Professional Documents
Culture Documents
A. Pendahuluan
Sejak lahirnya agama islam, lahirlah pendidikan dan pengajaran islam,
pendidikan dan pengajaran islam itu terus tumbuh dan berkembang pada masa
khulafaurasyidin dan masa bani Umayyah.Pada permulaan masa Abbasiyah
pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat hebatnya di seluruh negara
islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak terhitung banyaknya, tersebar di
kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda berlomba-lomba untuk menuntut
ilmu pengetahuan, pergi kepusat-pusat pendidika, meninggalkan kampung
halamannya karena cinta akan ilmu pengetahuan.Kerajaan islam di Timur yang
berpusat di Bagdad dan Cordova telah menunjukan dalam segala cabang ilmu
pengetahuan sehingga kalau kita buka lembaran sejarah dunia pada masa keemasan,
yang bermula dengan berdirinya kerajaan Abbasiyah di Bagdad, pada tahun 750 M
dan berakhir dengan kerajaan Abbasiyah pada tahun 1258 Masehi.
1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 49
2
pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan, pada masanya sudah terdapat paling tidak
sekittar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini.
Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta
kesusasteraan berada pada zaman keemasannya.pada masa inilah Negara islam
menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi. Al- Ma’mun
pengganti Al- Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada
masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakan, untuk
menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mengkaji penerjemah-penerjemah dari
golongan kristen dan penganut golongan lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan
sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait Al-
Hikmah, pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar dan menjadi perpustakaan umum dan diberi nama ”Darul
Ilmi” yang berisi buku-buku yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa
Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
kekota inilah para pencari datang berduyun-duyun, dan pada masa ini pula kota
Bagdad dapat memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban islam keberbagai
penjuru dunia.Diantara bangunan-bangunan atau sarana untuk penndidikan pada masa
Abbasiyah yaitu:
1. Madrasah yang terkenal ketika itu adalah madrasah Annidzamiyah, yang didirikan
oleh seorang perdana menteri bernama Nidzamul Muluk (456-486 M). Bangunan
madrasah tersebut tersebar luas di kota Bagdad, Balkan, Muro, Tabaristan,
Naisabur dan lain-lain.
2. Kuttab, yakni tempat belajar bagi para siswa sekolah dasar dan menengah.
3. Majlis Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ilmuan, para ulama,
cendikiawan dan para filosof dalam menyeminarkan dan mengkaji ilmu yang
mereka geluti.
4. Darul Hikmah, gedung perpustakaan pusat.2
Lembaga-lembaga Pendidikan
2
Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam , (Bandung: CV Amirco, 1994), h. 25-263
3
3
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafika Persada, 2004), h. 32-42
4
4. Majlis, Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama islam,
mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanakan belajar mengajar. Pada
perkembangan berikutnya disaat dunia pendidikan islam mengalami zaman
keemasan, majlis berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau
berlangsung.Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam islam, majlis
digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sebagai majlis banyak
ragamnya, menurut Muniruddin Ahmad ada 7 (tujuh) macam majlis, sebagai
berikut:a.Majlis al-haditsb.Majlis al-tadrisc.Majlis al-manazharahd.Majlis
muzakarahe.Majlis al-syu’araf.Majlis al-adabg.Majlis al-fatwa dan al-nazar
5. Masjid, Semenjak berdirinya di zaman Nabi SAW, masjid telah menjadi pusat
kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum muslimin, baik yang menyangkut
pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun, yang lebih penting adalah sebagai
lembaga pendidikan.Perkembangan masjid sangat signifikan dengan
perkembangan yang terjadi di masyarakat, terlebih lagi pada saat masyarakat
islam mengalami kemajuan. Urgensi masyarakat terhadap masjid menjadi
semakin kompleks, hal ini menyebabkan karakteristik masjid berkembang
menjadi dua bentuk yaitu mesjid sebagai tempat sholat jum’at atau jami dan
masjis biasa.Kurikulum pendidikan dimasjid biasanya merupakan tumpuan
pemerintah untuk memperoleh pejabat-penjabat pemerintah, seperti, qodhi, khotib
dan iman masjid.
6. Khan, Khan biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam
jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang memiliki banyak toko, seperti,
khan al narsi yang berlokasi di alun-alun karkh di bagdad.
7. Ribarth, Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari
kehidupan duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadah.
8. Rumah – Ulama, Rumah sebenarnya bukan temapat yang nyaman untuk kegiatan
belajar mengajar, namun para ulama dizaman klasik banyak yang
mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan belajar mengajar dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
9. Toko-toko buku dan perpustakaan.Toko-toko buku memiliki peranan penting
dalam kegiatan keilmuan islam, pada awalnya memang hanya manjual buku-
5
buku, tetapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi dan berdebat, bahkan
pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan disitu.Disamping tokobuku,
perpustakan juga memilki peranan penting dalam kegiatan transfer keilmuan
islam.
10. Rumah sakit, Rumah sakit pada zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat
merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga
yang berhungan dengan perawatan dan pengobatan. Pada masa itu, percabaan
dalam bidang kedokteran dan obat-oibatan dilaksanakan sehingga ilmu kedoteran
dan obat-obatan cukup pesat.Rumah sakit juga merupan tempat praktikum
sekolah kedoteran yang didirikan diluar rumah sakit, rumah sakit juga berfungsi
sebagai lembaga pendidikan .
11. Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal badui). Badiah merupakan sumber
bahasa arab yang asli dan murni, dan mereka tetap mempertahankan keaslian dan
kemurnian bahasa arab. Oleh karena itu badiah-badiah menjadi pusat untuk
pelajaran bahasa arab yang asli dan murni. Sehingga banyak anak-anak khulifah,
ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan pergi kebadiah-badiah dalam rangka
mempelajari bahasa dan kesusastraan arab. Dengan begitu badiah-badiah telah
berfungsi sebagai lembaga pendidikan. b.Madrasah1.Sejarah dan motivasi
pendirian madrasahBeberapa paradigma dapat digunakan dalam memandang
sejarah dan motivasi pendirian madrasah. Paling tidak ada 3 teori tentang
timbulnya madrasah: a.Madrasah selalu dikaitkan dengan nama nidzam al-mulk
(W. 485 H/1092 M), salah seorang wajir dinasti saljuk sejak 456 H/1068 M
sampai dengan wafatnya, dengan usahanya membangun madrasah nizhamiyah
diberbagai kota utama daerah kekuasaan saljuk begituh dominannya peran nidzam
al-mulk adalah orang pertama yang membangun madrasah. b.Menurut al-makrizi,
ia berasumsi bahwa madrasah pertama adalah madrasah nizhamiyah yang
didirikan tahun 457 H. c.Madrasah sudah eksis semenjak awal islam seperti bait
al-hikmah yang didirikan Al-Makmun di Bagdad abad ke-3 H.Dari informasi
diterima diatas dapat diketahui bahwa madrasah yang pertama di Nisyapur.
Namun demikian, madrasah itu kurang dikenal mengingat motivasi pendirian
madrasah itu sendiri pada waktu itu masih bersifat ahliyah (keluarga) berdasarkan
6
wakaf keluarga dan sejarah baru mencatat sesuatu bila telah menjadi fenomena
yang meluas. Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah
merupakan pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang pada
awalnya berlangsung di mesjid-mesjid. Disisi lain, syalabi mengemukakan bahwa
perkembangan dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung, menurutnya
madrasah sebagai konsekuensi logis dari semakin ramainya pengajian di masjid
yang fungsi utamanya adalah ibadah. Agar tidak kegiatan ibadah, dibuatlah
tempat khusus untuk belajar yang dikenal madrasah.Dengan berdirinya madrasah,
maka pendidikan islam mesasuki periode baru. Yaitu pendidikan menjadi fungsi
bagi negara dan madrasah-madrasah dilembagakan untuk tujuan pendidikan
sektarian dan indoktrinasi politik.Meskipun madrasah sebagai lembaga
pendidikan dan pengajaran didunia islam baru timbul sekitara abad ke-14 H, ini
bukan berarti bahwa sejak awal perkembangannya islam tidak mempunyai
lembaga pendidikan dan pengajaran. Pada awal telah berdiri madrasah yang
menjadi cikal bakal munculnya madrasah nizamiyah, madrasah tyersebut berada
diwilayah Persia, tepatnya di daerah Nisyapur, misalnya madrasah al-baihaqiyah,
madrasah sa’idiyah dan madrasah yang terdapat di Khusan. 2.Madrasah
Nizhamiyah.Madrasah nizhamiyah merupakan pertotipe awal bagi lembaga
pendidikan tinggi, ia juga dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan
pendidikan islam, dan merupakan karakteristik tradisi pendidikan islam sebagai
suatu lembaga pendidikan resmi dengan sistem asrama. Pemerintah atau penguasa
ikut terlibat didalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga pengajar, pendanaan,
sarana fisik dan lain-lain.Kendati madrasah nizhamiyah mampu melestarikan
tradisi keilmuan dan menyebarkan ajaran islam dalam persi tertentu. Tetapi
keterkaitan dengan standarisasi dan pelestarian ajaran kurang mampu menunjang
pengembangan ilmu dan penelitian yang inofatif.3.Madrasah di Mekah dan
Madinah. Informasi tentang madrasah mendapat dukungan banyak dari berbagai
leteratur. Namun sayang para sejarawan tidak cukup tertarik berbicara madrasan
di Mekah dan Madinah. Hal ini mengakibatkan pelacakan informasi tentang
permasalahan tersebut kurang lengkap.Lebih lanjut secara kuantitatif madrasah di
Mekah lebih banyak dibandingkan di Madinah. Diantara madrasah Abu Hanifah,
7
C. Kehidupan guru
a) Guru dalam pendidikan muslim
Tinggi rendahnya penghormatan terhadap guru pada awal abad-abad pendidikan
muslim tergantung atas dua faktor, yaitu:
1. Tempat dimana dia mengajar, di Persia: penghormatan kepada guru merupakan
suatu tradisi lama dalam pendidikan zoroastrian, tradisi ini dilanjutkan kedalam
periode islam.
2. Tingkatan dimana ia belajar. Biasanya, penghormatan kepada guru semakin tinggi
terhadap guru sekolah menengah dan pendidikan tinggi. Guru-guru sekolah dasar
kurang dihargai karena pengetahuannya yang amat sederhana dan karena tingkat
pendidikan tampaknya sudah menjadi daya tarik. b.Tipe-tipe guru.Ada enam tipe
guru yaitu muallim, mu’addib, mudarris, syaikh, ustad, imam, belum lagi
termasuk guru pribadi dan para muaiyyid atau asisten (guru-guru yunior).
Muallim biasanya julukan bagi guru sekolah dasar, mu’addib, arti harfiyahnya
orang yang beradab atau guru adab, adalah julukan untuk guru-guru sekolah dasar
dan menengah, mudarris adalah satu julukan propesional untuk seorang murid
atau pembantu. Ia sama dengan asisten profesor dan membantu mahasiswa
menjelaskan hal-hal yang sulit mengenai kuliah yang diberikan profesornya,
syaikh atau guru besar adalah julukan khusus yang menggambarkan keunggulan
akademis atau teologis, imam adalah guru agama tertinggi.c.Pakaian guru Selama
pemerintahan abbasiyah para guru mengikuti gaya Persia, mengenakan tutup
kepala Persia, celana lebar, rok, rompi, dan jaket. Semuanya ditutup dengan jubah
atau aba mantel luar dan taylasan diatas surban.4
b) Organisasi guru
Keberadaan guru mempunyai pengaruh yang penting dalam suatu pemerintahan,
bahkan kekuasaannya mempunyai andil yang besar dalam kekuasaan kholifah, karena
4
Abuddin Nata, Op., Cit, h. 152
8
guru terhimpun dalam suatu organisasi yang mempunyai fower yang dapat
mengendalikan kepentingan kholifah, khususnya dalam hal pengangkatan dan
pemberian izin untuk menjadi pengajar di masjid. 3.Pola interaksi guru dan siswa
pada pendidikan islam klasik
1. Pola sikap guru terhadap siswa dalam interaksi edukatif pada
pendidikan islam klasik.Bentuk pola sikap guru pada pendidikan islam klasik
berdasarkan pada nilai-nilai hubungan yang ada pada pola bentuk sikap
Rasulullah dan Sahabat dalam mendakwahkan islam, yaitu pola keikhlasan, pola
kekeluargaan, pola kesederajatan dan pola uswatun hasanah.
2. Pola keikhlasanPola keikhlasan mengandung makna bahwa
interaksi yang berlangsung bertujuan agar siswa dapat menguasai ilmu
pengetahuan yang diajarkan tanpa mengharap ganjaran materi dari interaksi
tersebut, dan menganggap interaksi itu berlangsung sesuai dengan panggilan jiwa
dan untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT.
3. Pola kekeluargaanPada masa ini guru memposisikan dirinya dan
siswa seperti orang tua dan anak, artinya mereka mempunyai tanggung jawab
yang penuh dalam pendidikan tersebut, dan mencurahkan kasih sayang seperti
menyayangi anak sendiri.Pada pola ini guru senantiasa bersikap:
a. Lemah lembut dalam proses belajar mengajar.
b. Bijaksana dalam memberikan pujian atau hadiah dan
hukuman pada anak.
c. Guru tidak bersikap pilih kasih.
4. Pola kesederajatanGuru dalam interaksinya senantiasa
memunculkan sikap tawadhu terhadap siswanya, pola interaksi seperti ini
membuat guru menghargai potensi yang dimiliki anak. Dengan demikian pola
yang dimunculkan bernuansa demokratis, guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk menyampaikan sesuatu yang belum dimengerti.
5. Pola al uswah al hasanah Pada pendidikan islam klasik, interaksi
yang terjadi antara guru dan siswa tidak hanya terjadi pada proses belajar
9
5
Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Surabaya: Risalah Gusti,
2003), h. 76-77
10
madrasah dianggap krusial. Pendirian lembaga pendidikan tinggi islam ini terjadi di
bawah patronase wazir Nizam Al-Mulk (1064 M). Biasanya sebuah madrasah
dibangun untuk seorang ahli fiqih yang termasyhur dalam suatu mazhab yang empat.
Umpamanya Nuruddin Mahmud bin Zanki telah mendirikan di Damaskus dan Halab
beberapa madrasah untuk mazhab Hanafi dan Syafi’i dan telah dibangun juga sebuah
madrasah untuk mazhab ini di kota Mesir.Berdirinya madrasah, pada satu sisi,
merupakan sumbangan islam bagi peradaban sesudahnya, tapi pada sisi lain
membawa dampak yang buruk bagi dunia pendidikan setelah hegomoni negara terlalu
kuat terhadap madrasah ini. Akibatnya kurikulum madrasah ini dibatasi hanya pada
wilayah hukum (fiqih) dan teologi. ”pemakruhan” penggunaan nalar setelah
runtuhnya Mu’tazilah, ilmu-ilmu profan yang sangat dicurigai dihapus dari kurikulum
madrasah, mereka yang punya minat besar terhadap ilmu-ilmu ini terpaksa belajar
sendiri-sendiri. Karenanya ilmu-ilmu profan banyak berkembang di lembaga
nonformal.
hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi, karena
itu mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional dari pada hadis.
Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qodhi Al-Qudhal dizaman
Harun Al-Rasyid.Berbeda dengan Abu Hanifah, imam Malik (713-795 M) banyak
menggunakan hadis dan tradisi masyarakat madmah. Pendapat dua tokoh mazhab
hukum ditengahi oleh imam Syafi’i (767-820 M) dan imam Ahmad ibn Hambal (780-
855 M).
Disamping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan bani
Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas
dan mendirikan mazhabnya pula, akan tetapi karena pengikutnya tidak berkembang
pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.Aliran teologi sudah ada
sejak masa bani Umayah, seperti khawarij, murji’ah, dan mu’tazilah, akan tetapi
perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional mu’tazilah muncul
diujung pemerintahan bani Umayah. Namun pemikirannya yang sudah kompleks dan
sempurna baru dirumuskanpada masa pemerintahan bani Abbas periode pertama.
Selain itu dalam bidang sastra, penulisan hadis juga berkembang pesat pada masa
bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya pasilitas dan
transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadis bekerja, dan hadis
merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Dan pada zaman bani Abbasiyah juga ilmu tasawuf dan ilmu bahasa mengalami
kemajuan, ilmu tasawuf adalah ilmu syari’at. Inti ajarannya adalah tekun beribadah
dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan meninggalkan kesenangan
perhiasan dunia dan bersembunyi diri beribadah.dalam ilmu bahasa ini didalamnya
mencakup ilmu nahwu, shorof, ma’any, bayan, badi’, arudl, dan lain-lain. Ilmu
bahasa pada daulah bani Abbasiyah berkembang dengan pesat, karena bahasa arab
semakin berkembang memerlukan ilmu bahsa yang menyeluruh.
6
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif islam , (Bandung: Remaja Rosdakarya 2000),
h. 607
7
Mahrus As’ad , Op.,cit.
14
G. Penutup
Demikianlah isi makalah kami ini semoga dengan hadirnya makalah ini dapat
memberikan pengetahuan tentang sejarah pendidikan islam. Kami sebagai pemakalah
menyadari bahwa masih ada kesalahan dan kekurangan baik dari isi maupun karya
ilmiah, untuk itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pengetahuan kita tentang ini.
8
Ibid, h. 26-27