65 tahun sudah berlalu, tepatnya tanggal 9 November 1945 yang
lalu pimpinan tentara sekutu menegluarkan ultimatum yang berisi bahwa semua pimpinan dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan menyerahkan senjatanya di pos- pos yang telah ditentukan untuk selanjutnya menyerahkan diri dengan tangan diangkat di atas kepala. Hal ini merupakan reaksi atas tewasnya Brigadir Jendral AWS Mallaby. Ultimatum yang yang dikeluarkan oleh tentara sekutu tersebut tidak digubris oleh masyarakat Surabaya, meskipun deadline yang diberikan oleh tentara sekutu terhadap ultimatum tersebut adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945. Masyarakat Surabaya yang lebih dikenal dengan Arek-arek Suroboyo bukannya tunduk dan patuh terhadap ultimatum sekutu tersebut melainkan menyusun kekuatan dan bersatu melawan, menentang dan menyerang para penjajah dengan senjata seadanya.
Bung Tomo, salah seorang pemimpin perjuangan raknyat
Surabaya, dengan suara bergelegar laksana auman singa lapar mampu membakar dan membangkitkan semangat para pejuang untuk membasmi penjajah yang memcoba menduduki Surabaya. Pertempuran berlangsung tidak seimbang, walaupun jumlah tentara sekutu lebih banyak dan dilengkapi dengan senjata yang canggih berhasil dipukul mundur dan meninggalkan tanah Surabaya berkat semangat, tekad dan perjuangan yang membara oleh Arek-arek Suroboyo. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mempertahankan tanah Surabaya, tidak sedikit dari para pejuang yang gugur dalam pertempuran sebagai kusuma bangsa. Sebagai penghargaan terhadap kegigihan pejuang Arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan tanah Surabaya dan memukul mundur tentara sekutu, maka tanggal 10 November ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari “Hari Pahlawan”.
Suroboyo dalam upaya mempertahankan tanah air dari penjajah. Para pejuang dengan sepenuh hati berani meninggalkan anak, isteri dan keluarga untuk memperjuangkan kemerdekaan tanah air tercinta, terbebas dari penjajahan dan penindasan. Mereka siap dan rela mengorbankan apa saja walaupun nyawa sekalipun, sebab mereka berjuang dilandasi dengan rasa pengabdian diri dan tanggung jawab sebagai seorang warga Negara yang mempunyai kewajiban untuk membela negara atas rongrongan para penjajah. Bagi mereka sikap patriotisme dan nasionalisme sudah terpatri kokoh dalam dada mereka sehingga mereka tidak mudah terhipnotis dan terlena dengan sikap paranoid.
Pembukaan UUD 1945 alinea kedua menggambarkan bahwa
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan raknyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Momentum hari pahwan yang diperingati setiap tanggal 10
November ini, tidak selayak dan sepantasnya dimaknai dengan sesuatu yang mengurangkan nilai ssuci para pejuang tersebut, apalagi bersikap tidak tahu dan tidak mau tahu dengan peristiwa yang sangat bersejarah ini. Memang tidak dapat dipungkiri fenomena yang ada saat ini, hari pahlawan “seakan” mulai terlupakan oleh semua golongan, sebagai bukti tidak sedikit generasi muda yang tidak tahu momen apa yang terjadi pada tanggal 10 November tersebut. Kecendrungan orang-orang hari ini lebih mengedepankan kepentingan individu daripada kepentingan golongan dan bangsa, walaupun mereka paham hal yang demikian bertentangan dengan amanat UUD 1945.
Sadar atau tidak, kemerdekaan yang kita kenyam sekarang
merupakan warisan perjuangan tempo dulu. Kemerdekaan yang kita rasakan sekarang bukan hadiah atau hibah dari bangsa lain melainkan perjuangan panjang para pejuang yang telah mengorban harta, jiwa dan raga mereka di medan pertempuran. Oleh karena itu sudah selayak dan sepantasnya kita sebagai warga Negara yang baik mensyukuri nikmat kemerdekaan ini dengan senantiasa melestarikan semangat para pejuang tersebut dalam hal membangun dan menunjukkan jati diri sebagai bangsa yang mandiri, sebagai bangsa yang tidak mau dijajah dalam bentuk apapun serta tetap berusaha mempertahankan citra bangsa ini sebagai bangsa yang merdeka yang sejajar dengan bangsa merdeka lainnya dalam artian tidak tidak mau bergantung dan manut dengan aturan mainnya.
Warisan adalah amanat dan amanat sudah sepatut dan
sepantasnya untuk dijaga dan ditunaikan. Akankah kita mendustai kemerdekaan ini? Ataukah kita akan melupakan begitu saja momentum hari pahlawan ini tanpa sedikitpun mau mereaktualisasikan nilai-nilai perjuangan para pejuang dahulu?.
Menyimak dan memerhatikan prilaku generasi muda sekarang
ini, Dr. Aidh al-Qarni menyimpulkan, bahwa ada dua persoalan yang menggerogoti generasi muda. Pertama penyakit syubhat dan kedua penyakit syahwat. Penyakit syubhat lebih cendrung membuat seseorang menjadi egoisme sedangkan penyakit syahwat lebih mengarah pada prilaku anarkhis yang selalu membimbing dan mengarahkan prilaku generasi muda untuk menyalahi segala aturan yang ada.
Berangkat dari uraian di atas, sudah sewajar dan sepantasnyalah
semua elemen masyarakat memikirkan solusi untuk membasmi penyakit masyarakat terutama yang telah menggerogoti generasi muda tersebut, sebab generasi muda merupakan pemegang estafet pembangunan bangsa di masa dating, calon pemimpin bangsa masa depan. Dengan demikian, akan bagaimana warna bangsa yang kita cintai ini sepuluh, duapuluh tahun yang akan datang maka jawabannya adalah generasi muda hari ini.
Sebagai bangsa yang mempunyai nilai luhur, beragama dan
berketuhanan yang maha esa, harus menghormati dan menghargai jasa-jasa dan perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam membela dan memperjuangkan kemerdekan Negara yang kita cintai ini, sudah sepantas dan sewajarnya kita mencontoh dan meneladani mereka yang selalu bertaqwa kepada Allah, berjiwa patriotism dan nasionalisme. Barangkali, sikap seperti inilah yang perlu kita tumbuhkan dan kita pupuk dalam masyarakat sehingga “baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur” dapat kita wujudkan.
*_Ditulis sebagai renungan hari pahlawan, Selamat Hari
Pahlawan Bangsaku
**Penulis merupakan Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN “Imam
Bonjol” Padang
BIODATA PENULIS:
Nama : Usman, S.HI
Alamat : Jl. M. Yunus No. 123 Kel. Anduring – Kota Padang