You are on page 1of 12

Tugas belajar dan pembelajaran

HAKIKAT MENGAJAR

Oleh :

Nama : Tihana

Nim : 081304059

Kelas : A

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2010
HAKIKAT MENGAJAR

A. Tinjauan Historis
System pendidikan yang modern sekarang, kalau ditelusuri dalam
sejarah tampak bahwa prinsip-prinsip yang biasa dibanggakan itu telah
dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidik jauh sebelumnya. Survey sejarah
yang menunjukkan bahwa lima abad sebelum masehi, Socrates (470-399
S.M) telah mengemukakan konsep pendekatan penyelidikan dan pendekatan
penemuan.

Plato (427-347 S.M) menyatakan “hindarkanlah paksaan dalam


pendidikan dan antar;ah pelajaran anak-anak itu kedalam bentuk permainan.
Pengetahuan tak dapat ditanamkan secara mekanik, belajar harus didasarkan
pada keinginan anak itu sendiri untuk belajar. Francois Rabeleis (1483-1553)
mengecam kurikulum yang tidak relevan ketika itu dan menganjurkan
kebebasan pribadi bagi siswa. Michaele de Montaigne (1533-1592)
mengecam kekerasan dan metode-metode yang suka menonjolkan sifat
keilmuan pendidikan prancis, ia menganjurkan pengajaran individual belajar
dengan praktek dan bermain.

Johan Amos Comenius (1592-1670) menekankan betapa pentingnya


pengalaman praktis dan integrasi mata-mata pelajaran. Ia juga mendesak agar
dicari penyajian pelajaran yang didalamnya guru mengajar lebih sedikit dan
murid belajar lebih banyak.

John Locke (1632-1704) memandang anak sebagai kertas putih


dengan menekankan betapa perlunya pengalaman penginderaan. Jean Jacques
Rousseau (1712-1778) mengemukakan pendapatnya mengenai pendidikan
anak laki-laki. Ia mengnjurkan agar anak-anak dibiarkan berkembang secara
alamiah, bebas dari penekanan. Johan Heinrich Pestalozzi (1746-1827)
mmmenekankan bahwa pengalaman sensoris anak merupakan dasar
pengetahuan dan menyarankan agar anak-anak bereksperimen dengan objek-
objek nyata sebelum mereka dapat membentuk ide-ide abstrak.

Pada abad ke-18 dua tokoh pendidikan berbangsa jerman, Johan


Friedrich Herbart (1776-1841) dan Friedrich Froebel (1782-1852) telah
membantu meletakkan dasar-dasar pembaharuan pendidikan. Herbart
mengungkapkan pendapatnya bahwa segala kecakapan manusia ditentukan
oleh jelas tidaknya tanggapan-tanggapan yang terdapat dalam jiwa. Herbart
memandang bahwa tidak semua pengetahuan menimbulkan kemauan belajar,
oleh sebab itu disusunlah langkah-langkah pemberian pelajaran yang disebut
“Tangga Formal”, dengan susunan sebagai berikut :
1. Anlisis : dari tanggapan murid-murid ditimbulkan appersepsi yang
ditujukan kepada suatu yang baru.
2. Sintesis : sesuatu itu diragakan dan diceritakan lalu diperdalam pengertian
tentang hal itu.
3. Asosiasi : yang baru dihubungkan dengan yang lama kemudian ditetapkan
hal-hal yang umum serta pengertian-pengertiannya.
4. System : pengertian-pengertian yang beraturan disatukan menjadi
pengetahuan.
5. Metode : diberikan latihan tentang hal-hal yang baru agar dapat
dipergunakan oleh murid-murid.

Froebel memandang permainan sebagai suatu saluran untuk


memperkenalkan dunia kepada anak-anak. Dengan permainan pendidik dapa
memberikan bimbingan keppada peserta didik tentang kehidupan yang
sebenarnya. Leo Tolstoy (1828-1910) mendasarkan pandangannya menurut
pengalamannya sendiri dalam mengorganisasikan sekolah bagi budak-budak.
Dalam konsep pendidikannya ia mendesak agar dipertimbangkan kebutuhan
dan minat anak-anak dalam berlatih bertanggungjawab.
Pada awal abad ke-20 banyak pendidikan merupakan ekspresi dari
gerakan pendidikan progresif, salah seorang pendidik yang namanya
termasyur adalah John Dewey (1850-1952). Ia menekankan bahwa inti
filsafat harus dimulai dari masalah atau keheranan yang menyebabkan orang
terdorong untuk memecahkan masalah sebagai daya penggerak untuk belajar.
Menurut John Dewey, berpikir sebenarnya baru timbul jika seseorang mampu
mengambil keputusan atas dua pilihan yang menyulitkan. Olehnya itu,
sebelum mengambil keputusan ada langkah-langkah yang harus dilalui yaitu :
a. Kita menghadapi suatu kesulitan, kita ragu-ragu, untuk sementara kita
tidak tahu apa yang akan dilakukan
b. Berdasarkan pengalaman, kita teringat akan berbagai kemungkinan untuk
memecahkan kesulitan itu
c. Kita mencoba melaksanakan satu atau labih dari kemungkinan itu
d. Hasilnya menunjukkan kemungkinan-kemungkinan mana yang paling
efektif

Maria Montessori (1896-1952), menggunakan masa peka dan


kebebasan sebagaiprinsip dalam konsep pendidikan. Anak-anak harus bebas
memilih kegiatan-kegiatan dari sejumlah tugas-tugas khusus. Menurut
Montessori adatiga prinsip dasar yaitu :
a. Pekerjaan sekolah harus disesuaikan dengan individu anak
b. Setiap anak harus dapat mengembangkan diri sendiri dengan bebas
c. Alat indra anak perlu dikembangkan
Helen Parkhurst, dalam bukunya “Pendidikan Menurut Rancangan
Dalton” mengemukakan :
1. Pengajaran harus disesuaikan dengan sifat individu dan harus diadakan
perbedaan
2. Hubungan kelas harus lebih longgar tetapi tidak boleh dihilangkan
3. Kerja sendiri harus ditingkatkan
4. Tiap-tiap anak harus melakukan tugas yang dinyatakan dengan jelas
5. Tugas guru lebih bersifat menunjukkan dari pada mengajar
George Kerschensteiner (1854-1932) mengemukakan bahwa sekolah
kerja adalah sekolah yang menganggap pembentukan watak sebagai tugas
utamanya. Watak adalah keadaan jiwa yang tetap, tempat tiap-tiap keinginan
ditentukan oleh asas atau prinsip yamg selalu ada. Watak terbagi atas dua
yaitu :
a. Watak biologis : bertalian dengan kejasmanian, keadaannya tak dapat
didik
b. Watak intelligible : bertalian dengan intelegensi, keadaannya dapat didik
1. Kemauan adalah keinginan atau hasrat terhadap sesuatu yang disadari
dengan pikiran bahwa keinginan atau hasrat pasti akan tercapai dengan
bekerja. Kemauan ada dua macam yaitu :
a. Kemauan pasif yang mengajar kita sabar dan tabah
b. Kemauan aktif yang memberi kita keberanian, semangat berusaha,
inisiatif, perhatian yang tertentu.
2. Kejernihan keputusan
3. Kehalusan perasaan
4. Aufwuhlbarkeit yang dapat diartikan dengan keharuan atau tingkat,
luas dalamnya jiwa kita dikuasai pengamatan dan tanggapan.

Dalam kaitannya dengan watak intelligible, sekolah kerja dapat


digunakan untuk mengembangkan watak, yaitu :
a. Memperkuat kemauan
b. Menjernihkan keputusan
c. Menambah keha;usan perasaan
d. Meningkatkan Aufwuhlbarkeit

Ahli psikologi Jerome Bruner mengarahkan perhatiannya pada


pendidikan dan aktif dalam gerakan pembahruan kurikulum pada tahun 1960-
an. Ia menekankan betapa pentingnya keterlibatan anak di dalam belajar
mereka sendiri, mengakui kegairahan sebagai suatu kegiatan yang
mendorong dan mendesak agar dilakukan pendekatan penemuan. Bruner
menyatakan bahwa anak harus dipandang bukan sebagai objek, tetapi sebagai
subjek; bukan sebagai penonton, tetapi sebagai peserta.

Carl Rogers menyatakan bahwa kualitas hubungan antara guru dan


anak-anak beserta lingkungan kelas merupakan ramuan-ramuan yang
menentukan dalam pendidikan. Rogers menyesalkan adanya kurikulum yang
terikat. Ia menuntut supaya masing-masing kurikulum merupakan pilihan
anak sendiri. Menurut Rogers apa yang dapat diajarkan kepada orang lain
adalah sedikit dampaknya. Pengetahuan yang diperoleh dengan usaha sendiri
adalah lebih berarti.

B. Pengertian Mengajar
Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya
sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Banyak kegiatan
maupun tindakan yang harus dilaksanakan, terutama bila diinginkan hasil
belajar yang lebih baik pada seluruh siswa. Oleh karena itu rumusan
pengertian mengajar tidaklah sederhana. Dalam arti membutuhkan rumusan
yang dapat meliputi seluruh kegiatan dan tindakan dalam perbuatan mengajar
itu sendiri.

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung


jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya  pendidikan pada siswa sangat
bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.
Zamroni (2000:74) mengatakan “guru adalah kreator proses belajar
mengajar”. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi
siswa untuk mengkaji  apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide
dan kreativitasnya  dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara
konsisten. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa orientasi  pengajaran 
dalam  konteks  belajar  mengajar  diarahkan untuk  pengembangan  aktivitas 
siswa  dalam  belajar.
Nasution (1982:8) mengemukakan kegiatan mengajar diartikan
sebagai segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Dengan
demikian proses dan keberhasilan belajar siswa    turut ditentukan oleh peran
yang dibawakan guru selama interaksi proses belajar mengajar berlangsung.
Usman (1994:3) mengemukakan mengajar pada prinsipnya adalah
membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung
pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi
lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran
yang menimbulkan terjadinya proses belajar. Pengertian ini mengandung
makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator
kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan
lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang
menunjang terhadap kegiatan belajar mengajar.

William C. Morse & G. Max Wingo (1962) mengemukakan tiga


macam defenisi mengajar yaitu :
1. Defenisi tradisional
Mengajar adalah proses memberikan kepada pelajar pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan untuk menguasai mata-mata pelajaran
yang telah ditentukan.
2. Defenisi kamus
Mengajar diartikan sebagai menunjukkan bagaimana mengerjakan;
mejadikan mengerti; member instruksi kepada.
3. Defenisi mutakhir
Mengajar adalah system kegiatan untuk membimbing atau
merangsang belajar anak mengerti dan membimbing anak sebagai
individu dan sebagai kelompok dengan maksud terpenuhinya
kelengkapan pengalaman belajar yang memungkinkan setiap anak dapat
berkembang terus secara teratur mencapai kedewasaannya.
Hamalik (2001:44-53) mengemukakan bahwa mengajar dapat
diartikan sebagai :
1. menyampaikan pengetahuan kepada siswa,
2. mewariskan kebudayaan kepada generasi muda
3. usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar
bagi siswa
4. memberikan bimbingan belajar kepada murid
5. kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik,
6. suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-
hari.

Mashuri (1970), selaku menteri pendidikan dan kebudayaan


mendefenisikan mengajar dengan pemberian stimulus atau rangsangan untuk
belajar. Hartwig Schoder (1976) mengartikan mengajar sebagai prosedur
mewariskan pengalaman dengan tujuan menyebabkan belajar berlangsung.
David M. Johnson & Roger T. Johnson (1975) mengartikan belajar dengan
proses pengaturan situasi belajar sedemikian rupa sehingga belajar siswa itu
lancar.

Fox, seorang ahli pendidikan dari Inggris, menemukan bahwa guru-


guru mendefinisikan tujuan mengajar berbeda-beda. Dia mengelompokkan
definisi-definisi itu ke dalam empat kategori, yaitu:

a. Transfer. Dalam model ini, mengajar dilihat sebagai proses pemindahan


pengetahuan (process of transferring knowledge) dari seseorang (guru)
kepada orang lain (siswa). Siswa (anak) dipandang sebagai wadah yang
kosong (empty vessel), dan jika pengetahuan tidak berhasil ditransferkan
masalahnya cenderung dilihat sebagai kesalahan siswa.

b. Shaping. Pengajaran merupakan proses pembentukan siswa pada bentuk-


bentuk yang ditentukan. Di sini siswa diajar keterampilan-keterampilan
dan cara-cara bertingkah laku yang dianggap bermanfaat bagi mereka.
Minat dan motif siswa hanya dianggap penting sepanjang membantu
proses pembentukan tersebut.

c. Travelling. Dalam model ini pengajaran dilihat sebagai pembimbingan


siswa melalui mata pelajaran. Mata pelajaran dipandang sebagai sesuatu
yang menantang dan kadang-kadang sulit untuk dieksplorasi.

d. Growing. Model ini memfokuskan pengajaran pada pengembangan


kecerdasan, fisik, dan emosi siswa. Tugas guru adalah menyediakan situasi
dan pengalaman untuk membantu siswa dalam perkembangan mereka. Ini
merupakan model yang berpusat pada siswa (a child-centred model), di
mana mata pelajaran penting, tidak sebagai tujuan, tetapi sepanjang sesuai
dengan kebutuhan siswa dan berada dalam minat siswa.

Belajar biasanya berlangsung tanpa disadari ataudisengaja sebagai


perubahan perilaku, tetapi proses mengajar sebagaimana lazimnya disadari
dan disengaja untuk menjadikan belajar itu efektif. Karakteristik mengajar
yang penting adalah:
1. Perbuatan yang bertujuan
2. Berorientasi pada belajar

Pada hakikatnya mengajar bertujuan untuk membantu peserta didik


memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk
mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar.
Pembelajaran bukan hanya terbatas pada peristiwa yang dilakukan oleh guru
saja, melainkan mencakup  semua peristiwa yang mempunyai pengaruh
langsung pada proses belajar manusia. Pembelajaran mencakup pula
peristiwa-peristiwa yang dimuat dalam bahan-bahan cetak, gambar, program
radio,  televisi, film,  slide, maupun kombinasi  dari  bahan-bahan  tersebut.
Mengajar selalu dihubungkan dengan tujuan tetapi hal itu dapat juga
berlangsung tanpa sistematik, tanpa rencana, dengan menggunakan cara apa
adanya. Lain halnya dengan instruksional yang dapat diartikan dengan
program pengaturan situasi belajar sedemikian rupa sehingga belajar siswa
dapat berlangsung dengan mudah. Instruksional adalah pengajaran yang
diorganisasikan. Sebagai pengajaran yang diorganisasikan, instruksional
bukan ditentukan secara kebetulan melainkan dengan prosedur yang
direncanakan. Dari segi wawasan struktural, setiap bentuk instruksional
ditentukan oleh tujuan yang telah disusun dan direncanakan oleh isi (materi
pelajaran) yang disampaikan untuk mencapai tujuan dan dengan metode yang
digunakan untuk maksud tersebut.

Pada hakikatnya, mengajar mempunyai banyak makna diantaranya :

1. Mengajar Adalah menyampaikan


Sebagaian Besar dosen , baik secara Eksplisit maupun implicit,
mendefinisikan tugas mengajar adalah menyampaikan materi yang otorial
atau mendemonstrasikan prosedur – prosedur , pengetahuan yang akan
disampaikan kepada mahasiswa pda tingkat ini dipandang sebagai suatu
yang tidak problematic, berlawanan dengan pengetahuan yang dibangun
didalam dunia penelitian dan kajian yang lebih tinggi , seperti S2 atau S3.
Materi Perkuliahan dianggap sebagai sui Generis dan pandangan seperti
ini harus ditanamkan kepada mahasiswa. keberadaan mahasiswa pintar dan
mahasiswa lemah, yang menganggap bahwa kualitas belajar mahasiswa
ditentukan oleh kemampuan dan kepribadian yang tidak bisa diubah
melalui pengajaran.
2. Mengajar adalah megorganisir aktivitas mahasiswa
Diasumsikan bahwa ada seperangkat aturan tertentu yang mungkin
dapat diaplikasikan secara sempurna untuk membuat mereka belajar. Hal
ini yang mungkin tercakupi adalah cara-cara memotivasi mahasiswa
sehingga mereka berada dalam kerangkam psikologis yang benar untuk
belajar materi yang menjemukan; pendekatan reward and punishment yang
sederhana dalam penilaian (“Kalau kamu tidak belajar, kamu tidak lulus”);
tehnik mempromosikan diskusi dikelas dan proses mahasiswa yang
menuntut untuk mengaitkan pengetahuan teoritis dengan pengalaman
mereka, seperti bentuk-bentuk belajar experiensial (experiential learning).
3. Mengajar adalah membuat mahasiswa belajar
Teori berikut ini melihat bahwa mengajar dan belajar sebagai dua
sisi yang tidak terpisahkan dari sebuah koin. Mengajar, mahasiswa, dan
materi yang akan dipelajari terkait satu dengan yang lain oleh sebuah
sistem atau kerangka. Mengajar dipahami sebagai sebuah proses kerjasama
dengan mahasiswa untuk membantu mengubah pemahaman mereka.
Dengan kata lain, mengajar adalah membantu mahasiswa belajar.
Mengajar menyangkut upaya menemukan kesalah pahaman mahasiswa,
mendorong perubahan, dan menciptakan situasi atau konteks belajar yang
dapat mendorong mahasiswa agar secara aktif bergelut dengan materi
perkuliahan. Teori ini sangat peduli dengan materi yang harus dipelajari
oleh mahasiswa dan hubungannya dengan bagaimana seharusnya materi
tersebut diajarkan. Materi yang diajarkan dan masalah mahasiswa yang
dihadapi mahasiswa dalam mempelajari materi tersebut menetukan metode
pengajaran yang akan digunakan.

Berdasarkan definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat


ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah aktivitas kompleks yang
dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga
terjadi proses belajar. Aktivitas kompleks yang dimaksud antara lain adalah:
1. Mengatur kegiatan belajar siswa
2. Memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar
kelas
3. Memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada
siswa.
DAFTAR ISI
Anonim. http://rastodio.com/pendidikan/pengertian-mengajar.html

Anonim.http://20ngajar/mengajarKu/hakikat-belajar-dan-mengajar.html

Sahabuddin. 2007. Mengajar dan Belajar. Makassar : UNM

You might also like