Lagi, tulisan ini disusun untuk diri sendiri dalam rangka mengetahui dasar-dasar ilmiah yang mempengaruhi naik turunnya kadar gula, dan hubungannya dengan kolesterol terutama bagi diabetesi, disini dibahas mengenai kortisol. Pada rangkaian tulisan Diabetes (1) di blog ini, telah disinggung bahwa Stress bekepanjangan dan reaksi emosi (takut, marah, cemas) dapat mengakibatkan berlebihnya sekresi ACTH (Adreno-Cortico-Tropin Hormone) yang dipicu oleh melalui saraf aferen yang menuju hipotalamus. ACTH juga dapat menghancurkan lemak sehingga kadar asam lemak bebas dalam darah akan bertambah. ACTH dapat menyebabkan timbulnya gejala peninggian sekresi hormon korteks adrenal. Selain itu hormon ini dapat pula menyebabkan reaksi hipersensitivitas, mulai dari yang ringan sampai syok dan kematian. (Lihat juga tulisan Kortisol dan Stress dimana Stres memicu glukokortikoid). Glukokortikoid ini menyebabkan naiknya kadar gula darah yang patut dihindari diabetesi. Kortisol adalah golongan glukokortikoid alam yang merupakan kortikosteroid dengan 21 atom karbon dibentuk dari kolesterol di korteks adrenal yang berada di bagian atas ginjal. Dalam proses pembentukan kortikosteroid ini dibutuhkan bermacam-macam enzim. Sebagian besar kolesterol yang digunakan untuk steroidogenesis (pembentukan steroid) berasal dari luar (eksogen). Dalam korteks adrenal, kortikosteroid tidak di simpan sehingga harus disintesis terus menerus. Jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk mempertahankan kebutuhan normal bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan sekresinya. Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar, glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid adalah kortikosteroid yang fungsi utamanya menyimpan glikogen hepar (hati) dan berkhasiat nyata sebagai anti--inflamasi (anti radang). Sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Contoh golongan ini ialah kortisol dan kortison itu tadi, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednison, triamsinolon, betametason dan lain-lain (sebagain obat apotek dengan nama ahiran –son). Fisiologi dan Farmakologi Fungsi fisiologi dan farmakologi kortikosteroid sangat banyak dan beraneka ragam, meliputi pengaruhnya pada : metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan purin; keseimbangan elektrolit dan air; sistem kardiovaskuler, ginjal, otot lurik, susunan saraf, beberapa jaringan dan organ lain. Karena kortikosteroid ini penting untuk kelangsungan hidup organisme, maka dikatakan bahwa korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya : peranan kelenjar ini sangat penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri apabila menghadapi perubahan sekelilingnya yang bersifat konstan. Konsentrasi kortisol dalam darah pada keadaan basal tidak tetap; pada pagi hari jumlahnya paling tinggi sedangkan pada malam hari paling rendah, keadaan ini disebut variasi diurnal. Ada dugaan bahwa ritme diurnal ini, meskipun tidak secara langsung, berhubungan dengan aktivitas dari individu. Pengaruh kortikosteroid terhadap metabolisme dapat terjadi dengan dua cara : (1) Pengaruh langsung pada metabolisme enzim, disebut initiating action misalnya efek kortisol yang dapat meninggikan konsentrasi glikogen hepar. Jumlah glikogen yang disimpan dalam hepar tergantung pada dosis kortisol yang diberikan. (2) Permissive action kortikosteroid memungkinkan zat-zat lain untuk mempengaruhi metabolisme. Misalnya efek kortikosteroid terhadap mobilisasi lemak. Metabolisme Karbohidrat Pengaruh kortikosteroid pada metabolisme karbohidrat antara lain terlihat pada hewan dengan adrenalektomi (kelenjar adrenalnya dibuang). Hewan ini hanya dapat hidup tanpa penurunan kadar glukosa darah dan glikogen hepar, yakni bila diberikan makanan cukup. Bila hewan tersebut dipuasakan sebentar saja, maka penyimpanan karbohidrat berkurang dengan cepat, glikogen hepar dan juga sedikit dari otot akan berkurang, dan timbul hipoglikemia. Hewan tersebut menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Gambaran gangguan metabolisme karbohidrat ini mirip dengan insufisiensi kortikosteroid, misalnya pada penderita Addison. Apabila hewan tanpa adrenal tersebut di atas diberi glukokortikoid, misalnya kortisol, maka metabolisme karbohidrat akan normal kembali: penyimpanan glikogen terutama di hepar bertambah, glukosa darah tetap normal terutama pada keadaan puasa, dan sensitivitas terhadap insulin kembali normal. Peningkatan produksi glukosa pada keadaan ini ternyata diikuti oleh bertambahnya ekskresi nitrogen, hal ini menunjukkan terjadinya perubahan protein menjadi karbohidrat. Perubahan ini dapat menimbulkan gejala seperti penderita DiabeteS pada seseorang yang diberi pengobatan kortikosteroid dosis besar untuk waktu lama. Pada keadaan tersebut, glukosa darah cenderung meninggi, resistensi terhadap insulin meninggi, toleransi terhadap glukosa menurun dan mungkin terjadi glukosuria. Mekanisme bagaimana glukokortikoid ini dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat sebenarnya sangat kompleks; hormon ini dapat menyebabkan glukoneogenesis (pembentukan baru gula) di perifer maupun di hepar. Di perifer steroid ini menyebabkan mobilisasi asam amino dari beberapa jaringan, jadi mempunyai efek katabolik. Efek katabolik inilah yang menyebabkan terjadinya atrofi jaringan limfe, penghancuran jaringan dengan akibat pengecilan masa jaringan otot, pada tulang terjadi osteoporosis (pengurangan matriks protein tulang yang diikuti oleh pengeluaran Ca), penipisan kulit, dan timbulnya keseimbangan nitrogen yang negatif. Asam amino tersebut akan dibawa ke hepar yang kemudian akan digunakan sebagai substrat untuk enzim yang berperanan dalam produksi glukosa dan glikogen. Dalam hepar glukokortikoid merangsang sintesis enzim yang berperanan dalam proses glukoneogenesis dan metabolisme asam amino, antara lain: fosfoenolpiruvat- karboksikinase, fruktosa—1,6—difosfatase, dan glukosa—6—fosfatase, yang mengkatalisis sintesis glukosa. Rangsangan sintesis enzim ini tidak timbul dengan segera, tetapi dibutuhkan waktu beberapa jam. Efek yang lebih cepat timbulnya ialah pengaruh hormon terhadap mitokondria hepar, di mana sintesis piruvat karboksilase sebagai katalisator pembentukan oksaloasetat, dipercepat. Pembentukan oksaloasetat ini merupakan reaksi permulaan sintesis glukosa dari piruvat. Penggunaan glukokortikoid untuk jangka lama dapat menyebabkan peninggian konsentrasi glukagon plasma, yang dapat merangsang glukoneogenesis, keadaan ini dapat merupakan salah satu penyebab bertambahnya sintesis glukosa. Peninggian penyimpanan glikogen di hepar setelah pemberian glukokortikoid, sekarang dianggap sebagai efek sekunder terhadap adanya peninggian insulin plasma yang disebabkan karena bertambahnya glukosa plasma. Metabolisme lemak Pada penggunaan glukokortikoid atau pada penderita Cushing terjadi gangguan distribusi lemak tubuh yang khas. Lemak akan terkumpul secara berlebihan pada depot lemak: leher bagian belakang (buffalo hump), daerah supraklavikula dan juga dimuka (moon face), sebaliknya lemak di daerah ekstremitas akan menghilang. Mekanisme bagaimana hormon ini dapat menyebabkan perubahan distribusi lemak yang abnormal belum diketahui; hanya dari keadaan ini dapat disimpulkan bahwa depot lemak dalam tubuh adalah heterogen dan kepekaan terhadap hormon yang sama pada satu daerah berlainan dengan depot didaerah lain. Kortikosteroid dapat menambah efek obat yang berkhasiat adipokinetik yang menyebabkan lipolisis trigliserida dalam jaringan lemak. Pada keadaan di mana tidak terdapat korteks adrenal, ternyata mobilisasi lemak akan dihambat dari depot lemak di perifer oleh epinefrin, norepinefrin dan hormon pertumbuhan. Ketonemia dan ketonuria yang terjadi akibat pankreatektomi atau pemberian diet tinggi lemak, akan berkurang pada hewan tanpa adrenal. Pada hewan tanpa adrenal ini transpor dan penyimpanan lemak dihepar dihambat. Pemberian ekstrak hipofisis anterior, diet tinggi lemak atau zat yang bersifat hepatotoksik pada hewan tanpa adrenal, menyebabkan infiltrasi lemak yang lebih kecil bila dibandingkan dengan hewan utuh. Gangguan metabolisme lemak pada hewan ini dapat diperbaiki dengan pemberian kortisol dosis kecil. Dalam hal ini steroid tersebut dapat menyebabkan suatu perubahan sedemikian rupa, sehingga zat yang diberikan, misalnya ekstrak hipofisis anterior, dapat melakukan pengaruhnya dengan sempurna. Hal ini merupakan salah satu contoh permissive action kortikosteroid. Susunan Saraf Pusat Kortikosteroid dapat mempengaruhi susunan saraf pusat, baik secara tidak langsung maupun langsung meskipun hal yang terakhir ini belum dapat dipastikan. Pengaruh yang tidak langsung, disebabkan efeknya pada metabolisme karbohidrat, sistem sirkulasi, dan keseimbangan elektrolit. Adanya efek steroid pada susunan saraf pusat ini dapat dilihat dari timbulnya perubahan pada mood, tingkah laku, EEG dan kepekaan otak, pada mereka yang sedang dalam pengobatan dengan kortikosteroid terutama untuk waktu lama, atau juga pada penderita Addison Penderita Addison mungkin dapat menunjukkan gejala apatia, depresi, dan cepat tersinggung; bahkan beberapa menunjukkan gejala psikosis. Gejala tersebut dapat diatasi dengan kortisol, sedangkan desoksikortikosteron tidak efektif. Penderita yang diberikan pengobatan glukokortikoid untuk waktu lama dapat memperlihatkan serangkaian reaksi yang berbeda-beda. Sebagian besar memperlihatkan adanya perbaikan semangat (mood) yang mungkin timbul karena hilangnya gejala penyakit yang sedang diobati; yang lain memperlihatkan keadaan euforia, insomnia, kegelisahan, dan peninggian aktivitas motorik. Kortisol juga dapat menimbulkan depresi. Penderita yang sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa sering memperlihatkan reaksi psikotik. Pada penderita Cushing sering terdapat neurosis dan psikosis. Semua kelainan ini bersifat reversibel. Bila hormon dihentikan atau sindrom diobati secara efektif maka gangguan kelakuan akan hilang. Kelainan EEG yang mungkin timbul juga bersifat reversibel. Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama adalah akibat gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, penderita ulkus peptikum yang mungkin dapat mengalami perdarahan atau perforasi, osteoporosis, miopati yang karakteristik, psikosis, habitus penderita Cushing (antara lain muka rembulan, buffalo hump, deposisi lemak pada daerah supraklavikuler, obesitas sentral, striae, ekimosis akne, dan hirsutisme). Terapi Substitusi Pemberian kortikosteroid bertujuan untuk menambah kekurangan akibat insufisiensi sekresi korteks adrenal, misalnya pada keadaan di bawah ini. Insufisiensi adrenal akut, dengan gejala berat antara lain gangguan saluran cerna, dehidrasi, kelemahan dan hipotensi. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh kelainan pada adrenalnya atau oleh penghentian pengobatan kortikosteroid dosis besar yang tiba-tiba. Penderita membutuhkan air, natrium, klorida, glukosa, kortisol serta pengobatan pencegahan, karena penderita ini menjadi sangat sensitif terhadap infeksi, trauma, dan perdarahan.