa kebijakan yang berorientasi pada swasembada
pangan termasuk ketegori paradigma pendekatan pengadaan pangan (food availability approach) yang secara
empiris terbukti tidak menjamin ketahanan pangan keluarga atau individu. Paradigma yang lebih sesuai ialah
pendekatan perolehan pangan (food entitlement approach). Untuk itu perlu disusun kebijakan komprehensif yang
mencakup dimensi pengadaan, akses dan penggunaan pangan serta mitigasi atas risiko ketiga dimensi tersebut
dalam skala makro-mikro terpadu.

Kata kunci : ketahanan pangan, strategi, kebijakan, paradigma

PENDAHULUAN bagi semua penduduk negara dalam jumlah


dan kualitas yang cukup untuk eksistensi
hidup, sehat, dan produktif. Akses terhadap
Ketahanan pangan merupakan salah pangan yang "cukup" merupakan hak azasi
satu isu strategis dalam pembangunan suatu manusia yang harus selalu dijamin oleh nega-
negara, lebih-lebih negara yang sedang ber- ra bersama masyarakat (FAO, 1998; Byron,
kembang, karena memiliki peran ganda yaitu 1988). Hal ini sudah diakui oleh Indonesia
sebagai salah satu sasaran utama pemba- sebagaimana dituangkan dalam Undang-
ngunan dan salah satu instrumen utama Undang Ketahanan Pangan No.7 tahun 1996.
(tujuan antara) pembangunan ekonomi (Sen, Peran kedua, merupakan implikasi dari fungsi
1989; Simatupang, 1999). Peran pertama ketahanan pangan sebagai syarat keharusan
merupakan fungsi ketahanan pangan sebagai dalam pembangunan sumberdaya manusia
prasyarat untuk terjaminnya akses pangan yang kreatif dan produktif yang merupakan

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Pantjar
Simatupang

1
determinan utama dari inovasi ilmu pengeta- FORMAT KEBIJAKAN SELAMA INI
huan, teknologi dan tenaga kerja produktif
serta fungsi ketahanan pangan sebagai salah
satu determinan lingkungan perekonomian Paradigma dan Strategi
yang stabil dan kondusif bagi pembangunan Walaupun tidak secara eksplisit dise-
(Timmer, 1997). Setiap negara senantiasa but sebagai kebijakan ketahanan pangan,
berusaha membangun sistem ketahanan upaya pemerintah untuk menjamin keterse-
pangan yang mantap. Oleh sebab itu sangat diaan "sembiIan bahan pokok" (sembako)
rasional dan wajar kalau Indonesia menjadi- khususnya makanan, pada tingkat harga yang
kan program pemantapan ketahanan pangan "terjangkau'” pada dasarnya merupakan bagi-
nasional sebagai prioritas utama pemba- an dari kebijakan ketahanan pangan. Demi-
ngunannya. kian pula dengan upaya pemerintah Orde
Esensi kebijakan ketahanan pangan Baru memacu produksi beras domestik guna
dicirikan oleh keterlibatan aktif pemerintah meraih swasembada beras. Dengan demiki-
dalam mengarahkan, merangsang dan men- an, kebijakan atau program pemantapan keta-
dorong elemen-elemen terkait sehingga ter- hanan pangan sudah merupakan prioritas
bentuk suatu sistem ketahanan pangan pembangunan nasional sejak awal kemerde-
nasional yang tangguh dan berkelanjutan. kaan atau bahkan sejak zaman kolonial.
Sistem ketahanan pangan merupakan bagian Pemerintah merupakan salah satu pelaku
integral dari sistem perekonomian nasional dominan yang sangat menentukan sosok
secara keseluruhan. Oleh karena itu, kebijakan sistem ketahanan pangan dan kelembagaan
ketahanan pangan juga merupakan bagian penunjangnya.
integral dari kebijakan pembangunan nasional Oleh karena sosoknya sangat ditentu-
sehingga perumusannya pun haruslah terpadu kan oleh kebijakan pemerintah, maka sistem
dan serasi dengan kebijakan ekonomi makro. ketahanan pangan nasional dan komponen
Setidaknya, analisis kebijakan ketahanan pa- kelembagaannya hanya akan lebih mudah
ngan dilakukan dalam konteks kondisi obyektif dipahami bila terlebih dahulu memahami
perekonomian nasional. Secara lebih spesifik, paradigma kebijakan ketahanan pangan na-
kebijakan ketahanan pangan hendaklah diru- sional. Pada bagian berikut diulas paradigma
muskan sebagai bagian integral dari kebijakan dan strategi kebijakan ketahanan pangan
pengentasan kemiskinan dan pemacuan per- sejak awal Orde Baru yang praktis masih
tumbuhan ekonomi. Koherensi antar kebijakan belum berubah banyak hingga saat ini. Ba-
merupakan kunci untuk menghindari dilema hasan ini merupakan analisis interpretatif atas
kebijakan yang menjadi ciri umum instrumen kebijakan yang ditempuh pemerintah. Peme-
kebijakan pangan. Untuk itu perlu dirumuskan rintah sendiri tidak menyebut secara eksplisit
kerangka dasar kebijakan ketahanan pangan paradigma dan strategi pemantapan keta-
nasional. hanan pangan yang dianutnya.
Dalam makalah ini diulas secara kritis Sejak awal Orde Baru (Orba), kebijak-
kebijakan dasar ketahanan pangan yang di- an ketahanan pangan didasarkan pada para-
anut pemerintah selama ini sebagai pelajaran digma ortodoks, yaitu pendekatan penyediaan
untuk melakukan penyesuaian dan penyem- pangan (food availability approach = FAA).
purnaannya di masa mendatang. Pembahasan Paradigma FAA berpandangan bahwa keta-
difokuskan pada aspek paradigma dan strategi hanan pangan suatu negara ditentukan oleh
dasar yang merupakan landasan penentu arah kemampuannya dalam menyediakan makan-
dan pilihan kebijakan operasional ketahanan an pokok dalam jumlah yang cukup bagi
pangan. Diharapkan gagasan ini merupakan seluruh penduduknya. FAA tidak memper-
pemikiran awal menuju perumusan suatu hatikan aspek distribusi dan akses terhadap
kerangka kerja kebijakan ketahanan pangan pangan karena pendekatan ini beranggapan
nasional yang mengintegrasikan kebijakan bahwa jika pasokan pangan tersedia maka:
mikro dan makro dalam rangka mensinerjikan para pedagang akan menyalurkan pangan
upaya pemantapan ketahanan pangan nasio- tersebut ke seluruh wilayah secara efisien,
nal, pengentasan rakyat dari kemiskinan dan dan harga pangan akan tetap stabil pada
pemacuan pertumbuhan ekonomi, yang meru- tingkat dapat dijangkau oleh seluruh keluarga
pakan tripod pembangunan ekonomi nasional.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 1 - 18

2
(penduduk). Paradigma yang dianut akan le- dah mungkin agar harga di tingkat konsu-
bih jelas lagi dari keterangan yang dilontarkan men dapat ditekan pada tingkat yang
oleh para peneliti berikut : "terjangkau".
"Since food shortages are quickly reflected Mengacu pada ketiga butir paradig-
in rising food prices, food security is ma dan strategi di atas, kebijakan produksi
closely related to the government's ability pangan terfokus pada pengadaan pangan
to maintain stable domestic food prices. nasional dan praktis mengabaikan kesejah-
Food security at the national level is the teraan petani. Petani hanyalah salah satu
capability of the country to produce instrumen esensial dalam rangka peman-
adequate amounts of foodstuffs for all tapan ketahanan pangan.
consumers at affordable prices (Pearson Paradigma di atas merupakan dasar
and Monke, 1991)". kebijakan ketahanan pangan dan produksi
"The proximate definition, of food security pangan nasional sejak awal Orba hingga
always revolved around price, stability saat ini. Perubahan yang terjadi hanyalah
especially for the price of rice, the dalam hal disiplin sasaran swasembada
country's primary food staple. Food yang sepertinya ”mengikuti gerak pendulum”.
security and price stability were Sampai akhir tahun 1980-an kebijakan di-
synonymous (Falcon and Timmer, 1991). arahkan untuk mencapai sasaran swasem-
Secara ringkas, kerangka pikir yang bada beras absolut yang memang berhasil
dianut pemerintah dalam merancang kebijak- diraih pada tahun 1984. Oleh karena
an ketahanan pangan ialah: (1) Harga yang swasembada beras absolut semakin sulit
"terjangkau" dan stabil cukup untuk menjamin dan bahkan praktis hampir tidak dapat lagi
bahwa semua konsumen akan dapat mem- dipertahankan, sasaran kebijakan diubah
peroleh makanan yang cukup sesuai dengan menjadi swasembada beras "on-trend", de-
kebutuhan hidupnya; (2) Tingkat harga di ngan tanpa mengubah paradigma dan
tingkat konsumen merupakan refleksi dari strategi dasarnya. Pada masa pemerintahan
kecukup-sediaan pangan; (3) Stabilisasi harga transisi reformasi saat ini, sasaran kebijakan
beras pada tingkat yang "terjangkau" cukup dikembalikan seperti pada awal Orba yaitu
untuk menjamin ketahanan pangan; (4) swasembada absolut. Bahkan jauh lebih
Produksi domestik merupakan sumber penga- ambisius dari pemerintahan Orba, pemerin-
daan yang paling handal untuk menjamin tahan transisi reformasi telah mencanang-
kecukup-sediaan pangan; (5) Oleh karena itu kan untuk meraih swasembada absolut
swasembada pangan merupakan strategi untuk tiga komoditas pangan utama beras,
yang paling efektif untuk kebijakan ketahanan kedelai dan jagung paling lambat tahun
pangan dalam jangka panjang. 2001 melalui program ”Palagung" yang
terbukti gagal. Kabinet Indonesia Bersatu
Berdasarkan kerangka pikir di atas, (2004-2009) kembali mencanangkan swa-
maka strategi yang ditempuh pemerintah ialah sembada untuk komoditi yang lebih banyak
jangka pendek berupa stabilisasi harga lagi.
(beras); dan jangka panjang berupa swasem-
bada pangan (beras). Paradigma FAA mengandung kelema-
han konseptual dan secara empiris terbukti
Paradigma dan strategi kebijakan ke- tidak mampu menjelaskan fenomena kera-
tahanan pangan di atas menimbulkan impli- wanan pangan maupun insiden kelaparan di
kasi mendasar pada penyusunan strategi dan banyak negara (Sen, 1981; 1989; Locke-
instrumen kebijakan produksi pangan, yaitu: Esfahami, 1993; Ravallion, 1997). Kelemahan
(1) Pembangunan pertanian diprioritaskan paradigma ini terletak pada kenyataan bahwa
pada pencapaian swasembada beras dan kecukupan pangan secara nasional tidak
swasembada pangan secara umum; (2) Kebi- dapat menjamin bahwa semua orang (keluar-
jakan diarahkan pada pemacuan pertum- ga) memperoleh makanan yang dibutuhkan-
buhan produksi beras dan pangan secara nya. Dalam sistem perekonomian pasar, yang
umum agar kecukup-sediaan pangan nasio- menjadi landasan institusional FAA, adalah
nal dapat dijamin setiap saat; dan (3) Harga sangat mungkin ada banyak orang (keluarga)
beras di tingkat petani harus ditekan seren- yang tidak dapat membeli makanan yang

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Pantjar
Simatupang

3
cukup karena tidak memiliki daya beli yang 4. Hanya memperhatikan ketahanan pangan
memadai (akibat kemiskinan). Dengan lebih nasional sehingga dapat menimbulkan
rinci Simatupang (1999) menjelaskan bahwa kerawanan pangan lokal. (Fakta menun-
paradigma FAA mengandung paling tidak lima jukkan walaupun sediaan pangan nasional
kelemahan konseptual, yaitu: cukup namun insiden rawan pangan lokal
1. Didasarkan pada asumsi yang tidak realis- tetap terjadi seperti pada kasus kelaparan
tik sehingga implementasinya berpeluang di Irian Jaya, Nusa Tenggara, dan di tem-
besar mengalami kegagalan. pat lainnya).
a. Tidak benar harga yang terjangkau 5. Strategi operasionalnya bersifat dilematik.
dan stabil cukup untuk menjamin se- Strategi swasembada pangan bertenta-
mua konsumen memperoleh makanan ngan dengan strategi stabilisasi harga
sesuai dengan kebutuhannya, karena pada tingkat yang terjangkau (rendahnya
daya beli tidak hanya ditentukan oleh daya beli konsumen).
harga tapi juga oleh pendapatan. Kesalahan paradigma dan strategi se-
Sebagai contoh, kerawanan pangan perti yang diuraikan di atas merupakan
1998 terjadi karena daya beli rendah, kesalahan yang paling mendasar dan paling
padahal pasokan beras cukup. fatal dari kebijakan produksi pangan dan
b. Tidak benar perubahan sediaan pa- kebijakan ketahanan pangan secara umum.
ngan selalu dapat direfleksikan de- Beberapa bukti empiris tentang kegagalan ini
ngan cepat dalam perubahan harga ialah: (1) Swasembada beras yang dapat
karena sesungguhnya tidak ada pasar diraih dengan susah-payah dan prosesnya
yang benar-benar "sempurna". Krisis memakan waktu lama ternyata tidak ber-
pangan 1998 menunjukkan harga be- kelanjutan, hanya dapat bertahan kurang dari
ras meningkat walaupun pasokan 5 tahun; (2) Insiden kerawanan pangan akut
melimpah. tetap terjadi secara sporadis dan lokal yang
bahkan menimbulkan kasus mati-kelaparan
c. Tidak benar produksi domestik meru- massal; (3) Jutaan petani di pedesaan masih
pakan sumber pengadaan pangan tetap hidup dalam kemiskinan dan ancaman
yang paling handal, karena mungkin kerawanan pangan; dan (4) Sistem ketahanan
saja produksi pangan domestik rentan pangan tidak mampu meredam dampak krisis
terhadap perubahan iklim dan sera- ekonomi sehingga menimbulkan krisis pangan
ngan hama atau biaya produksi mar- akut pada tahun 1998.
jinalnya sangat besar sehingga tidak
efisien dan tidak berkelanjutan. Kasus
ekstrim adalah Singapura yang tidak Evaluasi Hasil dan Dampak
mengalami krisis pangan walau praktis Berkat komitmen politik yang tinggi,
hanya bergantung pada pangan konsistensi dan berkelanjutan, dukungan ang-
impor. garan pemerintah yang sangat besar, dan
2. Tidak memperhatikan kesejahteraan eko- pengorbanan patriotik para petani; program
nomi petani sehingga cenderung mem- peningkatan produksi pangan (khsususnya
buat banyak petani terperangkap dalam beras) sangat berhasil secara kuantitatif, se-
kemiskinan dan kerawanan pangan hingga Indonesia berubah status dari importir
(Fakta menunjukkan sebagian besar beras terbesar di dunia menjadi berswasem-
penduduk miskin berada di pedesaan dan bada beras (1984). Keberhasilan dalam pro-
menggantungkan hidup pada kegiatan duksi inilah salah satu alasan utama mengapa
pertanian). Indonesia cukup berhasil dalam menjaga
3. Hanya mengandalkan transaksi pasar dan ketahanan pangan sehingga tidak pernah ter-
tidak dilengkapi dengan jaring pengaman jadi insiden kelaparan skala besar. Disamping
sosial (JPS) sehingga sangat rentan ter- itu, peningkatan produksi dalam negeri telah
hadap gejolak pasar atau gejolak eko- berhasil mengurangi ketergantungan terhadap
nomi. (Krisis pangan 1998 di antaranya impor beras yang sangat penting untuk me-
disebabkan oleh tidak adanya JPS untuk ningkatkan kemandirian dan mengurangi risiko
meredam dampak krisis ekonomi). pengadaan beras akibat gejolak pasar dan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 1 - 18

4
politik luar negeri. Namun demikian, jika dilihat telah menyebabkan ekstensifikasi berlebihan
dari perspektif pengadaan pangan berkelan- penggunaan lahan dan juga intensifikasi ber-
jutan, maka kebijakan ketahanan pangan na- lebihan penggunaan input kimia (pupuk dan
sional yang dilakukan selama ini jelas kurang pestisida) sehingga menimbulkan efek negatif
berhasil. Hal ini dapat dijelaskan melalui terhadap kualitas lingkungan hidup. Fenomena
penjelasan berikut, yaitu: ini menimbulkan inefisiensi penggunaan lahan
Pertama, walaupun dengan ongkos dan eksploitasi lahan-lahan marjinaI. Intensifi-
besar, waktu yang dibutuhkan untuk meraih kasi berlebihan menyebabkan penggunaan
swasembada beras ternyata sangat lama pupuk dan pestisida melebihi takaran. Inten-
(lebih dari 25 tahun) dan praktis hanya dapat sifikasi berlebihan ini juga merupakan penye-
dipertahankan sekitar lima tahun saja. Di- bab terjadinya gejala penurunan produktivitas
samping itu, peningkatan derajat swasembada total faktor produksi, khususnya pada usaha-
beras diikuti dengan peningkatan defisit bahan tani padi. Penurunan produktivitas total faktor
pangan lain (kedelai dan jagung) karena pro- produksi merupakan indikator ketidakberlan-
duksi ketiga tanaman pangan ini bersaing jutan usahatani padi.
dalam penggunaan sumberdaya. Dengan Kelima, kebijakan kelembagaan yang
demikian produksi dalam negeri tidak cukup bersifat top-down dan koersif telah menye-
untuk memenuhi kebutuhan pangan secara babkan marjinalisasi dan kematian kelem-
berkelanjutan. Swasembada pangan (beras) bagaan dan kearifan lokal. Sistem jaring pe-
tidak realistis dijadikan sebagai tujuan kebijak- ngaman dan mitigasi rawan pangan tradisional
an penyediaan pangan dalam rangka peman- seperti lumbung desa, simpan pinjam bahan
tapan ketahanan pangan nasional, lebih-Iebih pangan, pola tanam tradisional dan sebagai-
di masa mendatang. nya, praktis telah hilang atau nonaktif; semen-
Kedua, kebijakan yang berorientasi tara jaring pengaman formal, kalaupun ada,
pada peningkatan produksi pangan (beras) terpusat di kabupaten. Sistem ketahanan
secara nasional telah menyebabkan petani pangan komunitas tidak dapat berkembang
terperangkap dalam kemiskinan sehingga secara sehat. Keenam, intervensi pemerintah
tidak kondusif bagi pemantapan ketahanan yang demikian dalam dan luas telah mem-
pangan keluarga di pedesaan secara umum bebani anggaran belanja negara yang amat
dan petani gurem pada khususnya. Disamping besar. Sikap pemerintah, lebih-lebih Kabinet
itu, kebijakan yang ditempuh terfokus pada Indonesia Bersatu yang sedang memerintah
peningkatan produksi beras di daerah per- saat ini, yang cenderung berorientasi pada
sawahan sehingga bias negatif terhadap politik populis, telah menyebabkan beban
penduduk yang bahan pangan pokoknya non- anggaran negara cenderung meningkat tajam
beras dan yang hidup di daerah lahan kering dan dikhawatirkan akan terperosok ke dalam
atau dataran tinggi. Dalam konteks ini, kebi- perangkap spiral subsidi dan perlindungan
jakan produksi yang ditempuh selama ini tidak (agricultural support trap). Terkesan kuat
sesuai dengan kriteria pemerataan (equity). bahwa pemerintah saat ini lebih menekankan
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kasus kebijakan subsidi dan proteksi (insentif harga)
rawan pangan atau kelaparan seperti di Irian ortodoks daripada penyediaan fasilitas infra-
Jaya, Nusa Tenggara, dan sebagainya. struktur dan insentif investasi.
Ketiga, intensifikasi usahatani dan penu- Dari uraian di atas jelaslah kiranya
runan kualitas irigasi telah menyebabkan bahwa kebijakan produksi pangan yang dila-
usahatani pangan rentan terhadap serangan kukan tidak sepenuhnya berhasil memenuhi
hama dan perubahan iklim sehingga produksi persyaratan teknis sistem penyediaan pangan
pangan tidak stabil menurut waktu. Ancaman secara berkelanjutan. Disamping itu, kebijakan
ketidakstabilan produksi ini semakin berba- yang ditempuh memerlukan dukungan pem-
haya karena fenomena El Nino telah menun- biayaan yang sangat besar dari pemerintah
jukkan gejala perubahan menjadi semakin serta dilaksanakan secara "top-down" dengan
sering dan tidak menentu. Dengan demikian, tanpa memperhatikan aspirasi petani dan
produksi domestik semakin tidak dapat dian- kearifan lokal. Hal ini jelas tidak sesuai dengan
dalkan sebagai sumber pengadaan pangan kondisi obyektif ekonomi-politik Indonesia saat
nasional. Keempat, kebijakan produksi pangan ini. Oleh karena itu kebijakan produksi pangan

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Pantjar
Simatupang

5
yang dilakukan selama ini sudah harus segera terperosok ke dalam pengaruh Blok Barat
dirancang ulang. maupun Blok Tirnur. Sebagai salah satu
penggagas Gerakan Non-Blok, Presiden
Soekarno dengan tegas menetapkan
KERANGKA ANALISIS KEBIJAKAN "Berdikari" sebagai garis kebijakan politik
PANGAN maupun ekonomi semasa pemerintahan
Orde Lama. Sebagai salah satu issu paling
Paradigma Perolehan Pangan (Food strategis dalam bidang sosial-ekonomi-poli-
Entitlement) tik, maka Berdikari dalam pengadaan pa-
ngan atau swasembada pangan mutlak
Ketahanan pangan merupakan kon- merupakan garis kebijakan ketahanan
sep dinamis yang pengertiannya terus me- pangan yang dianut pemerintah Indonesia
ngalami penyesuaian melalui proses sintesis semasa Orde Lama. Dengan garis kebi -
atas akumulasi peningkatan pengetahuan jakan ini, impor maupun bantuan pangan
kontemporer dan adaptasi terhadap peru- asing merupakan sumber ancaman keta -
bahan lingkungan kontekstual. Pemahaman hanan pangan, ekonomi maupun politik,
konseptual merupakan landasan berpikir sehingga mutlak harus dihindari.
sistematis dalam merumuskan sistem keta-
hanan pangan, identifikasi elemen kunci Gagal panen global yang terjadi pa-
(termasuk komponen kelembagaan) dan pe- da tahun 1972, dan memuncak pada krisis
rumusan kebijakan pemerintah. Dari ulasan pangan global pada tahun 1974, yang
historis perkembangan konseptualnya akan menimbulkan bencana kelaparan luas di
lebih mudah dipahami logika pemilihan Asia Selatan dan Afrika menyadarkan ma-
strategi dan instrumen kebijakan ketahanan syarakat dunia bahwa konsep swasembada
pangan yang diterapkan pemerintah pada mutlak tidak menjamin ketahanan pangan
masa lalu. Ulasan konseptual ini pulalah suatu negara. Gagal panen di suatu negara
yang akan dijadikan sebagai landasan dapat demikian dahsyat sehingga tidak ada
dalam mengevaluasi strategi dan instrumen pilihan lain negara tersebut harus meng -
kebijakan ketahanan pangan, baik yang di- impor pangan guna menghindari malapeta-
terapkan selama ini maupun rekomendasi ka kelaparan massal warganya. Volume
perbaikannya untuk masa mendatang. impor pangan bahkan dapat melonjak
demikian besarnya sehingga memicu krisis
Istilah ketahanan pangan (food secu- pangan global (kasus impor Uni Soviet
rity) sesungguhnya belum populer hingga tahun 1972/1973). Lebih daripada itu, gagal
awal tahun 1970-an. Peperangan antar panen dapat juga terjadi bersamaan dalam
negara atau antar sekutu yang terus ber- skala global (misalnya akibat anomali iklim
lanjut sejak zaman kolonial hingga Perang EI-Nino) sehingga menimbulkan krisis pa-
Dunia II dan perang dingin antara Blok Barat ngan akut secara global. Pengalaman ini
(Kapitalis) dan Blok Timur (Komunis) telah menyadarkan semua pihak bahwa keta -
menimbulkan gangguan terhadap perdaga- hanan pangan merupakan isu global yang
ngan pangan. Embargo perdagangan pa- mesti ditangani semua negara secara
ngan merupakan salah satu senjata pepe- bersama-sama. Hal inilah yang mendorong
rangan. Dalam kondisi demikian, hampir berkembangnya dimensi ketahanan pa -
semua negara berupaya untuk berswasem- ngan, tidak lagi hanya sebatas negara,
bada dalam pangan (food self-suffiency). tetapi juga mencakup kawasan regional
Ketahanan pangan diartikan secara agregat (regional food security) dan global (global food
sebagai kemampuan suatu negara untuk security).
memenuhi sendiri kebutuhan pangannya.
Derajat swasembada pangan merupakan Munculnya kesadaran baru bahwa
indikator tunggal ketahanan pangan. ketahanan pangan merupakan isu global
telah mendorong PBB (FAO) mengorganisir
Kebijakan swasembada pangan pada Konferensi Pangan Dunia (World Food
dasarnya merupakan bagian dari kebijakan Conference) pada tahun 1974. Sejak kon-
"Berdikari" (berdiri di atas kaki sendiri) atau ferensi inilah istilah "ketahanan pangan"
self-sufficient yang ditempuh negara-negara semakin populer dan menjadi salah satu isu
berkembang anggota Non-Blok agar tidak

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 1 - 18

6
kebijakan strategis setiap negara. Sejak risiko ketahanan pangan nasional. Oleh
saat ini pulalah muncul kerjasama ke - karena itu, impor pangan hanya dilakukan
tahanan pangan regional maupun global. jika terpaksa harus memenuhi kekurangan
Pemikiran konseptual ketahanan pangan pangan (residual fill-out). Pandangan seperti
pun mengalami perubahan. Impor tidak lagi ini pulalah yang mendasari kenapa peme-
dipandang tabu, tetapi merupakan salah rintah Orde Baru tetap mempertahankan
satu sumber pengadaan pangan domestik pencapaian swasembada beras sebagai
yang efisien, meski tetap dipandang tidak prioritas utamanya, yang akhirnya dapat
handal karena tetap mengandung risiko diraih pada tahun 1984.
harga dan politik sehingga masih tetap Pengamatan empiris menunjukkan
harus ditekan serendah mungkin. bahwa kasus kekurangan pangan rumah
Hingga pertengahan tahun 1980-an, tangga dan individu masih sering terjadi,
konsep ketahanan pangan yang dianut walaupun secara agregat di negara tersebut
secara luas ialah paradigma "Ketersediaan tersedia pangan dalam jumlah lebih dari
Pangan Nasional” (National Food Availability cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan
Paradigm). Dengan paradigma ini, keta - seluruh penduduknya. Insiden kelaparan di
hanan pangan diartikan sebagai: "kemam- beberapa negara (Bangladesh, India, dan
puan suatu negara untuk menjamin keter- sebagainya) tetap terjadi walaupun secara
sediaan pangan dalam jumlah yang cukup agregat tersedia pangan dalam jumlah yang
bagi seluruh penduduknya". Dengan konsep cukup. Bukti-bukti empiris kelaparan terse-
ini, ketahanan pangan dilihat secara agregat but membuahkan kesadaran baru bahwa
di tingkat nasional (negara). Indikator ketahanan pangan nasional tidak cukup
keharusan bagi ketahanan pangan ialah untuk menjamin ketahanan pangan keluar-
kecukup-sediaan pangan agregat yang ber- ga, apalagi ketahanan pangan individu.
asal dari pengadaan dalam negeri (produksi Dengan demikian, paradigma ketersediaan
domestik) dan pengadaan luar negeri pangan nasional (national food availability
(impor). Indikator kecukupan (kemantapan) paradigm) dipandang tidak tepat untuk di-
ketahanan pangan ialah derajat swasem- jadikan sebagai landasan kebijakan dalam
bada pangan. Ketahanan pangan dikatakan rangka mewujudkan ketahanan pangan
mantap apabila seluruh kebutuhan pangan keluarga dan individu.
dapat dipenuhi dari produksi domestik (swa- Berdasarkan pengamatan empiris
sembada mutlak). Dengan paradigma ini, seperti di atas, maka pada pertengahan
strategi kebijakan pangan, pada umumnya tahun 1980-an muncullah wacana baru
di negara-negara sedang berkembang, tentang makna ketahanan pangan. Indikator
berubah dari "swasembada pangan mutlak" akhir ketahanan pangan bukanlah kecuku-
menjadi "swadaya pangan" (self reliance). pan pangan secara agregat nasional (keta-
Perbedaan pokok antara strategi hanan pangan nasional), tetapi akses
"swasembada pangan" dan "swadaya pangan yang cukup bagi seluruh individu di
pangan" adalah dalam hal sumber penga- suatu negara. Wacana baru ini disebut
daan pangan. Pada swasembada pangan, sebagai paradigma perolehan pangan (food
strategi yang ditempuh ialah bagaimana entitlement paradigm) yang dirumuskan dan
memacu produksi pangan domestik sehing- dipopulerkan oleh penerima Hadiah Nobel
ga seluruh kebutuhan pangan nasional Ekonomi tahun 2000 (Sen, 1981). Wacana
dapat dipenuhi dari produksi pangan do- baru ini pulalah yang mendorong penga -
mestik (swasembada mutlak). Sedangkan kuan universal bahwa perolehan pangan
pada "swadaya pangan" strategi yang ditem- yang cukup merupakan hak azasi manusia
puh ialah bagaimana meningkatkan kemam- yang secara resmi diterima oleh seluruh
puan nasional sehingga dapat memenuhi negara pada konferensi pangan dunia tahun
kebutuhan pangan nasional baik dari pro- 1996.
duksi domestik maupun melalui impor. Paradigma perolehan pangan (food
Namun demikian, kebanyakan negara yang entitlement paradigm) pada dasarnya dito-
sedang berkembang khususnya, tetap pang oleh tiga pokok pemikiran, yaitu: (1)
memandang impor pangan sebagai faktor Indikator akhir ketahanan pangan ialah

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Pantjar
Simatupang

7
perolehan pangan yang cukup bagi setiap Berdasarkan paradigma perolehan
individu. Oleh karena itu, ketahanan pangan pangan, ketahanan pangan ditentukan oleh
haruslah diukur pada dimensi agregat ter- dua determinan kunci, yaitu ketersediaan pa-
kecil, yaitu individu. Dengan perkataan lain, ngan (food availability) dan akses pangan
indikator akhir ketahanan pangan ialah (food access). Ketersediaan pangan merupa-
ketahanan pangan individu (individual food kan syarat keharusan, sedangkan akses pa-
secutiry; (2) Ketersediaan pangan merupa- ngan merupakan syarat kecukupan ketahanan
kan syarat keharusan tetapi tidak cukup pangan pada setiap hierarki pengukuran.
untuk menjamin perolehan pangan yang Ketersediaan pangan yang cukup di tingkat
cukup bagi setiap individu. (3) Ketahanan nasional merupakan syarat keharusan, namun
pangan haruslah dipandang sebagai suatu tidak cukup bagi terjaminnya ketahanan
sistem hierarkis; ketahanan pangan nasio- pangan di seluruh provinsinya. Kalau keter-
nal, provinsi (kabupaten, lokal), rumah tang- sediaan pangan tidak cukup maka pasti ada
ga dan individual. sebagian provinsi yang mengalami kekura-
Ketahanan pangan nasional merupa- ngan pangan atau mengalami kerawanan
kan syarat keharusan namun tidak cukup pangan. Walaupun ketersediaan pangan
untuk menjamin ketahanan pangan seluruh secara nasional melimpah (lebih dari cukup),
provinsi. Ketahanan pangan provinsi meru- namun kalau ada provinsi tidak memperoleh
pakan syarat keharusan namun tidak cukup akses terhadap sediaan pangan tersebut,
untuk menjamin ketahanan pangan seluruh maka provinsi yang kurang memperoleh akses
kabupaten, desa dan rumah tangga di pro- tersebut akan menderita kerawanan pangan,
vinsi tersebut. Ketahanan pangan keluarga yang berarti ketahanan pangan nasional ter-
merupakan syarat keharusan namun tidak ganggu. Logika ini berlaku secara hierarkis
cukup untuk menjamin ketahanan pangan dari tingkat nasional hingga individu.
seluruh individu anggotanya. Ketahanan Paradigma perolehan pangan terus
pangan seluruh individu merupakan syarat mengalami perluasan dan penyesuaian seiring
keharusan dan kecukupan bagi terjaminnya dengan pertambahan pengetahuan dan pe-
ketahanan pangan suatu negara (Alamgir rubahan isu pembangunan kontemporer
and Arora, 1991; Simatupang, 1999). (Maxwell, 1996; Watts and Bohle, 1993)
Sistem hierarki dan pola hubungan antar dengan memasukkan elemen kerawanan
agregasi unit pengukuran ketahanan pangan (vulnerability) sebagai salah satu determinan
ditampilkan pada Gambar 1 . ketahanan pangan. Ketersediaan dan akses
pangan yang rawan terhadap ancaman risiko

Ketahanan Pangan
Nasional

Ketahanan Pangan
Provinsi

Ketahanan Pangan
Kabupaten/Kolak

Ketahanan Pangan
Keluarga

Ketahanan Syarat Syarat keharusan


Pangan Individu Keharusan dan kecukupan

Sistem Hierarki

Gambar 1. Sistem Hierarki dan Sifat Hubungan antar Agregasi Unit Pengukuran Ketahanan Pangan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 1 - 18

8
tertentu seperti bencana alam, gejolak eko- Dengan konsep baru ini, ketahanan pangan
nomi, sosial, dan politik haruslah digolongkan identik dengan ketahanan nutrisi, dan kedua-
sebagai kondisi ketahanan pangan yang tidak nya tidak dapat pula dibedakan.
mantap. Selanjutnya, Chambers (1988) me-
nambahkan elemen keberlanjutan (sustaina-
bility) sebagai determinan tambahan keta- Kerangka Analisis
hanan pangan. Pada dasarnya elemen vulne- Seperti halnya paradigma yang me-
rability dan sustainablity bermuara pada satu landasinya, definisi ketahanan pangan pun
pemikiran bahwa waktu merupakan salah satu berubah secara kontemporer. Definisi yang
dimensi utama ketahanan pangan. Keterse- diterima secara luas saat ini ialah: "secure
diaan dan akses pangan haruslah terjamin access by all people at all times to adequate,
sepanjang masa secara berkelanjutan. Hal safe and nutritious foods which meets dietary
inilah yang mendasari konsep ketahanan pa- and preferences for an active and a healthy
ngan berkelanjutan (sustainability food secu- life" (FAO, 1998, Maxwell, 1996; Von Braun et
rity) yang populer pada tahun 1990-an al., 1993), yang dapat diterjemahkan sebagai :
(Swaminathan, 1995; Simatupang, 1999). "terjaminnya bagi setiap orang pada sepan-
Hasil pengamatan dan penelitian me- jang masa akses terhadap makanan ber-
nunjukkan bahwa akses pangan yang cukup nutrisi, aman, sesuai selera dan memenuhi
ternyata tidak dapat menjamin asupan zat gizi kebutuhan gizi untuk suatu kehidupan yang
yang cukup (Simatupang and Fleming, 2001). aktif dan sehat".
Bahkan dalam bentuk ekstrim, tidak jarang Berdasarkan definisi di atas, keta-
ditemukan ”paradoks kelimpahan gizi”, dimana hanan pangan ditopang oleh "trilogi" (triad
keluarga atau individu yang memperoleh ak- concepts) ketahanan pangan (Chung et al.,
ses pangan melimpah menderita sindroma 1997), yaitu: (1) ketersediaan bahan pangan
rawan nutrisi ringan/depresi (Halavatau and (food availability); (2) akses bahan pangan
Halavatau, 2001; Foraete, 2001; Wellegtabit, (food access) dan (3) pemanfaatan bahan
2001). Dengan perkataan lain, ketahanan pangan (food utilization).
pangan tidak cukup untuk menjamin keta- Ketiga elemen inilah yang menjadi
hanan nutrisi (nutritional security). Sudah ba- determinan fundamental ketahanan pa -
rang tentu, keluarga atau individu yang ngan. Ketersediaan pangan mengacu pada
menderita rawan pangan pastilah menderita ketersediaan bahan pangan secara fisik di
rawan gizi. Ketahanan pangan merupakan lingkungan tempat tinggal penduduk dalam
syarat keharusan namun tidak cukup untuk jumlah yang cukup dan yang mungkin
menjamin ketahanan nutrisi (Simatupang and dijangkau oleh semua penduduk. Akses
Fleming, 2001). Pengamatan dan pandangan pangan mengacu pada kemampuan untuk
semacam inilah yang mendorong munculnya memperoleh bahan pangan yang telah ter-
konsep ketahanan nutrisi pada tahun 1990-an sedia tersebut baik melalui media pertu -
(Gross et al., 2000). karan (pasar) maupun melalui transfer
Perbedaan pokok antara ketahanan (institusional). Pemanfaatan pangan me-
pangan dan ketahanan nutrisi terletak pada ngacu pada proses alokasi dan pengolahan
aspek penggunaan pangan (food utilization). bahan pangan yang telah diperoleh (diak-
Apabila pangan yang telah diperoleh dalam ses) sehingga setiap individu memperoleh
jumlah yang cukup (ketahanan pangan) diolah asupan pangan yang cukup. Ketiga elemen
dan dikonsumsi dengan baik maka kebutuhan dasar ini berkaitan secara hierarkis. Keter-
akan zat gizi secara berimbang akan tercukupi sediaan bahan pangan merupakan syarat
(ketahanan gizi). Dengan demikian, apabila keharusan, namun tidak cukup untuk men-
elemen pemanfaatan pangan (zat gizi) di- jamin akses bahan pangan yang cukup.
masukkan sebagai persyaratan tambahan Kalau ketersediaan bahan pangan
maka ketahanan pangan akan identik dengan tidak cukup maka bahan pangan yang
ketahanan nutrisi. Dalam konsep terkini, peng- dapat diperoleh (akses) pun pasti tidak
gunaan pangan (utilization) merupakan salah cukup. Namun, ketersediaan bahan pangan
satu kriteria persyaratan ketahanan pangan yang melimpah belum tentu perolehan
sehingga persyaratan nutrisi sudah terpenuhi. bahan pangan mencukupi. Akses pangan

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Pantjar
Simatupang

9
yang cukup merupakan syarat keharusan Sasaran dari kebijakan ketahanan pangan
bagi kecukupan pemanfaatan bahan pa- yang efektif ialah menjamin agar setiap
ngan. Kalau perolehan bahan pangan (pa- keluarga memperoleh bahan pangan yang
da suatu keluarga misalnya) tidak mencu - cukup tanpa harus menghadapi risiko
kupi maka alokasi pangan yang siap diolah berlebihan (Von Braun, 1993). Itu berarti,
dan diasup setiap individu (anggota keluar- konsep ketahanan pangan juga mengan-
ga) pasti tidak mencukupi. Walaupun per- dung elemen "kerawanan" (vulnerability
olehan pangan melimpah, jika tidak dialo- element) seperti yang dikatakan oleh Watts
kasikan dan diolah dengan baik maka and Bohle (1993), Radimer et al. (1999) dan
asupan pangan aktual tidak akan cukup. Kendall et al. (1995). Faktor risiko meru-
Hubungan di antara ketiga determinan pakan penentu tingkat kerawanan yang
utama ketahanan pangan tersebut dapat berarti pula derajat ketahanan pangan
dirumuskan seperti pada Gambar 2. Trilogi (Maxwell and Frankenberger, 1992). Secara
ketahanan pangan dapat disebut sebagai operasional, faktor risiko atau kerawanan
syarat keharusan dan kecukupan untuk merupakan salah satu indikator keragaan
tercapainya ketahanan pangan.

Ketersediaan Akses Pemanfaatan Ketahanan


bahan bahan bahan pangan
pangan pangan pangan

Gambar 2. Hubungan Trilogi Ketahanan Pangan yang Merupakan Komponen Ketersediaan, Akses dan
Pemanfaatan Bahan Pangan

Melalui konsep "trilogi ketahanan trilogi ketahanan pangan. Dengan perkataan


pangan" ini dapat dijelaskan dengan baik lain, ketahanan pangan tidak hanya ditentu-
mengapa paradigma ketersediaan pangan kan oleh "kecukupan" (ketersediaan, akses,
(food availability paradigm,) yang praktis pemanfaatan) bahan pangan, tetapi juga
berdimensi tunggal (hanya mensyaratkan oleh "faktor risiko" dan "ketidakpastian" atau
ketersediaan pangan yang cukup), tidak "kerawanan" dari ketiga unsur trilogi keta-
tepat dijadikan dasar berfikir untuk mema- hanan pangan tersebut. Secara operasional,
hami permasalahan ketahanan pangan kerawanan dapat diukur berdasarkan sta-
rumah tangga atau individu. Lo gika ini bilitas dan kemandirian. Identifikasi dan
pulalah yang menjelaskan kenapa para - pengukuran faktor risiko ketahanan pangan
digma perolehan pangan (food entitlement sangatlah penting untuk dapat memahami
paradigm) berdimensi dua (ketersediaan dan permasalahan dan merumuskan kebijakan
akses pangan), serta kenapa ketahanan yang tepat.
pangan (food security), tidak dapat menjamin Ungkapan at all times (pada sepan-
ketahanan nutrisi (nutritional security). Kon- jang masa) berarti ketahanan pangan harus-
sep "trilogi ketahanan pangan" mampu lah dapat dipertahankan secara berkelan-
menjembatani ketahanan pangan dan keta- jutan dalam periode jangka panjang. De-
hanan nutrisi, sehingga keduanya identik. ngan perkataan lain, "keberlanjutan" (sus-
Konsep inilah yang sesuai dengan definisi tainability) adalah juga indikator keragaan
umum ketahanan pangan. ketahanan pangan. Konsep ini semakin luas
Ungkapan secure access (akses diterima seiring dengan semakin besarnya
terjamin) menunjukkan bahwa konsep ke- kesadaran dan kepedulian terhadap isu
tahanan pangan memperhatikan aspek lingkungan hidup (Swaminathan, 1995;
risiko atau ketidakpastian yang dihadapi Simatupang, 1999). "Keberlanjutan" mesti-
keluarga atau individu dalam memperoleh lah dimasukkan sebagai salah satu indikator
pangan yang cukup sepanjang masa. keragaan trilogi ketahanan pangan.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 1 - 18

10
Berdasarkan uraian di atas dapatlah makan individu yang bersangkutan. Norma
disimpulkan bahwa ketahanan pangan kebutuhan gizi maupun selera bersifat
berkelanjutan ditentukan oleh kecukupan, spesifik individu. Oleh karena itu, idealnya,
kerawanan dan keberlanjutan dari keter- ukuran kesesuaian atau kecukupan pangan
sediaan, akses dan pemanfaatan bahan pa- haruslah ditetapkan secara individual. Teta-
ngan. Kecukupan, kerawanan dan keber- pi, hal ini jelas sangat tidak praktis dan
lanjutan merupakan indikator keragaan; mahal. Biasanya, ukuran kecukupan dite-
sedangkan ketersediaan, akses dan pe - tapkan secara rata-rata untuk suatu golo-
manfaatan merupakan variabel penentu ngan demografis, sosial dan ekonomi
ketahanan pangan berkelanjutan. Dengan tertentu. Inilah salah satu alasan mengapa
demikian, ketahanan pangan dapat diukur aspek demografi dan sosial sangat penting
dan dimonitor dengan suatu matriks kera- dalam isu ketahanan pangan. Beberapa
gaan seperti pada Tabel 1. peneliti bahkan memasukkan kesesuaian
sosial (social acceptability) sebagai salah
Tabel 1. Matriks Evaluasi Keragaan Ketahanan satu dimensi ketahanan pangan (Radimer
Pangan et al., 1998; Kendall et al., 1995). Namun
demikian, dalam kondisi normal, selera
Determinan Kecu- Kera- Keber-
makan dapat dicerminkan oleh komposisi
utama kupan wanan lanjutan
bahan pangan, sedangkan paket konsumsi
Ketersediaan V V V aktual penduduk dapat dipandang sebagai
Akses V V V refleksi dari selera sehingga dapat dipakai
Pemanfaatan V V V sebagai data dasar untuk menentukan
kecukupan pangan.
Ungkapan by all people (bagi semua Dengan demikian, untuk tujuan
orang) menunjukkan bahwa ketahanan pa- analisis kebijakan, isu ketahanan pangan
ngan berkaitan dengan pemenuhan kebu- dapat dikaji berdasarkan tiga dimensi kunci
tuhan pangan individual semua penduduk. (McCalla, 1999) yaitu: (1) Tingkat agregasi:
Seperti yang diuraikan sebelumnya, keta - rumah tangga, regional (provinsi, kabupaten
hanan pangan dapat diukur secara hierarkis dan nasional); (2) Perspektif waktu: jangka
mulai dari level individual, rumah tangga, pendek, menengah dan panjang; dan (3)
provinsi, nasional dan bahkan global. Syarat keharusan dan kecukupan: keterse-
Ketahanan pangan pada hierarki yang lebih diaan, akses, dan pemanfaatan. Penjelasan
tinggi merupakan syarat keharusan, namun lebih jelas adalah sebagai berikut:
tidak cukup untuk menjamin ketahanan Pertama adalah sangat penting un-
pangan pada hierarki yang lebih rendah. tuk membagi tingkat agregasi pengukuran
Dengan demikian, secara konseptual, kera-
ketahanan secara hierarkis karena perma-
gaan akhir ketahanan pangan haruslah
salahan pada setiap agregasi adalah sa -
diukur pada tingkat individu (individual food
ngat berbeda, namun keragaan setiap agre-
security). Namun, pengukuran ketahanan
gasi tersebut berhubungan kausal hierarkis.
pangan individual merupakan pekerjaan
Pada akhirnya, masalah ketahanan pangan
yang sangat besar dan mahal. Oleh karena haruslah diatasi di tingkat rumah tangga,
itu, pengukuran ketahanan pangan biasa- namun hal inipun berkaitan dengan perma-
nya dilakukan untuk tingkat rumah tangga,
salahan di tingkat regional dan nasional.
regional (kabupaten, provinsi) atau nasional
Disagregasi hierarkis juga perlu karena
dengan tetap menekankan implikasinya penanggungjawab dan stakeholders pada
terhadap ketahanan pangan individu. setiap level agregasi berbeda-beda, khu-
Ungkapan ”adequate” (sesuai) me- susnya dalam hal cakupan dan derajat ke-
ngandung arti bahwa bahan pangan yang dekatan. Pada tingkat rumah tangga, pe-
dapat diakses haruslah secara kuantitas nanggungjawab utama ialah kepala keluar-
dan kualitas cukup untuk memenuhi norma ga, sedangkan stakeholders adalah seluruh
kebutuhan nutrisi dan keamanan higienis anggota keluarga yang menjadi subyek
untuk suatu kehidupan yang sehat dan aktif yang memperoleh manfaat dan sasaran
serta cocok pula dengan selera (preferensi) akhir kebijakan ketahanan pangan. Pada

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Pantjar
Simatupang

11
tingkat regional (provinsi, kabupaten), pe- Ketiga, syarat keharusan dan kecu-
nanggung jawab utama ialah pemerintah kupan. Disagregasi ini penting untuk meng-
daerah dan yang menjadi stakeholders ada- identifikasi akar permasalahan sehingga
lah desa-desa di dalam wilayah yurisdiksi- upaya untuk mengatasinya dapat dirumus-
nya. Pemerintah pusat bertanggung jawab kan dengan tepat dan pelaksanaannya
terhadap ketahanan pangan nasional. dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Kedua, pemilahan masalah dan isu Syarat keharusan dan kecukupan ini ialah
kebijakan dalam perspektif waktu adalah kecukup-sediaan, akses dan pemanfaatan
penting dalam rangka penetapan prioritas pangan yang sudah diuraikan cukup rinci.
dan tahapan pemecahan masalah. Dalam Persoalan pokoknya ialah bagaimana mem-
jangka pendek, fokus masalah ialah pada peroleh data empiris yang lengkap dan
tingkat rumah tangga. Isu pokoknya ialah akurat. Ini jelas merupakan pekerjaan besar,
menjamin akses pangan yang cukup, baik mahal dan butuh waktu panjang.
melalui penciptaan sumber pendapatan Telah dikemukakan bahwa indikator
maupun melalui program transfer, bagi se- akhir ketahanan pangan, yang juga merupa-
luruh rumah tangga. Dalam jangka mene- kan sasaran akhir kebijakan ketahanan pa-
ngah, penekanan utama mestilah pada
ngan, ialah kecukupan asupan pangan di
tingkat regional. Pemerintah daerah, dengan
tingkat individu (ketahanan pangan individu).
fasilitasi dari pemerintah pusat, harus
merumuskan program dan kebijakan untuk Mengingat individu berada dalam satuan eko-
mendorong peningkatan pendapatan secara nomi keluarga, maka secara operasional sa-
luas, perkembangan sistem produksi berke- saran kebijakan ketahanan pangan difokuskan
lanjutan dan mendinamisir perekonomian pada ketahanan pangan keluarga. Secara
rakyat banyak (khususnya di pedesaan). hierarkis, ketahanan pangan keluarga ditentu-
Penekanan utama dalam jangka panjang kan oleh ketahanan pangan regional dan
ialah pada tataran nasional. Isu pokoknya nasional. Dengan demikian, masalah keta-
ialah bagaimana menghapuskan kemiskinan hanan pangan haruslah dirumuskan dalam
(absolut) melalui pembangunan berkelan- suatu sistem hierarkis (Gambar 1). Selain itu,
jutan. Sebagai ilustrasi, variabel-variabel syarat keharusan dan kecukupan atau deter-
kunci dalam matriks dimensi ketahanan minan utama ketahanan pangan juga berhu-
pangan ditampilkan pada Tabel 2. bungan kausal hierarkis (Gambar 2). Di sisi
lain, variabel-variabel utama penentu ketiga

Tabel 2. Variabel-variabel Kunci Dimensi Waktu dan Agregasi dalam Ketahanan Pangan

Dimensi waktu
Dimensi Jangka menengah
agregasi Jangka pendek Jangka panjang
(3-5 tahun) (5-10 tahun) (15-25 tahun)

• Akses pangan • Akses sumber


• Penghapusan kemiskinan
Rumah tangga • Nutrisi dan pandapatan
• Infrastruktur sosial
kesehatan • Produksi Pangan

• Pembangunan basis
• Jaring pengaman • Pembangunan ekonomi
Perekonomian rakyat (desa)
Regional • Nutrisi dan • Sistem produksi
• Sistem produksi berkelanjutan
kesehatan berkelanjutan
• Infrastruktur ekonomi

• Bantuan pangan • Litbang pertanian


• Litbang pertanian
• Jaring pengaman • Kebijakan makro
• Kebijakan makro
Nasional • Stok pangan • Pemerataan dan sinergi
• Infrastruktur ekonomi-
• Nutrisi dan perekonomian
politik
kesehatan • Infrastruktur ekonomi- politik

Sumber: Adaptasi dari McCalla (1999)


FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 1 - 18

12
determinan utama ketahanan pangan tersebut pangan. Fungsi pers semakin efektif seiring
dapat pula saling berhubungan. Oleh karena dengan demokratisasi pemerintah pusat mau-
itu, masalah ketahanan pangan lebih tepat pun daerah.
dirumuskan dengan pendekatan sistem. Dilukiskan seperti pada Gambar 3,
Terdapat dua alternatif modus tran- poros sentral dari sistem ketahanan pangan
saksi yang dapat berfungsi efektif sebagai ialah ketiga determinan ketahanan pangan:
sistem operasi untuk menjamin kecukupan ketersediaan, akses dan pemanfaatan bahan
ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan pangan. Elemen-elemen sistem ketahanan
yaitu: sistem ekonomi pasar dan sistem trans- pangan pada dasarnya ialah variabel kunci
fer (jaring pengaman). Oleh karena itu, sistem penentu pilar ketahanan pangan tersebut.
ketahanan pangan dapat dibagi menjadi dua Pada sisi atas poros sentral tersebut disusun
subsistem besar: subsistem berbasis mekanis- elemen-elemen yang termasuk kategori berba-
me ekonomi pasar dan subsistem mekanisme sis sistem transfer (non-pasar), sedangkan
transfer institusional. Variabel-variabel kunci pada sisi bawahnya disusun elemen-elemen
penentu kedua subsistem ketahanan pangan yang termasuk kategori berbasis sistem meka-
tersebut dirumuskan pada Gambar 3. Elemen- nisme pasar. Sistem informasi dapat dipan-
elemen yang berlandaskan sistem ekonomi dang sebagai infrastruktur penunjang. Keraga-
pasar dicirikan oleh transaksi pertukaran an sistem pangan secara keseluruhan dipe-
dengan harga sebagai acuan utama transaksi. ngaruhi oleh konteks lingkungan domestik,
Sedangkan elemen-elemen yang berlandas- kebijakan pemerintah, dan konteks lingkungan
kan sistem transfer (seperti jaring pengaman eksternal. Model sistem ketahanan pangan
sosial), dicirikan oleh transaksi (seringkali satu seperti pada Gambar 3 dapat dipakai untuk
arah, transfer murni) melalui mekanisme insti- mengidentifikasi dan mendiagnosa akar per-
tusi, yang tidak sepenuhnya atau mungkin masalahan yang merupakan tahap awal yang
sama sekali tidak mengacu pada mekanisme mesti dilakukan dalam proses perumusan
pasar (tingkat harga pasar). Pada dasarnya, kebijakan ketahanan pangan nasional.
sistern transfer dibentuk sebagai jaring penga- Identifikasi akar masalah diawali de-
man apabila mekanisme pasar gagal menja- ngan inventarisasi gejala kerawanan pangan
min ketahanan pangan bagi semua orang. Di yang ditunjukkan oleh sindroma kurang pa-
negara manapun, sistem ketahanan pangan ngan dan atau dengan mengevaluasi keraga-
selalu memiliki subsistem pengaman yang ber- an ketiga determinan pangan. Evaluasi kera-
basiskan "transfer" . gaan ketiga determinan ketahanan pangan
Adanya sistem informasi yang mampu dapat dilakukan dengan memanfaatkan mat-
mendeteksi dini ancaman rawan pangan riks evaluasi seperti pada Tabel 1. Akar penye-
merupakan kunci untuk melakukan tindakan bab masalah selanjutnya ditelusuri setiap
pencegahan. Sistem informasi ini dapat di- elemen variabel kunci penentu keragaan
bangun pemerintah antara lain dengan me- masing-masing determinan ketahanan pangan
manfaatkan lembaga kesehatan dan pertanian tersebut. Tindakan kuratif untuk mengatasi
yang langsung mengetahui kondisi lapang permasalahan dirumuskan dalam bentuk reko-
seperti Puskesmas (termasuk Posyandu) dan mendasi paket kebijakan atau program
Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) sebagai pemerintah berdasarkan hasil diagnosa akar
ujung tombak. Namun demikian, jaringan infor- penyebab masalah.
masi publik ini perlu dikomplementasikan de-
ngan jaringan informasi swasta, utamanya
dengan mengembangkan pers yang bebas KEBIJAKAN STRATEGIS
dan berkemampuan untuk mengetahui kondisi
ketahanan pangan hingga ke wilayah terpencil Ketahanan pangan keluarga teruta-
sekalipun. Sesuai dengan tesis Sen (1981), ma dan pertama-tama adalah tanggung
adanya pers yang bebas merupakan kunci jawab keluarga sendiri. Tanggungjawab pe-
untuk mencegah terjadinya insiden rawan merintah ialah memberdayakan, melindungi
pangan akut. Pers tidak saja berperan sebagai dan mengatur, sehingga setiap keluarga
diseminator informasi, tetapi juga sebagai mampu menjamin ketahanan pangan ma-
penyuluh dan advokator kebijakan ketahanan sing-masing secara mandiri. Dalam perspek-

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Pantjar
Simatupang

13
FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 1 - 18

14
tif sistem yang diuraikan sebelumnya, tulang mediasi pasar (market mediated) berda-
punggung sistem ketahanan pangan ialah sarkan kemampuan sendiri (self-reliance).
perolehan pangan melalui mediasi pasar Pada intinya perolehan pangan ditentukan
(market-mediated food security). Namun oleh ketersediaan (termasuk hasil produksi
keluarga sendiri), harga serta pendapatan
mesti disadari bahwa keluarga/individu tidak
keluarga. Secara logika, hal itu dapat
memiliki kemampuan sama. Sebagian ke-
diwujudkan dengan cara: (1) pengentasan
luarga/individu mungkin saja tidak mampu
kemiskinan (perolehan pendapatan minimal
memperoleh makanan yang cukup dengan
cukup untuk membeli kebutuhan pangan/
hanya mengandalkan mediasi pasar. Pasar batas kemiskinan); dan (2) stabilisasi keter-
juga rentan terhadap gejolak sehingga gagal sediaan dan harga pangan.
berfungsi sebagai mediator yang baik bagi
semua pelaku ekonomi. Oleh karena itu, Pendekatan mikro, yakni intervensi
sistem ketahanan pangan harus dilengkapi langsung pada dan di dalam keluarga,
dengan sistem jaring pengaman. Perolehan seperti program pemanfaatan lahan peka-
informasi yang lengkap dan akurat meru- rangan sebagai lumbung pangan keluarga,
pakan dasar bagi setiap aktor melakukan dan pembinaan usaha mikro ibu rumah
tindakan yang tepat. Isu strategis ketahanan tangga miskin, mungkin amat efektif namun
pangan dapat di bagi menjadi tiga aspek implementasinya amat sulit dilihat dari segi
yaitu: (a) kemandirian pangan keluarga; (b) pemilahan sasaran, beban administrasi dan
informasi dan kewaspadaan pangan, dan (c) beban anggaran. Pendekatan mikro praktis
Jaring pengaman rawan pangan. Skema tidak mungkin dilaksanakan dalam skala
besar, bilamana insiden keluarga rawan
kerangka kerja kebijakan ketahanan pangan
pangan amat tinggi (mencapai puluhan juta
yang ditampilkan pada Gambar 4 dapat
keluarga) seperti di Indonesia. Kasus prog-
dijadikan panduan dalam menentukan pili-
ram pemberian bantuan langsung tunai
han kebijakan.
kompensasi kenaikan harga bahan bakar
Isu sentral kebijakan pangan ialah minyak yang penuh masalah merupakan
menjamin perolehan pangan (food entitle- bukti nyata ketidaksesuaian pendekatan
ment) bagi setiap keluarga (individu) melalui mikro tersebut.

Pertumbuhan
Tinggi

Pembangunan
Pengentasan Ketahanan
Pertanian dan
Kemiskinan Pangan
Pedesaan

Stabilitas Pasar
Pangan (dan
sosekpol)

Gambar 4. Relasi Skematis Strategi Ketahanan Pangan yang Dimediasi oleh Pertumbuhan Pro Penduduk
Miskin dengan Poros Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (diadaptasi dari Timmer, 2004)

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Pantjar
Simatupang

15
Pendekatan yang lebih operasional Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehu-
ialah integrasi makro-mikro. Dengan pende- tanan (RPPK) yang dicanangkan saat ini.
katan ini ketahanan pangan rumah tangga Sayangnya hingga kini masih belum terlihat
diintegrasikan dengan pertumbuhan ekono- tanda-tanda akan adanya revitalisasi pertanian
mi makro dan pasar pangan nasional. Pan- dan pedesaan tersebut.
dangan ini didasarkan pada pemikiran beri- Kebijakan pemerintah saat ini yang
kut: (1) Pendapatan keluarga, khususnya terkesan amat menitikberatkan pemberian
kelompok terbawah (miskin) ditingkatkan insentif harga berupa subsidi input dan du-
melalui pertumbuhan ekonomi. Ini berarti kungan harga bukanlah kebijakan yang efektif,
pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan efisien dan berkelanjutan untuk mendorong
kualitasnya sehingga lebih berpihak kepada pertumbuhan sektor pertanian, apalagi mema-
keluarga miskin (pro-poor growth); (2) Pasar cu pembangunan pedesaan. Kunci untuk
pangan terintegrasi secara spasial maupun memacu pertumbuhan sektor pertanian dan
secara vertikal sehingga yang disebut pasar pedesaan ialah peningkatan kapasitas pro-
pangan nasional merupakan agregat dari duksi dan produktivitas melalui investasi,
pasar mikro di tingkat komunitas; (3) Pem- inovasi teknologi dan kelembagaan, dan per-
bangunan pertanian dan pedesaan merupa- baikan infrastruktur. Kebijakan strategis yang
kan poros penggerak pertumbuhan pro - dipandang sesuai untuk revitalisasi pertanian
penduduk miskin sekaligus sebagai jangkar dalam rangka pemantapan ketahanan pangan
stabilitas pasar pangan. Dengan demikian, ialah: (1) Liberalisasi sistem inovasi dengan
pertumbuhan, pengentasan kemiskinan dan mempermudah dan memfasilitasi peran serta
stabilisasi pasar pangan dapat bersinergi lembaga penelitian swasta serta memperlong-
satu sama lain. Di satu sisi, sebagian besar gar importasi teknologi; (2) Pemberian insentif
penduduk miskin dan rawan pangan hidup dan terciptanya iklim investasi pertanian dan
di pedesaan dan mengandalkan sektor pedesaan utamanya untuk pembukaan lahan
pertanian sebagai sumber pendapatannya, baru dan usaha non-pertanian di pedesaan;
sehingga pertumbuhan yang digerakkan (3) Pembangunan infrastruktur pertanian dan
oleh pembangunan sektor pertanian dan pedesaan utamanya irigasi, transportasi, tele-
pedesaan pastilah bersifat pro penduduk komunikasi, pasar pedesaan dan kelistrikan
miskin. Di sisi lain, oleh karena sektor per- pedesaan; (4) Penataan institusi, termasuk
tanian didominasi oleh subsektor pangan, organisasi rantai pasok dan tatalaku pemerin-
maka stabilisasi pasar pangan perlu diraih tahan; (5) Mendorong diversifikasi ke produk
yang selanjutnya akan memantapkan keta - bernilai tinggi melalui netralisasi kebijakan bias
hanan pangan dan mendorong pertumbuh- produk/komoditas bernilai rendah (termasuk
an ekonomi. padi); (6) Stabilisasi pasar produk pangan
Relasi sinergis antara pertumbuhan dengan mengintegrasikan pasar domestik dan
ekonomi, pengentasan kemiskinan, stabi- internasional. Khusus untuk bahan pangan
litas pasar pangan dan ketahanan pangan pokok (beras, jagung, kedele, gula), patokan
dengan poros penggerak pembangunan yang dianjurkan digunakan ialah toleransi
sektor pertanian dan perdesaan (agricultural impor hingga 5 persen dan kisaran harga
and rural development propelled pro-poor domestik mengikuti tren harga paritas impor
growth mediated food security) dapat plus-minus 25 persen.
dilukiskan seperti pada Gambar 4. Jaring pengaman ketahanan pangan
Strategi di atas menekankan bahwa dibangun secara terdesentralisasi. Jaring pe-
kebijakan ketahanan pangan merupakan ba- ngaman di tingkat komunitas dibangun melalui
gian integral-sinergis dari kebijakan untuk partisipasi masyarakat lokal dan bersifat
meraih pertumbuhan tinggi dan pengentasan spesifik lokasi dengan pemerintah kabupaten
kemiskinan. Dengan begitu, dilema kebijakan sebagai fasilitator. Pemerintah kabupaten
yang menjadi ciri umum kebijakan ketahanan merupakan penanggungjawab ketahanan pa-
pangan dapat dihindarkan. Strategi ini menun- ngan di tingkat desa dan kabupaten. Peme-
tut kemampuan untuk melakukan revitalisasi rintah provinsi bertanggungjawab membangun
pertanian dan pedesaan. Pada intinya, strategi jaring pengaman ketahanan pangan lintas ka-
ini konsisten dengan pelaksanaan Program bupaten di wilayahnya. Sementara pemerintah

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 1 - 18

16
pusat bertanggungjawab terhadap pemba- kebijakan makro, yang diarahkan untuk meraih
ngunan jaring pengaman lintas provinsi. Pada pertumbuhan tinggi, pengentasan kemiskinan
intinya, jaring pengaman ketahanan pangan dan stabilisasi pasar pangan dengan pem-
dibangun secara hierarkis berdasarkan jenjang bangunan pertanian dan pedesaan sebagai
administrasi pemerintahan. poros pengikat dan penggerak (agriculture and
Sistem deteksi dini, komunikasi dan rural development propelled pro poor growth-
informasi juga dibangun secara hierarkis. De- mediated food security). Strategi makro-sek-
teksi dini merupakan tanggungjawab pemerin- toral tersebut selanjutnya dikomplementasikan
tah daerah dengan memanfaatkan lembaga dengan pembangunan jaring pengaman serta
kesehatan dan pertanian yang berhubungan sistem deteksi dini, komunikasi dan informasi
langsung dengan masyarakat seperti Puskes- secara hierarkis mulai dari tingkat komunitas
mas/Posyandu, Pusat Informasi dan Penyu- (mikro) hingga kantor departemen (makro).
luhan Pertanian/PPL, rumah sakit/klinik, ca- Pemikiran ini masih berupa prinsip
bang dinas pertanian, dan sebagainya. Sis- dasar dan garis-garis besar kebijakan yang
tem informasi dibangun secara hierarkis mulai masih perlu dijabarkan menjadi program aksi
dari kecamatan hingga departemen terkait. dan dilengkapi dengan instrumen operasinya.
Pers daerah diberdayakan sehingga dapat Hal terakhir ini merupakan tugas dari para
berfungsi sebagai diseminator penyuluh dan teknokrat yang berwenang dan bertugas untuk
melakukan advokasi ketahanan pangan. itu.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN DAFTAR PUSTAKA

Ketahanan pangan merupakan salah Alamgir, M. and P. Arora. 1991. Providing Food
satu tujuan utama yang sekaligus berfungsi Security for All. New York University
sebagai instrumen pembangunan. Sistem Press for The International Fund for
ketahanan pangan nasional merupakan salah Agricultural Development.
satu landasan pembangunan sehingga sudah Byron, W.J. 1988. On the Protection and
semestinya dijadikan prioritas perhatian dan Promotion of the Right to Food: An
penanganan pemerintah. Ketahanan pangan Ethical Reflection. In B.W.J. LeMay
(eds.), Sience, Ethics, and Food.
memenuhi kriteria ”barang publik” sehingga
Smithsonian Institution Press,
pembangunannya mesti dilakukan pemerintah Washington, D.C. and International Rice
termasuk melalui intervensi pasar. Kebijakan Research Institute, Manila, p.14-30.
ketahanan pangan dievaluasi berdasarkan
Chung, K.; Haddad, L.; Ramakrishma, J.; and
”minimum cost”, bukan ”maximizing benefit”.
Riely, F. 1997. Identifying the Food
Strategi swasembada pangan didasar- Insecure: The Application of Mixed-
kan pada paradigma ketersediaan pangan Method Approaches in India. Interna-
(food availability) terbukti tidak dapat menja- tional Food Policy Research Institute,
min akses pangan bagi semua keluarga atau Washington, D.C.
individu yang merupakan inti dari ketahanan Devarajan, S., L. Squire, and S. Suthwart -
pangan. Paradigma yang dipandang lebih te- Narueput. 1997. Beyond Rate of Return
pat ialah perolehan pangan (food entitlement) : Reorienting Project Appraisal. World
yang mencakup dimensi ketersediaan, akses Bank Research Observer 1 2( 1) : 35-
46.
dan penggunaan. Dengan paradigma ini, swa-
sembada pangan berguna untuk ketahanan FAO. 1998. Guidelines for National Food
ketersediaan pangan, namun tidak merupakan Insecurity and Vulneravbility Information
and Mapping Systems (FIVIMS):
keharusan untuk ketahanan pangan sehingga
Background and Principles. Committee
tidak dianjurkan untuk dijadikan sebagai sa- on World Food Security CFS: 98/5, 24
th

saran mutlak kebijakan. Session, 2-5 June 1998. Food and


Dalam perspektif jangka panjang, ke- Agriculture Organization, Rome.
bijakan strategis yang dianjurkan ialah integ- Foraete, H.M. 2001. Food Secudity Strategies for
rasi makro-mikro. Kebijakan ketahanan pa- the Republic of Fiji. Working Paper No.
ngan merupakan bagian integral-sinergis dari 55. The CGPRT Centre, Bogor.

ANALISIS KRITIS TERHADAP PARADIGMA DAN KERANGKA DASAR KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Pantjar
Simatupang

17
Gross, R.; H. Chovenberger; H. Pfeifer and H.J. Simatupang, P. and E. Fleming. 2001. Integrated
Straus. 2000. Four Dimensions of Food Report: Food Security Strategies for
and Nutrition Security: Definitions and Selected South Pacific Island Countries.
Concepts. SCN News No. 20. July. Working Paper 1\10.59 The CGPRT
Halavatau, S.M. and N.V. Halavatau. 2001. Food Centre, Bogar.
Security Strategies for the Kingdom of Strauss, J. and D. Thomes. 1998. Health,
Tonga. Working Paper No. 57: The Nutrition, and Economic Development.
CGPRT Centre, Bogor. Oxford University Press, Oxford.
Hammer, J.S. 1997. Economic Analysis for Swaminathan, M.S. 1995. Population, Environ-
Health Projects. World Bank Research ment, and Food Security. Issues in
Observer 1 2( 1) : 47-71 . Agriculture No.7, Consultative Group on
Kendall, A; Olson, C.M.; and Frongillo, E.A 1995. International Agricultural Research.
Validation of the Radimerl Cornell Washington, D.C.
Measures of Hunger and Foor Security Timmer, C.P. 1996. Does Bulog Stabilise Rice
Journal of Nutrition 125(11): 27922801. Prices in Indonesia? Should It Try ?
Locke, C.G. and F.Z. Ahmadi-Esfahami. 1993. Bulletin of Indonesian Economics
Famine Analysis: A Study of Studies 32 (2): 45 – 74.
Entitlement in Sudan, 1984-1985. Eco- Timmer, C.P. 1997. Farmers and Markets: The
nomic Development and Cultural Political Economy of New Paradigms.
Change 41 (2) : 363-376. American Journal of Agricultural Econo-
Mateus, A 1983. Tragetting Food Subsidies for mics 79(2):621-627.
the Needy. The Use of Cost Benefit Timmer, C.P. 2004. Food Security and Economic
Analysis and Institutional Design. Staff Growth : An Asian Perspective. H.W.
Working Paper 617. World Bank. And Memorial Lecture. Australian Natio-
Washington, D.C. nal University.
Maxwell, D.G. 1996. Measuring Food Insecurity: Van Braun, J.; Bouis, I.H.; Kumar, S.; and
The Frequency and Severity of Coping Pandya-Lorch, R. 1992. Improving Food
Strategies. Food Policy 21 (3):291-303. Security of the Poor: Concept, Policy and
Maxwell, S.; and Frankenberger, T. 1992. Programs. International Food Policy
Household Food Security: Concepts, Research Institute, Washington, D.C.
Indicators, Measurements: A Technical Van Braun, J.; McComb, J.; Fred-Mensah, B.K.;
Review. UNICEF and IFAD, New York and Pandya-Lorch, R. 1993. Urban Food
and Rome. Insecurity and Malnutrition in Developing
Radimer, K.; Olson, C.; Campbell, C. 1990. Countries: Ti-ends, Polic ies, and
Development and Indicators to Access Research Implications. International
Hunger. Journal of Nutrition 120:1544- Food Policy Pesearch Institute,
1548. Washington, D.C.

Sen, A 1981. Poverty and Famines: An Essay on Watts, M.; and Bohle, H. 1993. Hunger, Famine
Entitlement and Deprivation. Oxford and the Space of Vulnerability.
University Press, Oxford. GeojournaI 30(2):117-126.

Sen, A 1989. Food and Freedom. World Welegtabit, S.R. 2001. Food Security Strategies
Development 17(6):769-781. for Vanuatu. Working Paper No. 58. The
CGPRT Centre, Bogor.
Simatupang, P. 1999. Toward Sustainable Food
Security: The World to a New Paradigm. World Bank. 1986. Poverty and Hunger: Issues
In Simatupang, P.; Pasaribu, S.; Bakri, and Options fer Food Security In
S.; and Stinger, B. (eds.). Indonesia Developing Countries. World Bank.
Economic Crisis: Effects on Agriculture Washington, D.C.
and Policy Responses. CASER-CIES
University of Adelaide, Australia. P.141-
167.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 1 - 18

18
KONTEKS LINGKUNGAN EKSTERNAL

BANTUAN TRANSFER AKSES BERBASIS NILAI NUTRISI DAN


PANGAN PENDAPATAN TRANSFER DISTRIBUSI

Berbasis
Transfer
IMPOR-EKSPOR KETERSEDIAAN AKSES PEMANFAATAN KETAHANAN
PANGAN PANGAN PANGAN PANGAN PANGAN

SUMBERDAYA : PRODUKSI : PENDAPATAN : PEMBELIAN PENGOLAHAN


• ALAM • PERTANIAN • PERTANIAN PANGAN DARI DAN DISTRIBUSI
• LINGKUNGAN • NON-PERTANIAN • NON-PERTANIAN PASAR
• KAPITAL
• MANUSIA Berbasis
• SOSIAL Mekanisme
Pasar

Sistem Informasi

KONTEKS LINGKUNGAN, DOMESTIK KEBIJAKAN PEMERINTAH


EKONOMI MAKRO, SOSIAL, POLITIK

Gambar 3. Model Sistem Ketahanan Pangan

You might also like