Professional Documents
Culture Documents
Disadari bahwa penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) sudah
merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat. Sementara kondisi sarana prasarana dan
proses produksi daging di Rumah Potong Hewan (RPH) yang ada di Indonesia
mayoritas dalam kondisi kurang layak dalam pemenuhan persyaratan teknis untuk
menghasilkan daging yang ASUH.
Semoga bermanfaat.
I. PENDAHULUAN
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi
khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu yang digunakan sebagai
tempat memotong hewan potong untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging bagi
masyarakat. Sebagai sarana pelayanan masyarakat (public service) dalam penyediaan
daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH), maka pemerintah berkewajiban
melaksanakan kontrol terhadap fungsi RPH melalui pemeriksaan ante-mortem dan post-
mortem. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner, yang pada prinsipnya telah mengatur hal-hal sebagai
berikut :
1. Setiap hewan potong yang akan dipotong harus sehat dan telah diperiksa
kesehatannya oleh petugas pemeriksa yang berwenang.
2. Pemotongan hewan harus dilaksanakan di RPH atau tempat pemotongan hewan
lainnya yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
3. Pemotongan hewan potong untuk keperluan keluarga, upacara adat dan keagamaan
serta penyembelihan hewan potong secara darurat dapat dilaksanakan diluar RPH
tetapi harus dengan mendapat izin terlebih dahulu dari Bupati/ Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuknya.
4. Syarat-syarat rumah pemotongan hewan, pekerja, cara pemeriksaan kesehatan,
pelaksanaan pemotongan dan pemotongan harus memenuhi ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh Menteri.
Berkenaan dengan hal tersebut diatas, untuk dapat menghasilkan daging yang ASUH
maka proses produksi daging di RPH harus memenuhi persyaratan teknis baik fisik
(bangunan dan peralatan), sumberdaya manusia serta prosedur teknis pelaksanaannya.
Sementara, berdasarkan hasil evaluasi dan pemantauan sebagian besar kondisi RPH di
Indonesia saat ini cukup memprihatinkan dan tidak memenuhi persyaratan teknis, oleh
karenanya perlu penataan RPH melalui upaya relokasi, renovasi ataupun rehabilitasi
RPH. Disadari dalam hal penataan fisik diperlukan biaya tinggi, untuk itu disamping
sumber anggaran pemerintah baik Pusat ataupun Daerah diharapkan peran aktif
masyarakat dan swasta, sedangkan Direktorat Jenderal Peternakan cq. Direktorat
Kesehatan Masyarakat Veteriner akan memfasilitasi bimbingan dan konsultasi teknis.
Guna efektifnya pelaksanaan kegiatan maka disusunlah pedoman ini sebagai acuan kerja
teknis di daerah terutama untuk perbaikan sarana dan prasarana RPH secara bertahap
dengan skala prioritas dalam rehabilitasi bangunan fisik dan peralatan yang memenuhi
persyaratan minimal teknis higiene-sanitasi RPH.
II. TUJUAN
Tujuan Pengembangan RPH adalah untuk memperbaiki dan menata kembali kondisi RPH
di kabupaten/kota melalui fasilitasi sarana bangunan dan peralatan yang sesuai
persyaratan teknis higiene sanitasi dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaaan
RPH untuk penyediaan daging ASUH.
III. SASARAN
Sasaran kegiatan Penataan RPH di kabupaten/kota sebanyak 35 (tiga puluh lima) unit
yang tersebar di kabupaten/kota sesuai dengan alokasi dana APBN Tugas Pembantuan
Tahun 2010 yang telah ditetapkan.
V. PERENCANAAN
Lokasi yang akan digunakan untuk membangun RPH harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut :
• Memiliki populasi ternak potong khususnya sapi dan kerbau yang dapat menjamin
kontinuitas suplai bahan baku dalam operasionalisasi RPH
• Memiliki daya dukung terhadap usaha peternakan baik sumberdaya alam,
sumberdaya manusia maupun sistem kelembagaan usaha peternakan di sektor
hulu
• Memiliki dukungan potensi ternak wilayah sekitarnya yang relatif terjangkau
sebagai suplai bahan baku secara proposional
• Jumlah pemotongan hewan di RPH setiap hari dalam skala prioritas yang
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pasar setempat.
• Jumlah pemotongan hewan sesuai dengan kapasitas potong terpasang di RPH
serta sesuai sarana prasarana yang dimiliki
• Untuk pemotongan hewan yang bersumber bahan baku lokal harus
mempertimbangkan kelangsungan populasi hewan di daerah setempat
Sistem operasional RPH harus dipertimbangkan dari sosial budaya dan ekonomi
dengan tetap mengutamakan aspek persyaratan higiene sanitasi teknis agar
hasilnya nanti dapat diterima dan dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.
Pola operasional RPH diarahkan pada pola produksi semi line system yang sudah
mempersyaratkan pembagian area bersih dan kotor baik dari aspek sarana
prasarana maupun pekerja, sehingga proses produksi dapat memenuhi persyaratan
teknis higiene sanitasi.
Secara umum, persyaratan fisik dan peralatan minimal yang diperlukan dalam
pengembangan RPH yang memenuhi persyaratan higiene-sanitasi adalah sebagai
berikut :
i. Persyaratan minimal sarana prasarana fisik dan bangunan yang utama antara lain :
• Toilet dan loker yang terpisah antara toilet dan loker untuk pekerja di ruang kotor
dengan yang untuk pekerja di ruang bersih.
• Kompleks RPH harus dipagar
• Adanya sarana pengelolaan limbah
• Adanya kendaraan khusus pengangkut daging
• Adanya ruang khusus bagi dokter hewan pengawas kesmavet
Sarana prasarana dan peralatan minimal yang harus direalisasikan sesuai dengan alokasi
Dana Tugas Pembantuan Direktorat Jenderal Peternakan dan Direktorat Pengolahan,
Departemen Pertanian Tahun Anggaran 2010 , adalah :
IX. PEMBIAYAAN
X. JADWAL PELAKSANAAN
XI. PENUTUP
Pedoman ini disusun sebagai acuan kegiatan Program Pengembangan RPH baik
pelaksana tingkat Pusat maupun Daerah agar dalam pelaksanaan kegiatan dapat
terkoordinasi dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Lampiran : Peralatan RPH