You are on page 1of 6

http://www.ipin4u.esmartstudent.com/asuransi.

htm
http://proteksi-syariah.blogspot.com/2010/03/perbedaan-asuransi-islam-dengan.html
http://proteksi-syariah.blogspot.com/2010/01/konsep-dasar-asuransi-syariah-dalam.html

Sumber: majalah Proteksi edisi Februari 2003/tahun XXIV

Asuransi Syariah
Banyak Yang mengatakan bahwa Asuransi Syariah atau ada yang menyebutnya Asuransi
Islam atau bisa juga asuransi taawun,tidak jauh berbeda dengan Asuransi biasa yang selama
ini sudah dikenal tanpa embel-embel syariah,yang intinya ialah suatu pertanggungan dari
perusahaan Asuransi berupa sejumlah uang dalam jumlah tertentu kepada peserta bila
mengalami musibah ( resiko ),melalui pembayaran konstribusi ( premi ) dari
peserta,Perbedaannya barangkali hanya masalah halal dan haram,serta istilah istilah arab
yang melekat di dalamnya.

Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia


Munculnya asuransi syariah pertama kali di Indonesia tak lepas dari nama Asuransi Takaful,
yang dibentuk oleh holding company PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) pada tahun 1994.

Terbentuknya Asuransi Takaful saat itu memperkuat keberadaan lembaga perbankan syariah
yang sudah ada terlebih dahulu, yakni Bank Muamalat karena asumsinya Bank Muamalat
juga membutuhkan lembaga asuransi yang dijalankan dengan prinsip yang sama.

Pembentukan awal Takaful disponsori oleh, Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat
Indonesia, dan Asuransi Jiwa Tugu Mandiri. Saat itu para wakil dari tiga lembaga ini
membentuk Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia atau TEPATI, yang dipimpin oleh
direktur utama PT STI, Rahmat Saleh.

Sebagai langkah awal. Lima orang anggota TEPATI melakukan studi banding ke Malaysia
pada September 1993. Malaysia memang merupakan negara ASEAN pertama yang
menerapkan asuransi dengan prinsip syariah sejak tahun 1985. Di negara jiran ini, asuransi
syariah dikelola oleh Syarikat Takafu Malaysia Sdn. Bhd.

Setelah berbagai persiapan dilakukan, di Jakarta digelar seminar nasional, dan berikutnya STI
mendirikan PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum. Secara resmi,
PT Asuransi Takaful Keluarga didirikan pada 25 Agustus 1994, dengan modal disetor sebesar
Rp 5 miliar. Sementara PT Asuransi Takaful Umum secara resmi didirikan pada 2 Juni 1995.

Setelah Asuransi Takaful Umum dibuka, selanjutnya sejumlah lembaga ikut mendirikan
asuransi syariah, yakni Asuransi Syariah Mubarakah, Asuransi Jiwa Asih Great Eastern,
MAA Life Insurance, Asuransi Bringin Jiwa Sejahtera, dan pada akhir 2002 didirikan cabang
syariah Asuransi Tri Pakarta. Pada Maret tahun ini (2003) AJB Bumiputera 1912 juga akan
mengembangkan asuransi syariah.

Persyaratan Pengurusan Izin Lembaga Keuangan Syariah


Dokumen yang dibutuhkan:

1. Aspek legal
o Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
o Persetujuan dari rapat umum pemegang saham
o Identitas pengurus seperti dari Dewan Pengawas Syariah, Unit Usaha Asuransi
Syariah setingkat divisi dan kantor unit syariah
2. aspek operasional
o Business plan
o Hasil analisis peluang pasar an potensi ekonomi
o Rencana kegiatan usaha
o Rencana kebutuhan pegawai
o Proyeksi arus kas bulanan selama 12 bulan
o Proyeksi neraca dan perhitungan laba/rugi
o Manual operasional
o Manual produk
o Cadangan teknis (sesuai ketentuan undang-undang)
o Sumber daya masyarakat yang dilengkapi sertifikat training, serta dari tenaga
ahli asuransi syariah
3. Aspek syariah
o Penempatan dan tugas-tugas Dewan Pengawas Syariah

Prinsip pertama yang harus dijalankan oleh asuransi syriah adalah Takaful, yang berarti
saling menanggung, lalu prinsip Ta’awwun yang berarti saling menolong, selanjutnya prinsip
menghindari yang tidak sesuai dengan syariah. Yang harus dihindari itu yakni Riba atau
bunga, lalu Maisir yang berarti bersifat gambling atau untung-untungan, dan selanjutnya
Ghoror yang berarti ketidakjelasan, penipuan atau membeli kucing dalam karung. Hal yang
harus dihindari yakni Zhulm atau zalim, yakni menghindari ada pihak yang dirugikan di salah
satu pihak. Dalam akad akan terlihat semuanya, dan ini menjadi prinsip utama.

Perbedaan operasional asuransi syariah dengan asuransi konvensional bisa terlihat pada dua
prinsip dasarnya, yakni pada bentuk akad. Cara akad yang diutamakan dalam Islam yakni
Tabarru’, atau derma atau hibah, jadi premi yang diserahkan kepada perusahaan harus
diniatkan sebagai Tabarru’. Sementara di asuransi konvensional, akad dalam menjual atau
membeli polis adalah akad jual beli.

Pada asuransi syariah, premi adalah dana yang dihibahkan atau dengan kata lain adalah
Tabarru’ untuk Ta’awwun peserta lainnya. Sehingga di sini terjadi tindakan saling
menanggung. Sejak awal premi diniatkan sebagai Tabarru’.

Selanjutnya pada operasional juga terlihat perbedaan, dalam asuransi syariah pengawasan
dilakukan oleh Dewan Syariah, karena perusahaan hanya sebagai pemegang amanah dari
nasabah untuk dikelola. Sedangkan di konvensional tak ada pengawasan penggunaan dana
nasabah karena dana premi dinilai milik perusahaan.

Untuk membuktikan bahwa munculnya perusahaan asuransi berlandaskan syariah sebagai


market driven, atau muncul atas adanya permintaan dari masyarakat, perusahaan konsultan
lembaga keuangan syariah Karim Business Consulting (KBC), melakukan riset terhadap 58
perusahaan asuransi di Indonesia.

Dalam risetnya, perusahaan yang membuka divisi syariah dibagi menjadi beberapa
kelompok, yakni bank yang membuka usaha syariah seperti Bank BNI, yang memiliki
asuransi Tri Pakarta, dan Muamalat dengan produk asuransi Takaful. Kelompok kedua adalah
perusahaan asuransi lokal dengan core business asuransi non syariah, yang melihat keinginan
pasar. Kelompok selanjutnya adalah perusahaan asing, yang di negara asalnya juga
mengeluarkan syariah, atau yang melihat bahwa syariah memiliki potential market yang
besar. Perusahaan yang masuk kelompok ini misalnya Great Estern di Malaysia.

Lewat riset yang dilakukannya, KBC, seperti dikemukakan oleh Presdirnya, Ir. H Adiwarman
A Karim SE, MBA, disimpulkan bahwa pada tahun 2003 ini usaha asuransi akan diramaikan
dengan asuransi syariah atau divisi syariah. "Kita perkirakan pada tahun 2003 akan
booming", ujarnya.

Dalam risetnya, KBC meneliti tiga kelompok nasabah asuransi, yakni

1. Conventional loyalist, orang-orang yang loyal pada sistem asuransi konvensional,


yang tidak mungkin bisa dibujuk dengan cara apapun untuk mengalihkan preminya ke
asuransi syariah.
2. Sharia loyalist, orang-orang yang sampai saat ini tidak mau membeli asuransi karena
alasan syariah.
3. Variety seeking behavior market. Mereka adalah kelompok yang biasa membeli
produk unit link., usia antara 35-55 tahun, memiliki cash flow sendiri, dan tertarik
dengan program asuransi yang mempunya side benefit.

Di dalam kelompok variety seeking behavior, masih terdapat kelompok kecil Young ethical
conscious market. Mereka adalah kelas pekerja berusia anatara 25-35 tahun, yang tidak
terlalu fokus pada pendapatan hasil investasi, namun cukup semangat untuk mengembangkan
asuransi syariah. Kelompok kecil ini memiliki potential switching atau potensi pengalihan
premi ke syariah 1,0 -/-. Artinya selama asuransi syariah bisa memberika sama paling tidak
dengan asuransi konvensional, mereka dipastikan akan beralih.

Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan terhadap 58 perusahaan, berhasil diketahui


potential switching dari kelompok variety seeking behavior, yakni berkisar dari minimal 5%
hingga maksimal 20%. Artinya mereka mau memindahkan 5% hingga 20% dari total premi
yang mereka bayarkan ke asuransi syariah.

Kendati tidak semua perusahaan bisa diperoleh perkiraan karakteristik nasabahnya, namun
dari perhitungan kasar tadi diperoleh potential premi bruto tiap perusahaan, maka potensial
premi yang bisa dialihkan untuk produk syariah adalah sebesar Rp 966,6 miliar.

Jika potensi ini ditambah dari kalangan Young ethical market yang jika dihitung-hitung
potensial switchingnya bisa mencapai Rp102 miliar, serta dari pasar sharia loyalist yang
potensial switchingnya bisa mencapai Rp 107,625 miliar, maka potensi premi yang bisa
diraih oleh perusahaan asuransi syariah adalah sebesar Rp 1.176 triliun.

"Jika kita lihat dari angka-angka ini. Ya jelas perusahaan-perusahaan asuransi mau buka
asuransi syariah. Karena pasar variety seeeking behavior yang dibidik. Kalau selama ini
Takaful dan Mubarakah (pasarnya) kecil, karena mereka bermain di pasar loyalis dan young
ethical", ujar Adiwarman.

Ia meramalkan, pada tahun-tahun mendatang, syariah hanya akan menjadi sub tema, dan
hanya menjadi swetener. "kalau syariah menjadi main theme, maka anda hanya akan bermain
di pasar loyalis", tambah Adiwarman

Konsep Dasar Asuransi Syariah Dalam gambar

Dari Gambar diatas jelas bahwa peserta asuransi syariah bertabarru ( membagi resiko )
kepada sesama peserta,bukan mengalihkan resiko ke perusahaan Asuransi.Dalam Asuransi
syariah peserta tidak bergantung kepada Perusahaan Asuransi...oleh karenanya peserta
Asuransi syariah sudah sepatutnya lebih terjamin pembayaran dana klaimnya.
Dari gambar diatas perusahaan Asuransi bertindak sebagai operator pengelola dana
tabarru peserta ,dan oleh karena itu Perusahaan Asuransi berhak mengambil keuntungan
atas pengelolaan dana tersebut.Tetapi Perusahaan Asuransi tidak berhak "memakan" atau
mengambil dana tabarru peserta,yang artinya di Asuransi syariah sudah sepatutnya
Perusahaan Asuransi membayarkan klaim Jika terjadi resiko pada peserta.

Gambar di atas bahwa dana dari premi peserta diinvestasikan ke dalam Investasi yang
sesuai dengan syariah yaitu dengan skim mudharabah/mudharabah musytarakah,dan
dibagi dengan berdasarkan akad tersebut.

You might also like