You are on page 1of 49

RESUME SKENARIO 5

KELOMPOK B
GANGGUAN MIKSI DAN EREKSI

Oleh:

1. Putu Kristalina W. 082010101023


2. Vinny Revina Adriani 082010101013
3. Aries Rahman Hakim 082010101017
4. Deti Rosalina 082010101018
5. M. Faliqul Ishbah 082010101019
6. Ellen Siska Susanti 082010101020
7. Ardita Oktavia 082010101021
8. Lutfiana Kolopaking 082010101022
9. Dian Ayu Indrianingsih 082010101024
10. Yonata Novara P. 082010101025
11. Galang Rizki M. 082010101030
12. Riska Ratwita Wibawa 082010101028
13. M. Yudha Alhabsy 082010101036
14. Anis Nurul Farida 082010101076
15. Mustika Kumala Dew i 0620101010

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2008
SKENARIO 5

Tn. Bejo datang berobat dengan keluhan yaitu kencingnya akhir- akhir ini agak sulit, dan
diakhir kencing menetes dan tidak puas. Keluhan ini dirasakan terutama pada malam hari. Selain
itu kemaluannya sulit ereksi saat berhubungan seks. Kadang bisa ereksi tetapi tidak bertahan
lama. Saat ini pak bejo berusia 50 tahun, keluhan tersebut sebanarnya sudah ada beberapa tahun
yang lalu. Setelah dilakukan pemeriksaan pada duburnya teraba prostat membesar. Keluhan-
keluhan tersebut sangat mengganggu beliau. Sekedar diketahui, pak Bejo sudah menikah selama
20 tahun, namun masih belum mempunyai keturunan, padahal menurut pemeriksaan dokter
istrinya tidak ada masalah kesuburan.

Key Word
1. Tn.bejo 50 tahun
2. Hesitansi
3. Menetes setelah miksi
4. Miksi tidak puas Terutama malam hari
5. Sulit Ereksi, kadang bisa tapi tidak bertahan lama
6. Saat pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat membesar
7. Sudah 20 tahun menikah belum mempunyai keturunan, dengan istri yang tidak ada
masalah kesuburan.

Permasalahan
1. Benigna Hiperplasia Prostat
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Gambaran klinis
e. Terapi
f. Kontrol Berkala
2. Inkontinensia
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. pemeriksaan
e. Terapi
3. Disfungsi Ereks
a. Definisi
b. Etiologi
c. Diagnosis
d. pemeriksaan
e. Terapi
4. Infertilitas
5. Priapismus
6. Penyakit Peyroni
7. Enuresis
I. Benign Prostat Hiperplasia
Prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli
dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu
uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. Pada
umunya hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional. Pada usia lanjut banyak pria
yang terkena hyperplasia kelenjar prostat. Keadaan ini dialami 50% pria berusia 60 tahun
dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.

Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hyperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hyperplasia prostat
erat kaitannta dengan peningkatan kadar DHT dan proses aging. Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah
1. Teori dehidrotestoteron

DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting dalamn pertumbuhan


sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testoteron di dalam sel prostat oleh enzim
5αresuktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel.
Selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuah
sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jaug berbeda dengan kadarnya pada prostat normal. Hanya saka pada BPH
aktivitas enzim 5α reduktasi dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH.

2. Ketidak seimbangan antara estrogen-testoteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testoteron menurun, sedangkan kadar
estrogen relative tetap. Sehingga perbandingan antara estrogen : testoteron
relative meningkat. Telah diketahuo bahwa estrogen dalam prostat bereperan
dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormone androgen. Meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kemarian sel-sel prostat.

3. Interaksi stroma – epitel


Cunha membbuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (
growth factor) tertentu. Setalah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT
dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin and autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.

Patofis Hiperplasia Prostat

Pada BPH biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala
hipertensi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi
miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena
detrussor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama
sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak
sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada
kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan
tanda ini di beri skor untuk menentukan berat keluhan klinis.

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urine sehingga pada
akhir miksi masih diteumukan sisa urine di dalam kandung kemih, dan timbul rasa
tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi
kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urine
terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga
tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi
daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi
kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal.
Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita
harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.
Karena selalu terdapat sisa urine, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung
kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi
pielonefritis.

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia,


jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran
uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan
intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor
dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi
yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing
bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus


destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak
berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama
kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi
berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak
adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir
seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan
tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan
haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan
ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat
Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa
nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara
berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap
penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi.
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa
urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan
kemunduran fungsi ginjal.
Gambaran klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih.
1. Obstruksi : karena musculus detrussor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan
tidak cukup kuat, sehingga kontraksinya terputus-putus dan sangat berpengaruh pada
sulitnya permulan miksi.

• Hesitancy : memulai miksi lama, disertai mengejan, karena M. Detrussor butuh


waktu beberapa lama untuk meningkatkan tekanan intravesical untuk mengatasi
adanya tekanan dalam urethra prostatica.
• Intermitency : aliran kencing terputus-putus karena M. Detrussor lemah dan tidak
mampu berkontraksi, sehingga tidak mampu mempertahankan tekanan intravesica
sampai proses miksi berakhir.

• Post Voiding / Terminal Dribbling : perasaan kurang puas setelah miksi, urin
menetes.

• Straining : mengejan, bila dilakukan terus-menerus bisa mengakibatkan


hemorrhoid dan hernia inguinalis.

• Pancaran urine lemah.

2. Iritasi : karena pengosongan urine yang tidak sempurna / pembesaran prostat


sehingga merangsang vesica urinaria untuk segera berkontraksi sebelum penuh
(Hipersensitivitas M. Detrussorr)

• Urgency : miksi sulit ditahan karena telah terjadi hipersensitivitas vesica urinaria..

• Frequency : sering miksi.

• Nokturia : sering miksi pada malam hari.

• Disuria : nyeri saat miksi.

3. pada saluran kemih pada bagian atas adalah berupa gejala obstruksi antara lain nyeri
pinggang, benjolan di pinggang( yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau
demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
4. gejala diluar saluran kemih biasanya pasien datang ke dokter karena mengeluh
adanya hernis inguinalis atau hemoroid

Pemeriksaan fisik
Didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra
simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine Yang selalu menetes tanpa
disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok
dubur diperhatikan
1. Tonus sfingter ani (reflek bulbo-kevernosus untuk menyingkirkan kelainan buli-buli
neurogenik,

2. Mukosa rectum

3. Keadaan prostat, antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konstitensi prostat,
simetri antar lobus dan batas prostat.

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaaan kultur urine berguna dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap
beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran
kemih bagian atas, sedangkan gula darah diperiksa untuk mencari adanya diabetes
mellitus
Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu prostat dan kadangkala menunjukkan bayangan buli-buli penuh.

Pengobatan Benigna Hiperplasia Prostat


Tidak semua pasien BPH perlu mendapatkan terapi. Apabila gejala LUTS nya
ringan, walaupun tanpa diobati dapat sembuh dengan sendirinya, hanya diperlukan
nasehat dan konsultasi saja. Tetapi apabila penyakit ini semakin berat dan mengganggu
kualitas hidup penderita, maka penderita perlu untuk mendapatkan terapi
Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat, adalah :
o Memperbaiki keluhan miksi

o Meningkatkan kualitas hidup

o Mengurangi gejala obstruksi


o Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal

o Mengurangi volume residu urin

o Mencegah progresifitas penyakit

Ada beberapa cara pengobatan pasien hiperplasi prostat :


a. Watchfull Waiting

o Diindikasikan untuk pasien BPH yang mempunyai skor di bawah 7  keluhan


ringan dan tidak menganggu aktivitas sehari-hari

o Pasien hanya diberi nasehat dan penjelasan mengenai sesuatu hal yang
memperburuk keluhan, tanpa diberikan terapi, misalnya :

1. Jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol sebelum makan malam

2. Kurangi konsumsi makanan yang mengiritasi buli-buli (kopi, cokelat)

3. Kurangi makanan pedas dan asin

4. Jangan menahan kencing terlalu lama

5. Kurangi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung


fenilpropanolamin

o Secara periodic, pasien diminta untuk control dan menanyakan tentang keluhan
apakah semakin ringan atau tidak. Jika makin jelek pilihan terapi yang lain

o Selain itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin dan uroflometri

b. Medikamentosa

o Tujuan terapi :

1. Mengurangi resistansi otot polos prostat dengan obat-obatan penghambat


adrenergic alfa
2. Mengurangi volume prostat dengan mengurangi kadar DHT dengan
penghambat enzim 5α-reduktase

o Adapun obat-obatan yang dipakai :

1. Penghambat reseptor adrenergic-α

 Fenoksibenzamin

Penghambat reseptor adrenergic-α yang ditemukan oleh Caine.


Obat ini merupakan penghambat alfa yang tidak selektif untuk
memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi.
Tetapi efek sampingnya adalah komplikasi sistemik, yaitu
hipotensi postural dan kelainan kardiovascular
 Penghambat adrenergic-α1

Obat ini merupakan obat yang dapat mengurangi penyulit sistemik


yang dipunyai oleh fenoksibenzamin dengan cara menghambat α2
dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan obatnya : prozasin yang
diberikan 2x sehari, terazosin, afluzosin, dan doksazosin 1x sehari.
 Penghambat adrenergic-α1A

Tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat.


Dilaporkan dapat memperbaiki pancaran miksi tanpa
mempengaruhi system kardiovaskular
2. Penghambat 5α-reduktase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan DHT dari


testosterone yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel-sel
prostat. Menurunya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan
replikasi sel-sel prostat menurun.
Obat yang sering dipakai adalah finasteride 5 mg sehari yang digunakan
sehari sekali selama 6 bulan
3. Fito farmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala obstruksi prostat. Diduga fitoterapi ini bekerja sebagai anti
androgen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SBHG),
inhibisi fibroblast growth factor dan epidermal growth factor,
mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menurunkan
outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Yang banyak di
pasaran, pygeum africanum, serenoa repens, hypoxis rooperi, radix
urticaria
c. Operasi

o Pembedahan

Merupakan penyelesaian masalah jangka panjang dari penderita hiperplasi


prostat. Dapat dikerjakan dengan operasi terbuka, reseksi prostat transuretra
(TURP), insisi prostat transuretra (TIUP atau BNI). Pembedahan
direkomendasikan untuk :
1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

2. Mengalami retensi urin

3. Infeksi saluran kemih berulang

4. Hematuria

5. Gagal ginjal

6. Timbulknya batu saluran kemih atau penyulit yang lain

o Pembedahan Terbuka

Bebarapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah :


1. Metode dari Millin  melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui
pendekatan retropubik infravesika

2. Freyer  pendekatan suprapubik transvesika atau transperineal


Prostatektomi Merupakan tindakan paling invasive dan paling tua, tetapi sangat
efisien untuk hyperplasia prostat. Diindikasikan untuk prostat >100gr.
Penyulitnya berupa inkontinensia urin, impotensia, ejakulasi retrogad dan
kontraktur leher buli-buli. Dibandingkan dengan TURP dan BNI, striktura uretra
dan ejakulasi retrogad lebih sering terjadi.
o Pembedahan Endourologi

Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga


TURP (transurethral Resection of the Prostate) atau dengan memakai energy
laser. Operasi ini berupa reseksi (TURP), insisi (TIUP), atau evaporasi.
1. TURP

Merupakan operasi terbanyak yang dikerjakan di seluruh dunia.


Operasi ini lebih disenangi dikarenakan tidak perlu insisi pada kulit perut,
masa rawat inap lebih cepat, dan memebrikan hasil yang tidak juah
berbeda dengan operasi terbuka.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan
mempergunakan cairan irigan(pembilas) agar daerah yang direseksi tetap
terang dan tidak ditutupi oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah
larutan Non ionic, agar tidak terjadi hantaran listrik saat operasi.
Sedangakan cairan yang cukup mudah dan murah yaitu H2O steril
(aquades), tetapi kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik
sehingga dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena
yang terbuka pada saat reseksi. Sedangkan penggunaan aqudes yang
berlebihan dapat menyebabkan sindrom TURP atau intoksikasi air.
Ditandai dengan pasien mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah
menigkat, bradikardi. Jika tidak teratasi dapat mengakibatkan edema otak.
Untuk menghindari operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan
reseksi >1 jam.
Selain sindroma TURP beberapa penyulit yang biasa terjadi adalah
:
Selama Operasi Pasca Bedah DIni Pasca BEdah Lanjut
• Perdarahan • Perdarahan • Inkontinensia

• Sindrom • Infeksi local • Disfungsi ereksi


TURP atau sistemik
• Ejakulasi
• Perforasi retrogad

• Striktura uretra

Pada hiperplasi prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada


pembesaran lobus medius dan pasien yang beumur muda, hanya
diperlukan insisi kelenjar prostat atau TIUP (Transuretrhral incision of
prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI (bladder neck incision).
Sebelumnya harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat.
 Elektrovaparisasi Prostat

Cara elektrovoparisasi prostat adalah sama dengan TURP, hanya


saja tehnik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin
diatermi yang cukup kuat sehingga mampu membuat vaporisisai kelenjar
prostat. Cara ini cukup aman, tidak banyak menimbulkanperdarahan saat
opaerasi, dan masa inap di rumah sakit lebih singkat. Diindikasikan untuk
prostat <50gr
 Laser Prostatektomi

Terdapat 4 jenis energy yang dipakai yaitu Nd: YAG,


Holmium:YAG, KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melalui
bare fibre, right angle fibre, atau interstitial fibre. Kelenjar prostat pada
suhu 60-65° akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari
100° C mengalami vaporisasi.
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata
lebih sedikit mengalami komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis,
penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama.
Sayangya butuh terapi ulang 2% tiap tahun. Kekuranganya adalah tidak
dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali pada
Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria bedah, tidak bias miksi
spontan setelah operasi. Diindikasikan untuk pasien yang mengalami
terapi koagulan dalam jangka waktu lama atau tidak dapat melakukan
tindakan TURP karena kesehatanya.
o Tindakan Ivasif Minimal

1. Termoterapi

Adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 915-


1296 Mhz yang dipancarkan melalui antenna yang diletakkan dalam
uretra. Dengan pemanasan >44° C menyebabkan destruksi jaringan pada
zona trasnsisional prostat karena nekrosis koagulasi. Bias dikerjakan tanpa
pembiusan.
Energy panas yang bersamaan dengan gelombang mikro
dipancarkan melalui kateter yang terpasang dalam uretra. Besar dan arah
pancaran energy diatur melalui sebuah computer sehingga dapat
melunakkan jaringan prostat yang membentu uretra. Morbiditasnya
relative rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi, dan dapat dijalani dengan
pasien yang kondisinya kurang baik jika dilakukan pembedahan.
Direkomendasikan untuk prostat yang berukuran kecil.
2. TUNA (Transurethral needle ablation of prostate)

Memakai energy dari frekuensi radip yang menimbulkan panas


sampai 100° C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. System
ini terdiri atas kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang
dapat membengkitkan energy pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter
dimasukkan dalam uretra melaui sitoskopi dengan pemberian anastesi
topical xylocaine sehingga jarum yang terletak pad ujung kateter terletak
pada kelenjar prostat. Pasien sering kali mengeluh hematuria, disiuria,
retensi urine
3. Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara
leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontarum sehingga urin
dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Dapat dipasang secara
temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan dan
terbuat dari bahan yang dapat diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan
jaringan sekitar.alat ini dipasang atau dilepas dengan endoskopi.
Diindikasikan untuk pasien yang tidak mungkin menjalani operasi
karena resiko pembedahan yang cukup tinggi. Sayangnya setelah
pemasangan kateter ini pasien mengeluh keluhan iritatif miksi, perdarahan
uretra, atau rasa tidak enak di daerah penis.
4. HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)

Energy panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada


prostat berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser
piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10Mhz.energi dipancarkan
melaui alat yang diletakkan tranrektal dan difokuskan ke kelenjar prostat.
Tehnik ini memakai anastesi umum.

Kontrol Berkala

Pasien yang mendapatkan pengawasan (watchfull waiting) dianjurkan


control setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terjadi
perbaikan klinis. Penilaian dilakukan dengan pemeriksaan skor IPPS, uroflometri,
dan residu urin pasca miksi.
Pasien yang mendapat pengobatan penghambat 5α-reduktase harus
dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6 untuk melihat respon terapi.
Kemudian setiap tahun untuk melihat perubahan gejala miksi. Penilaianya melalui
IPPS, uroflometri, dan residu urin pasca miksi. Kalau terjadi perbaikan gejala
tanpa penyulit dilanjutkan pengobatanya. Selanjutnya controlsetelah 6 bulan tiap
tahun.
Setelah pembedahan. Pasien harus menjalani control paling lambat 6
minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit. Control
selanjutnya setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil akhir operasi.
Pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal harus menjalani control
secara teratur dalam jangka waktu yang lama, yaitu setelah 6 minggu, 3 bulan, 6
bulan, dan setiap tahun. Pada pasien yang mendapatkan terapi invasive minimal
selain dilakukan pemeriksaan kultur.

II. Inkontinensia
Definisi
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan keluarnya
urine. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan, antara lain : masalah
medik, sosial, maupun ekonomi. Masalah medik berupa iritasi dan kerusakan kulit di
sekitar kemaluan akibat urine, masalah sosial berupa perasaan malu, mengisolasi diri
dari pergaulannya, dan mengurung diri di rumah. Pemakaian pemper atau perlengkapan
lain guna menjaga supaya tidak selalu basah oleh urine, memerlukan biaya yang tidak
sedikit.
Prevalensi kelainan ini cukup tinggi, yakni pada wanita kurang lebih 10-40% dan 4-
8%, sudah dalam keadaan cukup parah pada saat datang berobat. Pada pria,
prevalensinya lebih rendah daripada wanita yaitu kurang lebih separuhnya. Survey yang
dilakukan di berbagai negara Asia didapatkan bahwa prevalensi pada beberapa bangsa
Asia adalah rata-rata 12,2% (14,8% pada wanita dan 6,8% pada pria). Dikatakan oleh
berbagai penulis bahwa sebenarnya prevalensi yang dilaporkan itu baru merupakan 80%
dari prevalensi sesungguhnya karena sebagian dari mereka tidak terdeteksi; hal ini
karena pasien menganggap penyakit yang dialami ini merupakan hal yang wajar atau
mereka enggan menceritakan keadaannya kepada dokter karena takut mendapatkan
pemeriksaan yang berlebihan. Pada manula prevalensinya lebih tinggi daripada usia
reproduksi. Diokno et al. Melaporkan prevalensi inkontinensia urine pada manula wanita
sebesar 38% dan pria sebesar 19%.

Etiologi
Ada 4 penyebab pokok yaitu :
1. gangguan urologik
2. gangguan neurologis
3. gangguan fungsional/psikologis
4. iatrogenik/lingkungan

Patofisiologi
Kelainan pada vesiko-uretra dapat terjadi pada fase pengisian atau pada fase miksi.
Kegagalan buli-buli dalam menyimpan urine menyebabkan urine tidak sempat tersimpan
di dalam buli-buli dan bocor keluar buli-buli, yaitu pada inkontinensia urine sedangkan
kelainan pada fase miksi menyebabkan urine tertahan di dalam buli-buli sampai terjadi
retensi urine.

Klasifikasi Inkontinensia Urine


Kegagalan sistem vesiko uretra pada fase pengisian menyebabkan inkontinensia
urine. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan pada buli-buli atau kelainan pada
sfingter (uretra). Kelainan yang berasal dari buli-buli menyebabkan suatu inkontinensia
urge sedangkan kelainan dari jalan keluar (outlet) memberikan manifestasi berupa
inkontinensia stress.
a. Inkontinensia Urge
Pasien inkontinensia urge mengeluh tidak dapat menahan kencing segera
setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot detrusor sudah
mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas buli-buli terpenuhi. Frekuensi
miksi menjadi lebih sering dan disertai dengan perasaan urgensi. Inkontinensia
urge meliputi 22% dari semua inkontinensi pada wanita.
Penyebab inkontinensia urine urge adalah kelainan yang berasal dari buli-
buli, di antaranya adalah overaktivitas detrusor dan menurunnya komplians buli-
buli. Overaktivitas detrusor dapat disebabkan oleh kelainan neurologik, kelainan
non neurologis, atau kelainan lain yang belum diketahui. Jika disebabkan oleh
kelainan neurologis, disebut sebagai hiper-refleksi detrusor, sedangkan jika
penyebabnya adalah kelainan non neurologis disebut instabilitas detrusor. Istilah
overaktivitas detrusor dipakai jika tidak dapat diketahui penyebabnya.
Hiper-refleksia detrusor disebabkan oleh kelainan neurologis, di antaranya
adalah : stroke, penyakit Parkinson, cedera korda spinalis, sklerosis multipel,
spina bifida, atau mielitis transversal. Instabilitas detrusor seringkali disebabkan
oleh: obstruksi infravesika, pasca bedah intravesika, batu buli-buli, tumor buli-
buli, dan sistitis.
Penurunan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan tekanannya pada
saat pengisian urine (komplians) dapat disebabkan karena kandungan kolagen
pada matriks detrusor bertambah atau adanya kelainan neurologis. Penambahan
kandungan kolagen terdapat pada sistitis tuberkulosa, sistitis pasca radiasi,
pemakaian kateter menetap dalam jangka waktu lama, atau obstruksi infravesika
karena hyperplasia prostat. Cedera spinal pada regio thorako-lumbal, pasca
histerektomi radikal, reseksi abdomino-perineal, dan mielodisplasia disebut-sebut
dapat mencederai persarafan yang merawat buli-buli.
Tidak jarang inkontinensia urge menyertai sindroma overaktivitas buli-
buli. Sindroma ini ditandai dengan frekuensi, urgensi, dan kadang-kadang
inkontinensia urge

b. Inkontinensi Urine Stress atau Stress Urinary Incontinence (SUI)


Inkotinensi urine stress (SUI) adalah keluarnya urine dari uretra pada saat
terjadi peningkatan tekanan intraabdominal. Terjadinya inkontinensia ini karena
faktor sfingter (uretra) yang tidak mampu mempertahankan tekanan intrauretra
pada saat tekanan intravesika meningkat (buli-buli) terisi. Peningkatan tekanan
intraabdominal dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau
mengangkat benda berat. Inkontinensia stress banyak dijumpai pada wanita, dan
merupakan jenis inkontinensia urine yang paling banyak prevalensinya, yakni
kurang lebih 8-33%.
Pada pria kelainan pada uretra yang menyebabkan inkontinensia biasanya
adalah kerusakan sfingter uretra eksterna pasca prostatektomi, sedangkan pada
wanita penyebab kerusakan uretra dibedakan dalam dua keadaan, yakni
hipermobilitas uretra dan defisiensi intrinsik uretra. Kerusakan sfingter uretra
eksterna pasca prostatektomi radikal lebih sering terjadi daripada pasca TURP.
Tidak jarang pasien mengalami kerusakan total sfingter eksterna sehingga
mengeluh inkontinensia totalis.
Hipermobilitas uretra disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar
panggul yang berfungsi sebagai penyanggah uretra dan buli-buli. Kelemahan otot
ini menyebabkan terjadi penurunan (herniasi) dan angulasi leher buli-buli uretra
pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Herniasi dan angulasi itu
terlihat sebagai terbukanya leher buli-buli-uretra sehingga menyebabkan bocornya
urine dari buli-buli meskipun tidak ada peningkatan tekanan intravesika.
Kelemahan otot dasat panggul dapat pula menyebabkan terjadinya
prolapsus uteri, sistokel, atau enterokel. Penyebab kelemahan ini adalah trauma
persalinan, histerektomi, perubahan hormonal (menopause), atau kelainan
neurologi. Akibat defisiensi estrogen pada masa menopause, terjadi atrofi jaringan
genitourinaria.
Defisiensi sfingter intrinsik (ISD) dapat disebabkan karena suatu trauma,
penyulit dari operasi, radiasi, atau kelainan neurologi. Ciri-ciri dari jenis ISD
adalah leher buli-buli dan uretra posterior tetap terbuka pada keadaan istirahat
meskipun tidak ada konstraksi otot detrusor sehingga uretra proksimal tidak lagi
berfungsi sebagai sfingter.

Pembagian Inkontinensia Stress


Klasifikasi yang dikemukakan oleh Blaivas dan Olsson (1988),
berdasarkan pada penurunan letak leher buli-buli dan uretra setelah pasien diminta
melakukan manuver Valsava. Penilaian ini dilakukan berdasarkan pengamatan
klinis berupa keluarnya (kebocoran) urine dan dengan bantuan video-urodinamik.
• Tipe 0 : pasien mengeluh tentang inkontinensia stress tetapi pada
pemeriksaan tidak diketemukan adanya kebocoran urine. Pada video-
urodinamika setelah manuver valsava, leher buli-buli dan uretra menjadi
terbuka.
• Tipe I : jika terdapat penurunan < 2 cm dan kadang-kadang disertai dengan
sistokel yang masih kecil.
• Tipe II : jika penurunan > 2 cm dan seringkali disertai dengan adanya
sistokel; dalam hal ini sistokel mungkin berda di dalam vagina (tipe Iia) atau di
luar vagina (tipe IIb).
• Tipe III : leher buli-buli dan uretra tetap terbuka meskipun tanpa adanya
konstraksi detrusor maupun manuver Valsava, sehingga urine selalu keluar
karena faktor gravitasi atau penambahan tekanan intravesika (gerakan) yang
minimal. Tipe ini disebabkan defisiensi sfingter intrinsic (ISD).

c. Inkontinensia Paradoksa
Inkontinensia paradoksa (overflow) adalah keluarnya urine tanpa dapat
dikontrol pada keadaan volume urine di buli-buli melebihi kapasitasnya. Detrusor
mengalami kelemahan sehingga terjadi atonia atau arefleksia. Keadaan ini
ditandai dengan overdistensi buli-buli (retensi urine), tetapi karena buli-buli tidak
mampu lagi mengosongkan isinya, tampak urine selalu menetes dari meatus
uretra. Kelemahan otot detrusor ini dapat disebabkan karena obstruksi uretra,
neuropati diabetikum, cedera spinal, defisiensi vitamin B12, efek samping
pemakaian obat, atau pasca bedah pada daerah pelvik.

d. Inkontinensia Kontinua atau Continuos Incontinence


Inkontinensia urine kontinua adalah urine yang selalu keluar setiap saat
dan dalam berbagai posisi. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh fistula
sitem urinaria yang menyebabkan urine tidak melewati sfingter uretra. Pada
fistula vesikovagina terdapat lubang yang menghubungkan buli-buli dan vagina.
Jika lubangnya cukup besar, buli-buli tidak pernah terisi dengan urine, karena
urine yang berasal dari kedua ureter tidak sempat tertampung di buli-buli dan
keluar melalui fistula ke vagina. Fistula vesikovagina seringkali disebabkan oleh
operasi ginekologi, trauma obstetri, atau pasca radiasi di daerah pelvik. Fistula
sistem urinaria yang lain adalah fistula ureterovagina yaitu terdapat hubungan
langsung antara ureter dengan vagina. Keadaan ini juga disebabkan karena cedera
ureter pasca operasi daerah pelvis.
Penyebab lain inkontinensia urine kontinua adalah muara ureter ektopik
pada anak perempuan. Pada kelainan bawaan ini, salah satu ureter bermuara pada
uretra di sebelah distal dari sfingter uretra eksternum. Urine yang disalurkan
melalui ureter ektopik langsung keluar tanpa melalui hambatan sfingter uretra
eksterna sehingga selalu bocor. Gejala khas muara ureter ektopik sama dengan
fistula ureterovagina, yaitu urine selalu merembes keluar tetapi pasien masih bisa
melakukan miksi seperti orang normal.

e. Inkontinensia Urine Fungsional


Sebenarnya pasien ini kontinen, tetapi karena adanya hambatan tertentu,
pasien tidak mampu untuk menjangkau toilet pada saat keinginan miksi timbul
sehingga kencingnya keluar tanpa dapat ditahan. Hambatan itu dapat berupa
gangguan fisis, gangguan kognitif, maupun pasien yang sedang mengkonsumsi
obat-obatan tertentu. Ganguan fisis yang dapat menimbulkan inkontinensia
fungsional antara lain gangguan mobilitas akibat arthritis, paraplegia inferior,
stroke, atau gangguan kognitif akibat suatu delirium maupun demensia.
Beberapa Jenis Obat-obatan yang Dapat Mempengaruhi Kontinensi
Jenis Obat Efek pada Kontinensia
Diuretikum Buli-buli cepat terisi
Antikolinergik Gangguan kontraksi detrusor
Sedativa/hipnotikum Gangguan kognitif
Narkotikum Gangguan kontraksi detrusor
Antagonis adrenergik Menurunkan tonus sfingter internus
alfa Menurunkan kontraksi detrusor
Penghambat kanal
kalsium

Pada pasien tua seringkali mengeluh inkontinensia urine sementara


(transient), yang dipacu oleh beberapa keadaan yang disingkat dengan
DIAPPERS, yakni Delirium, Infection (infeksi saluran kemih), Atrophic
vaginitis/urethritis. Pharmaceutical, Psychological, Excess urine output,
Restricted mobility, dan Stool impaction.

Pemeriksaan
Anamnesis.
Hal-hal yang perlu ditanyakan kepada pasien antara lain:
1. seberapa jauh inkontinensia ini mengganggu kehidupannya
2. berapa banyak urin yang dikeluarkan pada saat inkontinensia
3. apakah penderita memakai pamper dan berapa banyak harus diganti
4. pada malam hari berapa kali terbangun untuk miksi atatu menggant pamper
5. apakah ada faktor pencetus seperti batuk, bersin, atau aktivitas lain yang
mendahului terjadinya inkontinensia
6. apakah terdapat keluhan-keluhan penyerta lain seperti diare, konstipasi, dan
inkontinensia alvi
7. apakah ada riwayat diabetes melitus (terutama jika ada neuropati), kelainan
neurologi lain, ISK berulang, penyakit-penyakit pada rongga pelvis, dan atrofi
genitourinaria pada menopouse
8. apakah pernah dioperasi atau diradiasi di daerah pelvis dan abdomen
9. riwayat persalinan bagaimana (apakah multipara, pasrtus kasep, atau
makrosomia)

Pemerikasaan Fisik

Pemeriksaan abdomen:

• distensi Vesika Urinaria pada OUI


• massa di pinggang  hidronefrosis
• sisa lesi jaringan parut bekas operasi di daerah pelvis dan pinggang

Pemeriksaan urogenitalia:

• inspeksi orofisium uretra vagina


• dicari adanya kemungkinan kelainan dinding vagina, perhatikan perubahan
warna dan penebalan mukosa  jika terdapat perubahan, merupakan tanda
dari vaginitis atrofikans akibat defisiensi estrogen  meningkatkan
sensitifitas buli-buli dan uretra pada inkontinensia urge.
• kelainan posisi orofisium, adanya sistokel  herniasi vesika urinaria ke dalam
dinding anterior vagina, Karena dinding anterior vagina yang lemah,
Enterokel  herniasi usus kecil atau omentum ke dalam vagina, pada dinding
vagina bagian apikal, Rektokel  herniasi rektum ke dalam vagina karen
alemahnya dinding vagina posterior , Prolapsus uteri atau  SUI
• palpasi bimanual untuk melihat adanya massa pada uterus atau adneksa

Pemeriksaan Neurologik

• status mental pasien (mungkin dijumpai tanda dimensia)


• kelainan sensoris sesuai dengan dermatomnya,
• kelainan motoris berupa adanya gangguan sfingte dan muskulus detrusor
dapat dilakukan oleh karena inervasi parasimpatis dan muskulus detrusor
berasal dari S2-S4. Segmen ini dapat diperiksa dengan cara: ankle jerk (S1
dan S2), fleksi toe dan arch the feet (S2 dan S3), dan tonus sfingter ani atau
refleks bulbokavernosus (S2-4)

Pemeriksaan Penunjang

• pemeriksaan laboratorium : urinalisis, kultur urin, dan kalau perlu sitologi urin
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses inflamasi/infeksi atau keganasan
pada saluran kemih.
• pemeriksaan urodinamik : uroflowmetri, pengukuran tekanan uretra, sistometri,
valsava leak point pressure, video urodinamika, pengukuran tekanan intravesika.
• pemeriksaan radiologi : IVP, sistografi miksi  untuk mencari kemungkinan
adanya fistula ureterovagina, muara ureter ektopik, dan penurunan leher buli-buli-
uretra.
• pemeriksaan volume residu urin

Terapi

• non bedah
o latihan/rehabilitasi
 Pelvic Floor Exercise (Kegel Exercise)  pasien diintruksikan untuk
melakukan kontraksi otot dasar panggul (seolah-olah menahan urin)
selama 10 detik sebanyak 10-20 kali kontraksi dan dilakukan dalam 3 kali
setiap hari. Hal ini berfungsi untuk meningkatkan retensi uretra dengan
cara memperkuat otot-otot dasar panggul dan otot periuretra. Biasannya
dikombinasikan dengan stimulasi elektrik dan biofeedback.
 Terapi Behavioral  menjadwalkan waktu miksi, pasien dilatih untuk
mengenal timnulnya sensasi urgensi, kemudian mencoba menghambatnya
dan selanjutnya menunda saat miksi. Jika sudah terbiasa dengan cara ini,
interval diantara miksi menjadi lebih lama.
 Medikamentosa:
• Inkontinensia urge:
Menghambat miksi dengan jalan,
1. menghambat kontraksi otot-otot detrusor
2. menghambat impuls aferen dari buli-buli.
Obat-obat yang sering dipakai antara lain:
1. antikolinergik
menghambat sistem parasimpatik eferen pada otot detrusor. Ikatan
obat ini pada reseptor muskarinik menghambat transmisi impuls yang
mencetuskan kontraksi detrusor. Jenis obat yang dipergunakan adalah:
propantheline bromide, Oksibutinin (ditropan) dan tolterodine tartrate.
Efek samping: mulut kering, konstipasi, pandangan kabur, takikardi,
drowsiness, dan meningkatnya tekanan intraokuli
2. antispasmodik (Dicyclomine dan Flavoxate)
3. trisiklik antidepresan. Obat yang sering dipakai adalah Imipramin 
berfungsi sebagai pelemas otot, memberikan anastesi lokal pada buli-
buli dan mempunyai efek antikolinergik. Pada usia lanjut pemakaian
obat ini sebaiknya dibatasi.
4. calcium chanel blocker (CCB)  menurunkan kontraksi otot detrusor
pada instabilitas buli-buli. Efek samping: flushing, pusing, palpitasi,
hipotensi, dan reflek takikardi
5. penghambat prostaglandin

• inkontinensia strees
terapi dengan cara meningkatkan tonus otot sfingter uretra dan
resistensi bladder outlet. Obat-obatan yang sering digunakan antara
lain:
1. Agonis alfa adrenergik
Menyebabkan kontraksi otot polos pada leher buli-buli dan uretra
posterior. Obatnya antara lain: efedrin, pseudoefedrin,
fenilpropalonamin. Pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien
dengan hipertensi, penyakit kardiovaskuler, dan hipertiroid.
2. esterogen
pemakaian esterogen pada menepouse dapat meningkatka jumlah
reseptor adrenergik alfa pada uretra.
• pembedahan
dilakukan pembedahan pada inkontinensia yang disebabkan oleh fistula, atau kelainan
bawaan ektopik ureter. Pada inkontinensia urge dan stress pembedahan dilakukan jika
terapi konservatif tidak memberikan hasil yang maksimal.
Tipe Non medikamentosa Medikamentosa Operatif
Inkontinensia
• UUI • Bladder drill - Antikolinergik - augmentasi vesika
• Biofeedback (oksibutinin, - neuromodulasi
• Behavioural propantheline - rhizolisis
bromide,
tolterodine
tartrate)
- Smooth muscle
relaxant
(dicyclomine,
flavoxate)
- Antidepresan
trisiklik
(imipramine)
- Anti prostaglandin
- Ca2+ channel
blocker
• SUI • Pelvic Floor Exercise - Agonis adrenergik - Kolposuspensi
(latihan Kegel) α (oksibutinin, - TVT (Tension
propantheline Free Vaginal
bromide, Tape)
tolterodine - Injeksi kolagen
tartrate) periurethral
- Antidepresan
trisiklik
(imipramine)
- Hormonal
(estrogen)
• OUI • Bladder retraining - Desobstruksi
- Kateterisasi
intermitten atau
menetap
• FUI • Behavioural
• Manipulasi Lingkungan
• Pada
• Total - - • Pemasangan
sfingter artifisial

III.Disfungsi Ereksi

Definisi
Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap seorang pria untuk mencapai
atau mempertahankan ereksi yang cukup guna melakukan aktifitas seksual yang
memuaskan.
Disfungsi ereksi ini di derita oleh separuh pria yang berusia lebih dari 40 tahun.

Etiologi
Psikogenik : Ansietas, depresi, konflik rumah tangga, perasaan bersalah, dan norma
agama
Neurogenik : kelainan pada otak (tumor, cidera otak, epilepsy),
kelainan pada medulla spinalis (tumor,cedera,Tabes dorsalis), dan kelainan pada saraf
perifer (diabetes mellitus).

Hormonal : diabetes mellitus, Hipogonadisme, Hiperprolaktinemia, dan


Hiperparatiroidisme.
Kavernosa : Penyakit Peyroni, Adanya fibrosis atau disfungsi otot kavernosa,
Neurotransmitter yang dilepaskan untuk memulai ereksi tidak adekuat, dan Pasca operasi
shunting.
Obat – obatan :
> Antihipertensi : metildopa, alfa bloker, beta bloker
> Antidepresan : trisiklik, penghambat NAO
> Antiandrogen : esterogen, flutamid, LHRH analog.
Penyakit sistemik :
> Diabetes mellitus
> Gagal ginjal
> Gagal hepar

Diagnosis Disfungsi Ereksi


Evaluasi terhadap pasien yang mengeluh disfungsi ereksi meliputi evaluasi riwayat
seksual, evaluasi medic, dan evaluasi psikologik. Tujuan evaluasi ini adalah menentukan apakah
pasien memang menderita disfungsi ereksi atau disfungsi seksual lain. Kadang-kadang pasien
mengeluh disfungsi ereksi ternyata bukan menderita disfungsi ereksi, tetapi menderita penurunan
libido, ejakulasi dini, ejakulasi retrogard, tidak data menikmati orgasmus (anorgasmus), atau
kelainan lain.
Untuk membantu identifikasi dapat digunakan indeks fungsi ereksi, adalah Indeks
Internasional untuk Fungsi Ereksi ke-5 atau International Index of Erectile Function -5 (IIEF-5).
Terdapat 5 pertanyaan, tiap-tiap pertanyaan diberi nilai 0-5. Jika penjumlahan kurang dari atau
sama dengan 21 menunjukkan adanya gejala disfungsi ereksi
Pertanyaan Jawaban Skor
Selama 6 bulan terakhir ini:
1. Bagaimana derajat keyakinan 1. Sangat rendah
anda bahwa anda dapat ereksi serta 2. Rendah
terus bertahan untuk bersenggama? 3. Cukup
4. Tinggi
5. Sangat tinggi
2. Pada saat anda ereksi setelah 0. Tidak bersenggama
mendapatkan rangsangan seksual 1. Tidak/hampir tidak pernah
seberapa sering penis anda cukup 2. Sesekali (<50%)
untuk dapat masuk dalam vagina? 3. Kadang-kadang (±50%)
4. Sering (>50%)
5. Selalu/hampir selalu
3. Setelah penis masuk ke dalam 0. Tidak mencoba senggama
vagina pasangan anda, seberapa 1. Tidak/hampir tidak pernah
seringkah anda mampu 2. Sesekali (<50%)
mempertahankan penis tetap keras? 3. Kadang-kadang (±50%)
4. Sering (>50%)
5. Selalu/hampir selalu
4. Ketika bersenggama seberapa 0. Tidak mencoba senggama
sulitkah anda mempertahankan 1. Sangat sulit sekali
ereksi sampai ejakulasi? 2. Sangat sulit
3. Sulit
4. Sedikit sulit
5. Tidak sulit
6. Ketika anda bersenggama 0. Tidak mencoba
seberapa sering anda merasa puas? senggama
1. Tidak/hampir tidak
pernah
2. Sesekali (<50%)
3. Kadang-kadang
(±50%)
4. Sering (>50%)
5. Selalu/hampir
selalu

Disfungsi ereksi yang disebabkan oleh factor psikogen:


1. Timbulnya mendadak dan didahului oleh peristiwa tertentu, misalnya sehabis
cerai/ditinggal isteri atau pasangannya, keluar dari pekerjaan, atau oleh tekanan kejiwaan.
2. Situasional yaitu disfungsi timbul bila hendak melakukan aktivitas seksual dengan wanita
tertentu, tetapi ereksi timbul kembali jika dengan wanita lain
3. Ereksi nocturnal atau ereksi yang timbul pada saat bangun pagimasih cukup kuat, akan
tetapi pada siang hari ereksi menurun atau bahkan sama sekali tidak dapat ereksi.
Diagnosis Khusus NPT (nocturnal penile tumescence).
Uji ini sangat sederhana sehingga setiap orang dapat melakukannya. Modalnya hanya
beberapa lembar perangko yang masih bersambung. Pertama-tama, menjelang tidur malam,
perangko-perangko tersebut dilingkarkan pada batang penis sedemikian hingga kedua ujung
perangko bertemu. Ujung-ujung hendaknya tumpang tindih dan direkatkan satu sama lain.
Perlu diperhatikan bahwa lingkaran yang dibentuk oleh perangko-perangko tersebut
setidaknya seukuran dengan lingkaran penis yang enggan berereksi tersebut.

Setelah lingkaran perangko terpasang dengan benar, silakan tidur seperti biasa.
Celana dalam boleh dipakai, asal tidak terlalu ketat, sehingga masih memberi ruang bagi
penis jika seandainya ereksi terjadi.

Pada pagi harinya, segera cek apakah perangko mengalami robekan. Jika ada bagian
perangko yang terpisah, berarti semalam terjadi ereksi. Sebaliknya, jika perangko masih utuh
berbentuk lingkaran artinya tidak timbul ereksi. Uji ini sebaiknya dilakukan tiga malam
berturut-turut.

Pada orang normal, akan terjadi ereksi penuh 3 sampai 5 kali saat tidur dalam (REM,
random eye movement). Demikian pula halnya mereka yang mengalami impotensi akibat
gangguan psikologis. Ereksi penuh masih dapat timbul saat mereka tidur malam. Lain halnya
jika impotensi disebabkan oleh faktor fisik. Tidak akan timbul ereksi, baik pada siang hari
maupun pada malam hari ketika orang tersebut tidur.

Jadi, jika perangko robek maka disfungsi ereksi terjadi akibat faktor psikologis.
Sebaliknya, jika perangko tetap utuh berarti penyebab impotensinya adalah faktor fisik.

Terapi

1.lini pertama
Terapi lini pertama terdiri atas pemberian obat peroral, pemakaian alat vakum penis dan
terapi psikoseksual. Pemakain obat peroral ini yang banyak di gunakan adalah sildenafit
sitrat. Obat ini merupakan vasodilator yang menyebabkan vasodilatasi arteri atau arteriol
pada korpus kavernosum
Pemakaian alat vakum penis ini mmulai banyak di gemari. Alat ini berfungsi
memberikan tekanan negatif pada penis yang memungkinkan pengaliran darah ke dalam
sinusoid sehingga terjadi ereksi.
2.lini kedua
Yang termasuk lini kedua adalah injeksi obat-obatan vasoaktif secara intra kavernosa.
Jenis obat yang di berikan adalah: papaverin, fentolamin, prostaglandin E1 atau kombinasi
dari beberapa obat-obatan.

3.lini ketiga.
Jika dengan cara kedua di atas belum membuktikan hasil ,maka pilihan terahir adalah
tindakan invasif berupa operasi, di antaranya pemasangan prostesis penis. Hingga saat ini
pemasangan prostesis penis ini merupakan terapi yang paling efektif di abndingkan
dengan cara yang lain, akan tetapi harganya sangat mahal.

IV. Infertilitas
Etiologi
Infertilitas pria dapat disebabkan oleh karena kelainan-kelainan yang terdapat
pada fase-fase :
1. pre testikuler yaitu kelainan pada rangsangan proses spermatogenesis
2. testikuler yaitu kelainan dalam proses spermatogenesis
3. pasca testikuler yaitu kelainan pada proses transportasi sperma hingga terjadi
fertilitas

Pre Testikuler
Kelainan pada hipotalamus :
- Defisiensi hormone gonadotropin yaitu LH dan FSH
Kelainan pada hipofisis :
- Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi, atau operasi
- Hiperprolaktinemia
- Hemokromatosis
- Substitusi/terapi hormone yang berlebihan

Testikuler
- Anomali kromosom
- Anorkhismus bilateral
- Gonadotoksin : obat-obatan, radiasi
- Orkitis
- Trauma testis
- Penyakit sistemik : gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit
- Kriptorkismus
- Varikokel

Pasca Testikuler
Gangguan transportasi sperma
- Kelainan bawaan : vesikula seminalis atau vas deferens tidak terbentuk yaitu
pada keadaan congenital bilateral absent of the vas deferens (CBAVD)
- Obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau vasektomi
- Disfungsi ereksi, gangguan emisi, dan gangguan ejakulasi (ejakulasi
retrograd)
Kelainan fungsi dan motilitas sperma
- Kelainan bawaan ekor sperma
- Gangguan maturasi sperma
- Kelainan imunologik
- Infeksi

Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisis: Dicari kemungkina adanya kelainan sistemik atau kelainan
endocrinology yang mempengaruhi proses spermatogenesis dan proses
transportasi sperma. Perlu diperhatikan penampilan pasien, tampak feminine
(seperti orang yang dikebiri (orang kasim atau eunchodisim) atau tidak. Dengan
cirri-ciri:
- Badan tumbuh besar
- Pertumbuhan rambut ketiak, pubis dan badan sangat jarang
- Organ genital yang berukuran kecil
Selain itu juga dicari adanyakemungkinan ginekomasti, anosmia (pada syndrome
Kallman), galaktore, dan gangguan lapangan penglihatan yang terdapat pada
tumor hypofisis.

2. Pemeriksaan genetalia: Meliputi testis, epididimis, vas deferens, vesikula


seminalis, prostat dan penis. Pada palpasi testis, diperhatikan konsistensi dan
ukurannya.

 Panjang testis diukur dengan caliper, sedangkan volume testis diukur dengan
orkidometer atau ultrasonografi (Testis normal orang dewasa: >4cm dan volume
normal: 20ml)

 Epididmis diperiksa dari caput, corpus, cauda. Jika terdapat obstruksi pada
epididmis ditandai dengan adanya jaringan fibrosis yang teraba seperti tasbeh
akibat infeksi tuberculosis.

 Jika tidak ditemukan vas deferens pada kedua sisi perlu dipikirkan adanya
kelainan bawaan vas deferens atau Congenital Billateral Absent of the Vas
Defferens (CBAVD), yang menyebabkan kegagalan dalam transportasi sperma.

 Untuk menemukan kelainan pada vesikula seminalis serta kelenjar prostat,


dilakukan colok dubur atau ultrasonografi transrektal.

 Tidak ditemukannya vesikula seminalis mungkin disebabkan kelainan bawaan.

 Kelenjar prostat yang teraba keras,besar dan nyeri merupakan tanda prostatitis.

 Pada penis diperhatikan adanya hupospadi atau korde yang keduanya dapat
mempengaruhi kemampuan pengumpulan sperma di vagina.

Terapi

Kelainan- kelainan yang mungkin masih dapat dikoreksi secara


medikamentosaadalah defisiensi hormone, reaksi immunologic antibody antisperma,
infeksi, dan ejakulasi retrogard.

Pada hipogonadotropik- hipogonadismus dapat dicoba diberikan LH untuk


merangsang sel Leyding memproduksi testosterone, kemudian diberikan hormone
hCG.

Adanya antibody antisperma yang didapatkan pada pemeriksaan imunologik


dapat dicoba dengan pemberian kortikosteroid. Ejakulasi retrogard dapat diberikan
adrenergic alfa atau trisiklik antidepresan(imipramin) yang dapat menyebabkan
kontrksi leher buli- buli pada saat emisi sperma atau uretra posterior.
V. Priapismus

Definisi

Priapismus Adalah ereksi penis yang berkepanjangan tanpa diikuti dengan hasrat
seksual dan sering disertai dengan rasa nyeri. Istilah priapismus berasal dari kata Yunani
priapus yaitu nama dewa kejantanan pada Yunani kuno. Priapismus merupakan salah
satu kedaruratan di bidang urologi karena jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat
dapat menimbulkan kecacatan yang menetap berupa disfungsi ereksi.

Etiologi

Menurut etiologinya priapismus dibedakan dalam 2 macam, yaitu : priapismus


primer atau idiopatik yang belum jelas penyebabnya sebanyak 60% dan priapismus
sekunder.

Priapismus sekunder dapat disebabkan oleh : (1) kelainan pembekuan darah


(anemi bulan sabit, leukemia, dan emboli lemak), (2) trauma para perineum atau
genitalia, (3) gangguan neurogen (pada saat menjalani anestesi regional atau pada
penderita paraplegia), (4) penyakit keganasan, (5) pemakaian obat-obatan tertentu
(alkohol, psikotropika, dan antihipertensi), dan (6) pasca injeksi intrakavernosa dengan
zat vasoaktif.

Klasifikasi

Ereksi penis yang berkepanjangan pada priapismus dapat terjadi karena (1)
gangguan mekanisme outflow (veno-oklusi) sehingga darah tidak dapat keluar dari
jaringan erektil, atau (2) adanya peningkatan inflow aliran darah arterial yang masuk ke
jaringan erektil. Oleh karena itu secara hemodinamik, priapismus dibedakan menjadi (1)
priapismus tipe veno oklusi atau low-flow dan (2) priapismus tipe arterial atau high flow.
Kedua jenis itu dapat dibedakan dengan memperhatikan gambaran klinis, laboratorium,
dan pemeriksaan pencitraan ultrasonografi color doppler dan arteriografi.
Priapismus jenis iskemik ditandai dengan adanya iskemia atau anoksia pada otot
polos kavernosa. Semakin lama ereksi, iskemia semakin berat, dan setelah 3-4 jam, ereksi
dirasakan sangat sakit. Setelah 12 jam terjadi edema interstitial dan kerusakan endotelium
sinusoid. Nekrosis otot polos kavernosa terjadi setelah 24-48 jam. Setelah lebih dari 48
jam terjadi pembekuan darah dalam kavernosa dan terjadi destruksi endotel sehingga
jaringan-jaringan trabekel kehilangan daya elastisitasnya.

Jika tidak diterapi, detumesensi terjadi setelah 2-4 minggu dan otot polos yang
mengalami nekrosis diganti oleh jaringan fibrosa sehingga kehilangan kemampuan
untuk mempertahankan ereksi maksimal.

Priapismus jenis non-iskemia banyak terjadi setelah mengalami suatu trauma pada
daerah perineum atau setelah operasi rekonstruksi arteri pada disfungsi ereksi.
Prognosisnya lebih baik daripada jenis iskemik dan ereksi dapat kembali seperti
sediakala.

Perbedaan Priapismus Iskemik dan Non Iskemik


Low flow (statik/iskemik) High flow (non iskemik)
Onset Pada saat tidur Setelah trauma
Nyeri Mula-mula ringan menjadi Rinagn sampai sedang
sangat nyeri
Ketegangan Penis Sangat tegang Tidak terlalu tegang
Darah Kavernosa
Warna Hitam Merah
pO2 < 30 mm Hg > 50 mm Hg
pCO2 > 80 mm Hg < 50 mm Hg
pH < 7,25 > 7,5
Color Doppler Tidak ada aliran Ada aliran, dan fistula
Arteriografi Pembuluh darah utuh Malformasi arterio-vena

Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan yang teliti diharapkan dapat mengungkapkan etiologi
priapismus. Pada pemeriksaan lokat didapatkan batang penis yang tegang tanpa diikuti oleh
ketegangan pada glans penis. USG Doppler yang dapat mendeteksi adanya pulsasi arteri
kavernosa dan analisis gas darah yang diambil intrakavernosa dapat membedakan priapismus
jenis ischemic atau non-ischemic.

Terapi

Pada prinsipnya terapi priapismus adalah secepatnya mengembalikan aliran darah pada
korpora kavernosa yang dicapai dengan cara medikamentosa maupun operatif. Sebelum tindakan
yang agresif, pasien diminta untuk melakukan latihan dengan melompat-lompat dengan harapan
terjadi diversi aliran darah yang dari kavernosa ke otot gluteus. Pemberian kompres simpatik
sehingga memperbaiki aliran darah kavernosa. Selain itu pemberian hidrasi yang baik dan
anestesi regional pada beberapa kasus dapat menolong. Jika tindakan di atas tidak berhasil
mungkin membutuhkan aspirasi, irigasi, atau operasi.
Aspirasi, dan Irigasi Intrakavernosa.
Aspirasi darah kavernosa diindikasikan pada priapismus non iskemik atau priapismus
iskemik yang masih baru saja terjadi. Priapismus iskemik derajat berat yang sudah terjadi
beberapa hari tidak memberikan respon terhadap aspirasi dan irigasi obat ke dalam
intrakavernosa; untuk itu perlu tindakan operasi.

Aspirasi dikerjakan dengan memakai jarum scalp vein no 21. Aspirasi sebanyak 10-20 ml
darah intrakavernosa, kemudian dilakukan instilasi 10-20 µg epinefrin atau 100-200 µg
fenilefrin yang dilarutkan dalam 1 ml larutan garam fisiologis setiap 5 menit hingga perlu
mengalami detumensensi. Jika dilakukan sebelum 24 jam setelah serangan, hampir semua
kasus dapat sembuh dengan cara ini. Selain obat-obatan tersebut, dapat pula dipakai
instilasi streptokinase pada priapismus yang telah berlangsung 14 hari yang sebelumnya
telah gagal dengan instilasi α adrenergik.

 Jalan pintas (shunting) keluar dari korpora kavernosa.


Tindakan ini harus difikirkan terutama pada priapismus veno-oklusi atau yang gagal
setelah terapi medikamentosa. Hal ini untuk mencegah timbulnya sindroma
kompartemen yang dapat menekan arteria kavernosa dan berakibat iskemia korpora
kavernosa.

Beberapa tindakan pintas itu adalah : (1) shunting korpora-glanular, (2) shunting
korpora-spongiosum, yaitu dengan membuat jendela yang menghubungkan korpus
spongiosum dengan korpus kavernosum penis, dan (3) shunting safeno-kavernosum
dengan membuat anastomosis antara korpus kavernosum dengan vena safena.

VI. Peyroni
Definisi
Peyakit peyroni adalahdidapatkannya plaque atau indurasi pada tunika
albuginea korpus kavernosum penis sehingga menyebabkan terjadinya
angulasi(pembengkokan) batang penis pada saat ereksi.

Gambaran klinis
Pasien mengeluh nyeri dan terjadi angulasi(penis bengkok)pada saat
ereksi,sdangkan pada saat tidak ereksi nyeri menghilang .Akibat nyeri dan angulasi
ini kemampuan penitrasi ke dalam vagina menjadi berkurang.Pada pemeriksaan
teraba jaringan keras tunggal ataupun berupa plak multiple pada tunika albuginea.

Etiologi
Penyebab yang pasti dari penyakit ini masih belum diketahui,tetapi secara
histopatologi plak itu mirip dengan vaskulitis pada kontraktur.Dupuytren yang di
sebabkan oleh reaksi imunologik.Hasil anamnesis pasien peyroni pernah mengalami
trauma pada penis.

Terapi
Konservatif.Tanpa terapi 50% penyakit ini dapat mengalami remisi spontan
setelah observasi selama 1 tahun.Dapat di coba cengan pemberian tamoxifen 20 mg dua
kali sehari selama 6 minggu.Jika menunjukan respon yang baik,pengobatan di lanjutkan
sampai 6 bulan.Untuk mencegah aktivitas fibroblas dapat di cegah dengan peberian
colchicine atau verapamil.Nyeri yang berkepanjangan dapt di kurangi dengan
memberikan vitamin E 200 mg tiga kali sehari.Pemberian potasium aminobenzoat tidak
menyenangkan karena menimbulakan efek samping.
Indikasi operasi pada penyakit peyroni adalah deformitas penis yang mengganggu
senggema atau disfungsi ereksi akibat peyroni.Operasi dilakukan setelah penyakit telah
stabil dan matang ,antara lain sudah tidak nyeri saat ereksi dan kurvatura atau deformitas
penis saat ereksi sudah menetap atau stabil.
VII. ENURESIS
Enuresis Nocturnal
• Enuresis adalah pengeluaran air kemih yang tidak disadari pada seseorang yang yang
pada saat itu pengendalian kandung kemih diharapkan sudah tercapai.
• Enuresis nocturnal (sleep wetting/bedwetting) adalah enuresis di malam hari.
• Kriteria enuresis nocturnal  enuresis pada malam hari menetap lebih dari dua kali
dalam sebulan pada anak yang berumur di atas 5 tahun.
• Lebih sering terjadi anak laki-laki dan kejadiannya sekitar 80%.
• Menurut awal terjadinya enuresis dibagi menjadi:
a. Enuresis primer  terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada periode normal dalam
pengontrolan air kemih
b. Enuresis sekunder  setelah 6 bulan dari periode setelah kontrol pengosongan air kemih
sudah normal.
• Kemampuan mengendalkan kandung kemih biasanya tercapai pada umur 1-5 tahun.
Seorang anak baru dapat dikatakan enuretik, bila enuresis menetap dan paling sedikit satu
kali perminggu pada umur diatas 5 tahun untuk anak perempuan dan antara 6-10 tahun untuk
anak laki-laki.

Epidemiologi
15-20 % anak berumur 5 tahun
7% anak berumur 10 tahun
1-2 % anak berumur 15 tahun
Sampai umur 11 tahun, enuresis lebih sering terjadi pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1
dan setelah umur tersebut, perbandingan antara peremouan hampir sama atau lebih tinggi pada
anak perempuan.
Enuresis lebih sering terjadi pada anak:
1) golongan sosio-ekonomi rendah
2) anak yang pernah menderita hambatan sosial atau psikologis dalam periode
perkembangan antara umur 2-4 tahun pertama kehidupan
3) latar pendidikan orang tua rendah
4) toilet taining tidak adekuat
5) anak pertama

Etiologi
Enuresis nocturnal disebabkan oleh:
1) Keterlambatan dalam pematangan neurofisiologi
- berhubungan dengan faktor genetik
- pemeriksaan dengan EEG tampak adanya peningkatan disritmia serebral
2) Keterlambatan perkembangan kandung kemih
- disebabkan karena kurangnya latihan pola buang air kemih yang baik
- sering terjadi pada golongan masyarakat sosio-ekonomi yang buruk, jumlah
anggota keluarga yang besar, broken home, dan stres lingkungan.
3) Gangguan pola tidur
- enuresis sering terjadi pada tidur yang dalam atau saat transisi dari pola tidur
berikutnya
- penelitian lain: enuresis dapat terjadi pada setiap tingkat dari tidur
4) Psikologi
- enuresis primer disebabkan oleh adanya faktor stres selama periode
perkembangan antara umur 2-4 tahun.
- Presipitasi enuresis: pemisahan dari keluarga, kematian orang tua, kelahiran
saudara kandung, pindah rumah, pertengkaran orang tua, dan child abuse.
- Enuresis yang disebabkan oleh stres biasanya intermiten dan sementara,
sedangkan enuresis yang terus menerus biasanya toilet training yang kurang adekuat.
- Enuresis preimer biasanya terjadi pada anak-anak yang berlatar belakang
psikoneurosis dan jarang terjadi pada anak yang normal. Kadang-kadang enuresis dan
enkopresis dapat menimbulkan kelainan emosional, sebaliknya pada anak yang
mempunyai gangguan emosional dapat timbul enuresis.
5) Gangguan urodinamik
- kapasitas kandung kemih kecil dan tidak ada penghambat kontraksi
- enuresis diduga akibat kurangnya inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak
adanya koordinasi antara otot detrusor dan otot sfingter
6) Penyakit organik pada traktus urinarius
a) Saluran genitourinarius.
Berdasarkan penelitian ahli urologi dengan melakukan pemeriksaan MSU, PIV, USG,
99% enuresis nokturnal tidak ditemukan kelainan anatomi, tetapi gangguan urodinamik,
seperti: kapasitas kandung kemih yang kurang dan tidak sinergisnya kerja otot detrusor
dengan otot sfingter.
b) Infeksi
- penelitian menunjukkan 45% perempuan dengan bakteriuria timbul enuresis.
Penelitian lain mengatakan bahwa 15% anak sekolah dengan bakteriuri asimtomatis
mengalami enuresis
- sering basahnya perineum merupakan predisposisi terjadinya infeksi
- suatu penelitian menunjukkan bahwa dengan mengobati infeksi saluran kemih
dapat menyembuhkan sekitar sepertiga kasus enuresis.
c) Faktor lain
Kelainan di daerah lumbosakral mielomeningokel dapat menyebabkan enuresis. Selain
itu alergi berbagai macam makanan mungkin dapat menyebabkan enuresis.
7) Abnormalitas sekresi dari ritme cicardian dalam sekresi hormon antidiuretik (ADH) yang
meningkat pada malam hari. Volume urin yang tinggi pada malam hari menyebabkan
enuresis.

Diagnosis
1) Anamnesis:
- tentukan tipe dan berat enuresis
- tanyakan sejak kapan mengompol dan waktu terjadinya mengompol (siang atau
malam)
- apakah sedang tidur atau dalam keadaan bangun
- ditanyakan riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya
- keadaan psikososial anak
- keadaan keluarga
- riwayat enuresis pada orang tua atau saudaranya
- apakah penderita pernah mengalami konstipasi atau enkopresis
2) Pemeriksaan Fisik
- Tidak ditemukan kelainan
- Pemeriksaan daerah abdomen dan genital harus lebih teliti
- Diperiksa refleks perifer, sensasi perineal (refleks kremaster dan refleks anal) dan
tonus anal, cara berjalan dan tulang belakang apakah terdapat kelainan pada medula
spinalis.
3) Pemeriksaan Penunjang  pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan analisis air kemih, berat jenis air kemih, biakan urin, ureum,
kreatinin.
- Pada permiksaan anak dengan enuresis harus bisa dibedakan apakah hal ini
karena infeksi saluran kemih, ureter ektopik, gangguan fungsi kandung kemih atau
kelainan anatomi kandung kemih.

Diagnosis Banding
a. Infeksi Saluran Kemih
- Dapat menyebabkan enuresis terutam enuresis sekunder
- Biasanya terjadi urgensi enuresis, sering miksi dan disuria. Dengan melakukan
urinalisis dan biakan urin dapat ditegakkan ada atau tidaknya infeksi saluan kemih
b. Kelainan Kongenital Saluran Kemih
- Ureter ektopik  ureter yang bermuara di urethra, vagina, atau intraitus vagina.
Biasanya terjadi gejala air kemih yang menetes terus menerus dan tidak pernah kering.
Kadang-kadang tetesan air kemih berhenti pada waktu tidur, hal ini mungkin karena
penderita dalam posisi horisontal. Keadaan ini ditegakkan dengan urogram
c. Nefropati Obstruktif
Akibat kerusakan katub uretra posterior. Kelainan ini menimbulkan gejala air kemih yang
menetes, urgensi enuresis, dan inkontinensia psikogenik. Gejala yang timbul tergantung dari
tingkat obstruksi, umur anak, dan adanya infeksi saluran kemih. Pada pemeriksaan palpasi
dapat teraba kandung kemih yang besar dan kelainan ini dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan sistografi.
d. Kandung Kemih Neurogenik
Keluhan yang timbul sama dengan yang diatas. Keadaan ini disertai adanya defek pada tlang
belakang, tapi kadang-kadang tanpa gejala neurologi lainnya. Kelainan ini ditegakkan dengan
sistografi.
e. Kandung Kemih Disinergik
Kelainan ini mengakibatkan daytime incontinence, miksi yang frekuen, dan infeksi saluran
kemih yang berulang. Kelainan neurofisiologi pola miksi dapat ditunjukkan dengan
pemeriksaan urodinamik.

Bagan Evaluasi Enuresis

Penatalaksanaan
Pengobatan dilihat secara individual dengan melihat beberapa hal, antara lain: attitude
(sikap) anak dan orang tua, keadaan sosial ekonomi, lingkungan rumah, motivasi yang sesuai
oleh anggota keluarga, dan pihak orang tua tidak mempertimbangkan pengobatan dengan obat-
obatan sebagai pilihan pertama dengan program pengobatan enuresis anaknya.
Cara penatalaksanaan enuresis:
a. Nonfarmakologik
1) Latihan menahan miksi
Tujuan: untuk memperbesar kapasitas kandung kemih, agar waktu antara miksi
menjadi lebih lama sehingga dapat mengurangi enuresis.
Dengan menahan miksi secara sadar akan menghambat kontraksi kandung kemih
dan memperbesar kapasitas kandung kemih. Namun, latihan ini memerlukan waktu yang
lama.
2) Memberikan motivasi
Penjelasan mengenai penyebab dan prognosis enuresis serta menerangkan bahwa
keadaan ini bukan kesalahan anak dan dorongan emosional dari orang tua akan
menentramkan hati anak sehingga hubungan dengan orang tuanya lebih erat 
diharapkan timbul tanggung jawab anak terhadap usaha yang diberikan oleh dokter dan
orang tuanya. Setelah orang tua dan anaknya mengerti tentang masalah enuresis seperti:
mengurangi minum pada malam hari, membangunkan anak pada malam hari untuk miksi
di kamar mandi dan memberikan pujian atau penghargaan kalau anaknya tidak
mengompol. Ternyata dengan cara ini banyak yang berhasil mengurangi dan
menghentikan mengompol serta akan lebih efektif bila digabungkan dengan bell and pad.
3) Mengubah kebiasaan
Bell and pad  beberapa tetes pertama air kemih akan menyebabkan alarm
berbunyi dan anak terbangun dari tidurnya dan menyelesaikan miksinya di kamar mandi.
Percobaan klinik menunjukkan bahwa pengobatan ini mungkin lebih efektif bila anak
mengubah pola tidurnya dan dapat memasang kembali alarmnya sendiri. Dengan bangun
tidur berulang-ulang selama beberapa hari atau beberapa minggu anak dilatih untuk
bangun tidur sebelum kencing dimulai.
Selanjutnya alarm distel dalam waktu yang lebih lama dan akhirnya rangsangan
alarm dihentikan. Pengobatan dengan cara ini membutuhkan waktu yang lebih lama.
Keberhasilan dengan alarm ini mencapai 75% dari semua penderita. Bila dalam 2-3 tahap
tidak memberikan hasil, pengobatan dapat digabung dengan pemberian imipramin dan
biasanya memberikan hasi yang baik.

b. Farmakologik
1) Anti Depresan
Misalnya, imipramin (Tofranil)  memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan plasebo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40-60% dari anak yang
menggunakan imipramin berhenti enuresis maupun frekuensi mengompolnya berkurang
Efek: diduga sebagai anti depresan, anti kolinergik dan mengubah mekanisme
tidur. Yang berperan dalam pengobatan enuresis adalah efek anti kolinergik dan
antispasmodik yang menyerupai simpatomimetik terhadap kandung kemih
Efek samping: insomnia, kecemasan, perubahan kepribadian. Jika dosis yang
berlebihan dapat mengakibatkan keracunan dan biasanya berakibat fatal, seperti:
gangguan irama jantung, gangguan hantaran jantung, hipotensi dan kejang.
2) Desmopresin
Desmopresin merupakan vasopresin sintesis, sehingga sering disebut sebagai
DDAVP (1-desamino-8-D-arginine vasopresin) dan analog dengan arginine vasopresin
(AVP). Obat ini diberikan intranasal waktu tidur dan hasilnya cukup efektif untuk
menghentikan mengompol secara lengkap atau mengurangi mengompol.
Mekanisme kerja: mengurangi produksi air kemih. Efek samping: hiponatremia
akibat retensi air. Oleh karena itu, obat ini hanya dipakai untuk anak-anak yang
mengalami stress dan gagal dengan cara pengobatan lainnya.
3) Anti Kolinergik
Oxybutinin (Ditropan) dan obat antikolinergik  untuk menurunkan dan
menghilangkan efek kontraksi kandung kemih. Obat ini berhubungan dengan enuresis
yang diakibatkan adanya proses aninhibisi kontraksi dari kandung kemih.
Efek samping: kering pada mulut, merah pada muka, jarang terjadi hiperpireksi.
Bila melebihi dosis yang dianjurkan sering menimbulkan gangguan penglihatan

Pilihan penanganan enuresis di tiap negara dan institusi beragam dan hasil
pengobatannya bervariasi, namun semua sepakat bahwa enuresis perlu ditangani dengan seksama
dan dokter diharapkan memiliki peranan dominan disamping orang tua dan guru sekolah. Bila
diyakini bahwa tidak ada kelainan fisik yang mendasari timbulnya enuresis, anak perlu
diyakinkan bahwa tidak ada masalah pelik, semua dapat ditangani. Ada petunjuk yang dapat
dipakai secara umum, antara lain:
1) Jangan menghukum anak
2) Beri pujian/penghargaan pada setiap keberhasilan bebas mengompol
3) Jangan melarang anak minum sehabis makan malam
4) Berikan lampu/penerangan yang cukup agar anak dapat pergi sendiri untuk berkemih
pada malam hari
5) Kadang-kadang anak perlu diberi popok atau diaper pada malam hari
6) Pastikan anak sudah bersih/mandi sebelum berangkat ke sekolah

Prognosis
Enuresis yang tidak diobati akan sembuh spontan antara 10-20% pertahun. Penyembuhan
spontan pada umumnya terjadi bila orang tua dan anaknya mau menunggu. Penelitian pada anak
dengan enuresis nokturnal yang tidak diobati, menunjukkan penyembuhan spontan dengan
bertambahnya umur yaitu 14% sembuh spontan pertahun pada umur 5-9 tahun dan 16% pada
umur 10-19 tahun. Lima puluh persen penderita enuresis sembuh tanpa pengobatan spesifik
dalam 4 tahun.

2. Enuresis diurnal
1. Definisii

- Enuresis diurnal adalah kelurnya kencing yang tak disadari yang biasa terjadi pada siang
hari.

2. Etiologi

a. Keterlambatan pematangan neurofisiologi

 Dapat berhubungan dengan fac.genetic

 Tetapi bila tidak ada riwayat keluarga  15% anak yang mengalami enuresis.
b. Keterlambatan perkembangan.

 Menyebabkan anak menjadi enuresis bukan disebabkan gangguan


pematangan system neurologis tapi kurangnnya latihan pola buang air kemih
yang baik.

 Biasa terjadi pada golongan sosio ekonomi buruk, broken home, stress
lingkungan.

c. Hormone antidiuretik.

 Hubungan antara variasi normal dari circardian dalam sekresi hormone


ADH yang meningkat pada malam hari.

d. Factor urodinamik.

 Kapasitas kandung kemih yang kecil dan tidak adanya penghambatan


kontraksi.

 Diduga akibat inhibitor kontraksi kandung kemih dan tidak adanya koordinasi
antara otot detrusor dan otot sfingter.

e. Factor psikologis

 Adannya factor stress slama periode perkembangan antara umur 2-3 tahun

 Biasanaya intermiten.

 Enuresis primer  biasanya pada anak anak yang mempunyai latar belakang
psikoneurosis.

f. Factor organic
• Saluran genitourinarius

 1% tidak ditemukan kelainan anatomi

 Enuresiss diurnal biasanya karena gangguan urodinamik, sama halnya pada


nocturnal. Misalnya seperti : kapasitas kandung kemih.

• Infeksi

 Dicurigai adanay infeksi saluran kemih.

 455 perempuan dengan adanya bakteriuria, akan timbul enuresis.

• Factor lain

 Kelainan daerah lumbosavral mielomenigekel  menyebabkan enuresis.


Alergi juga dapat menyebabkan enuresis.

3. Diagnosa

- Lakukan anamnesis  menentukan tipe dan beratnya terjadinya mengompol, waktu


terjadinya (siang atau malam) dan mengompolnya sedang tidur atau sedang makan. Pada
penderita urgensi enuresis ditanyakan pancaran dari kencing, apakah intermiten atau terus
menerus, kemudian tanyakan riwayat infeksi saluran kemih.

- Pemeriksaan fisik  pemeriksaan abdomen dan alat genital. Selain itu dilihat reflek
perifer, sensasi perinel, dan tonus anal.

- Pemeriksaan laboratorium  untuk mengevaluasi enuresis seperti pemeriksaan analisis


air kemih, berat jenis air kemih.

4. Terapi

a. Non-farmakologis
1. Latihan menahan miksi  agar kapasitar kandung kemih besar, sehingga waktu
anatar miksi menjadi lama dan dapat mengurangi enuresis.

2. Memberikan motivasi  berikan dorongan emosional dari orangtua,akan


menentramkan hati sianak. Penelitian, lebih efektif bila digabungkan dengan bell
pad.

b. Farmakologis

a. Anti depresan

-Untuk mengobati enuresis, misalnya imipramin (tofranil).


-Efeknya sebagai anti depresan, anti kolinergik, dan mengubah mekanisme tidur.
-Yang lebih berperan adalah efek antikolinergik dan anti spasmodic yang
menyerupai efek simpatomimetik terhadap vesica urinary.

b. Desmopresis

-merupakan vasopressin sintesis, sehingga disebut sebagai DDAVP yang analog


dengan arginin vasopressin
-obat ini diberikan intranasal, untuk mengehtikan mengompol atau mengurangi
mengompol.
-mekanisme kerjanya  mengurangi kerja vesica urinary  sehingga efek
samping pemakaiannya adalah hiponatremi akibat retensi air
-biasa dipakai untuk anak stress dan gagal dengan pengobatan lainnya

c. Antikolinergik.

-oxybutinin (ditropan) dan anti kolinergik untuk menurunkan atau menghilangkan


efek kontraksi kandung kemih. Obat ini berhubungan dengan enuresis yang
diakibatkan adanya proses inhibisi kontraksi dari vesica urinaria.

You might also like