You are on page 1of 4

KORTIKOSTEROID DAN KORTISOL (2)

18/10/2009 pada 00:37 (Kesehatan)


Lagi, tulisan ini disusun untuk diri sendiri dalam rangka mengetahui dasar-dasar ilmiah yang
mempengaruhi naik turunnya kadar gula, dan hubungannya dengan kolesterol terutama bagi
diabetesi, disini dibahas mengenai kortisol. Pada rangkaian tulisan Diabetes (1) di blog ini,
telah disinggung bahwa Stress bekepanjangan dan reaksi emosi (takut, marah, cemas) dapat
mengakibatkan berlebihnya sekresi ACTH (Adreno-Cortico-Tropin Hormone) yang dipicu
oleh melalui saraf aferen yang menuju hipotalamus. ACTH juga dapat menghancurkan
lemak sehingga kadar asam lemak bebas dalam darah akan bertambah. ACTH dapat
menyebabkan timbulnya gejala peninggian sekresi hormon korteks adrenal. Selain itu
hormon ini dapat pula menyebabkan reaksi hipersensitivitas, mulai dari yang ringan sampai
syok dan kematian. (Lihat juga tulisan Kortisol dan Stress dimana Stres memicu
glukokortikoid). Glukokortikoid ini menyebabkan naiknya kadar gula darah yang patut
dihindari diabetesi.
Kortisol adalah golongan glukokortikoid alam yang merupakan kortikosteroid dengan 21
atom karbon dibentuk dari kolesterol di korteks adrenal yang berada di bagian atas ginjal.
Dalam proses pembentukan kortikosteroid ini dibutuhkan bermacam-macam enzim. Sebagian
besar kolesterol yang digunakan untuk steroidogenesis (pembentukan steroid) berasal dari
luar (eksogen). Dalam korteks adrenal, kortikosteroid tidak di simpan sehingga harus
disintesis terus menerus. Jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk
mempertahankan kebutuhan normal bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa
menit saja. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan
sekresinya.
Kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar, glukokortikoid dan mineralokortikoid.
Glukokortikoid adalah kortikosteroid yang fungsi utamanya menyimpan glikogen hepar (hati)
dan berkhasiat nyata sebagai anti--inflamasi (anti radang). Sedangkan pengaruhnya pada
keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Contoh golongan ini ialah kortisol
dan kortison itu tadi, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid
sintetik, misalnya prednison, triamsinolon, betametason dan lain-lain (sebagain obat
apotek dengan nama ahiran –son).
Fisiologi dan Farmakologi
Fungsi fisiologi dan farmakologi kortikosteroid sangat banyak dan beraneka ragam, meliputi
pengaruhnya pada : metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan purin; keseimbangan
elektrolit dan air; sistem kardiovaskuler, ginjal, otot lurik, susunan saraf, beberapa jaringan
dan organ lain. Karena kortikosteroid ini penting untuk kelangsungan hidup organisme, maka
dikatakan bahwa korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya : peranan kelenjar ini
sangat penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri apabila menghadapi
perubahan sekelilingnya yang bersifat konstan.
Konsentrasi kortisol dalam darah pada keadaan basal tidak tetap; pada pagi hari jumlahnya
paling tinggi sedangkan pada malam hari paling rendah, keadaan ini disebut variasi diurnal.
Ada dugaan bahwa ritme diurnal ini, meskipun tidak secara langsung, berhubungan dengan
aktivitas dari individu.
Pengaruh kortikosteroid terhadap metabolisme dapat terjadi dengan dua cara : (1) Pengaruh
langsung pada metabolisme enzim, disebut initiating action misalnya efek kortisol yang dapat
meninggikan konsentrasi glikogen hepar. Jumlah glikogen yang disimpan dalam hepar
tergantung pada dosis kortisol yang diberikan. (2) Permissive action kortikosteroid
memungkinkan zat-zat lain untuk mempengaruhi metabolisme. Misalnya efek kortikosteroid
terhadap mobilisasi lemak.
Metabolisme Karbohidrat
Pengaruh kortikosteroid pada metabolisme karbohidrat antara lain terlihat pada hewan
dengan adrenalektomi (kelenjar adrenalnya dibuang). Hewan ini hanya dapat hidup tanpa
penurunan kadar glukosa darah dan glikogen hepar, yakni bila diberikan makanan cukup.
Bila hewan tersebut dipuasakan sebentar saja, maka penyimpanan karbohidrat berkurang
dengan cepat, glikogen hepar dan juga sedikit dari otot akan berkurang, dan timbul
hipoglikemia. Hewan tersebut menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Gambaran gangguan
metabolisme karbohidrat ini mirip dengan insufisiensi kortikosteroid, misalnya pada
penderita Addison. Apabila hewan tanpa adrenal tersebut di atas diberi glukokortikoid,
misalnya kortisol, maka metabolisme karbohidrat akan normal kembali: penyimpanan
glikogen terutama di hepar bertambah, glukosa darah tetap normal terutama pada keadaan
puasa, dan sensitivitas terhadap insulin kembali normal. Peningkatan produksi glukosa pada
keadaan ini ternyata diikuti oleh bertambahnya ekskresi nitrogen, hal ini menunjukkan
terjadinya perubahan protein menjadi karbohidrat. Perubahan ini dapat menimbulkan gejala
seperti penderita DiabeteS pada seseorang yang diberi pengobatan kortikosteroid dosis
besar untuk waktu lama. Pada keadaan tersebut, glukosa darah cenderung meninggi,
resistensi terhadap insulin meninggi, toleransi terhadap glukosa menurun dan mungkin
terjadi glukosuria.
Mekanisme bagaimana glukokortikoid ini dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat
sebenarnya sangat kompleks; hormon ini dapat menyebabkan glukoneogenesis
(pembentukan baru gula) di perifer maupun di hepar. Di perifer steroid ini menyebabkan
mobilisasi asam amino dari beberapa jaringan, jadi mempunyai efek katabolik. Efek
katabolik inilah yang menyebabkan terjadinya atrofi jaringan limfe, penghancuran jaringan
dengan akibat pengecilan masa jaringan otot, pada tulang terjadi osteoporosis
(pengurangan matriks protein tulang yang diikuti oleh pengeluaran Ca), penipisan kulit, dan
timbulnya keseimbangan nitrogen yang negatif. Asam amino tersebut akan dibawa ke hepar
yang kemudian akan digunakan sebagai substrat untuk enzim yang berperanan dalam
produksi glukosa dan glikogen.
Dalam hepar glukokortikoid merangsang sintesis enzim yang berperanan dalam proses
glukoneogenesis dan metabolisme asam amino, antara lain: fosfoenolpiruvat-
karboksikinase, fruktosa—1,6—difosfatase, dan glukosa—6—fosfatase, yang mengkatalisis
sintesis glukosa. Rangsangan sintesis enzim ini tidak timbul dengan segera, tetapi dibutuhkan
waktu beberapa jam. Efek yang lebih cepat timbulnya ialah pengaruh hormon terhadap
mitokondria hepar, di mana sintesis piruvat karboksilase sebagai katalisator pembentukan
oksaloasetat, dipercepat. Pembentukan oksaloasetat ini merupakan reaksi permulaan sintesis
glukosa dari piruvat.
Penggunaan glukokortikoid untuk jangka lama dapat menyebabkan peninggian konsentrasi
glukagon plasma, yang dapat merangsang glukoneogenesis, keadaan ini dapat merupakan
salah satu penyebab bertambahnya sintesis glukosa. Peninggian penyimpanan glikogen di
hepar setelah pemberian glukokortikoid, sekarang dianggap sebagai efek sekunder terhadap
adanya peninggian insulin plasma yang disebabkan karena bertambahnya glukosa plasma.
Metabolisme lemak
Pada penggunaan glukokortikoid atau pada penderita Cushing terjadi gangguan distribusi
lemak tubuh yang khas. Lemak akan terkumpul secara berlebihan pada depot lemak: leher
bagian belakang (buffalo hump), daerah supraklavikula dan juga dimuka (moon face),
sebaliknya lemak di daerah ekstremitas akan menghilang. Mekanisme bagaimana hormon ini
dapat menyebabkan perubahan distribusi lemak yang abnormal belum diketahui; hanya dari
keadaan ini dapat disimpulkan bahwa depot lemak dalam tubuh adalah heterogen dan
kepekaan terhadap hormon yang sama pada satu daerah berlainan dengan depot didaerah lain.
Kortikosteroid dapat menambah efek obat yang berkhasiat adipokinetik yang menyebabkan
lipolisis trigliserida dalam jaringan lemak. Pada keadaan di mana tidak terdapat korteks
adrenal, ternyata mobilisasi lemak akan dihambat dari depot lemak di perifer oleh epinefrin,
norepinefrin dan hormon pertumbuhan. Ketonemia dan ketonuria yang terjadi akibat
pankreatektomi atau pemberian diet tinggi lemak, akan berkurang pada hewan tanpa adrenal.
Pada hewan tanpa adrenal ini transpor dan penyimpanan lemak dihepar dihambat.
Pemberian ekstrak hipofisis anterior, diet tinggi lemak atau zat yang bersifat hepatotoksik
pada hewan tanpa adrenal, menyebabkan infiltrasi lemak yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan hewan utuh. Gangguan metabolisme lemak pada hewan ini dapat diperbaiki dengan
pemberian kortisol dosis kecil. Dalam hal ini steroid tersebut dapat menyebabkan suatu
perubahan sedemikian rupa, sehingga zat yang diberikan, misalnya ekstrak hipofisis anterior,
dapat melakukan pengaruhnya dengan sempurna. Hal ini merupakan salah satu contoh
permissive action kortikosteroid.
Susunan Saraf Pusat
Kortikosteroid dapat mempengaruhi susunan saraf pusat, baik secara tidak langsung maupun
langsung meskipun hal yang terakhir ini belum dapat dipastikan. Pengaruh yang tidak
langsung, disebabkan efeknya pada metabolisme karbohidrat, sistem sirkulasi, dan
keseimbangan elektrolit. Adanya efek steroid pada susunan saraf pusat ini dapat dilihat dari
timbulnya perubahan pada mood, tingkah laku, EEG dan kepekaan otak, pada mereka yang
sedang dalam pengobatan dengan kortikosteroid terutama untuk waktu lama, atau juga pada
penderita Addison
Penderita Addison mungkin dapat menunjukkan gejala apatia, depresi, dan cepat
tersinggung; bahkan beberapa menunjukkan gejala psikosis. Gejala tersebut dapat diatasi
dengan kortisol, sedangkan desoksikortikosteron tidak efektif.
Penderita yang diberikan pengobatan glukokortikoid untuk waktu lama dapat
memperlihatkan serangkaian reaksi yang berbeda-beda. Sebagian besar memperlihatkan
adanya perbaikan semangat (mood) yang mungkin timbul karena hilangnya gejala penyakit
yang sedang diobati; yang lain memperlihatkan keadaan euforia, insomnia, kegelisahan,
dan peninggian aktivitas motorik. Kortisol juga dapat menimbulkan depresi. Penderita
yang sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa sering memperlihatkan reaksi psikotik.
Pada penderita Cushing sering terdapat neurosis dan psikosis. Semua kelainan ini bersifat
reversibel. Bila hormon dihentikan atau sindrom diobati secara efektif maka gangguan
kelakuan akan hilang. Kelainan EEG yang mungkin timbul juga bersifat reversibel.
Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama adalah akibat gangguan cairan dan
elektrolit, hiperglikemia, dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis,
penderita ulkus peptikum yang mungkin dapat mengalami perdarahan atau perforasi,
osteoporosis, miopati yang karakteristik, psikosis, habitus penderita Cushing (antara lain
muka rembulan, buffalo hump, deposisi lemak pada daerah supraklavikuler, obesitas sentral,
striae, ekimosis akne, dan hirsutisme).
Terapi Substitusi
Pemberian kortikosteroid bertujuan untuk menambah kekurangan akibat insufisiensi sekresi
korteks adrenal, misalnya pada keadaan di bawah ini.
Insufisiensi adrenal akut, dengan gejala berat antara lain gangguan saluran cerna, dehidrasi,
kelemahan dan hipotensi. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh kelainan pada adrenalnya
atau oleh penghentian pengobatan kortikosteroid dosis besar yang tiba-tiba. Penderita
membutuhkan air, natrium, klorida, glukosa, kortisol serta pengobatan pencegahan, karena
penderita ini menjadi sangat sensitif terhadap infeksi, trauma, dan perdarahan.

You might also like