You are on page 1of 8

PEMBERDAYAAN KELUARGA DI WILAYAH PERBATASAN

(Identifikasi Masalah dan Kebutuhan )

Oleh : Sugiyanto

Abstrak
Penelitian ini, merupakan studi kasus wilayah perbatasan di lima propinsi
(Kepulauan Riau, Kalimatan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan
Papua), dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan dan potensi
serta untuk mendapatkan konsep model pemberdayaan keluarga di wilayah
perbatasan. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif-kuantitatif. Informan
ditentukan secara purposive dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara, observasi, dokumentasi, dan focus group discussion. Data kuantitatif
dianalisis dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi, sedangkan data
kualitatif dianalisis secara reduktif, yang diikuti penyajian data, yang akhirnya
dilakukan pengambilan kesimpulan.
Secara umum, permasalahan yang dihadapi oleh keluarga di wilayah
perbatasan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh rendahnya pendidikan,
keterampilan serta ketidak menentuan jenis pekerjaan yang ditekuni dan
penghasilannya. Untuk itu kebutuhan yang dibutuhkannya antara lain
memfasilitasi mereka untuk dapat mengakses sistem sumber (informasi,
pengetahun, keterampilan, Orsos, ekonomi, kesehatan, dan lainnya). Adapun
potensi (sosial, alam, dan SDM) masih sangat terbuka sekali untuk dapat
didayagunakan. Secara umum intervensi kebijakan (program pembangunan)
pemerintah dan Orsos telah dilakukan namun secara spesifik yang mengarah
terhadap pemberdayaan keluarga belum dilakukan. Karena program yang telah
dilakukan masih bersifat charity. Konsep model pemberdayaan keluarga yang
ditawarkan adalah konsep model pemberdayaan keluarga di daerah perbatasan
secara terpadu dan berkelanjutan. Konsep model tersebut masih perlu
diujicobakan dan disosialisasikan ke berbagai pihak agar dapat menjadi program
yang lebih efesien dan efektif.

Kata kunci:
Pemberdayaan Keluarga di Wilayah Perbatasan
Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504


pulau. Dua pertiga wilayahnya terdiri dari perairan dengan garis pantai sekitar
81.000-an km dan terletak diantara dua benua (Australia dan Asia) serta dua
samudera (Pasifik dan Hindia) memiliki perbatasan baik darat maupun laut
(http//www.tnial.mil.id).
Secara demografis, penyebaran penduduk di wilayah perbatasan umumnya
jarang dan sporadis. Di wilayah yang berbatasan darat, misalnya: Kalbar, Kaltim,
NTT jumlah penduduknya sedikit, sebarannya sangat jarang. Sedangkan pada
perbatasan laut, termasuk pulau-pulau terluar, bahkan tidak berpenghuni (KRA
XXXVIII, Lemhanas R.I., 2004).
Abdulhadi (LIPI) mengidentifikasi sejumlah permasalahan di wilayah
perbatasan, yaitu: pergeseran batas negara, minimnya pembangunan infrastruktur,
kesenjangan kehidupan dengan negara tetangga, arus informasi dari dalam negeri
kurang dan lebih deras arus dari negeri tetangga, kemiskinan penduduk, sampai
kurangnya perhatian dari sektor-sektor terhadap pembangunan wilayah perbatasan
(MI, 2 jan 2006). Oleh karena itu, Menko Polhukkam - dalam Rapat Tim
Koordinasi Pengelolaan Pulau-Pulau Terluar yang beranggotakan 17 menteri -
menegaskan, masalah perbatasan saat ini merupakan masalah krusial yang harus
mendapatkan perhatian khusus. Rencana pembangunan itu antara lain:
peningkatan keamanan, pelayanan bagi masyarakat serta penyediaan navigasi
pelayaran (MI, 30 Jan. 2006).
Sejalan dengan pemikiran itu, pemberdayaan keluarga di wilayah perbatasan
merupakan keharusan, karena keluarga mempunyai peran penting dan strategis
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mutu suatu masyarakat
ditentukan oleh kualitas kesatuan primer ini. Akan tetapi, kenyataan empirik
menunjukkan, banyak keluarga (di perbatasan) di dera berbagai masalah seperti:
kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya kesehatan & nutrisi,
perumahan dan sanitasi yang tidak layak, anak-anak yang tidak sekolah, dan
berbagai masalah sosial lainnya.
Terkait dengan itu, Puslitbang Kessos Depsos RI (2006) melakukan penelitian,
bertujuan mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan keluarga di daerah
perbatasan, serta ekplorasi model-model pemberdayaan keluarga baik yang telah
maupun sedang dilaksanakan oleh berbagai pihak di daerah ―unsur Pemda
maupun masyrakat (LSM)―. Penelitian ini merupakan input bagi penyusunan
konsep model pemberdayaan keluarga di daerah perbatasan, yang nantinya
diharapkan dapat diterapkan oleh unit operasioanl terkait Departemen Sosial R.I.
dalam hal ini Direktorat Pemberdayaan Keluarga dan pihak lainnya ―Pemda,
Dunia Usaha, LSM/Orsos, dan Perguruan Tinggi―.
Menurut para ahli, keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam
kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial
di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya (Gerungan, 1988). Soekanto
(1990) juga menyatakan, keluarga adalah: (1) pelindung bagi pribadi-pribadi
anggotanya, agar ketenteraman dan ketertiban diperoleh dalam keluarga tersebut;
(2) unit sosial ekonomi yang secara material memenuhi kebutuhan anggota-
anggotanya; (3) menumbuhkan dasar-dasar bagi kaidah pergaulan hidup; dan (4)
merupakan wadah terjadinya proses sosialisasi awal bagi manusia mempelajari
dan mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor :10 Tahun 1992 dinyatakan, keluarga adalah
unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Dalam konteks penelitian
ini, yang dimaksud keluarga adalah keluarga miskin yang tinggal di wilayah
berbatasan langsung dengan negara lain. Yang pada umumnya mereka dalam
kondisi keterbatasan baik secara fisik (sarana transportasi, komunikasi & lainnya
yang tidak memadai, bahkan tidak tersedia), maupun non fisik (tingkat
pendapatan rendah, tingkat pendidikan rendah, derajat kesehatan rendah dan lain
sebagainya).
Adapun arti dari pemberdayaan (empowerment) itu sendiri adalah merupakan
konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Ife (1995) memberikan batasan
pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber,
kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan
mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan
memenuhi kehidupan komunitas mereka.
Dalam konsep pemberdayaan, terdapat dua hal yang saling berkait, yaitu:
kondisi berdaya dan ketidakberdayaan. Terkait dengan ketidakberdayaan,
Chambers (1983) mengemukakan konsep perangkap depriasi (concept of
deprivation trap). Ia menganalisis penyebab kemiskinan sebagai hubungan sebab
akibat yang saling berkait dari powerlessness (ketidakberdayaan), vulnerrebality
(kerentanan), phyisical weakness (kelemahan fisik), poverty (kemiskinan), dan
isolation (keterisolisasian). Chambers lebih lanjut menjelaskan, ketidakberdayaan
membatasi akses terhadap sumber daya negara, memperumit keadilan hukum
terhadap penyelewengan, hilangnya kekuatan tawar menawar, membuat rakyat
semakin tidak mempunyai kemampuan terhadap permintaan mendadak untuk
pembayaran pinjaman atau terhadap permintaan uang suap dalam suatu sengketa.
Saling keterkaitan kelima itu dapat dicermati pada gambar berikut :
Ketidak-
berayaan

Isolasi Kerentanan

Kemiskinan
Kelemahan
fisik

Gambar 1. Perangkap depriasi


(Sumber : Chambers, 1983)
Menurut Oakley & Marsden (1984) dalam Pranarka & Moeljarto (1996),
proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, yaitu: (1) proses primer,
yang menekankan pada pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau
kemampuan kepada masyarakat, agar menjadi lebih berdaya membangun asset
material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka; dan (2) proses
sekunder, dengan menekankan pada menstimuli, mendorong, memotivasi
masyarakat, agar mempunyai kemampuan /keberdayaan untuk menentukan
pilihan hidupnya. Kedua proses ini bukan klasifikasi kaku, tetapi saling terkait.
Agar kecenderungan primer terwujud, seringkali harus melalui proses sekunder
terlebih dahulu.

Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif-kuantitatif. Informan ditentukan
secara purposive ―mereka memahami secara baik kondisi daerah perbatasan―.
Atas pertimbangan itu, informan dalam penelitian ini adalah: (a) pemuka
masyarakat setempat (formal-informal); (b) orsos/LSM; (c) perguruan tinggi; (d)
aparat instansi Pemerintah Daerah terkait. Responden ditentukan secara random
sampling - kepala keluarga di daerah berbatasan. Teknik pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan focus group
discussion. Lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan, lokasi tersebut
berbatasan langsung dengan negara lain. Atas dasar itu, lokasi terpilih adalah: (a)
Kampung Skouw Sae (Jayapura Papua) berbatasan darat dengan PNG; (b) Desa
Pancang (Nunukan Kaltim) berbatasan darat & laut dengan Malaysia; (c) Dususn
Bungkang (Sanggau Kalbar) berbatasan darat dengan Malaysia; (d) Desa Berakit
(Bintan Kepri) berbatasan laut dengan Malaysia & Singapura; dan (e) Desa
Silawan (Belu NTT) berbatasan darat dengan Republik Demokratik Timor Leste
(RDTL). Data kuantitatif dianalisis secara distributive-frekuentif, sedangkan data
kualitatif dianalisis secara reduktif, yang diikuti penyajian data, yang akhirnya
dilakukan pengambilan kesimpulan.

Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan, sejumlah permasalahan keluarga yang
mengedepan di daerah perbatasan ―lokasi penelitian― adalah: kemiskinan
penduduk, yang diakibatkan oleh rendahnya pendidikan serta keterampilan dan
ketidak menentuan jenis pekerjaan yang ditekuni dan penghasilannya. Masalah
tersebut terkait erat dengan kerentanan, keterisolasian, dan ketidakberdayan secara
sosial, politik, dan psikologis. Kondisi tersebut diperparah oleh berbagai
keterbatasan sarana prasarana, antara lain: jalan, transportasi, pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi (pasar), serta belum ada program pemberdayaan secara
spesifik bagi keluarga di daerah perbatasan, baik yang dirancang oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. Dengan demikian, kebutuhan keluarga di
daerah perbatasan adalah: memfasilitasi mereka, untuk dapat mengakses sistem
sumber (informasi, pengetahun, keterampilan, Orsos, ekonomi, kesehatan, dan
lainnya). Disamping itu, juga diperlukan sarana prasarana pendidikan, kesehatan,
fasilitas pasar, dan berbagai bantuan (kebutuhan pokok, bahan bangunan untuk
perbaikan rumah, dan bantuan usaha ekonomi).
Adapun potensi (sosial, alam, dan SDM) yang dapat didayagunakan untuk
memberdayakan keluarga di daerah perbatasan, adalah: adanya rasa kebersamaan,
kegotongroyongan, dan kesetiakawanan sosial pada keluarga di daerah
perbatasan. Disamping itu, juga adanya lembaga-lembaga (informal, non formal)
lokal, yang dapat dimanfaatkan bagi terjadinya perubahan. Demikian juga potensi
alam (laut, lahan pertanian, perkebunan) yang masih belum diolah secara
maksimal, dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan keluarga di daerah
perbatasan. Adapun intervensi kebijakan (program pembangunan) pemerintah
yang telah dilakukan terhadap keluarga di daerah perbatasan. Lokasi penelitian
adalah: pembangunan sarana prasarana fisik (jalan, sekolah, kesehatan, ekonomi
(pasar) dan pemukiman, BLT/SLT, raskin, bantuan modal dari Meneg UKM dan
lainnya), masih jauh dari yang diharapkan, karena masih lebih bersifat charity,
tidak berkelanjutan, tidak ada pendampingan, dan tidak ada monitoring dan
evaluasi. Demikian halnya intervensi sosial yang dilakukan oleh Masyarakat
(Orsos/LSM: dalam, luar negeri), juga bersifat philantropy.

Model Pemberdayaan Keluarga di Wilayah Perbatasan


Berdasarkan permasalahan, kebutuhan, potensi tersebut model yang
ditawarkan ini akan diuraikan melalui variabel-variabel: lokasi penelitian
(desa/kecamatan/ kabupaten), permasalahan, kebutuhan, potensi, motode, model
yang ditawarkan (yang dilihat dari pelatihan, penyuluhan, UEP, pendampingan),
dan user. Model tersebut seperti terlihat pada bagan tersebut di bawah ini :
Masyarakat (Pelaku Pemerintah
perubahan) (Fasilitator)

Intervensi:
LMS/Orsos  Pelatihan, Diperolehnya
bimbingan pengetahuan,
 Bantuan teknis keterampilan,
(pendampingan) bantuan Penguatan
Keluarga di  Bantuan: Kebutuhan Keluarga &
daerah Kebutuhan pokok, bahan Rasa
perbatasan pokok, bahan bangunan Nasionalism
bangunan perbaikan e
perbaikan rumah, &
rumah, & bantuan UEP
UEP.
Pemuka
Masyarakat

Pengawasan

Gambar 11. Model Pemberdayaan Keluarga di Wilayah Perbatasan.

Model tersebut memungkinkan untuk direplikasikan di tempat lain, tentunya


selain di lima daerah daerah perbatasan yang menjadi sampel penelitiaan ini.
Namun masih diperlukan adanya penyempurnaan dalam usaha memperkecil
kelemahan dan menjawab ancaman. Sesuai dengan prinsip prticipatory action
research (PAR), maka untuk menghasilkan model yang diharapkan memerlukan
proses yang panjang. Oleh karena itu uji coba perlu dilaksanakan berkali-kali
untuk meredesign sesuai dengan hasil uji coba.
Pelaksanaan uji coba dalam penelitian ini nantinya masih terbatas pada lima
lokasi penelitian awal (Bintan, Sanggau, Nunukan, Belu dan Jayapura), yang
mewakili perbatasan darat maupun laut dengan negara tetangga. Setelah itu bisa di
uji cobakan lagi pada daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar. Sehingga
nantinya didapatkan/ dihasilkan model yang variatif untuk setiap jenis wilayah
perbatasan.

Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian itu disimpulkan bahwa permasalahan umum
keluarga di daerah perbatasan, adalah kemiskinan penduduk. Dengan demikian,
kebutuhan keluarga di daerah perbatasan antara lain: memfasilitasi mereka,
setidaknya untuk dapat mengakses terhadap sistem sumber (informasi,
pengetahun, keterampilan, Orsos, ekonomi, kesehatan, dan lainnya. Adapun
potensi (sosial, alam, dan SDM) yang dapat didayagunakan. Sedangkan intervensi
kebijakan (program pembangunan) pemerintah antara lain: pembangunan sarana
prasarana fisik (jalan, sekolah, kesehatan, ekonomi (pasar) dan pemukiman,
BLT/SLT, raskin, bantuan modal ―dari Meneg UKM― dan lainnya), masih jauh
dari yang diharapkan, karena masih lebih bersifat charity ―tidak berkelanjutan,
tidak ada pendampingan, dan tidak ada monitoring dan evaluasi.
Dalam upaya pemberdayaan keluarga di daerah perbatasan, untuk itu
direkomendasikan, pertama: secara internal (Depsos R.I.) perlu dirancang suatu
konsep model pemberdayaan keluarga di daerah perbatasan secara terpadu dan
berkelanjutan. Seperti konsep model yang ditawarkan (prescriptive) tersebut di
atas. Kedua: secara eksternal, dipandang perlu: (a) penyusunan rancangan
perundang-undangan tentang daerah perbatasan antar negara/pulau terluar/
terpencil, sebagai acuan secara nasional dalam upaya mengembangkan daerah
perbatasan antar negara/pulau terluar/terpencil tersebut dalam rangka
memperkokoh rasa nasionalisme dan tetap utuhnya NKRI; (b) membentuk
semacam lembaga nasional, yang khusus menangani daerah perbatasan antar
negara/pulau terluar/ terpencil.

Daftar Pustaka
Chambers, Robert. (1983). Rural development: Putting the last first, Published by
Longman scientific and technical, essex, United Kingdom.
Depsos R.I., Ditjen. Pemberdayaan Sosial, D it. Pemberdayaan Peran Keluarga.
(2002). UU. R.I. Nomor: 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan Bidang Tugas Di. Pemberdayaan Peran Keluarga
Gerungan, W.A. (1988). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.
Ife, Jim. (1995). Community development: Creating community alternatives-
vision, analysis and practice, Australia, Longman Pty Ltd.
Pranarka, A.M.W. & Moeljarto, Vindyandika. (1996). Pemberdayaan
(Empowerment). Pemberdayaan, konsep, dan implementasi, Jakarta: Centre
for strategic and intenational studies (CSIS).
.
.
Biodata Penulis

Sugiyanto, lahir di Tawangharjo, 8 Januari 1961. S1 (Sarjana Pendidikan Moral


Pancasila dan Kewargaan Negara) diperoleh dari Sekolah Tinggi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (STPIPS) YAPSI Jayapura (1994), dan Magister Sains
Program Studi Ilmu Administrasi Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Publik,
Kekhususan Pengembangan Masyarakat (S2), di peroleh dari Universitas
Muhammadiyah Jakarta (2005). Jabatan peneliti: Ajun Peneliti Muda bidang
Kesejahteraan Sosial (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial)
Badan Pendidikan dan Penelitian Sosial, Departemen Sosial RI. Aktif mengikuti
mengikuti kegiatan penelitian bidang kesejahteraan sosial, dan berbagai seminar
permasalahan sosial di Indonesia.Beberapa hasil penelitiannya telah diterbitkan,
baik secara mandiri maupun kelompok, dan kumpulan tulisannya pernah
diterbitkan di JURNAL maupun INFORMASI.

You might also like