Professional Documents
Culture Documents
CEREBROVASCULAR DISEASE
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena sukar/tidak bisa berjalan yang disebabkan
kelemahan pada lengan kanan/kiri dan tungkai kanan/kiri (tidak bisa digerakkan) yang terjadi secara
tiba-tiba/ perlahan-lahan.
± .................. jam/hari SMRS, saat penderita bangun tidur/ istirahat/ aktifitas/…. tiba-
tiba penderita mengalami kelemahan pada lengan kanan/kiri dan tungkai kanan/kiri (tidak bisa
digerakkan) disertai/tanpa disertai kehilangan kesadaran selama ±.......menit/sampai sekarang. Saat
serangan penderita merasa sakit kepala yang di sertai mual muntah, disertai/tanpa disertai kejang, tanpa
disertai gangguan rasa pada sisi yang lemah/lumpuh, disertai gangguan rasa baal, nyeri, kesemutan, dll
pada sisi yang lemah/tidak bisa digerakkan. Kelemahan pada lengan kanan/ kiri dan tungkai kanan/kiri
(tidak bisa digerakkan) dirasakan tidak sama/sama berat. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan
tangan kanan/kiri. Penderita masih tidak dapat/tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan, dan isyarat. Penderita masih dapat/tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan
secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat bicara mulut penderita tidak mengot/mengot ke kanan/ kiri dan
bicaranya tidak pelo.
Saat serangan penderita mengalami/ tidak mengalami jantung yang berdebar-debar disertai
sesak napas (bila mengalami sejak kapan......berobat ke dokter atau tidak, control teratur atau tidak).
Penderita sering mengeluh/ tidak sering mengeluh sakit kepala bagian belakang yang timbul pada pagi
hari dan berkurang pada malam hari. penderita tidak pernah/ pernah mengalami koreng di kemaluan
yang tidak gatal, tidak nyeri, dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah/pernah mengalami bercak
merah di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri, dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah/pernah
mengalami nyeri pada tulang panjang. Penderita/ istri penderita tidak pernah/ pernah mengalami
keguguran pada usia kehamilan lebih dari 16 minggu.
Penyakit ini/ seperti ini, diderita untuk pertama/ kalinya. (Bila lebih dari satu kali :pertama kali
terjadi kelemahan pada lengan kanan/kiri dan tungkai kanan/ kiri kurang lebih bulan/ tahun yang lalu
dan yang kedua sekarang.
Lues Stadium
1. Koreng di kemaluan tidak gatal, tidak nyeri sembuh sendiri
2. Bercak merah di kulit tidak gatal, tidak nyeri, sembuh sendiri
3. Nyeri tulang panjang
4. Keguguran usia kehamilan > 16 minggu
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena sukar/tidak bisa berjalan yang disebabkan
kelemahan pada lengan kanan/kiri dan tungkai kanan/kiri (tidak bisa digerakkan) yang terjadi secara
tiba-tiba/ perlahan-lahan.
±.......hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengalami demam, sakit kepala ada, nyeri di
seluruh badan tidak ada, badan terasa lemas tidak dirasakan. Penderita masih bisa beraktifitas seperti
biasa, ±....... jam sebelum masuk rumah sakit penderita merasa lemah pada kedua tungkai sehingga sulit
digerakkan, penderita masih bisa duduk, buang air kecil masih seperti biasa.....jam sebelum masuk
rumah sakit penderita merasa, kedua tungkai makin lama makin terasa lemah dan semakin lama kedua
tungkai semakin berat. Penderita dibawa berobat ke RSMH.
Riwayat trauma pada punggung bawah tidak ada/ ada. Riwayat benjolan pada punggung bawah
tidak ada/ ada.
Penyakit seperti ini diderita untuk yang.......kalinya.
1
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
KEJANG PARALISE TODD
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena kehilangan kesadaran disertai kejang-kejang
seluruh tubuh,
± .........jam/ hari sebelum masuk rumah sakit saat sedang beraktivitas tiba-tiba penderita
kehilangan kesadaran disertai kejang-kejang seluruh tubuh selama ±.....menit. Tangan penderita seperti
menggenggam, mata penderita melirik ke sisi kanan/ kiri terus-menerus. Kejang tanpa didahului
mencium sesuatu yang khas dan tanpa didahului melihat sesuatu bayangan putih (awan) disertai/ tidak
muntah, tapa keluar/ keluar busa dari mulut. Setelah kejang terjadi kelamahan pada lengan kanan dan
tungkai kanan dan bicara pelo. Penderita masih dapat mengingat apa yang terjadi sebelum dan sesudah
kejang.
Pada saat serangan punderita tidak/merasa jantung berdebar-debar, berkeringat dingin dan
pucat. Penderita tidak minum obat-obat terlarang. Riwayat kejang dengan keluar busa dari mulut tidak
ada/ ada. Dalam keluarga tidak pernah/pernah ada yang kejang. Penderita tidak mengeluh sakit kepala
yang timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Riwayat trauma kepala tidak ada/ ada.
Penyakit seperti ini diderita untuk yang......kalinya.
TRAUMA KAPITIS
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena sakit kepala/ kehilangan kesadaran yang
disebabkan benturan pada kepala akibat dipukul orang dengan kayu/besi/terpeleset/ dan kepala
membentur dinding/lantai kamar mandi.
± .......hari/jam SMRS penderita terjatuh saat dibonceng (oleh temannya/mengendarai) naik
sepeda motor. Penderita terpeilanting dan kepalanya membentur aspal dan terluka (dijahit/tidak).
Penderita langsung pingsan ±.....menit (commotion)/ > (contusion). Tidak ada darah yang keluar dari
kedua lubang hidung, mulut, serta liang telinga kanan dan kiri penderita. Setelah sadar penderita
mengeluh pusing dan sakit kepala disertai mual dan muntah. Penderita masih/tidak ingat peristiwa-
peristiwa sebelum dan sesudah kejadian.
Riwayat penderita menderita sakit kepala berputar-putar tidak ada/ada. Riwayat sering pingsan
tidak ada/ada. Riwayat sering pingsan disertai keringat dingin, disertai kejang berulang tidak ada/ada.
Penyakit seperti ini diderita untuk yang.......kalinya.
HIPERTENSI ENSEFALOPATI
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena penurunan kesadaran disertai kejang yang
terjadi secara tiba-tiba.
± .........hari/jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh sakit di belakang kepala yang
hebat, mual dan muntah tidak ada/ada. Kemudian penderita diurut oleh dukun pijat, tapi setelah dipijat
penderita muntah, timbul kejang di seluruh tubuh, lama kejang (15) menit. Setelah kejang penderita
pingsan, bila dirangsang penderita timbul kejang lagi, lalu penderita dibawa ke (bidan desa). Penderita
muntah lalu kejang di seluruh tubuh ± (5) menit. Penderita disuntik tapi tidak tahu nama obatnya.
Penderita dianjurkan dibawa ke rumah sakit. Selama di perjalanan penderita kembali muntah disertai
kejang, lama kejang (5) menit. Setelah kejang penderita tidak sadar, lalu diinfus dan disuntik.
Riwayat sakit di belakang kepala yang timbul pada pagi hari dan berkurang pada sore hari ada
sejak ............................................................bulan/ tahun yang lalu. Riwayat sering kejang disertai
kehilangan kesadaran sebelumnya tidak ada.
Penyakit seperti ini diderita untuk yang.....kalinya.
2
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
TETRAPARESE
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena tidak bisa berjalan yang disebabkan kelemahan
pada kedua tungkai dan kedua lengan yang terjadi secara perlahan-lahan.
± ..........jam/hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh batuk, darah tidak ada/ ada,
demam tidak ada/ ada. Penderita sering berkeringat pada malam hari, nafsu makan menurun. Penderita
berobat ke dokter dan di rontgen dada. Penderita diberi obat paru yang menyebabkan air kencing
penderita berwarna merah. ± .....(10) hari sebelum masuk rumah sakit penderita mengalami gangguan
rasa di kulit berupa kesemutan rnulai dari puting susu sampai jari kaki, kelemahan pada kedua lengan
dan kedua tungkai secara tiba-tiba. Penderita tidak dapat buang air kecil dan buang air besar. Penderita
menghentikan makan obat paru. Penderita berobat ke RSMH dan dirawat.
Penderita demam, tidak pernah mengalami benjolan di tempat...............Riwayat trauma tidak
ada/ ada.
Penyakit seperti ini diderita untuk yang .. kalinya.
DD/ metastase
PARKINSON
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena sukar berjalan yang disebabkan kedua tungkai
dan kedua lengan gemetar, gerakan lambat disertai kekakuan yang terjadi secara perlahan-lahan.
±... bulan smrs, penderita mengalami gemetaran pada kedua lengan secara terus-menerus. ±...
bulan smrs penderita mengalami gemetaran pada kedua tungkai dan gemetar pada kedua lengan
semakin parah. ±... bulan smrs gerakan kedua lengan dan tungkai semakin lambat yang disertai
kekakuan. Kemudian penderita sukar berjalan karena saat berjalan seperti mau jatuh ke depan.
Penderita tidak pernah mengalami demam yang diikuti gerakan cepat, terpatah-patah dan terus-
menerus pada keempat ekstremitas. Penderita tidak pernah mengalami gerakan lambat, terus-menerus,
melentik-lentik seperti penari jawa. Penderita juga tidak pernah mangalami gerakan seperti melempar
cakram.
Penyakit ini diderita untuk ....... kalinya.
Status Neurologicus
Fungsi motorik Lka Lki Tka Tki
Gerakan C C C C
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Rigiditas (+)
Klonus - -
R. Fisiologis N N N N
R. Patologis - - - -
3
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
EXTRAPYRAMIDAL
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH kerena kejang yang terjadi secara tiba-tiba.
±... jam smrs, saat sedang duduk tiba-tiba penderita mengalami kejang tonik selama ± .... menit,
.... kali kejang sampai saat ini. Tanpa didahului sakit kepala yang disertai mual-muntah. Setelah kejang
penderita sadar.
Penderita tidak pernah mengalami trauma kepala. Penderita tidak pernah mengalami pingsan
yang disertai kejang berulang. Penderita mengalami demam ±.... hari yang lalu, demam tinggi terutama
sore hari. Penderita berobat ke dokter, mendapat .... macam tablet. Penderita tidak tahu nama obatnya
(bila tahu sebut generiknya).
Penyakit ini diderita untuk .... kalinya.
PF: Sens : CM
Vital sign :N
St. Neurologicus : tidak ada kelainan
DK : Kejang
DT : system extrapyramidal
DE : iatrogenik reaction (obat)
MENINGITIS TB
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena penurunan kesadaran yang didahului demam
dan batuk berdahak yang terjadi secara tiba-tiba.
±.... hari smrs penderita mengalami penurunan kesadaran yang didahului demam tinggi terus-
menerus dan sakit kepala seperti ditusuk-tusuk pada seluruh bagian kepala. Demam dan sakit kepala
dirasakan penderita sejak ... minggu yang lalu, namun berkurang setelah minum obat dari puskesmas.
Riwayat penderita sering demam tidak begitu tinggi pada malam hari yang disertai batuk
berdahak dan berat badan cenderung menurun ada sejak ±.... tahun yang lalu. penderita berobat ke
dokter, di-rontgen, dinyatakan sakit paru-paru, dianjurkan minum obat selama 6 bulan namun penderita
tidak mematuhinya. Riwayat keluar cairan berbau dari telinga dan bengkak di belakang telinga tidak
ada. Riwayat menderita influenza, diare dan gondongan (parotitis) baru-baru ini tidak ada (bila ada
sebut waktunya). Riwayat trauma kepala tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk .... kalinya.
CONTOH
Sens : somnolen GCS: 9 E2M5V2
TD : 130/90 N: 88 RR: 20 T: 37ºC
St. Neurologicus: GRM : kaku kuduk (+)
Lasseque (-) Kerniq (-)
Brudzinsky (-) Cheek sign (-)
Neck sign (-)
Symphisis sign (+)
Leg I Leg II (-)
Lain-lain: tidak ada kelainan
4
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
Laboratorium:
LCS tanggal 18-4-2006 Warna : tidak berwarna
Kejernihan : jernih
Bekuan : tidak ada
Jumlah sel : 248/mm3
Glukosa : 43 mg/dl
Protein : 35 mg/dl
None : (-)
Pandy : (+)
Harus kultur untuk menegakkan diagnosis meningitis bacterial.
DK : meningitis TB
DT : meningen
DE : infeksi
Th/ : - Ampicilin 6 x 1 gr IV
Kloramfenikol 4 x 1 gr IV
Dexamethasone 4 x 5 mg IV : Lebih pengaruh ke otak dibanding prednison
Kuur
Cegah perlengketan, cegah sumbatan
Sumbatan dalam aliran liquor Æ hidrocephalus
Walaupun ESO dexa menurunkan imun pada
penderita TB
(sebenarnya bukan kontraindikasi)
Radin 2 x 1 Amp. IV
OAT
AB broad spectrum (Ampi, Kloramt) selama 4 hari akan mempengaruhi jumlah sel LCS menurun/
menjadi normal.
Dd/ : Subarachnoid bleeding Æ sakit kepala hebat, yang bahaya vasospasme pembuluh darah
Nimotop dengan syring pump bila TD rendah.
BELL’S PALSY
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian saraf RSMH karena sukar mengunyah yang disebabkan mulut
mengot yang diawali rasa nyeri pada daerah belakang telinga kiri yang terjadi secara tiba-tiba.
±.... hari yang lalu saat bangun tidur tiba-tiba penderita merasa mulut mengot ke kanan, kelopak
mata kiri sukar dipejamkan, keluar air dari mata kiri yang didahului rasa nyeri kepala pada bagian
belakang telinga kiri. Penderita menjadi sulit mengunyah, saat mengunyah air liur keluar dari sudut
mulut kiri.
Penderita tidak pernah mengalami trauma kepala. Riwayat keluar cairan berbau dari telinga kiri
dan bengkakpada bagian belakang telinga kiri tidak ada. Penderita tidak mengalami telinga kiri
berdenging dan tidak mengalami gangguan/ kurang pendengaran pada telinga kiri. Wajah penderita
sebelah kiri setiap malam terkena semburan angin dari kipas angin.
Penyakit ini diderita untuk ... kalinya.
Cerebrovascular Disease
Teori:
1. Coba dibaca anamnesis.
Perhatikan kalimat-kalimat di dalam anamnesis sesuai dengan definisi anamnesis. Bahwa
anamnesis adalah riwayat penyakit yang merupakan KESIMPULAN dari wawancara antara
pemeriksa (dokter) dengan penderita (observer). Perhatikan juga pola anamnesis supaya tidak
ditambahi atau dikurangi, sehingga memenuhi syarat anamnesis di SMF Neurologi yaitu: to the
point dan lengkap yang artinya lengkap pada arah yang tertentu.
6
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
5. Apa yang saudara lakukan setelah anamnesis mengenai keluhan utama? Mengapa?
Setelah anamnesis mengenai keluhan utama dilakukan pemeriksaan klinis (neurologis). Karena dari
pemeriksaan akan didapatkan diagnosis klinik/morfologis yang merupakan "arch" anamnesis
selanjutnya. Jadi arah anamnesis adalah diagnosis klinik.
6. Jadi pada anamnesis saudara, apa insult, apa kronologi? Insult ⇒ karena CVD terjadinya akut
8. Yang mana gejala-gejala dari kemungkinan-kemungkinan topik? Yang mana gejala-gejala dari
kemungkinan-kemungkinan etiologi?
Pertanyaan dapat diubah dengan menyuruh mahasiswa memberikan tanda garis bawah pada gejala-
gejala dari kemungkinan-kemungkinan topik/etiologi.
Pertanyaan dilanjutkan dengan gejala-gejala tersebut.
10. Contohnya?
Hemiparese yang kelumpuhan lengan dan tungkainya tidak sama berat
Monoplegi/monoparese brachialis atau cruralis
Paralisis/parese N. Facialis
Afasia motorik cortikalis
11. Gejala fokal itu merupakan ciri khas lesi dimana? Coba jelaskan mengapa?
Gejala fokal merupakan ciri khas lesi di cortex cerebri. Karena 3 alasan:
Area motorik di cortex cerebri luas
Vaskularisasi ⇒ 1 end arteri
Di cortex cerebri banyak terdapat anastomosis, sehingga lesi yang luas menjadi
menyempit/mengecil.
13. Dapatkah saudara jelaskan mengapa gejala defisit sensorik merupakan ciri khas lesi di cortex?
Karena vaskularisasi dari daerah motorik menyeberang melewati fissura sylvii ke daerah sensorik
di gyrus post centralis.
Stadium III
Disebut juga sebagai STADIUM RESIDUAL.
Dapat terjadi 2 kemungkinan:
Kecacatan ⇒ ankylosis, shortening tendo achilles, pes equinovar, dll
Penyembuhan ⇒ mulai ada gerakan-gerakan tangkas
27. Mengapa kalau lesi N. VII sentral otot dahi dan orbicularis oculi bagian atas tidak lumpuh?
Jelaskan! Karena otot dahi dan orbicularis bagian atas mendapat innervasi dari kedua sisi
hemispherium cerebri (bilateral).
⇒ jika perlu harap dijelaskan dengan gambar
Pertanyaan dapat dilanjutkan dengan menanyakan Nn. Craniales yang lain. Misalnya jika jawaban
pertanyaan di atas salah ke arah Nn. Craniales yang lain. Dapat ditanya M. Levator palpebrae
diinnervasi oleh saraf apa? Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan tentang N. III, misalnya
mengenai ophtalmoplegia totalis, dll.
29. Apakah saudara pernah mendengar mengenai intracerebral steal syndrome? Coba jelaskan!
Intracerebral steal syndrome adalah suatu keadaan dimana pemberian vasodilatansia pada penderita
iskemik infark tidak memperbaiki pengaliran darah ke daerah iskemik, sebaliknya darah dari daerah
iskemik tersedot ke daerah normal. Hal ini dapat terjadi karena pada iskemik infark stadium akut
pembuluh darah di distal sumbatan mengalami vasoparalise sehingga tidak bereaksi terhadap
vasodilatansia, justru pembuluh darah normal di sekitar daerah infark yang bereaksi.
30. Apa diagnosis topik penderita saudara? Bagaimana saudara mendapat diagnosis topik tersebut?
Diagnosis topik didapat dari diagnosis banding topik.
Yang nantinya akan menjadi diagnosis topik dicantumkan di nomor terakhir.
Kemudian bandingkan satu-persatu gejala dari kemungkinan topik yang pertama dengan
gejala yang ada pada penderita. Jika ada gejala dari kemungkinan topik secara umum
misalnya gejala fokal, maka harus disebutkan gejala fokal apa yang terdapat pada penderita.
Gejala-gejala yang dibandingkan tidak hanya berasal dari anamnesis saja tapi juga dari hasil
pemeriksaan.
Pada hemiplegiaa sinistra pada penderita yang TIDAK kidal, topik subcortex tidak perlu
dimasukkan ke dalam diagnosis banding topik. Karena tidak ada gejala yang khas, tidak ada
bedanya apakah lesi di cortex/subcortex atau capsula interna/subcortex.
Sedangkan pada hemiplegiaa dextra topik subcortex harus dimasukkan ke dalam diagnosis
banding topik.
Sekaligus diperiksa diagnosis banding etiologi. Pada prinsipnya caranya sama dengan diagnosis
banding topik, mencakup gejala-gejala yang didapatkan dari pemeriksaan.
Resistensi jaringan
Atau dapat dibaca: CBF berbanding lurus dengan tekanan perfusi dan berbanding terbalik dengan
resistensi jaringan.
Artinya: jika tekanan perfusi meningkat, maka CBF juga meningkat. Sebaliknya jika resistensi
jaringan yang meningkat maka CBF akan menurun.
34. Bagaimana resistensi jaringan pada trombosis cerebri seperti pada penderita saudara?
Pada trombosis cerebri, karena ada sumbatan maka resistensi jaringannya besar sekali. Jadi CBFnya
kecil sekali.
35. Apa namanya jika CBF pada suatu daerah di otak kecil sekali?
Infark iskemik cerebri.
Tekhnik Pemeriksaan
36. Coba tunjukkan bahwa pada penderita ini ada hemiparese dextra spastik!
Perhatikan bahwa pemeriksaan motorik dimulai dari ekstremitas yang normal untuk dipakai
sebagai patokan, kemudian lanjutkan dengan yang parese.
Pertama harus memberi tahu apa yang akan diperiksa/dikerjakan kemudian baru melaporkan
hasilnya.
Contoh: dalam memeriksa gerakan mahasiswa menyuruh penderita menggerakkan lengan yang
normal dulu baru menyuruh menggerakkan lengan yang parese. Kemudian laporkan hasilnya,
misal: gerakan lengan kanan kurang dibandingkan lengan kiri. Lanjutkan dengan pemeriksaan
kekuatan disusul laporan, pemeriksaan tonus disusul laporan, dst, dst.
Perhatikan tekhnik pemeriksaan:
Tonus ⇒ lakukan dengan fleksi ekstensi maksimal dan rasakan tahanannya (bukan dengan
memencet-mencet otot),
KPR ⇒ yang diperhatikan kontraksi M. Quadriceps femoris bukan gerakan tungkai bawah, jadi
paha penderita harus dibuka dan dilihat.
Refleks patologis Babinsky group ⇒ tungkai bawah dan kaki dalam sikap "rnittelage" dan
difiksasi untuk menghindari gerakan-gerakan yang tidak diinginkan sehingga refleks mudah
dibangkitkan.
Biasa ditanyakan:
Jika Babinsky group (+) apa reaksi yang dilihat -) dorsofleksi jempol kaki dan abduksi
(fanning) jari-jari lain.
Mendel Bechterew/Rossolimo (+) (baca:behteryef) reaksi apa yang dilihat - plantar fleksi jari-
jari kaki.
8. Dapatkah saudara mengambil kesimpulan dari anamnesis tersebut mengenai perjalanan penyakit
penderita tersebut?
Kesimpulan: penyakit ini sifatnya
Kronis progresif
Kronis dengan relaps
Subakut (stasioner)
Timbulnya gejala defisit yang ascenden, dll
Paraparese Flaksid
(Sindroma Guillain Barre (SGB), Polineuritis, Polineurodegenerasi)
1. Bagaimana saudara dapat menjelaskan defisit motorik flaksid tapi defisit sensoriknya sentral
(dermatomik)?
Karena lesinya pada radix spinalis
11
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
4. Dapatkah saudara menjelaskan secara singkat diagnosis SGB?
Anamnesis: didahului oleh penyakit infeksi umum (biasanya ISPA)
Gejala defisit neurologis yang ascenden
Pemeriksaan fisik:
Defisit motorik perifer
Defisit sensorik sentral (dermatomik)
CSP: "Dessociatio albumin cytologique"
5. Coba tunjukkan bahwa pada penderita ini ada paraparese inferior flaksid!
Paraparese Spastik
(Spondylitis, SOL, Trauma, Infeksi)
1. Diagnosis topik paraplegia inferior spastik ada berapa macam? Dua macam.
Yaitu: tinggi lesi dan luas lesi
4. Apa itu retensio urine, automatic bladder, atonic bladder, inconbnensia urine?
Kelainan miksi adalah suatu keadaan yang disebabkan lesi di medulla spinalis dengan kerusakan di
jaras motorik, sensorik, dan vegetatif.
Jaras motorik piramidal menginnervasi M. Spinchter urethrae externus.
Jaras vegetatif dikelola melalui sentrum urogenitospinal S2,3,4 menginnervasi M. Detrussor vesicae
Nico Poundra Mulia 12
Palembang, 2007 Neurology Department
dan M. Spinchter urethrae internus.
Pada lesi total (kerusakan jaras motorik dan vegetatif) ⇒ saat vesica urinaria penuh rangsangan
pada M. Detrussor tidak dapat disalurkan, sehingga M.S internus dan M.S externus tidak membuka
dan urine tidak dapat dikeluarkan.
Namun pada suatu ketika dimana tekanan vesica urinaria meningkat dan dapat menembus M.S
internus namun masih dihalangi M.S externus yang kehilangan kontrol dari jaras piramidal
sehingga dalam keadaan paralise spastik ⇒ RETENSIO URINE
Jika lesi tidak total, artinya jaras vegetatif tidak mengalami kerusakan, maka miksi dikelola sentrum
urogenitospinal S2,3,4 tanpa rangsang sadar sehingga miksi terjadi secara otomatis. Begitu vesica
urinaria penuh M. Detrussor kontraksi dan M.S internus relaksasi. Namun sebagian urine tertahan
karena masih ada tonus dari M.S externus sehingga miksi tidak sempurna dan menyisakan residual
urine ⇒ AUTOMATIC BLADDER.
Jika paralisis M.S externus bertambah, maka makin lama residual urine makin sedikit dan akan
terjadi ATONIC BLADDER dan akhirnya INCONTINENSIA URINE.
6. Spondylitis merupakan suatu proses di columna vertebralis. Bagaimana hal ini dapat menyebabkan
paraparese/plegi?
Jelaskan beberapa patofisiologi komplikasi meduller
(pertanyaan disesuaikan dengan kasus ujian)
Karies yang terbentuk karena proses di corpus vertebrae - abses di ruang epidural. Jika
abses makin banyak ⇒ kompresi medulla spinalis.
Gangguan hambatan pengaliran darah vena dan cairan limfe karena kerusakan corpus
vertebrae ⇒ edema lokal pada medulla spinalis.
(prognosis parapleginya lebih balk dibanding yang lain. Sembuh dengan istirahat.)
Destruksi corpus vertebrae dan discus intervertebralis ⇒ deformitas "gibbus" ⇒ sumbu
(allignment) medulla spinalis tertekuk.
Terjadi pachymeningitis ⇒ penebalan dura yang sangat hebat ⇒ menekan medulla
spinalis.
STATUS NEUROLOGI
Di bagian neurologi, anamnesis memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis dan
kadang-kadang merupakan satu-satunya bahan untuk diagnosis banding, sebab pada beberapa penyakit
kita tidak menemukan apa-apa pada pemeriksaan, misalnya trigeminal neuralgia, epilepsi, commutio
cerebri, dan transient ischaemic attack (TIA). Oleh karena itu anamnesis harus dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, jelas dan lengkap tetapi terarah.
Definisi anamnesis adalah riwayat penyakit yang didapat dari kesimpulan hasil wawancara antara
pemeriksa dan penderita (observer).
Kesimpulan berarti keputusan yang diambil oleh pemeriksa mengenai apa yang dimaksud
penderita dalam wawancara mengenai gejala-gejala yang diperlukan untuk diagnosis banding.
Dengan menekankan kata KESIMPULAN pada definisi anamnesis, maka ISI anamnesis menjadi
tanggung jawab pemeriksa. Misalnya ada tidaknya kehilangan kesadaran pada seorang penderita pada
trauma kapitis atau hemiplegia didapat dari kesimpulan pada wawancara dengan cara menanyakan
apakah pada saat serangan penderita dapat melihat, mendengar, atau memanggil orang lain, bukan
dengan menanyakan adakah pingsan atau tidak.
Anamnesis yang lengkap tetapi terarah (lengkap to the point) artinya memuat SEMUA hal-hal
yang ada sangkut paut dengan diagnosis klinis. Oleh karena itu setelah mendengar keluhan utama kita
melakukan pemeriksaan klinis neurologis terlebih dahulu sebelum melanjutkan anamnesis.
Agar kita dapat membuat anamnesis yang baik kita harus mempunyai pengetahuan yang cukup
mengenai kasus yang kita hadapi, misalnya dalam menghadapi kasus hemiplegia kita harus mengetahui
semua kemungkinan topik dan etiologi dari hemiplegia atau penyakit-penyakit yang ada hubungan
dengan etiologi hemiplegia.
ANAMNESIS
Di bagian neurologi pola pokok anamnesis terdiri dari:
I. Keluhan utama
II. Insult atau kronologis
III. Penyakit-penyakit
IV. Residivitas
Ad I. Keluhan utama
Isi dari keluhan utama adalah keluhan yang menyebabkan penderita datang berobat atau dirawat di RS,
biasanya merupakan activity of daily living (ADL) dan harus dijelaskan fungsi neurologis mana yang
terganggu, jadi dapat merupakan bayangan diagnosis klinis. Pada keluhan utama juga perlu dijelaskan
terjadinya gangguan AKUT atau KRONIS.
Contoh keluhan utama: penderita dirawat di RS oleh karena tidak bisa berjalan oleh karena lengan dan
tungkai kanan tiba-tiba lumpuh.
Insult adalah gambaran yang ada pada waktu pertama kali serangan terjadi. Pada anamnesis kita
menanyakan semua gejala, kemungkinan topik dan etiologi dari diagnosis klinis. Misalnya penderita
hemiplegia, kita menanyakan gejala-gejala, kemungkinan-kemungkinan TOPIK dari hemiplegia
(cortex cerebri, subcortex, dan capsula interna), juga kita tanyakan gejala-gejala, kemungkinan-
kemungkinan ETIOLOGI dari hemiplegia (hemorrhagia cerebri, embolia cerebri, dan trombosis
cerebri).
Kronologis adalah tahapan gejala defisit/iritatif yang disesuaikan atau dihubungkan dengan waktu. Jadi
ditanyakan kapan pertama kali mulai terasa ada gangguan fungsi dan kapan fungsi lain terganggu, serta
kapan gangguan fungsi tersebut terasa lebih berat, Misalnya seorang dirawat oleh karena tidak bisa
jalan karena kedua tungkainya tidak bisa digerakkan. Kita tanyakan kapan penderita merasakan lekas
capek kalau berjalan, kapan sukar berjalan, kapan sukar digerakkan, dan kapan mulai tidak bisa
menggerakkan tungkai serta kapan mulai ada gangguan fungsi sensorik/vegetatif.
14
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
Ad.III. Penyakit-penyakit
Yang ditanyakan adalah gejala-gejala dari penyakit yang ada hubungan langsung dengan etiologi
diagnosis klinis. Misalnya pada kasus hemiplegia, kita tanyakan gejala-gejala penyakit yang ada
hubungan dengan hemorrhagia cerebri (hipertensi), embolia cerebri (atria) fibrilasi), dan trombosis
cerebri (lues).
Di bagian neurologi kita perlu membuat diagnosis banding dari topik dan etiologi, sedangkan diagnosis
banding klinis tidak ada. Cara membuat diagnosis banding adalah dengan menentukan semua
kemungkinan topik atau etiologi dari diagnosis klinis. Kita bandingkan satu persatu masingmasing
kemungkinan tadi dengan kumpulan gejala klinis yang kita jumpai pada penderita. Dari berbagai
kemungkinan tadi kita pilih salah satu yang paling sama atau mendekati sama dengan yang ada pada
penderita untuk dijadikan diagnosis.
Contoh kasus:
Diagnosis klinis: hemiplegia dextra + afasia motorik murni
Dagnosis banding topik:
1. cortex cerebri
2. subcortex cerebri
3. capsula interna
pada penderita: ada hemiplegia dextra dan afasia motorik murni, namun tidak ada kejang, defisit
neurologis, dan gejala fokal. Maka kemungkinan topik pada cortex cerebri dapat disingkirkan.
pada penderita ada hemiplegia dextra dan afasia motorik murni, namun tidak ada parese N.VII dan XII
dextra. Maka kemungkinan topik pada capsula interna dapat disingkirkan.
pada penderita ada hemiplegia dextra dan afasia motorik murni, maka kemungkinan topik pada
subcortex cerebri dapat diterima.
Dengan cara yang sama kita lakukan dalam membuat diagnosis banding etiologi.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan ini meliputi:
A. Pemeriksaan internus
B. Pemeriksaan psikiatrikus
C. Pemeriksaan neurologikus
Pemeriksaan internus
Pemeriksaan ini perlu dilakukan karena adanya hubungan yang erat dengan penyakit neurologis.
1. Kesadaran
Observasi derajat kesadaran didasarkan pada aktivitas motorik spontan, refleks-refleks, dan fungsi
vegetatif. Derajat kesadaran penderita ditentukan berdasarkan respon penderita terhadap
rangsangan nyeri, taktil, verbal, dan visual.
a. Compos mentis
Dikatakan kesadaran compos mentis bila orientasi terhadap orang (personal), tempat, dan waktu
adalah baik.
b. Apatis
Kesadaran menurun dimana penderita tampak segan/enggan berhubungan dengan sekitarnya,
tampak acuh tak acuh. Jawaban yang diperoleh sangat lambat,
c. Somnolen, letargi
Penderita somnolen dapat dibangunkan dengan rangsangan dan akan membuat respon motorik
dan verbal yang layak, akan tetapi penderita akan cepat tertidur lagi bila rangsangan dihentikan.
d. Soporous
Keadaan tdak sadar tetapi respon terhadap rangsangan nyeri masih ada, refleks-refleks masih
dapat ditimbulkan, Tidak ada gerakan motorik spontan.
e. Soporocomatous
Keadaan tdak sadar disertai penurunan refleks-refleks. Penderita juga tidak dapat melokalisir
rangsangan nyeri. Refleks cahaya melemah.
f. Coma
Keadaan tdak sadar yang paling rendah. Tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri, refleks
tendon, refleks kornea, refleks pupil, dan refleks batuk menghilang. Terdapat inkontinensia urin
dan alvi. Rangsangan nyeri dapat dilakukan dengan menekan pangkal kuku jari-jari, processus
styloideus di leher, permukaan tulang, otot, atau tendon.
Penilaian derajat kesadaran seperti yang diterangkan di atas tidak/kurang akurat karena batas-
batasnya kurang jelas. Jennet dan Teasdale telah membuat suatu penilaian derajat kesadaran dengan
meninjau 3 aspek perangai penderita yang dituangkannya dalam bentuk angka. Ketiga aspek
tersebut adalah kemampuan membuka mata (eyes opening), aktivitas motorik (motor response), dan
kemampuan berbicara (verbal response).
Penilaian derajat kesadaran ini dikenal sebagai Glasgow coma skale (GCS).
Nilai yang tertinggi yaitu E + M + V = 15 sedangkan nilai yang terendah adalah 3. Pada follow up
penderita yang mengalami gangguan kesadaran sebaiknya dibuatkan list control yang memuat GCS.
(lihat tabel)
2. Tekanan darah
Tekanan darah perlu diperiksa kanan dan kiri terutama pada kasus-kasus CVD seperti pada
penyakit Takayasu dimana tekanan darah pada satu sisi lebih rendah. Tekanan darah meningkat
yang disertai cephalgia dapat dipikirkan suatu hypertensive encephalopathy atau sudah
timbulnya suatu CVD hemorrhagia.
3. Nadi
Perlu diperhatikan apakah ada perlambatan nadi. Adanya bradikardi mungkin sudah ada tanda
peningkatan TIK, misalnya pada kasus trauma capitis mungkin sudah ada epidural/subdural
hematome.
4. Pernafasan
Bagaimana frekuensinya: normal/tidak, apakah ada dyspnoe, apakah ada pernapasan Kussmaul
(pernapasan yang cepat diselingi periode apnoe), Misalnya gangguan pada batang otak, anoxia otak,
kelainan paru dan jantung.
5. Suhu
Suhu yang meningkat misalnya pada meningitis, ensefelitis.
6. Gizi
Gizi kurang misalnya pada polineuritis defisiensi, keganasan, infeksi.
9. Genitalia
Berhubungan dengan kelainan hormonal.
Pemeriksaan psikiatrikus
1. Sikap ⇒ wajar atau tidak, kooperatif atau bermusuhan
2. Perhatian ⇒ ada atau tidak
3. Ekspresi fasial
4. 4 wajar atau kosong
Pemeriksaan neurologikus
KEPALA
1. Bentuk/ukuran kepala
Normal (brakhisefalus) ⇒ ukuran dan bentuk biasa, dimana ukuran frontooccipital
kurang lebih sama dengan bitemporal.
17
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
Makrosefalus ⇒ kepala tampak lebih besar tetapi dibandingkan dengan besarnya wajah
muka tidak berbeda jauh.
Hidrosefalus ⇒ tengkorak bagian calvaria membesar, dahi menonjol, dan bola mata
tampak tenggelam di dalam orbita sehingga sebagian kornea tertutup kelopak mata
bawah, tampak seperti kedudukan "matahari terbit". Disamping itu pembuluh vena
tampak jelas di dahi dan pelipis. Pada palpasi sutura tengkorak mudah diraba. Bila
diperkusi terdengar suara seperti "kendi rengat"
Mikrosefalus ⇒ dahi beserta calvaria sangat kecil
2. Pembuluh darah
Pembuluh nadi di pelipis yang menebal keras dan nyeri tekan merupakan gejala yang
sering ditemukan pada sakit kepala arteritis temporalis.
Hemangioma ⇒ nevi pada rnuka
Pada Sturge-Weber disease ditemukan port-wine nevus pada muka.
4. Nyeri tekan
Pada mastoiditis dan sinusitis didapatkan nyeri tekan pada tulang mastoid dan daerah sinus
maksilaris.
5. Tumor/ benjolan
Perhatikan besar, konsistensi, dan lokalisasinya.
6. Fontanella
UUB yang tegang/cembung pada anak kecil merupakan tanda peningkatan TIK.
7. Wajah muka
Simetris/asimetris atau amimik.
LEHER
1. Sikap leher
Normal - lurus
Kaku kuduk 4 gerakan leher terbatas
Tortikalis ⇒ leher tarnpak seperti terpuntir
Hiperekstensi ⇒ leher menengadah maksimal
2. Tumor/ benjolan
Perhatikan besarnya, konsistensi, dan lokalisasinya.
3. Pembuluh darah
Perhatikan denyutan v.jugularis interna (pada penyakit jantung) dan a.carotis (pada hipertensi,
anemia, tirotoksikosis)
4. Kedudukan trakea
Pergeseran ke salah sate sisi menunjukkan adanya proses desak ruang di mediastinum atau paru-
paru.
5. Kelenjar leher
Kelenjar limfe: ada pembesaran atau tidak
Adanya pembesaran kelenjar bisa karena adanya peradangan akut atau menahun, tumor atau
metastatik tumor ganas.
Kelenjar tiroid
NERVI CRANIALES
NA = N. Olfactorius
Fungsi: untuk indera penciuman
Syarat pemeriksaan:
1. Bahan yang digunakan bersifat aromatik, tidak merangsang mukosa hidung, dan mudah dikenal.
Misalnya: the, kopi, tembakau, sabun, vanili, dll.
2. Bahan yang mudah menguap dan merangsang mukosa hidung tidak dapat dipakai karena akan
merangsang juga N.V. misalnya: alkohol, amonia.
3. Sebelum pemeriksaan terlebih dulu jalan lintas pernapasan melalui hidung harus baik, bersih, dan
lancar. Jadi tidak ada corpus alienum, rhinitis, atau polip.
4. Mata penderita sebaiknya ditutup atau dapat tetap terbuka tetapi bahan yang digunakan dimasukkan
dalam botol kecil berwarna gelap.
Cara pemeriksaan:
1. Penderita diberitahu terlebih dahulu bahwa daya penciumannya akan diperiksa. Kemudian is
diminta untuk mengidentifikasi apa yang tercium olehnya jika suatu botol didekatkan pada lubang
hidungnya.
2. Pemeriksaan dilakukan terhadap kedua lubang hidung.
3. Pemeriksaan dimulai dengan menyuruh penderita menutup satu lubang hidung. Kemudian bahan
pemeriksaan kita dekatkan pada lubang hidung sebelahnya dan penderita diminta untuk
menghirup/menciumnya. Setelah itu penderita diminta menyebutkan nama bahan tersebut. Selesai
pemeriksaan lubang hidung yang satu dilanjutkan dengan memeriksa lubang hidung sebelahnya.
4. Terciumnya bau-bauan secara tepat berarti fungsi penciuman (N.1) kedua belah sisi adalah baik.
Kelainan penciuman:
Anosmia ⇒ hilangnya daya penciuman
Hiposmia ⇒ daya penciuman berkurang
Hiperosmia ⇒ daya penciuman lebih tajam dari normal
Parosmia ⇒ rangsangan bau ada tetapi identifikasinya salah
Halusinasi olfactorik ⇒ mencium bau sesuatu tanpa adanya rangsangan
N.II = N. Opticus
Fungsi: untuk penglihatan Pemeriksaan meliputi:
1. Ketajaman penglihatan (visual acuity)
2. Lapangan penglihatan (visual field)
3. Fundus oculi (funduscopy)
4. Tes warna (color vision testing)
19
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
Kartu snellen yang tersedia di Indonesia mempunyai catatan di samping kanan-kirinya.
Catatan di kiri untuk visus yang diperiksa pada jarak 6 m sedangkan yang di kanan untuk
jarak 5 m. Pada tiap bans dicantumkan visus yang sesuai dengan barisan huruf itu sehingga
dengan demikian penentuan visus secara kasar mudah dilaksanakan.
Nilai ketajaman penglihatan normal adalah 6/6 E. Jika penderita hanya dapat membaca
huruf barisan ketiga saja maka visus adalah 6/20 (30%). Bila visus menurun sampai 6/60
(10%) berarti penderita tidak bisa membaca huruf barisan pertama. Maka visus sebaiknya
diperiksa dengan menggunakan cara kedua.
4. Tes cahaya
Tes ini dilakukan pada penderita dengan visus sangat buruk dimana pemeriksaan
menggunakan lampu senter. Penderita hanya dapat membedakan cahaya gelap dan terang.
Orang normal dapat mengenali cahaya hingga jarak tak terhingga ⇒ visus 1/~
Visus dikatakan 0 (nol) jika penderita tidak mampu lagi membedakan cahaya terang dan
gelap (buta total)
2. Tes kampimetri/perimetri
Jika dengan tes konfrontasi lapangan penglihatan dinilai secara kasar, maka dengan
kampimetri dan perimetri hasil yang diperoleh akan lebih terperinci.
Pemeriksaan ini juga dipakai untuk mencari adanya skotoma.
Biasanya alat ini terdapat di bagian mata dan hasil pemeriksaannya diproyeksikan dalam
bentuk gambar di sebuah kartu.
Penilaian:
Gambaran fundus oculi normal:
Retina berwanta merah-oranye
Pembuluh darah: vena lebih tebal dari arteri dan berpangkal pada pusat papil dan
memancarkan cabang-cabangnya keseluruh retina dengan perbandingan a:v = 2:3
Papil N.II: berwarna kuning kemerahan, bentuk bulat, batas tegas dengan sekelilingnya,
mempunyai cekungan fisiologis (cupping)
2. Ptosis
Keadaan dimana kelopak mata atas jatuh/menurun karena kelumpuhan M. Palpebra superiornya.
Dapat diperiksa dengan menyuruh penderita membuka matanya lebar-lebar atau mengangkat
kelopak mata atasnya secara volunter.
7. Nystagmus
Adalah gerakan bola mata bolak-balik involunter yang timbul secara spontan.
Nystagmus ini mempunyai arah dan kecepatan. Arah gerakan dapat: horizontal, vertikal,
rotatoir (berputar), atau kombinasi.
Pemeriksaan: nystagmus dapat terlihat bila penderita diminta melirik ke samping, ke atas,
dan ke bawah. Tapi kadang-kadang dapat dilihat tanpa peragaan (spontan).
Kecepatan osilasi/getaran bola mata dapat sama/tidak sama cepat, dimana ada komponen
cepat dan komponen tidak cepat/lambat. Pada getaran bola mata tidak sama cepat ini
julukan nystagmus menurut komponen cepatnya.
Secara klinik nystagmus dikenal:
Nystagmus fisiologis 4 dijumpai pada orang sehat, bersifat pendek hanya 1-2 detik saja.
Nystagmus patologis - dijumpai pada orang dengan kelainan di SSP seperti disfungsi batang
otal, cerebellum, dan verstibuler.
8. Pupil
Yang diperiksa adalah:
• Bentuk pupil
Normal bentuknya bulat, batas rata, dan licin.\
• Ukuran pupil
Dapat berubah-ubah setiap saat tergantung pada penerangan ruang periksa. Umumnya dianggap
normal bila diameter 2-6 mm (±3,5 mm). Diameter <2 mm disebut meiosis dan bila sangat
kecil sekali disebut pin point pupil. Diameter >6 mm disebut midriasis. Normalnya ukuran
kedua pupil kanan kiri adalah sama, yang disebut isokor. Sedangkan bila tidak sama besar
disebut anisokor.
• Refleks pupil
Refleks cahaya langsung
Pemeriksaan dilakukan satu persatu dengan cara menyinari salah satu pupil mata dengan senter,
usahakan mata yang lainnya tidak ikut terangsang (tutup atau penyinaran dilakukan dari
samping lateral). Reaksi yang tampak adalah kontraksi pupil (meiosis) homolateral. Refleks
cahaya tidak langsung
Disebut juga refleks konsensuil atau crossed light reflex. Cara periksa: antara kedua mata
penderita diberi batas penutup dengan tangan/kertas. Kemudian salah satu mata secara
bergantian disinari dengan lampu senter. Reaksi yang tampak adalah kontraksi pupil (meiosis)
mata yang tidak disinari.
Refleks pupil akomodasi dan konvergensi
Penderita diminta melihat jauh lurus ke depan, kemudian disuruh melihat dan mengikuti jari
tangan pemeriksa yang diletakkan ±30 cm di depan hidung penderita. Selanjutnya jari tangan
Nico Poundra Mulia 22
Palembang, 2007 Neurology Department
pemeriksa digerakkan sampai mendekati hidung penderita. Maka akan terlihat kedua bola mata
penderita bergerak secara konvergens (ke arah nasal) disertai pupil akomodasi. Pupil Argyll
Robertson
Dapat dijumpai pada salah satu atau kedua mata. Ciri-cirinya sebagai berikut:
Refleks cahaya langsung dan konsensuil negatif
Refleks akomodasi dan konvergensi positif
Pupil meiosis (<2,5 mm)
Dijumpai pada neurosifilis.
N.V = N. Trigeminus
N. Trigeminus terdiri dari:
1. Saraf motorik, yang mempersarafi otot pengunyah yaitu M. Masseter, M. Temporalis, M.
Pterigoideus.
2. Saraf sensorik, yang mempersarafi wajah dalam 3 cabang yaitu N. ophtalmicus, N. Maxillaris, N.
Mandibularis
Pemeriksaan:
Di sini kita membandingkan sensasi kulit satu sisi dengan sisi lain pada daerah muka (dahi-
pipidagu) baik untuk sensasi nyeri (dengan jarum) maupun raba (dengan kapas)
Sebaiknya penderita disuruh menutup mata dulu kemudian tusukkan jatum tajam atau
goreskan dengan kapas kulit muka kiri dan kanan pada daerah (dahi-pipi-dagu) yang
simetris. Lalu tanyakan apakah sensasi rasa nyeri/rasa raba yang dirasakan pada sebelah kiri
sama dengan sebelah kanan. Bila tidak sama penderita diminta memberitahukan mana yang
lebih sakit.
Refleks
Ada 3 refleks yang diperiksa, yaitu:
1. Refleks kornea
Refleks kornea langsung
Penderita diminta melirik ke salah satu sisi (lateral kanan kemudian lateral kiri). Misalnya ke
lateral kanan dulu, maka dari sini kontralateralnya (sisi lateral kiri penderita) kornea mata kiri
disentuh dengan kapas yang dipuntir halus. Di sini yang diperhatikan adalah refleks mata yang
korneanya disentuh. Meskipun respon refleks yang sesungguhnya berupa kedipan kedua mats
(bilateral). Kemudian hasilnya ini dibandingkan dengan hasil pemeriksaan mats sebelahnya.
Refleks kornea tidak langsung (konsensuil)
Cara periksa sama dengan refleks kornea langsung. Hanya saja yang diperhatikan di sini adalah
respon refleks (kedipan) mats yang korneanya tidak disentuh/dirangsang. Kegunaan
pemeriksaan refleks kornea konsensuil ini sama dengan refleks cahaya konsensuil, yaitu untuk
3. Refleks bersin
Dengan merangsang mukosa hidung penderita secara mengitik-ngitik timbullah bersin yang
spontan/reflektoris.
N.VII = N. Facialis
Pemeriksaan N. Facialis ini meliputi fungsi:
1. Motorik, yang mempersarafi semua otot wajah kecuali M. Levator palpebra superior
2. Sensorik khas, pengecap 2/3 anterior lidah
3. Visceromotorik, mengatur sekresi kelenjar lakrimalis, lingualis, dan submaxillaris
Motorik
1. Otot wajah
Perhatikan lipatan nasolabialis simetris atau tidak. Pada sisi parese lipatan tersebut datar
atau hampir datar.
Sudut mulut simetris atau tidak. Hasil pemeriksaan akan tampak lebih jelas pada saat
penderita diajak berbicara.
Gerakan abnormal: ada tidaknya tic facialis.
2. Otot dahi
Penderita disuruh MENGERUTKAN DAHINYA, mengangkat kedua alis mata atau melihat ke atas
tanpa menggerakkan kepalanya. Kemudian perhatikan apakah kerutan dahinya simetris atau tidak.
3. M. Orbicularis oculi
Perhatikan apakah ada LAGOPHTALMUS atau tidak dengan menyuruh penderita menutup
matanya pelan-pelan. Adanya lagophtalmus bila celah mata masih tetap terbuka. Didapat
pada lesi N.VII tipe perifer.
Kemudian penderita disuruh MEMEJAMKAN MATANYA kuat-kuat dan pemeriksa
mencoba membuka kedua mata tersebut. Pemeriksa membandingkan kekuatan mata
tersebut. Bila sama kuat kanan dan kiri berarti normal, tapi bila salah satu lebih mudah
dibuka maka berarti M. Orbicularis oculi mata tersebut parese.
4. M. Orbicularis oris
Penderita disuruh MENUNJUKKAN GIGINYA/MERINGIS, lalu perhatikan sudut mulut kanan
dan kiri. Bila salah satu sudut mulut tertinggal pada pergerakkan tersebut berarti terdapat parese di
sisi tersebut.
Sensorik khas
Untuk memeriksa pengecapan 2/3 depan lidah ini dapat cligunakan rasa manis, asin, asam,
dll dalam bentuk larutan sebagai objek bahan.
Cara periksa: penderita diminta menjulurkan lidahnya. Lalu pada salah satu sisi lidah
disentuh dengan kapas lidi yang telah dibasahi lebih dulu dengan larutan (bahan objek).
Kemudian penderita diminta mengidentifikasi dengan bahasa isyarat (boleh dengan tulisan
tangan atau menunjuk bahan objek di depan penderita yang telah dijelaskan lebih dulu
bahan-bahan apa tersebut). Saat dilakukan pemeriksaan penderita tidak diperkenankan
bersuara/berbicara sebab ada kemungkinan bahan larutan tersebut berpindah ke sisi lidah
Tes Rinne
Garpu tala yang telah digetarkan segera diletakkan pada tulang mastoid. Bila suara getaran
tidak terdengar lagi oleh penderita segera pindahkan ke depan liang telinga luar.
Normalnya getaran garpu tala tersebut masih bisa didengar. Tapi pada orang dengan tuli
konduksi getaran tidak akan terdengar lagi.
Tes Schwabach
Penderita diminta mendengarkan garpu tala yang digetarkan, kemiudian bandingkan dengan
pemeriksa. Mula-mula dengan konduksi tulang lalu konduksi udara
Caranya: untuk konduksi tulang garpu tala yang digetarkan diletakkan di processus
mastoideus penderita sampai is tidak mendengar lagi segera pindahkan ke proccessu
mastoideus pemeriksa.
Untuk konduksi udara garpu tala yang digetarkan diletakkan di depan liang telinga luar
penderita sampai is tidak mendengar lagi segera pindahkan ke depan liang telinga liar
pemeriksa.
Bila pemeriksa masih dapat mendengar getaran garpu tala maka pendengaran penderita
dikatakan berkurang.
N. Vestibularis
Pada pemeriksaan diperhatikan:
1. Keseimbangan penderita dengan mengamati sikap tubuh waktu berdiri dan waktu
berjalan/bergerak. Dijumpai pacla penderita vertigo dengan ciri-ciri:
Merasa benda-benda sekitarnya berputar atau tubuhnya berputar
Sikapnya kaku oleh karena kepalanya terfiksir di leher dengan sengaja agar tidak timbul
serangan
Gaya berjalannya agak lambat, tegak, dan berhati-hati
Kedua lengan dalam keadaan siap siaga untuk memegang sesuatu kalau-kalau is jatuh
2. Nystagmus
Nystagmus vestibuler ini mengarah dengan komponen cepatnya ke sisi kontralateral lesi.
Pemeriksaan yang lebih teliti dengan tes kalori Barany. Tes ini dilakukan di bagian THT.
Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan daya pengecap 1/3 posterior lidah secara praktis sukar/tidak dapat diperiksa.
N.XI = N. Accesorius
Hanya mempunyai komponen motorik yang mempersarafi
a. M. Trapezius
b. M. Sternocleidomastoideus
Pemeriksaan:
M. Trapezius
Penderita disuruh mengangkat kedua bahunya serentak kanan kiri dengan sekuat-kuatnya. Kedua
tangan pemeriksa menekan bahu tersebut. Bandingkan kekuatannya kanan dan kiri.
M. Sternocleidomastoideus
Tangan pemeriksa diletakkan pada pipi rahang penderita (tangan kanan pemeriksa untuk pipi kiri
penderita dan sebaliknya). Kemudian penderita disuruh menoleh/menggerakkan kepalanya ke arah
tangan pemeriksa, sedangkan pemeriksa berusaha menahannya. Bandingkan kanan dan kiri.
N.XII = N. Hypoglossus
Bersifat motorik yang mempersarafi otot-otot penggerak lidah
Cara pemeriksaan:
Penderita diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya lurus ke depan. Perhatikan:
Deviasi lidah (lidah membelok ke arah imana)
Fasikulasi (gerakan kecil-kecil pada otot lidah secara terus-menerus)
Papil lidah: ada atrofi atau tidak (pada atrofi lidah tampak licin)
Selanjutnya penderita diajak bicara atau disuruh mengucapkan kata-kata yang banyak mengandung
huruf R dan L. Misalnya: ular loreng-loreng lari di lorong-lorong. Tujuannya adalah untuk mengetahui
disartria atau tidak.
COLUMNA VERTEBRALIS
Penderita disuruh membuka baju dan berdiri lurus.
Inspeksi dilakukan dari samping dan belakang, perhatikan apakah ada:
Kyphosis
Lordosis
Scoliosis
Meningocele
Tumor
Trauma
Kemudian dilakukan palpasi apakah ada nyeri tekan, kemudian dilakukan perkusi.
Lengan
a. Bentuk dan volume otot
Pada inspeksi perhatikan bentuk dan ukuran otot, baik masing-masing maupun kelompok.
Perhatikan apakah ada asimetri. Pada palpasi perhatikan konsistensi otot. Pada otot normal akan
terasa kenyal, pada otot dengan kelumpuhan LMN terasa lembek dan kendor sedangkan pada
kelumpuhan UMN konsistensinya masih cukup kenyal bahkan adakalanya tegang.
Kelainan bentuk dan volume otot adalah atrofi dan hipertrofi. Atrofi adalah hilang atau
mengecilnya bentuk otot disebabkan musnahnya serabut otot. Banyak proses patologik yang dapat
menimbulkan atrofi otot. Distribusi atrofi otot menunjukkan kepada penyebabnya.
Pembagian atrofi otot menurut unsur patologik yang mendasarinya adalah:
Atrofi neurogenik ⇒ pada poliomyelitis
Atrofi miogenik ⇒ pada distrofia muskulorum, myositis
Atrofi artrogenik ⇒ akibat artritis otot-otot di sekitar persendian menjadi atrofi
Disuse atrofi ⇒ terjadi pada anggota gerak yang lama sekali tidak dipergunakan Hipertrofi
otot didapatkan pada myotonia. Hipertrofi fisiologis sering ditemukan pada atlet.
b. Gerakan
Mengukur range of motion (luasnya bidang gerak). Penderita disuruh menggerakkan lengan
setinggi mungkin sampai ke belakang dan mempertahankan posisi waktu diangkat. Bila tidak dapat
menggerakkan sendi besar disuruh menggerakkan sendi-sendi kecil ataupun disuruh menggeser saja
di tempat tidur. Bandingkan dengan yang sehat.
Nilai: cukup, kurang, tidak ada
c. Kekuatan
Penderita disuruh menggerakkan sendi-sendi lalu kita berikan tahanan/beban mulai tahanan ringan,
lalu tahanan diperbesar, dan terakhir diberi tahanan penuh.
Pemeriksaan ini sifatnya sangat subjektif, sehingga pembandingnya adalah bagian yang sehat dari
penderita. Bila keempat ekstremitas lumpuh perneriksaan dengan membandingkan dengan orang
lain yang kondisi fisiknya sama.
c. Tonus
Dilakukan dengan meraba otot penderita, mula-mula pada sisi yang sehat kemudian baru ke sisi
yang sakit. Dalam penilaian tonus ini penderita harus tenang dan relax. Bila tonus menurun otot
terasa lebih lembek sedangkan tonus otot yang meningkat akan terasa lebih tegang. Kemudian
lakukan gerakan fleksi dan ekstensi maksimal pada sendi siku secara perlahan kemudian cepat.
Perhatikan adanya tahanan yang terasa oleh pemeriksa pada waktu mulai fleksi atau setelah fleksi
ekstensi. Bandingkan dengan yang sehat.
d. Refleks fisiologis
Pada lengan ada 2 macam refleks yaitu : refleks tendo dan refleks periost
Cara menilai refleks:
Dengan intensitas pukulan
e. Refleks patologis
Refleks patologis yang diperiksa pada lengan adalah refleks Hoffman Tromner.
Sendi siku dan pergelangan tangan dalam keadaan fleksi membentuk sudut 90°. Jan III diangkat
dan diberi rangsangan dengan menjentikkan kuku pemeriksa pada kuku penderita. Positif jika
terjadi fleksi jari-jari lain dan adduksi jari I.
Tungkai
a. Gerakan
Cara dan penilaian sama dengan pemeriksaan gerakan lengan.
b. Kekuatan
Cara dan penilaian sama dengan pemeriksaan kekuatan lengan. Yang dinilai otot-otot fleksor dan
ekstensor.
c. Tonus
Cara dan penilaian sama dengan pemeriksaan tonus lengan.
d. Refleks fisiologis
Berbeda dengan lengan, di tungkai hanya ada refleks tendo saja.
Refleks tendo patella
Posisi tungkai dalam keadaan sedikit fleksi pada sendi lutut, lalu ketuk tendo patella. Perhatikan
kontraksi M. Quadriceps femoris.
Refleks tendi achilles
Posisi tungkai dalam keadaan fleksi sendi lutut dan lakukan dorsofleksi maksimal kaki dan beri
sedikit tahanan, lalu ketuk tendo achilles. Perhatikan kontraksi M.Gastrocnemius.
e. Klonus
Hiperrefleksia sering diiringi klonus. Klonus adalah kontraksi yang persisten dan berulang-ulang
jika dilakukan penarikan pada tendo.
Ada 2 macam klonus yaitu:
1. Klonus paha
f. Refleks patologis
Babinsky group
Positif bila terjadi dorsofleksi ibu jari dan fanning jari-jari lainnya (gerakan membuka seperti
kipas).
Refleks Babinsky
Menggores telapak kaki sepanjang sisi lateral ke atas lalu ke sebelah medial seperti huruf J
terbalik.
Refleks Chaddock
Menggores sepanjang bagian bawah maleolus lateralis. c. Refleks Oppenheim
Menggosok dengan keras sepanjang tibia dari arah proksimal ke distal.
Refleks Gordon
Memijit dengan kuat M.Gastrocnemius.
Refleks Schaeffer
Mencubit tendo achilles.
Mendel-Bechterew-Rossolimo
Positif bila terjadi plantar fleksi jari-jari kaki.
Mendel-Bechterew
Memukul bagiian kaki pada dorsum pedis.
Rossolimo
Memukul bagian kaki pada plantar pedis.
Hoomer’s sign
Untuk membedakan hemiplegia dan histerik.
Cara:
Pemeriksa meletakkan kedua telapak tangannya di bawah kedua tumit penderita, kemudian
penderita disuruh untuk menekan ke bawah. Tekanan hanya akan terasa pada tumit sisi yang
tidak paralitik.
Kemudian pemeriksa memindahkan tangannya pada sisi yang tidak paralitik dan diletakkan
di dorsum pedis. Kemudian penderita disuruh mengangkat kakinya yang sehat melawan
tekanan yang kita berikan.
Bila penderita benar-benar mengalami hemiplegia yang organik tidak ada tambahan tekanan
yang terasa pada lengan yang tetap terletak di bawah kaki yang paralitik.
Sedangkan bila penderita dengan hemiplegia histerik, maka dari tungkai yang dicurigai
paralitik akan menekan ke bawah pada tangan pemeriksa dalam usahanya mengangkat kaki
yang sehat.
Reflek Kremaster
Merupakan refleks fisiologis.
Cara:
Sisi medial paha dirangsang dengan ujung refleks hammer. Positif bila testis bergerak ke atas sehingga
skrotum mengerut.
Pemeriksaan Sensorik/Sensibilitas
dermatom sampai nanb sampai pada 2 titik dimana penderita mengatakan sama sakit dan sama
tidak sakit. Kemudian lakukan penusukan dari daerah yang kurang sakit ke daerah yang lebih sakit,
jadi dari daerah hip/anestesi ke daerah normal. Setelah kita menemukan batas tertinggi maka kita
kembali ke dermatom untuk menentukan tinggi lesi di medulla spinalis. Dermatom adalah daerah
pada kulit yang mendapat inervasi dari satu radiks posterior medulla spinalis dari mana radiks itu
berasal.
2. Rasa suhu
Rangsang panas dapat diberikan dengan menempelkan tabung berisi air panas dengan suhu antara
40-50°C, sedangkan rangsang dingin dengan menempelkan tabung berisi air dingin dengan suhu
antara 10-15°C.
3. Rasa raba
Yang digunakan adalah ujung bebas seutas kapas untuk meraba permukaan tubuh.
4. Rasa posisi
Gerakkan jari-jari penderita dengan gerakan ringan lalu penderita disuruh menebak posisi jari-
jarinya.
5. Rasa getar
Apabila terdapat kepekaan terhadap perasaan nyeri dalam maka perangsangan dengan menekan
organ tersebut di atas akan menimbulkan nyeri berlebihan. Bila terdapat hipalgesia maka pijitan
yang kuat tidak dirasakan sebagai nyeri.
2. Kernig's sign
Posisi salah satu tungkai dalam keadaan fleksi pada articulatio coxae dan articulatio genu
(membentuk sudut 90°), kemudian dilakukan ekstensi pelan-pelan pada articulatio genu. Kernig's
sign (+) bila penderita merasa sakit/terasa tahanan pada sudut yang dibentuk antara tungkai atas dan
tungkai bawah <135°.
3. Lasseque's sign
Keadaan tungkai dalam keadaan lurus, kemudian dilakukan fleksi pada articulatio coxae.
Lasseque's sign (+) bila penderita merasa sakit/terasa tahanan pada sudut yang dibentuk antara
tungkai dan tempat tidur <70°.
Untuk membedakan dengan proses pada articulatio coxae dilakukan pemeriksaan Patrick's sign,
yaitu dengan melakukan fleksi, abduksi, eksorotasi, dan ekstensi. Patrick's sign (+) bila terasa sakit
pada articulatio coxae.
4. Brudzinsky's sign
a. Neck's sign
Tangan kiri di daerah oksiput penderita, tangan kanan di dada penderita, lalu lakukan antefleksi
maksimal pada leher penderita. Neck's sign (+) bila terjadi fleksi kedua tungkai pada articulatio
coxae dan genu.
b. Cheek's sign
Dengan menekan kedua processus zygomaticus penderita. Cheek's sign (+) bila terjadi fleksi
articulatio cubiti serta kedua bahu terangkat (jerking).
c. Symphisis's sign
Dengan menekan di atas symphisis ossis pubis penderita. Symphisis's sign (+) bila terjadi fleksi
articulatio coxae dan genu.
d. Leg sign I
Dengan melakukan fleksi naksimal pada salah satu tungkai pada articulatio coxae dan genu.
Leg sign I (+) bila terjadi fleksi articulatio coxae dan genu tungkai lainnya.
e. Leg sign II
Dengan melakukan ekstensi mendadak pada articulatio coxae dan genu. Leg sign II (+) bila
terjadi fleksi articulatio coxae dan genu tungkai yang lainnya.
Pemeriksaan Koordinasi
1. Romberg test
Penderita disuruh berdiri pada kedua kaki yang dirapatkan dengan kedua mata tertutup.
2. Dysmetri
Satu keadaan dimana penderita tidak dapat menentukan jarak pada gerakan yang bertujuan.
Caranya: penderita disuruh menunjuk salah satu anggota badan dengan mata tertutup.
• Tes jari-hidung ⇒ ujung jari menunnjuk hidung secara bergantian
• Tes jari-jari ⇒ ujung jan yang satu ditemukan dengan ujung jari yang lain
• Tes tumit-lutut ⇒ tumit satu sisi ditemukan dengan lutut sisi yang lain dan
digerakkan sepanjang tibia
3. Rebound phenomen
Suatu keadaan dirnana penderita tidak mampu menghentikan gerakan yang bertujuan.
Caranya: penderita melakukan fleksi lengan dan ditahan pemeriksa, lalu tiba-tiba dilepaskan. Hasil
(+) bila setelah dilepaskan, lengan fleksi terus sehingga tangannya mengenai muka sendiri.
4. Disdiadochokinesis
Penderita tidak dapat melakukan gerakan yang berlawanan dengan cepat.
Caranya: penderita disuruh melakukan gerakan yang berlawanan dengan cepat, misalnya pronasi
dan supinasi lengan.
5. Trunk ataxia
Caranya: menyuruh penderita duduk dan mempertahankan posisinya. Hasil (+) bila penderita tidak
dapat mempertahankan posisinya dan jatuh ke satu sisi.
6. Limb ataxia
Penderita tidak dapat melakukan gerakan tangkas dan lengan dan tungkai.
Gerakan Abnormal
Caranya dengan memperhatikan penderita apakah ada gerakan-gerakan spontan pada tubuh penderita.
1. Chorea
Pemeriksaan:
Tekan vesica urinaria untuk menentukan apakah penuh atau tidak
Observasi ujung urethra eksterna, basah terus atau tidak
Tekan vesica urinaria apakah terjadi pengosongan urine, lalu lakukan catheterisasi untuk
menentukan rest urine
Cara pemeriksaan:
Mengajak penderita berbicara mulai dari hal yang sederhana sampai hal-hal yang sukar yang
pernah diketahui penderita sebelumnya. Bila tidak bisa disuruh menuliskan jawaban atau dengan
isyarat.
Syarat pemeriksaan:
Penderita dalam keadaan sadar penuh dan bahasa yang dipakai saling dimengerti.
2. Afasia sensorik
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain walaupun alat
bicara dan pendengarannya baik.
Afasia sensorik kortikalis
Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan balk secara verbal,
tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di area cortex Wernicke (sensorik).
Afasia sensorik subkortikalis
Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan secara verbal, sedangkan
tulisan dan isyarat dapat dimengerti. Letak lesi di subcortex Wernicke.
"Buta kata-kata" (word Blindness)
Penderita masih mengerti bahasa verbal namun tidak lagi bahasa visual. Hal ini jarang terjadi.
Cara pemeriksaan:
Penderita diberi perintah untuk melakukan sesuatu tanpa contoh. Bila tidak bisa baru diberikan
secara tulisan atau isyarat.
Syarat pemeriksaan sama dengan afasia motorik.
Cara pemeriksaan
1. Immediate memory
Yaitu daya mengingat kembali suatu stimulus yang diterima beberapa detik lalu seperti mengingat
nomor telepon yang baru saja diberikan.
Cara: penderita disuruh mengulang deret nomor yang kita ucapkan. Seperti di bawah ini: (disebut
digit span)
3-7
2-4-9
8-5-2-7
2-8-6-9-3
5-7-1-9-4-6
8-1-5-9-3-6-7
dikatakan masih normal jika seseorang dapat mengulang sebanyak 7 digit.
2. Recent memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus yang diterima beberapa menit, jam, hari yang lalu.
Cara: penderita disuruh menceritakan pekerjaan/peristiwa yang dikerjakan/dialami beberapa
menit/jam/hari yang lalu.
3. Remote memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus atau peristiwa yang telah lama berlalu (bertahun-tahun).
Cara: penderita disuruh menceritakan pengalaman atau teman-teman masa kecilnya. (Tentunya
pemeriksa telah mendapat informasi sebelumnya).
Ketiga pemeriksaan di atas adalah untuk audio memory (yang didengar) sedangkan memori yang
dilihat (visual memory) dapat diperiksa sebagai berikut.
Cara: penderita disuruh mengingat nama-nama benda yang diperlihatkan kepadanya kemudian benda--
benda tersebut disimpan. Beberapa waktu kemudian penderita disuruh mengulang nama-nama benda
tersebut.
Catatan:
Kesemua pemeriksaan fungsi luhur ini baru dapat diperiksa pada penderita yang mempunyai kesadaran
penuh atau baik dan tidak mengalami gangguan mental, kemunduran inteligen maupun kerusakan
organ-organ atau persarafan perifer yang terkait. Harus diingat bahwa pemeriksaan fungsi luhur adalah
pemeriksan fungsi-fungsi cortex cerebri yang terkait.
35
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Jenis pemeriksaan laboratorium dilakukan sesuai kasus yang dihadapi.
Yang diperiksa adalah:
Darah: pemeriksaan darah rutin (Hb, leukosit, eritrosit, trombosit, retikulosit, hematokrit,
LED), kimia darah (gula darah, kolesterol, total lipid, HDL, LDL, ureum, kreatinin, asam
urat), reaksi serologis (VDRL, widal)
Urine: pemeriksaan rutin
Feses: pemeriksaan rutin
2. Komposisi LCS
Jumlah sel normal 0-3, biasanya limfosit.
Jumlah sel meningkat pada radang dan iritasi selaput otak dan radang jaringan otak.
Infeksi akut menyebabkan pleositosis polinuklear sedangkan infeksi kronik menyebabkan
pleositosis mononuklear.
Pleositosis akibat iritasi jumlah sel tidak terlalu banyak dan bersifat limfositosis. Infeksi bakteri
(pyogenik) mengakibatkan pleositosis polinukleus sedangkan infeksi virus adalah mononukleus.
Protein normal 15-45 mg%
Protein meningkat pada radang selaput otak dan otak, tumor intracranium, infark, dan hematoma
cerebri.
Jika protein meningkat >500 mg% maka LCS menjadi kental dan cepat membeku yang merupakan
salah satu gejala sindroma From (santokroma, pleositosis, dan koagulasi masif LCS)
Glukosa normal 60-85 mg% (60-80% jumlah glukosa darah)
Glukosa menurun pada meningitis terutama akibat tuberkulosis,
Klorida normal 720-750 mg% atau 124-130 mE/L.
MIELOGRAFI
Substansi yang tidak dapat ditembus oleh sinar rontgen (radioopaque) atas gas (udara)
dimasukkan dalam ruang subarachnoid spinalis melalui LP atau sisternal.
Tujuannya adalah menelusuri lintasan LCS di tingkat medulla spinalis. Dengan ini dapat
ditunjukkan adanya sumbatan ekstradural, intradural, ekstrameduler, atau intrameduler.
Dengan LP dilakukan mielografi ascendens sedangkan dengan punksi melalui sisterna
magna dilakukan mielografi descendens.
Gambaran yang dijumpai dapat merupakan penyempitan atau obst:ruksi. Lesi intrameduler
menggembungkan medulla spinalis setempat.
Pada tumor ekstrameduler ekstradural yang menekan dari posterior maka pada proyeksi AP
mirip dengan tumor intrameduler. Karena itu diperlukan proyeksi lateral.
Tumor ekstradural dapat menggeser dura dan medulla spinalis setempat. Tumor intradural
ekstrameduler kebanyakan berupa meningioma dan fibrioma.
ARTERIOGRAFI
Adalah metode pembuatan foto rontgen pembuluh darah intracranium setelah A. Carotis
atau A. Vertebralis diisi dengan substansi radioopaque. Substansi yang dipakai adalah
Hypaque 50% atau Topamiro. Cairan kontras disuntikkan ke dalam A. Carotis atau A.
Vertebralis. Dengan demikian bentuk, letak, dan perjalanan cabang-cabang A. Carotis
interna dan A. Vertebralis dapat divisualisasi pada foto rontgen.
Tergantung dari fase pengambilan fase arteri atau fase kapiler maka dapat diperlihatkan
kondisi dan lokalisasi sistema arterial, venosa, atau kapiler.
Pada angiografi carotis diperoleh gambaran susunan cerebral ipsilateral, sedangkan dengan
angiografi verterbral sesisi, garnbaran vaskuler di ruang intracranium infratentorial yang
diperoleh selalu memperlihatkan susunan vaskuler kedua sisi.
Yang akan dicari adalah informasi tentang susunan vaskuler. Kelainan tersebut dapat berupa
lesi intraluminal (obstruksi, dilatasi patologi seperti aneurisma, malformasi pembuluh
darah) atau gangguan ekstravaskuler yang menggeser, menarik, atau menekan pembuluh
darah setempat.
PNEUMOENCEFALOGRAFI
Dasarnya adalah mengisi ruang subarachnoid intracranium dengan udara. Secara teknis
pneumoencefalografi lebih sukar daripada ventrikulografi.
Pneumoensefalografi tidak berbahaya tapi efek samping cukup mengganggu penderita
seperti nyeri kepala, muntah-muntah, dan pusing kepala.
Udara dimasukkan ke dalam ruang subarachnoid melalui LP. Dengan meninggikan bagian
atas tubuh, udara yang berada di dalam LCS naik melalui foramen magna.
Dengan demikian dapat dilihat gambaran dari sistem ventrikel seperti pada hidrosefalus
ELEKTROENSEFALOGRAFI (EEG)
EEG adalah suatu pemeriksaan untuk merekam aktivitas listrik dari otak melalui tengkorak
yang utuh.
Kegunaan:
Pemeriksaan EEG dapat memberikan fakta-fakta dan petunjuk clan gangguan fungsi otak fokal atau
global seperti:
Disfungsi otak seperti pada penderita epilepsi
Tumor cerebri
Infark cerebri
Hemorrhagia cerebri
Contusio cerebri
Encephalitis
Dan berbagai keadaan psikiatrik
Akan tetapi arti praktisnya terbatas pada gangguan konvulsif dan proses desak ruang intracranium.
ENG
Dengan jalan ENG daya penghantaran saraf tepi dinilai. Dalam hal ini waktu antara saat diberian
rangsangan dan saat tibanya potensial aksi yang dibangkitkan (evoked potensial) merupakan masa yang
diperlukan impuls untuk menempuh jarak antara titik penerimaan. Pada titik perangsangan ditempatkan
elektroda stimulator dan pada titik penerimaan ditempatkan elektroda pencatat. Saraf tepi yang
umumnya diperiksa adalah saraf tepi tungkai dan lengan, sehingga titik-titik tersebut di atas
ditempatkan sepanjang perjalanan N. Ulnaris atau N. Medianus pada lengan dan N. Tibialis atau N.
Peroneus pada tungkai.
Pada titik distal atau proksimal ditempatkan elektroda perangsang atau elektroda pencatat tergantung
sifat ENG yang hendak dikerjakan. Kedua elektroda dihubungkan dengan osilograf katoda sedemikian
rupa sehingga rangsangari dan tibanya potensial aksi yang dibangkitkan dapat dicatat. Selisih waktu
antara dilakukannya rangsangan dan saat tibanya potensial aksi tersebut merupakan masa latent.
Dengan diketahuinya jarak antara elektroda perangsang dan elektroda pencatat, maka daya
penghantaran melalui saraf (conduction velocity) dalam m/detik dapat ditetapkan.
39
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
CT-Scan dapat mendeteksi adanya tumor otak baik primer maupun metastatik walaupun jenis
tumornya sendiri masih sukar ditentukan secara tepat.
5. Penyakit pembuluh darah otak (CVD)
CT-Scan dapat menentukan secara tepat dan cepat penyebab CVD seperti ICH, IVH, infark
jaringan otak, malformasi pembuluh darah, aneurisma, dll.
6. Trauma kepala
Pemeriksaan CT-Scan kepala sangat berguna pada penderita dengan trauma kepala yang disertai
kehilangan kesadaran yang lama. Adanya lucid interval (free interval) yang nyata ataupun dengan
gangguan neurologik fokal seperti hemiparese, afasia, dsb.
Di sini CT-Scan dapat memperlihatkan adanya nekrosis jaringan otak akibat trauma, fraktur tulang
kepala, perdarahan intracranial, SDH maupun EDH.
7. Infeksi
CT-Scan dapat membedakan abses otak dan aneurisma yang pecah akibat infeksi jamur. Pada
herpes ensefalitis dapat dilihat adanya lobus temporalis yang edematous. Kalsifikasi intracerebral
pada anak akibat infeksi toxoplasmosis dapat dengan mudah ditemukan.
8. Hidrosefalus
CT-Scan penting dalam diagnostik dan penatalaksanaan hidrosefalus karena dengan CT-Scan dapat
menentukan:
Tempat obstruksi pada non communicating hydrocephalus
Mempelajari ukuran ventrikel secara berkala
Tempat dan hasil pemasangan shunt
9. Kelainan orbital
Kelainan retroorbital seperti tumor, perdarahan maupun akumulasi jaringan lemak dapat ditemukan
dan dibedakan dengan cepat dengan CT-Scan.
Sefalgia Vertigo
Migrain - Sentral : Vertebrobasilar insufisiensi
Cluster headache - Perifer : Vertigo Positional Benigna
Referred pain - Trauma kapitis
Neuralgia - Gangguan pada mata
Alergi - Motion sickness
Hipertensi maligna - Kelainan pada serebelum (cerebellar syndrome)
Post trauma (post commutio cerebri) - Spondilosis cervicalis : penyempitan
foramen intervertebralis
SEFALGIA
1. Migren
⅔ unilateral (70%) ; ⅓ bilateral (30%)
vascular headache Æ berdenyut
fotofobia dan sonofobia
herediter (tidak selalu)
intensitas nyeri semakin menghebat Æ muntah
Migren ada 2
migren klasik
migren komplikata : hemiplegic migren ; oftalmic migren
2. Cluster Headache
(= histamine headache)
sakit kepala terus-menerus
seperti gejala alergi : mata merah (injeksi konjungtiva), keluar sekret hidung
karena obat-obatan, misalnya : vasodilatansia (contoh : ISDN, viagra) Æ menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah di otak juga
space occupying lession (S.O.L) Æ darah, tumor, abses, hidrosefalus
muscle contraction headache Æ nyeri otot-otot sekitar kepala dan leher
3. Referred Pain
hidung : sinusitis frontalis paling sering menyebabkan sefalgia Æ tea pot sign (sakit bila
menundukkan kepala, misalnya sedang sujud, mengepel, dsb.) ; concha hipertrofi akibat
alergi.
mata : glaukoma, kelainan refraksi (astigmatisma)
gigi : impacted M3, periodontitis, periostitis, temporomandibular joint problem
(misalnya artritis TMJ)
4. Occipital Neuralgia
VERTIGO
1. Vestibular
2. Ears
3. Reticularis
4. Tabes Dorsalis
5. Imagination (psikogenik)
6. Generalized : demam
7. Ophtalmic disorders
Tanda- tanda
Keterlibatan traktus spinoserebral, kolumna Clarke dan luanya kolumna posterior memberikan
tanda-tanda karakteristik penyakti ataksia. Anak-anak berangsur-angsur berjalan diatas dasar papan, dia
mengalami kesulitan memanjat tangga gaitnya seperti mabuk “drunken” dia tersandung atau terjatuh.
Secara alami, keterlibatan serebellar atas ataksia secara berimbang ditandai gengan mata yang terbuka
atau tertutup atau bahkan pada saat berbaring. Seluruh tungkai dan lengan pastinya ikut terpengaruh
walaupun bagian bawah adalah yang terberat.
Ketidakhadiran lutut dan pergelangan kaki, yang menggantikan tanda-tanda penting lainnya
terarah pada keterlibatan zona akar dorsal dan kolumna posterior tulang belakang. Tidak adanya reflek
dalam adalah yang lebih signifikan karena yang berhubungan dengan ini adalah adanya tanda Babinski
yang mengindikasikan penyakit traktus piramidal. Reflek abdominal superfisial tidak diragukan lagi
pasti muncul dan mungkin seumur hidup, karenanya biar bagaimanapun bisa tidak ada. Sejalan dengan
progresifitas penyakit.
Gangguan bicara ,pasti di daerah basis serebellum dan berlanjut. Bicara menjadi lebih lambat,
tidak jelas, disrtria dan mungkin bicara dengan hati-hati dan persuku kata. Ini merupakan ataksia
speech (ataksia bicara) dan sering disebut disphasia serebellum. Sebagai tambaan ditemukan
nystagmus. Pada equinovarus (clubfoot) yang ditandai lengkungan dan kaki dan hiperekstensi kronis
dari ibu jari merupakan tanda karakteristik lain yang berkembang secara bertahap. Skoliosis juga sering
muncul.
Gangguan sensibilitas lebih atau terbatas pada gangguan posisi dan sensasi getaran mengacu
pada keterlibatan kolumna vertebralis posterior. Mental dapat menjadi retardasi. Diantara kelainan
yang berhubungan dapat disebutkan tremor, pseudoathetosis, atrofi, gangguan vasomotor, endokrin dan
kelainan lain, retinitis pigmentosa, spina bifida okulta, katarak kongenital, clubbing atau jari tabuh,
salivasi, respirasi ataksia. Terhadap stigmata degenerasi mungkin terjadi hipospadia, katarak kongenital
dan mikrognatia. Mioklonus atau epilepsi jarang ada, begitu juga miopati. Dementia progresif dapat
muncul pada tahap akhir dari penyakit. Sjorgen menduga bahwa Friedrich ataksia mungkin bersifat
resesifdimana Marie merupakan penyakit herediter dominan.
DIAGNOSIS. Doagnosis didasrkan pada onset bertahap dan progresif pada usia muda, dan
adanya tanda kardinal yaitu ataksia serebellum, hilangnya reflek dalam, tanda babinski, disartria,
nystagmus dan pescavarus. Penyakit ini mungkin misdiagnosis dengan sklerosis multipel dimana
penyakit ini jarang terjadi pada anak-anak. Tabes juvenil dan bentuk lain dari tahap awal neurosifilis
harus dipikirkan. Serebral palsy pada anak-anak dapat disingkirkan dengan riwayat penyakit dan
penyebab yang berbeda.
Penyakit ini biasanya muncul pada usia 7 atau 8 jarang setelah pubertas. Muncul pada saudara
laki-laki atau permpuan di beberapa generasi. Penybabnya tidak diketahui. Penyakit keturunan
LATERAL SKLEROSIS
Ada atau tidak sklerosis lateral dipisahkan secara klinis masih merupakan pertanyaan. Penyakit
progresif bilateral, jarang unilateral (Mils dan Spiller) penyakit traktus piramidal yang berjalan
bertahun-tahun. Sering muncul lateral sklerosis tapi merupakanmenifestasi awal dari multipel sklerosis,
sifilis spinal. Kombinasi sklerosis dan kompresi dari spinal atau bentuk transisi dariamiotropik lateral
sklerosis. Untuk memastikan bahwa diagnosis tidak terlalu dini atau salah diagnosis, pasien harus
diobservasi dengan periode waktu yang lama, bila sindrom tidak berubah, dapat dikatakan sebagai
lateral sklerosis simpel.
Laporan patologi yagn sedikit menyebabkan kelemahan akan keterlibatan traktus piramidal
tetapi jalur lain dapat terlibat.
Gejala dan tanda. Gejala yang berkaitan dengan penyakit traktus piramidal. Terdapat onset
bertahap dari kelemahan tungkai, hiperreflek dalam, Babinski, klonus kaki, spastisitas mungkin
melibatkan ekstremitas atas. Secara umum tidak ada gangguan sensibilitas dan vegetatif tetapi
gangguan ringan dari sensasi getaran dapatmeningkat dan sangat jarang adanya gangguan miksi.
Dipicu oleh racun, trauma dan puerperium penyebab tetapi buktinya sangat seditidak ada.
Defisiensi mungkin menjadi salah satu faktor. Latyrism mungkinmemberikan gambaran klinis dari
lateral sklerosis. Terdapat bentuk dari paralisis spinal spastik herediter yang m,uncul terutama pada
laki-laki dan pada usia 20 tahunan dan 30 tahuna.
Siringomelia
(termasuk gliosis spinal)
Siringomelia, dimana gliosis sentralis tidak dapat dipisahkan secara kronis, merupakan penyakit
progresif kronik, lambat, terutama pada sumsum tulang namun tidak jarang pula pada batang otak.
Proses patologi yang penting terdiri dari formasi rongga yang biasanya menjalar atau berpusat sekitar
saluran sentral sumsum tulang. Apakah lesi merupakan gliosis secara primer yaitu, proliferasi seperti
spinal dari serat glia dan sel-sel dengan pembentuk rongga sekunder, atau kavitasi primer, dengan
gambaran yang sama secara esensial. Pertama yaitu destruksi pada segmen yang terkena atau segmen
sumsum tulang, biasanya dari perluasan segmen servikal, dari nyeri yang singkat dan serat temperatur
yang menyilang komisura anterior pada jalur mereka terhadap traktus spinothalamikus. Kedua,
sebagaimana kavitas atau mengalami progresivitas, ia merusak taji motor anterior dari materi abu-abu
sumsum tulang. Taji lateral yang terdiri dari sel simpatis, kemungkinan tropik juga mempengaruhi.
Destruksi dari serat nyeri dan sel motorik memberikan gambaran klinis yang khas dari siringomelia.
Rongga atau siring dapat saja tidak teratur, ia dapat naik di atas atau di bawah medula spinalis melalui
beberapa segmen yang besar, ini dapat memperluas keterbelakangan dan transeksi dari dari kolumna
posterior; ini dapat meluas secara lateral pada satu atau kedua sisi dan memotong melalui traktus
piramidalis; atau ini dapat meluas pada medula dan merusak nukleus-nukleus nervi kraniales, akar
sensoris dan trigeminus dan beberapa struktur lain; atau dapat saja terdapat lebih dari satu rongga atau
gliosis, nama gambaran esensialnya yaitu kombinasi dari penyakit taji anterior, inti segmen dengan
aturan, ganguan yang berhubungan sensori segmental. Siring sangat jarang meluas dari medula ke
pons, pedunkulus dan ke basal ganglia.
Gejala. Karena nyeri segmental dan serat jaringan temperatur merupakan yang pertama kali
dipengaruhi pada mayoritas kasus yang luas, terdapat kehilangan sensasi nyeri dan temperatur “pada
bagian yang terluka”. Hal ini terjadi lebih sering secara bilateral, pada jari dan lengan, meskipun satu
sisi dapat dipengaruhi lebih daripada yang lainnya. Sensasi sentuhan pada kebanyakan kasus tidak tidak
dipengaruhi, meskipun tidak selalu. Ganguan disosiasi sensorik yaitu pada segmen dimana akhirnya
akan tampak atrofi. Pada awalnya pasien tidak sadar terhadap kehilangan sensasi, sehingga ia sering
merasa terbakar atau terkena air mendidih atau terluka tanpa mengetahuinya. ‘bleb’ terbentuk secara
spontan dan luka menyenbuh perlahan atau pasien dapat menjadi menyadari ketika mandi atau melukai
diri sendiri tanpa menyadari tubuhnya tidak sensitif. Disamping kehilangan objektif, terdapat keluhan
subjektif seperti kedinginan, kaku dan gatal. Walaupun siringomelia tidak dicirikan khas dengan nyeri,
namun terdapat nyeri terbakar yang sering pada bagian yang terkena, disebut “nyeri sentral”. Nyeri
jarang disebabkan oleh tulang yang berhubungan. Jika siring meluas ke lateral pada cabang perifer,
46
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
nyeri yang lama dan serat temperatur dipengaruhi dan menyebabkan ganguan sensorik ‘Brown-
Sequard’ pada separuh tubuh yang berlawanan dengan sisi lesi, sebagai tanbahan terhadap kehilangan
sensori segmental. Mirpnya, jika kolumna posterior rusak, terdapat kehilamngan sensasi posisi dan
getaran.
Destruksi yang perlahan dari taji anterior, pertama kali memberikan peningkatan fasikulasi,
kemudian pada banyak atrofi. Hal ini mulai pada jari-jari, sela introsseous dan tangan, pertama dari
satu sisi, lalu pada sisi lainnya. Tangan menjadi seperti cakar (Claw like). Atrofi dapat mkengalami
progresi diatas lengan ke bahu. Terkadang ekstremitas bawah merupakan tempat atrofi. Reaksi elektrik
berubah secara kualitatif dan akhirnay menunjukkan suatu regenerasi. Reflek pergelangan tangan,
biseps dan trisep secara umum menghilang.
Gangguan trofik dan vasomotor sangat sering, kulit menjadi kebiruan, kemerahan jarang edema.
Yang utama terdiri dari pembengkakan punggung tangan. Tangan terasa dingin. Terdapat ulkus
perforasi dari kaki. Bisa terjadi kehilangan rambut; sukar dapat berkembang menjadi keloid, bleb
menjadi ulkus. Ulserasi dari ujung jari paronikia bersama dengan ganguan sensorik memberikan bentuk
khusus dari siringomelia yang dikenal dengan penyakit Morvan. Kontraktur seperti Dupuytren,
perubahan atritik, artropati menyerupai fragilitas tulang, fraktur atau dislokasi dari beberapa sendi
dapat terjadi. Hiperhidrosis yang terkena juga dapat terjadi.
Tanda-tanda lain dapat disebabkan Sindrom Horner-miosis, enoftalmus, ptosis ringan jika lesi
terletak pada servikal ke 8 dan segmen dorsal pertama, kemungkinan juga membentuk lesi pada medula
oblongatajuga dapat ada, khususnya pada tahap akhir, refleks dalam hiperaktif dari ekstremitas yang
lebih rendah dan tanda Babinski, jika traktus piramidal memotong sepanjang siring. Kifosis, skoliosis
dantulang servikal serign berhubungan dengan siringomelia. Miotoni dan makrosomi merupakan
menifestasi yang jarang. Anomali lainnya yang tidak jarang adalah deformitas Spregel, sindrom
Klippel-Feil dan Spina bifida.
Jika penyakit mempengaruhi secara primer medulla, sebagaimana ini terkadang terdai, atau
meluas pada akhirnya, kita mengetahui Siringobulbar. Pada kasus ini terdapat fasikulasi, atrofi dan
parese lidah, palatum dan uvula dapat menunjukkan tanda yang mirip; satu atau kedua medula vokal
dapat paralisis. Kesulitan pada menelan, dapat hadir pada akhirnya. Sebagai tambahan dan ini khas,
terdapat gangguan sensorik pada daerah trigeminus pada satu sisi dan juga kehilangan nyeri dan
temperatur (spinotalamik) atau sensasi dalam (fillet) pada sisi berlawanan dari tubuh. Seluruh satu dari
tanda yang paling dini mungkin kornea Penyakit bisa berlanjut hingga 10 sampai 30 tahun timbul pada
dekade ke-3 atau ke-4. jika ada gejala bulbar menandakan perjalanan penyakit yang cepat. Teradapat
pada fase lanjut antara lain sistitis, nyeri baring, penyakit interkurren atau gejala medular.
Penyebab
Penyebab pasti siringomelia dan gliosis tidak diketahui, diduga karena defek neural kongenital
seperti anomali perkembangan pada sentral kanal. Diduga berasal dari sel glia embrional yang tersisa
dan berkembang di septa medula spinalis atau di sekitar sel ependimal sentral merupakan titik mula
terjadi gliosis. Hematomielia ringan dapat terjadi setelahg trauma.
Diagnosis
Diagnosa siringomelia ditegakkan dengan adanya kehilangan sensasi segmental, biasanya hanya
terhadap nyeri dan tenperatur dan atrofi segmental. Pada ALS terdapat peningkatan reflek dalam dan
tidak ada gangguan sensorik, sedangkan progresif segmental muskular atrofi tidak menunjukkan ada
keduanya.
Hematomielia memperlihatkan gambaran yang sama dengan siringomelia tetapi hematomielia
selalu akut setelah trauma, dengan perjalanan penyakit yang cepat dan fatal dan regresinya bertingkat.
Mielitis sentral sifilis menunjukkan gambaran yang sama pada pachymeningitis dan neuritis pleksus
brakhialis biasanya sangat nyeri dan teradapat gangguan pada semua sensasi.
Perjalan penyakit glioma lebih cepat dan memberikan gambarantumor intramedular jika spinal
bengkok pada siringomelia spinal blok. Tipe Moruans menyerupai leprosy. Pada penyakit ini bianya
mengakibatkan sensorik dapat terpengaruhi, pada daerah yang dopersarafi. Untuk saraf tepi yang
merupakan bercak dan menyebar sering pada wajah dan ektremitas bawah biasanya asimetris. Plak
biasanya hiperpigmentasi makin depigmentasi saraf menebal dan basil lepra ditemukan.
Sindrom Arnold-Chiari seperti menyerupai siringomelia meskipun siringomelia bisa remisi
namunprognosisnya buruk.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berupa terapi simptomatik, luka terutama panas harus dihindari. Terapi X-Ray
pada medula spinalis yang terkena siringomelia dapat mengurangi nyeri dan gangguan tropik
50
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
spinalis, 2) dimana letak tumor? Tidak hanya letak tumor secara tepat namun juga batasnya terhadap
intermeduler, intradural dan ekstradural, 3) bagaimana sifat tumor? Apakah tumor ganas atau jinak,
singel atau multipel?
Untuk diagnosis yang tepat dibutuhkan riwayat perjalanan penyakti yang akurat, terutama
perjalanan nyeri dan kronologis gejala yang dirasakan. Membuat evaluasi yang detil yang termasuk
pencatatan kelainan sensoris. Tumor medula spinalis secara umum berjalan secara progresif bukan
statis. Cairan LCS secara berangsur-angsur menunjukkan Froin Symdrom berupa Xanthokrom
(berwarna kuning), peningkatan protein, dan dapat menunjukkan koagulasi spontan. Jumlah sel
biasanya tidak meningkat atau sedikit, sel-sel tumor dapat dilihat pada sarkomatosis atau
karsinomatosis meningens. Xanthokrom sering dijumpai di atas letak tumor pada lesi di kauda ekuina.
Cairan yang berwarna kuning dapat dijumpai pula pada lesi sifilis dan perdarahan lama pada
subaraknoid. Metode Queckstedt pada sumbatan subaraknoid medula spinalis dapat menggambarkan
letak tumor. Untuk mengetahuinya dibutuhkan pembacaan manometrik pada saat melakukan pungsi
spinal. Jika cairan naik ke atas pada penekanan kedua vena jugularis menunjukkan bahwa tidak
terdapat sumbatan; jika cairan tidak naik maka terdapat sumbatan. Sumbatan parsial juga mempunyai
kepentingan sendiri. Sebuah “dry tap” yang berkurangnya jumlah cairan yang sangat sedikit, bukan
menunjukkantekhnik yang salah melainkan menunjukkan suatu sumbatan. Metode yang paling baik
adalah panthopaque myelografi, yang tidak hanya menggambarkan adanya tumor tapi juga lokasinya.
Akhirnya kombinasi pungsilumbal dan sisternal (Ayer) juga membuktikan adanya tumor. Dimana
menunjukkan tekanan pada cairan sisternal yang lebih tinggi dari pada cairan spinalis, dan metode
Queckstedt. Pungsi multipel dapat dilakukan di antara lumbal pertama sampai dengan lumbal kelima
untuk menggambarkan letak tumor dengan ada/tidaknya sumbatan di atas di bawah lesi. Tumor pada
kauda ekuina terdapat peningkatan protein walaupun tidak terdapat sumbatan (Elsberg).
Multipel sklerosis jarang menimbulkan keraguan, dimana hanya dapat diatasi dengan
laminektomi. Secara umuum, defisit sensoris lebih jelas, sementara lokasi tidak begitu jelas, tidak
ditemukan adanya tamda-tanda sumbatan, tidak terdapat rasa nyeri, terdapat tanda adanya multipel foci
oada otak dan medula spinalis. Denagn injeksi Pantopaque dapat mengalami remisis. Sifilis pada
medula spinalis merupakan kondisi yang progresif. Terdapat lesi seperti; perubahan pupil (sering
terjadi) dan pemeriksaan serologis sering positif. Namun sebuah sifiloma dapat dijumpai menyerupai
tumor medula spinalis. Pachimeningitis servikalis dapat menimbulkan gejala kompresi medula spinalis
sehingga membutuhkan eksplorasi lebih jauh. Namun dengan nyeri radikal bilateral yang sangat berat
dan atrofi tanpa adanya tanda kompresi medula spinalis dapat mengarah kepada infeksi seperti sifilis.
Circumscribed adhesive arachnoiditis merupakan kondisi yang tidak jarang dijumpai yang timbul
setelah infeksi atau trauma dan sifilis; secara umuum bersifat lebih akut dan sulit dibedakan dengan
tumor. Siringomelia menunjukkan atrofi yang terlokalisir, fasikulasi dan terdapat disosiasi sensorik
seg,ental (hilangnya rasa nyeri dan suhu). Jenis yang lebih sulit didiagnosis adalah degenerasi medula
spinalis yang sering disebut sebagai beningn Brown Squard syndrome.
Cental gliosis merupakan proliferasi sel-sel glia menyerupai tumor, sulit dibedakan dengan
tumor medula spinalis. Pada gliosis sering terdapat hilangnya rasa nyeri dan suhu segmental dan tidak
terdapat tanda iritatif pada fungsi motorik, terdapat gangguan vasomotor yang progresif. Beberapa
kriteria ini diterapkan pada seluruh pertumbuhan intrameduler.
Diagnosis antara pertumbuhan intrameduler dan ekstrameduler dapat digambarkan pada
beberapa kriteria. Tumor ekstrameduler lebih sering disertai nyeri terutama pada daerah radiks,
hilangnya sensasi nyeri karena lamesi pada traktus spinothalamikus lebih sering ditemukan pada
segmen bawah sakral yaitu di sekitar anus dan bokong dan adnya xanthokromia, dapat pula dijumpai
kekakuan medula spinalis, terdapat paraplegi dan gangguan sensoris. Protein pada LCS meningkat pada
tumor ekstrameduler.
Diagnosis kompresi oleh tumor dan penyakit lainnya pada tulang vertebra tergantung pada
kriteria berikut: tumor pada vertebra dan tumor yang berbatasan dengan jaringan lunak seringkali
ganas. Karsinoma seringkali bermetastase, nyeri yang seringkali sangat berat, myelopati timbul secara
cepat yang diikuti dengan tanda-tanda kompresi pembuluh darah yang mensuplai medula spinalis,
progresifitasnya sangat cepat, onset usia pada kelompok dewasa, terdapat deformitas tulang, bantuan
sinar X dapat membantu menegakkan diagnosis. Sarcoma vertebra menunjukkkan gejala yang hampir
sama dengan gejala tambahan jaringan lunak di sekitar tulang menunjukkaninfiltrasi sel-sel tumor.
Muleipel mieloma jarang ditemukan, dan albumin Bence Jones pada urin merupakan tandayang
patognomonik. Tuberkulosis medula spinalis merupakan kondisi sekunder terhadap fokus tuberkulosis
dari tubuh; kompresi medula spinalis seringkali bersifat akut mengikuti terbentuknya abses,
Gejala. Gejala dari tumor adalah lambat progresifnya. Jika tumor diangkat, maka kompresi akan
meningkat sampai interupsi dari fungsi spinal.bila paralisis menjadi komplit, maka terjadi inkontinensia
urin dan rectal, ada ulkus decubitus dan sebagainya.
Prognosis. Prognosis tergantung dari alami dan lokasi tumor, durasi dari kompresi, dan
perluasan dari spinal cord. Namun demikian spinal akan mengalami kompresi bahkan bertahun-tahun
sebalum akhirnya dioperasi. Residivitas tak lazim pada sarcoma. Walaupun tumor spinal tampak baik,
namun bila salah dalam menetukan pengangkatan akan fatal, maka diperlukan diagnosis yang tepat
dan penatalaksanaan yang tepat.
Penatalaksanaan. Penatalaksanaan tumor adalah dengan operasi pengangkatan.bila tidak dapat
terjadi metastase. Setiap pasien dengan penyakit ini perlu dilakukan eksplorasi laminectomy.dalam
beberapa kasus laminectomy dapat memicu terjadinya lesi. Maka sangat diperlukan ketepatan dalam
mendiagnosis lokasi. Sering tumor ditemukan 1-2 segmen lebih tinggi dari preoperatifnya, jarang lebih
rendah.
Tumor Spinal
Saat ada perbedaan yang mungkin saling mempengaruhi, ada dua yang mempengaruhi klinik:
karsinoma dan sarcoma. Osteoma dan enchondroma adalah jarang dan biasanya jinak. Myeloma jarang
tapi umumnya bagian dari tumor myeloma. Adanya protein bence jones di urine memperlihatkan
adanya tumor ganas yang tak bisa dioperasi.
Karsinoma pada spinal selalu ganas. Metastase dapat dari payudara, prostat, tiroid dan saluran
pencernaan. Pada awalnya sulit menentukan focusnya. Biasanya sudah timbul komplikasi.
Pertumbuhan ganas biasanya melebihi dua segmen. Penekanan pada pembuluh darah dan trombosis
sering menimbulkan gejala akut transeksi spinal. Syndrome merupakan kumpulan dari kompresi dan
myelopati ireversible.
Tumor memiliki pengaruh terhadap akar sensori, rasa sakit adalah yang pertama kali muncul.
Yang paling berat adalah pada tumor spinal.biasanya rasa sakit ada di dua sisi tubuh dan menuju kaki.
Rasa sakit untuk waktu lama adalah tanda keganasan spinal. Kadang terlihat deformitas. Pada sarcoma
yang menginfiltrasi jaringan lunak. Adanya rigiditas dari spinal menunjukan adanya spondilitis.
Paraplegi dari kompresi myelopati adalah tanda terlambat namun terjdinya sangat cepat. Gejalanya
sama dengan kompresi karena yang lainnya.
Diagnosis
Diagnosis secara umum berdasarkan gejala fokus yang terjadi pertama kali pada beberapa akar
nyeri, yaitu adanya kelemahan dan rigiditas pada tulang belakang dan hasil terusan sinar X. Pada
beberapa kasus awal sering hasilnya negatif.
Radiogram normal bukan berartitidak ada kanker. Keganasan pada medula spinalis dikarenakan
tidak adanya gejala objektif sering menimbulkan apa yang disebut histeria atau sciatica. Karies tulang
spinal, kurang menimbulakan rasa nyeri seperti pada tuberkulosis; rigiditas, kifosis dan terutamaada
gibbus, gejala kompresi tiba-tiba jarang terjadi dan hasil radiogram jarangjuga menghasilkan
kesimpulan.
Walaupun rasa nyeri dapat terjadiuntuk waktu yang lama hanya dapat menjadi gejala karies
spinal, kasusnya tidak cepat menjalar. Sarkoma bisa menyebar dalam bertahun-tahun. Prognosisnya
tidak ada harapan.
Penatalaksanaan: penatalaksanaan biasanya bersifat paliatif. Opersi merupakan kontraindikasi
bila telah terjadi penyebaran tumor yang luas. Tetapi bila tumornya masih terlokalisasi maka operasi
bisa dilakukan. Cordotomy adalah saran pertama yang dianjurkan oleh Spiller dan Frazier, sehingga
sering mengalibatkan nyeri relief permanen, sehingga tidak sembuh sempurna. Hal ini yakni dengan
memotong jaras nyeri shinothalamik di lateral kolumna vertebralis yaitu beberapa segmen di atas level.
Cordotomy pada level inferior medula spinalis dilakukan pada tumor servikal. Bila cordotomy tidak
dapat dilakukan atau tidak efektif, frontal lobatomy seharusnya dipertimbangkan untuk menghilangkan
nnyeri relief. Unutk sarkoma tidak mungkindapat dioperasi, karena itu penyebarannya praktis terjadi.
Deep X–ray dan radioterapi seharusnya dapat dicoba walaupun hanya sebagai analgesia.
PENDAHULUAN :
Malaria sudah dikenal di Cina dan anak benua India jauh sebelum Masehi. Kata malaria terdiri
dari mal dan aria yang berarti udara buruk (Italia). Malaria masih merupakan penyebab utama
kesakitan dan kematian.
Lebih dari 1 milyar penduduk hidup didaerah malaria.Setiap tahun dijumpai 100 juta kasus diseluruh
dunia dengan angka kematian 1 juta jiwa di Afrika saja.
Frekwensi kejadian malaria serebral bervariasi antara 1 - 10% pada berbagai laporan, tergantung
pada populasi dan definisi yang dipakai, dengan angka kematian antara 20 - 50%.
Malaria serebral adalah suatu ensefalopati yang terjadi karena infeksi Plasmodium falsiparum.
Distribusi infeksi Plasmodium falsiparum terutama di Afrika, Haiti, New Guinea, Asia Tenggara,
Amerika Selatan dan Oceania.
Warrel dkk memberikan definisi yang mengandung 3 kriteria:
1. Adanya koma yang dalam.
2. Adanya infeksi Plasmodium falsiparum.
3. Tak dijumpai penyebab lain dari koma.
Mekanisme yang mendasari terjadinya komplikasi serius pada infeksi malaria falsiparum seperti
gagal ginjal akut, edema paru ataupun malaria serebral tak diketahui, tapi diduga berhubungan
dengan hipoksia jaringan.
Selain gigitan nyamuk, parasit dapat ditularkan melalui jarum suntik dan transfusi darah.
PATOLOGI :
Bervariasi
Makroskopis ;
Otak mengalami edema pada substansia alba.Parenkim otak sering berubah warna. Pada parasitemia
dan kongesti berat korteks berwarna kemerahan, yang disebut “pink brain”.
Pada kasus lain korteks berwarna kelabu akibat akumulasi pigmen malaria pada kapiler korteks. Pada
kasus yang berat pigmen akan berakumulasi di substansia alba dan batang otak sehingga memberikan
warna kelabu juga.
Pada banyak kasus ditemukan petekhia hemoragik pada substansia alba sub korteks.
Mikroskopis;
Kapiler dan venula otak berisi tropozoit tua dan schizont. Eritrosit berparasit pada sirkulasi perifer
terutama mengandung bentuk cincin dan stadium tropozoit muda, kadang-kadang saja gametosit dan
jarang schizont.
Sebaliknya, eritrosit berparasit yang mengisi kapiler dan venula serebral terutama berisi tropozoit tua
dan schizont. Pada venula dan pembuluh darah lebih besar eritrosit mendekati endotel (marginated)
kadang-kadang berkelompok.
57
Nico Poundra Mulia
Palembang, 2007 Neurology Department
Pada banyak kasus kapiler teregang kadang-kadang dengan halo bening yang menunjukkan adanya
edema. Dari pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa pembuluh darah tersumbat secara
fungsional.
Konsep ini didukung oleh adanya dilatasi arteri diproksimal daerah otak yang mengalami edema.
Pada pasien yang bertahan lebih lama terlihat reaksi radang granulomatous pada area perdarahan ini
disebut sebagai granuloma Durck atau granuloma malaria.
Reaksi radang ini menunjukkan akumulasi sel glia dan fagosit mononukleus pada daerah
demielinisasi didalam cincin eritrosit.
Pada pasien malaria serebral eritrosit berparasit paling banyak diotak (45%), jantung (26 %), Hati
(20 %), ginjal (5 %) dan paru-paru (4 %).
Parasit pada kapiler paru hampir semuanya bentuk cincin dan tropozoit muda dengan banyak leukosit
polinukleus dan mononukleus, sedangkan pada malaria serebral pada kapiler otak ada gametosit,
schizont dan sedikit leukosit.
Sebagai tambahan, pada malaria serebral perbandingan eritrosit berparasit pada vena perifer, darah
kapiler dan biopsi kulit secara bermakna lebih rendah daripada grup pasien dengan malaria tanpa
komplikasi.
PATOGENESIS:
Banyak teori yang dikemukakan.
Secara garis besar ada 3 kategori :
1. Teori mekanis.
2. Teori toksik.
3. Teori imunologis.
Teori mekanis;
A. Selama masa schizogoni eritrosit berparasit melekat pada endotel kapiler otak, yang secara
mekanis menyumbatnya. Pada masa lampau diduga eritrosit yang mengandung Plasmodium
falsiparum stadium aseksual lanjut menyumbat kapiler karena pembesaran ukuran parasit
menyebabkan eritrosit kurang elastis dan sel yang kaku tak dapat menembus jaringan kapiler.
Ini mengakibatkan anoksia jaringan dan nekrosis yang menyebabkan kerusakan jaringan dan
edema.
Teori patogenesis berdasarkan pertimbangan reologi saja tampaknya tak adekuat. Faktor reologi
berperan tapi mungkin tidak sendirian.
B. Teori lain berdasarkan temuan pembuluh yang tersumbat pada pusat cincin hemoragik,
menunjukkan adanya disseminated intra vascular coagulation (DIC) yang menyebabkan
sumbatan pembuluh darah dan kerusakan jaringan.
Teori ini didukung oleh temuan histologis dan laboratoris pada malaria berat, berupa :
a. Trombositopenia disertai dengan hipofibrinogenemia.
b. Memanjangnya waktu thromboplastin parsial.
b. Meningkatnya hasil degradasi fibrin pada beberapa pasien.
Eritrosit yang tak terinfeksi dan yang mengandung bentuk cincin tak melengket. Pada tingkat
ultra struktur membran eritrosit terinfeksi membentuk tonjolan berbentuk kerucut berukuran 40 –
80 nm. Bangunan yang disebut kenop ini terdapat pada permukaan eritrosit sedangkan plamodia
pada stadium tropozoid jumlahnya bertambah dengan matangnya parasit selama masa schizogoni.
Kenop ini merupakan titik perlengketan antara membran etitrosit dan membran sel endotel.
Terjadinya sitoadherens dimungkinkan oleh adanya kenop ini. Studi mikroskop elektron
menunjukkan kontak yang erat dengan sel endotel atau tanpa kenop ini.
Semua tipe ganas dari plasmodium falsiparum merangsang pembentukkan kenop pada permukaan
eritrosit.
Para peneliti sedang menyelidiki basis molekuler untuk interaksi yang tepat antara kenop pada
eritrosit berparasit dan membran sel endotel. Molekul reseptor spesifik dan molekul permukaan
yang dirangsang parasit pada eritrosit terinfeksi plasmodium falsiparum mungkin terlibat dalam
sitoadherens.
Tiga reseptor telah diidentifikasikan yaitu matrix protein ekstraseluler thrombospondin, antigen
diferensiasi leukosit CD 36 dan intra celluler adhesion molecule (ICAM-1).
Teori toksik;
Berdasarkan pengamatan klinis bahwa kebanyakan pasien yang selamat dari malaria serebral akut
tak menunjukkan adanya gejala sisa. Sudah tentu, pada sebahagian besar pasien tak ada edema
serebri. Diyakini bahwa edema dan perdarahan merupakan keadaan terminal. Hipoglikemia dan
asidosis laktat dengan jumlah parasit yang tinggi, yang dapat mempengaruhi saraf pusat, dimana
parasit matur digumpalkan oleh pelekatan endotel. Berbagai toksin dipercayai menyebabkan
perubahan endotel, termasuk peptida vasoaktif dan tumor necrosis faktor yang dilepaskan oleh
makrofag.
Akhir-akhir ini ada perhatian terhadap radikal oksigen bebas pada malaria karena pelepasannya dari
makrofag menyebabkan baik hemolisis dan kematian parasit. Dikatakan bahwa radikal bebas yang
dilepaskan selama krisis dari infeksi malaria juga menyebabkan kerusakan endotel yang mendasari
malaria serebral.
Teori imunologis :
Respon imun penderita memegang peranan dalam patogenesis malaria serebral. Bahan vasoaktif
seperti kinin dan cytokin, mediator lain seperti tumor necrosis factor (TNF) dan aktifasi komplemen
telah dipelajari. Pada model binatang pengerat, kerusakan akibat imunologis memegang peranan
penting dalam berbagai manifestasi berat penyakit. Sebaliknya, aktifasi komplemen adalah
gambaran yang konsisten pada malaria serebral manusia.
TNF tinggi pada anak dengan koma yang nyata akibat malaria.
TNF berhubungan dengan ICAM 1 dan meningkatkan cytoadherens invitro. Bukti histologis untuk
vaskulitis imun kompleks tak ada pada kasus fatal malaria berat, malahan yang sering timbul adalah
nekrosis tubular akut.
Disamping hal-hal diatas perlu diingat bahwa malaria susunan saraf pusat takberdiri sendiri.
Banyak kelainan sistematik atau ekstra kranial dari organ lain dapat menyebabkan disfungsi
serebral. Hipoglikemia, biasanya hebat, sering terjadi pada malaria serebral.
Dua grup yang berisiko menderita hipoglikemia adalah wanita hamil dan pasien dengan penyakit
yang membahayakan jiwa.
Pada beberapa kasus hipoglikemia disebabkan akibat terapi kinin karena kinin merupakan
sekretagogue yang kuat.
Namun dibuktikan kemudian bahwa hipoglikemia bukanlah komplikasi spesifik malaria atau akibat
obat antimalaria, tapi merupakan gambaran khas dari penderita yang sakit berat dan
kelaparan.Adanya hipoglikemia akan memperburuk prognosis.
MANIFESTASI KLINIK :
Masa inkubasi antara 8 - 15 hari. Pemakaian obat profilaksis inadekuat atau imunitas parsial pada
populasi daerah endemik dapat menunda terjadinya gejala.
Gambaran klinis malaria serebral bervariasi.
Hampir selalu ada febris namun pernah dilaporkan adanya hipotermia.
DIAGNOSIS :
1. Adanya parasitemia :
a. Pemeriksaan tetes darah tipis dan tebal dengan pewarnaan Giemsa.
b. Pewarnaan Field biasanya untuk tetes tebal, lebih sederhana dan cepat.
c. Quantitative buffy coat (QBC).
Mulai diperkenalkan tahun 1983 dan sensitivitasnya 10 kali lipat metode konvesional.
Didasarkan pada pewarnaan DNA dan RNA parasit dengan akridin jingga lalu diperiksa
dengan mikroskop flouresen.
d. Pewarnaan jingga akridin menurut metoda Kawamoto.
Mendiagnosa cepat sediaan tebal dan tipis.
Mikroskop yang dipakai adalah mikroskop cahaya biasa yang dilengkapi filter khusus.
e. Rapid manual test (RM test).
Dapat mendeteksi antigen Plasmodium falsiparum terlarut yang berasal dari stadium tropozoit
yaitu HRP 2.
f. Uji serologis nilainya terbatas untuk diagnosis karena hasil positif hanya menyatakan
adanya zat anti terhadap malaria.
g. Pelacak DNA.
Sensitivitasnya lebih besar dari metoda konvensional dan dapat dilakukan pemeriksaan
sampel darah dalam jumlah besar.
2. Pemeriksaan likuor serebro spinalis :
Untuk menyingkirkan penyebab lain ensefalopati.
Pada malaria likuor jernih dan tekanan pembukaan kurang dari 200 mm Mikroskopis normal dan
jarang adanya limfosit lebih dari 10/mikroliter likuor walau pernah dilaporkan limfositosis sampai
150.
Rasio glukosa likuor dan darah normal.
Protein dapat sedikit meningkat kadang-kadang dapat mencapai 150 mg/dl.
3. Lain-Lain :
- Glukosa darah.
- Hematokrit.
- Pemeriksaan darah rutin.
- Elektrolit.
- Ureum dan kreatinin.
- Kultur darah untuk menyingkirkan bacteremia.
- Brain CT scan.
DIAGNOSIS BANDING :
Meningitis bakterial dan viral
Trauma kapitis.
Ensefalitis.
Eklampsia.
PENATALAKSANAAN :
Malaria serebral merupakan keadaan emergensi yang memerlukan intervensi cepat.
Pemeriksaan harus segera dilakukan untuk menegakkan diagnosa dan kemungkinan adanya
manifestasi lain dari malaria yang berat.
Penyakit lain yang memerlukan penanganan segera harus segera disingkirkan termasuk meningitis
bakterial akut, trypanosomiasis, koma diabetik atau eklampsia.
Terapi malaria serebral dapat dibedakan dalam 3 kategori :
1. Chemoterapi antimalaria spesifik.
2. Terapi suportif untuk komplikasi malaria serebral.
3. Terapi kondisi yang menyertai seperti septikemia atau aspirasi pneumonia.
1. ANTI MALARIA
- Pilihan obat anti malaria tergantung pada pola lokal dari Plasmodium falsiparum.
Chloroquine tetap merupakan obat plihan. Sayangnya, hanya mempan untuk Meksiko,
Amerika Tengah, Mesir dan sebagian Timur Tengah. Dikebanyakan negara Amerika Latin,
Afrika dan Asia, Palsmodium falsiparum resisten terhadap chloroquine. Didaerah ini,
quinine adalah obet pilihan pertama. Akhirnya, resistensi terhadap quinine sering dijumpai di
Asia Tenggara, maka harus ditambahkan tetracycline atau antagonis folat..
Obat anti malaria baru memberi harapan dalam terapi Plasmodium falsiparum yang resisten
adalah :
- mefloquine.
- halofantrine.
- artemisinine.
- Chloroquine paling luas dipakai, mudah didapat dan paling efektif untuk daerah yang tidak
resisten. Secara umum chloroquine aman, termasuk pemakaian pada wanita hamil; terlebih-
lebih ditoleransi baik pada pemberian per oral. Pada beberapa kasus terutama pada anak,
muntah dapat terjadi, jadi harus diawasi bahwa obat ini memang ditelan dengan baik.
Dosis yang diberikan untuk chloroquine phosphat adalah 600 mg (10 mg/kg BB) lalu diikuti
dosis 10 mg/kg BB 24 jam kemudian lalu 5 mg/kg BB pada 48 jam atau diberikan 5 mg/Kg
BB pada jam ke 12,24 dan 36 (dosis total 25 mg/Kg BB).
Pada kasus yang berat chloroquine hydrochloride diberikan per infus pelan-pelan karena bahaya
hipotensi.
Infus diberikan tak lebih cepat dari 0,83 mg/Kg BB per jam dengan maksimum 30 jam atau
diganti dengan chloroquine oral dengan dosis total 25 mg/Kg BB kalau dapat ditolerensi dengan
baik.
2. Tindakan suportif adalah sangat penting untuk keberhasilan terapi malaria serebral :
- Hipoglikemia harus diobati.
- Edema paru akut.
- Managemen cairan yang baik.
- Kalau perlu dipasang intubasi endotracheal dan ventilator.
Asidosis metabolik dapat terjadi akibat obstruksi sistemik dan kapiler viseral. PH darah turun
sehingga terjadi hipoksia.
Hiperparasitemia diobati dengan transfusi ganti, dengan memperhatikan penularan AIDS dan
hepatitis viral.
Gagal ginjal memerlukan monitoring dan pengaturan cairan ketat.
Dipasang kateter untuk mengukur urine output.
Kalau dijumpai anemia berat diberi transfusi darah.
Kalau ada kejang diatasi dengan diazepam.
Hipertemia diatasi dengan kompres dan acetaminophen.
Obat-obatan yang dulu banyak digunakan pada malaria serebral seperti deksametason, diuretik
osmotik seperti mannitol, heparin dan dekstran berat molekul rendah.
Deksametason memperburuk keadaan dengan meningkatkan dan memperpanjang parasitemia,
meningkatkan resiko infeksi bakterial sekunder dan kemungkinan tak dapat mengatasi edema
sitotoksik. Juga suatu penyelidikan menyatakan pemakaian steroid memperlama koma dan
meningkatkan komplikasi tanpa mempengaruhi mortalitas.
Penggunaan obat-obat tersebut berdasarkan :
- konsep kuno patogenesis malaris serebral.
- laporan anekdotal tentang keberhasilan
penggunaannya.
Maka baru-baru ini ditegaskan lagi tentang bahaya pemakaian obat-obatan ini.
PENCEGAHAN :
Pencegahan malaria serebral adalah sinonim dengan pencegahan Plamodium falsiparum yaitu :
1. Chemoprophylaxis anti malaria.
2. Perlindungan terhadap gigitan nyamuk.
1. Chemoprophylaxis anti malaria yang dianjurkan tergantung dari pola lokal kepekaan
Plasmodium terhadap obat.
Pada daerah yang masih sensitif terhadap chloroquine, diberikan dengan dosis 300 mg per
minggu.
Pada pendatang ke daerah malaria obat diberikan 2 minggu sebelum berkunjung dan 6 minggu
setelah kembali.
Pada daerah resisten terhadap chloroquine dipakai mefloquine, dosis 250 mg per minggu
dimulai 2 minggu sebelum dan diteruskan 4 minggu setelah pulang.
Mefloquine aman untuk pemakaian jangka panjang bahkan pada kehamilan trisemester
pertama.
Kalau tidak dapat memakai mefloquine, maka diberikan doxycycline 100 mg per hari dimulai
1-2 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut.
Pengobatan alternatif adalah chloroquine atau amodiaquine ( 300 mg sekali seminggu )
dengan kombinasi dari salah satu yang berikut :
- sulfadoxine-pyrimethamine (Fansidar) 1 tablet per minggu.
- pyrimethamine saja.
- proguanil 200 mg per hari.
- chloroproguanil 20 mg per minggu.
Ada juga yang tak menganjurkan pemakaian amodiaquine dan Fansidar karena kemungkinan
adanya resistensi parasit dan toksisitas.
Tetracycline dan quinine tak dianjurkan.
PROGNOSIS :
Prognosis ditentukan oleh :
1. Gangguan kesadaran.
2. Kejang yang berulang (paling tidak 3 kali dalam 24 jam).
3. Gangguan pernafasan.
4. Perdarahan dan Syok.
5. Parasitemia lebih dari 500.000 per mm3 dan lebih dari 5 % neutrofil yang mengandung
pigmen.
6. Laktat likuor dan vena yang tinggi (lebih dari 45 mg/dl), hipoglikemia (kurang dari 40 mg/dl).
7. Gula likuor rendah.
8. Terkenanya hepar (total bilirubin serum lebih dari 2,5 mg/dl, meningkatnya aminotransferase
lebih dari 3 kali normal).
9. Ginjal (kreatinin lebih dari 3 mg/dl).
10. Asidosis juga mempengaruhi mortalitas.
11. Papiledema.
Gejala sisa seperti hemiplegia atau monoplegia, buta kortikal dan gangguan tingkah laku sering pada
anak dengan koma yang lama dan dalam, kejang berulang, disfungsi batang otak dan hipoglikemia.
Pasien MRS
Identifikasi
Anamnesa
Pemeriksaan Klinis
Diagnosa STROKE
1. ANAMNESA
2. PEMERIKSAAN
(klinik , lab & khusus)
3. DIAGNOSA BANDING
DIAGNOSA
ANAMNESA
• WAWANCARA
¾ KESIMPULAN
GEJALA-GEJALA
1
ANAMNESA YANG BAIK
¾TERARAH
DAN
¾LENGKAP
¾ARAH ANAMNESA?
DIAGNOSA KLINIK
¾ LENGKAP?
BUATLAH
POLA:
1) KELUHAN UTAMA
2) INSULT ATAU KHRONOLOGI
3) PENYAKIT – PENYAKIT
4) RESIDIVITAS
2
KELUHAN UTAMA
INSULT
GEJALA – GEJALA
¾ TOPIK
¾ ETIOLOGI
3
KHRONOLOGI
• TAHAPAN GGN NEU ~ WAKTU
1. GEJALA DEFISIT
2. GEJALA IRITATIF
3. MTORIK – SNSORIK – VGETATIF
4. BERAT RINGAN
5. FREKWENSI
6. PAROKSIMAL – DISTAL
7. KIRI - KANAN
DIAGNOSA BANDING
4
DIAGNOSA BANDING
• DIAGNOSA BANDING TOPIK
MEMBANDINGKAN KEMUNGKINAN
TOPIK DENGAN GEJALA YG ADA
PADA PENDERITA
¾DIAGNOSA BANDING ETILOGI
MEMBANDINGKAN KEMUNGKINAN
ETIOLOGI DENGAN GEJALA YANG
ADA PADA PENDERITA
CVD
KEMUNGKINAN TOPIK
1) KORTEKS SEREBRI
2) SUBKORTEKS
3) CAPSULA INTERNA
KEMUNGKINAN ETIOLOGI
1) THROMBOSIS
2) EMBOLI
3) HAEMORRHAGI
5
CONTOH.
Misalnya pada Hemiparese o.k. CVD.
DIAGNOSA BANDING TOPIK.
1. Cortex Cerebri 2. Subcortex 3.CAPSULA INTERNA
KESIMPULAN:
- Laesi di subcortex dapat disingkirkan,
- Laesi di capsula interna dapat disingkirkan
- Laesi di cortex belum dapat disingkirkan
JADI: DIAGNOSA TOPIK adalah:CORTEX CEREBRI
6
CONTOH.
`
DIAGNOSA BANDING TOPIK.
1. Cortex Cerebri
2. Subcortex
3. Capasula interna
7
STROKE
CVD
MANIFESTASI KLINIK GANGGUAN FUNGSI
CEREBRAL, FOKAL MAUPUN GLOBAL, TERJADI
SECARA CEPAT BERLANGSUNG LEBIH DARI 24 JAM,
ATAU BERAKHIR DENGAN KEMATIAN, TANPA ADA
SEBAB SELAIN GANGGUAN VASKULER
APOPLEXIA CEREBRI
CVA
ARTERIOSKLEROSIS
ANEURISMA
ANGIOMA
CVDiseas 1
¾FREKWENSINYA TINGGI
¾MENIMBULKAN KECACATAN
2
EPIDEMIOLOGI
• 200 DARI 100.000 PENDUDUK
MENDERITA STROKE
• LEBIH DARI 50% DI INDONESIA DI
BAGIAN SARAF PENDERITA STROKE
• SEMUA UMUR, 50 TH MENINGKAT
HEMORAGI SUBARACH 30 50 60 TH
HEMORAGI SEREBRI 50 80 TH
TROMBOSIS SEREBRI 50 70 80 TH
EMBOLIA SEEREBRI LEBIH MUDA
PATOFISIOLOGI
ORGAN DGN METABOLISME TINGGI
• 2% BB, 15-20% O2
• CBF 800 - 1000 C C PER MENIT
• 500 CC MG GLUKOSA PER MENIT
• 10 -12 DETIK GGNaliranDARAH → KK
• 2 JAM GAGAL MET OEDEM INFARK
• THERAPEUTIC WINDOW !!
4
TP = CO = T SIS–TVEN=TD
CBF = -----
RCv 1 2 3
1. Ǿ penampang
2. λ kecepatan aliran
3. Ω haemorheology
TP = CO = TSIS–TVEN = TD
CARDIAC OUTPUT
otoregulasi
6
RCv
1. Ǿ penampang
ARTERIOSKLEROSIS
ARTERITIS
2. λ kecepatan aliran/panjang
TEKANAN
VOLUME
3. Ω hemorheology
VISKOSITAS
POLICITEMIA
TROMBOSITOSIS
CHOLESTEROL DLL
7
FAKTOR RISIKO
rentan stroke/stroke prone
1. HIPERTENSI
2. PENYAKIT-2 JANTUNG
3. MEROKOK
4. NARKOBA
5. ABNORMALITAS KADAR LIPID
6. OBESITAS,DM
7. KONTRASEPSI ORAL
8. UMUR
8
CVD AKUT
1. Haemorrhagia cerebri
• HIPERTENSI
• TERJADI WAKTU AKTIVITAS
• KK > 30’
2. Embolia cerebri
• ATRIAL FIBRILASI
• KK 30’
3. Thrombosis cerebri
• ARTERIOSKLEROSIS
• TERJADI WAKTU ISTIRAHAT
• TIDAK ADA KK
LESI TR PY
KELUMPUHAN SEPARO BADAN
N.N. CRANIALES
1. korteks cerebri
• IRITATIF-FOKAL-DEFISIT SENSORIK
2. subkorteks
• KALAU H DOMINAN: AFASI MURNI
3. capsula interna
• HEMIPLEGI TIPIKA
10
PENGELOLAAN
• 1. PENCEGAHAN
PERILAKU GAYA HIDUP SEHAT
AKTIVITAS FISIK – BERAT BADAN - GIZI
BERHENTI MEROKOK
PENYALAHGUNAAN OBAT – ALKOHOL – NARKOBA
PENGOBATAN FAKTOR RISIKO – HIPERTENSI DLL
• 2. PENGOBATAN
PRINSIP: ETIOLOGI
JENDELA PENGOBATAN – PENUMBRA
LATAR BELAKANG PATOFISIOLOGI – CBF – TP – Rcv
FISIOTERAPI
PERAWATAN
• 3. REHABILITASI
11
STROKE HIPERTENSI
TEKANAN DARAH
TDAR 130 140 mmHg
sebaiknya dimulai sesudah 24
12 24 jam adakah penununan spontan
4 jam pertama 5 – 10 mmHg
setelah 4 jam 5 – 10 mmHg per jam
TARGET : 20% - 25 %
12
Gambaran Vertigo
Rotatory vertigo
Unsteadiness
1
Beberapa keluhan vertigo
• Puyeng
• Sempoyongan
• Mumet
• Tujuh keliling
• Tubuh rasa mengambang
• Kepala rasa enteng
• Dunia seperti terbalik
• Seperti mabok kendaraan
2
Dasar Anatomi
CENTRAL NERVOUS SYSTEM SIGNS & SYMPTOMS
RECEPTOR
CEREBRAL NAUSEA
CORTEX Dizziness
Somnolence
Headache
HYPOTHALAMUS Depression
RETINA Performance decrement
VESTIBULAR
CEREBELLUM Increased secretion of
PITUITARY ADH, ACTH, GH, PRL
AUTONOMIC
CTZ CENTERS SWEATING
SOMATOSENSORY PALLOR
RECEPTORS Decreased gastric
VOMITING motility
CENTER Cardiovascular &
respiratory changes
VOMITING
Guerdy, PE. Motion Sickness and its relation to some form of spatial orientation: Mechanisms and
Therapy. In L: AGARD-LS 175: Motion Sickness, Significance in Aerospace Operations and
Prophylaxis. NATO Specialized Printing Service Ltd. Loughton, 1991, p.2.1-2.30.
Anatomi Saraf
3
Jenis Vertigo I
Jenis Vertigo II
Vertigo Vertibuler
4
Etiologi
I. Penyebab Vertigo serta Lokasi Lesi
• Labirin, telinga dalam
~ Vertigo posisional proksimal benigna ( kupulolitiasis ? )
~ Pasca trauma
~ Penyakit Meniere
~ Labirintitis ( viral, bakterial )
~ Toksik = misalnya : aminoglikosid, Streptomisin,
eritromisin
~ Oklusi peredaran darah di labirin
~ Fistula labirin
Etiologi
• Saraf otak ke VIII
~ Neuritis iskemik ( misalnya pada diabetes melitus )
~ Infeksi, inflamasi ( misalnya oleh sifilis, herpes zooster )
~ Neuronitis Vestibular
~ Neuroma akustik
~ Tumor lainnya di sudut serebelo-pontin ( misalnya
meningioma, metastase )
• Telinga luar dan tengah
~ Otitis media
~ Tumor
5
Etiologi
• Sentral
– Supratentorial
~ Trauma
~ Epilepsi
– Infratentorial
~ insufisiensi Vertebrobasilar
Etiologi
II. Penyebab Vertigo yang sering dijumpai
• Vertigo jenis perifer
~ Neuronitis Vestibular
~ Vertigo posisional benigna
~ Penyakit Meniere
~ Trauma
~ Fisiologis ( mabok kendaraan )
~ Obat - obatan
~ Tumor di fosa posterior, misalnya neuroma
akustik
6
Etiologi
Gangguan bilateral
telinga bag. dalam
Gangguan pada
medula spinalis
Gangguan
serebelar
Problem
psikis
7
Tahapan tatalaksana :
3. Cari Penyebabnya
8
PROSES OTAK MENUA
dr. H.A.R.Toyo
Bagian Saraf RSMH Palembang
PENDAHULUAN
1
Proses Otak menjadi tua :
2
Teori Baru
• sel neuron berbentuk spt. Oktopus ( spt. Cumi-
cumi )
• cabang sel mempunyai ranting ( protuberans )
yang saling berhubungan satu dgn yg lain ---
jar.antar sel
• jaringan antar sel terus tumbuh sampai usia
lanjut
• pertambahan sel glia otak ( sejenis sel yg
berfungsi sbgai perekat sel-sel neuron)--- diduga
berperan dlm. fungsi intelektual
• menurut Diamond (si peneliti ulung) mengatakan,
otak lansia harus terus diberikan stimulasi
lingkungan kalau tidak otak akan mundur.
“Train Your Brain, Use it or You Lose it”
3
Indonesia, lansia berjumlah 11.551.693 orang
(sensus Th.1990.)
Harapan hidup di Indonesia ( ϕ 67,2 thn; δ 63,3
thn )pada thn. 2000
4
Masa Pensiun
Apa yang dikerjakan pada masa pensiun
Ada 3 Faktor yg mencirikan keberhasilan pensiunan :
- dana
- kesehatan
- kemampuan utk. menggantikan aktivitas baru
yang memuaskan dlm masa tua
*Chir Chill mengatakan : never, never, never retire.
Change careers, do something entirely different, but
never retire.
• Ada seloroh yg membedakan seorang lansia masih
cerah atau sudah mulai layu.
• Otak mampu belajar seumur hidup
• Optimal aging
• Successful aging
• Normal aging
• Pathological aging
5
Proses ingat dan lupa
Proses ini tidak terlepas dari proses belajar dan mengingat
( learning and memory )
Seseorang dlm menyerap rangsangan ( stimulus ) dari
lingkungan atau belajar dari lingkungan amat tergantung
pada kemampuan daya ingatnya ( memori ).
Pembelajaran dpt.diamati melalui makanisme kerja
memori
Pembelajaran : proses utk memperoleh informasi atau
pengetahuan baru.
Memori : proses menyimpan informasi atau pengetahuan
yg. diperoleh dlm jangka pendek atau jangka
panjang yg kmd.dapat mencari ( mengingat )
kembali sewaktu dibutuhkan
6
Proses Lupa ( forgetting )
Ada 3 kelompok model klasik proses lupa:
1. Model Pertama
Anggapan bahwa lupa terjadi karena adanya informasi
yang lenyap oleh waktu.
2. Model Kedua
Teori Hebb yg menjelaskan proses lupa dari sudut
fisiologis.
3. Model Ketiga
Teori interferensi yg menyatakan bahwa pengalaman
baru dpt mengganggu memori yg lama begitu juga
sebaliknya.
7
Jenis - jenis kemunduran kemampuan mengingat
Kemunduran Memori Jangka Pendek ( S T M )
Mengulang angka-angka ( digit span test /
backward )
Kemunduran Memori Jangka Panjang ( L T M )
Mengingat kembali ( recall ) dan mengenal kembali
( rccognition ) sederetan kata, gambar, atau cerita
pendek.
Kemunduran Ingatan Tertunda ( Delayed Recall )
Diberikan sederet item ( nama benda atau orang )
atau diberikan sebuah paragraf cerita, selanjutnya
harus mengingat kembali setelah ditunda bbrp saat
kemudian.
8
Tanda-tanda demensia
• tidak dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari lagi
• tidak dapat bergaul lagi
• tidak dapat mandiri
• selalu bergantung pada orang lain
9
Mudah lupa dibagi atas :
Mudah lupa ringan ( BSF ), mudah
lupa terk.. usia
Mudah lupa malignant, biasanya
disebabkan oleh Ggn.otak degeneratif
atau vaskuler.
10
Terapi Farmakologis
1. Terapi simtomatis.
- piracetam, ginkgo-biloba, vit.E
- cholinesterase inhibitor
( Aricept )
2. Terapi patofisiologi : antioksidan,
anti-inflamasi, Hormon.
Terapi Nonfarmakologis
L : Latihan
U : Ulangan
P : Perhatian
A : Asosiasi
11
TIPS MENGHINDARI LUPA
SEHARI - HARI
1. Catatan rencana kerja harian
- janji, no. telp, alamat, dsb
2. Strategi menghafal :
3. Imajinasi visual
- kota Jakarta – Tugu Monas
4. Konsentrasi
5. Menempatkan benda di tempat tertentu dan
teratur
TIPS MENINGKATKAN
DAYA INGAT :
1. Konsentrasi
2. Melatih memori jangka pendek
3. Memproduksi
4. Mengisi TTS
5. Mengikuti kuis
6. Membaca, melihat, mendengar, menyanyi
12
ANJURAN
TERIMA KASIH
13
PENANGANAN STROKE
Dan
PEMERIKSAAN GLASGOW
COMA SCALE
1
Stroke adalah suatu sindroma yang ditandai oleh
disfungsi mendadak dari SSP yang disebabkan
oleh penyakit pembuluh darah otak.
pecah
Bila arteri Otak rusak permanen
tersumbat
Epidemiologi
• Stroke adalah penyebab kematian No.3 setelah penyakit
jantung dan kanker.
• Stroke penyebab kecacatan paling utama.
• Di Amerika Serikat terdapat kira-kira 700.000 penderita
stroke baru / tahun.
• 7,6 % Stroke Iskemik dan 37,5 % Stroke
• Hemorrhagik meninggal dalam 30 hari.
• Insidens Stroke meningkat sesuai dengan
• Peningkatan umur terutama pada negara maju.
• 60% penderita stroke hidup dengan kecacatan.
2
Patogenese
• Kematian sel otak ( segagai akibat dari
terhentinya suplai darah kedaerah tertentu dari
otak ) kehilangan kemampuan otak
daerah tersebut.
• Kehilangan / penurunan kemampuan otak
tergantung pada letak dan luasnya lesi pada
otak.
Lesi kecil stroke ringan
Lesi luas kelumpuhan separo badan,
GGn.nv.kraniales, aphasia,
Bahkan kematian
3
4
Jenis Stroke ( Brain Attack )
Gambar.
5
Brain Attack
• Istilah ini sudah dikenal sejak 1990 oleh NSACanada.
• Lebih baik digunakan karena lebih
khas,lbh.jelas,lbh.menakutkan, dan lbh.menyentuh
masy.awam.
• Otak adalah organ yg. sangat vital.
• Gejala Stroke merupakan suatu pertanda (sirene), atau
alarming utk. timbulnya Brain Attack.
• Hal ini sama spt. Chest Pain pd. Heart Attack
Tindakan yg. tepat Tindakan Emergensi
Brain Attack berarti Medical Emergensi
Gambaran klinis
Tergantung pada :
• 1. Jenis stroke
• 2. Luas dan letak lesi
6
Bila angka lebih besar dari atau sama dengan
1, kemungkinan termasuk Stroke Hemorhagik.
Score
Derajat kesadaran ( 0-2); Sakit kepala ( 0-1) ;
Muntah ( 0-1) ; Atheroma ( 0-1 ).
Diagnosis
• Berdasarkan anamnese dan pemeriksaan
• klinis neurologis
• Sistim skoring ( Siriraj Score )
• Ct Scan kepala
7
Penatalaksanaan Stroke Akut
Hal pertama yang harus dilakukan adalah :
• Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
• Pertimbangkan `intubasi bila kesadaran stupor
atau koma atau gagal napas.
• Pasang infus
• Berikan oksigen 2 – 4 liter / menit
• Jangan memberikan makanan / minuman lewat
mulut