Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Gizara Sugihartono G 0004104
Dewi Kartika DJ Anwar G 0005079
Fitriana Nurwinarsih G 0005099
Ismawardi G 0005118
Noer Azizah G 0005141
Pembimbing :
dr. Fatichati B, Sp. PD
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tetap berprestasi dimasa tua adalah harapan setiap insan, baik individu itu
sendiri maupun keluarga dan kerabatnya. Namun demikian, tidak setiap harapan
dapat diwujudkan dengan mulus. Harapan yang demikian pernah dikemukakan
oleh seorang Gerontolog dari Amerika yang menyatakan "Not only add years to
life, but also life to years" atau jangan hanya menambah tahun pada kehidupan,
tetapi juga menambah kehidupan pada tahun-tahun itu.
Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, termasuk teknologi
kedokteran, maka umur harapan hidup manusia menjadi lebih panjang dan umur
rata-rata penduduk menjadi lebih tua. Tetapi, menambah panjang umur tanpa
peningkatan kualitas hidup tentunya tidak cukup, karena hanya akan menambah
panjang penderitaan bagi individu tersebut maupun keluarga dan masyarakat, baik
ditinjau dari segi budaya, sosial, maupun ekonomi. Dengan bertambahnya usia,
ditunjang kemunduran kemampuan psikis dan fisik, serta menderita berbagai
penyakit, merupakan keadaan yang sangat tidak diharapkan. Padahal, pada
kenyataannya terdapat beberapa orang usia lanjut yang masih mempunyai
keinginan dan harapan-harapan yang ingin dicapai.
Pembahasan tentang proses menua semakin sering muncul seiring dengan
semakin bertambahnya populasi usia lanjut di berbagai belahan dunia. Telah
banyak dikemukakan bahwa proses menua amat dipengaruhi oleh faktor genetik
dan lingkungan. Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang
berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas
dan berakhir dengan kematian. Namun demikian, efek penuaan tersebut menjadi
lebih terlihat setelah usia 40 tahun.1
Secara umum dapat dikatakan terjadi kecenderungan menurunnya
kapasitas fungsional baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan
dengan proses menua. Akibat penurunan kapasitas fungsional tersebut, orang
berusia lanjut umumnya tidak berespon terhadap berbagai rangsangan internal
maupun eksternal. Menurunnya kapasitas untuk berespon terhadap lingkungan
2
internal cenderung membuat orang usia lanjut kesulitan untuk memelihara
kestabilan status fisik dan kimiawi dalam tubuh. Gangguan pada homeostasis
tubuh tersebut dapat memudahkan terjadinya berbagai disfungsi sistem organ.1
Nutrisi merupakan penentu yang sangat penting terhadap kesehatan, fungsi
fisis, dan kognitif, vitalitas, kualitas hidup keseluruhan, dan panjangnya usia.
Status nutrisi memiliki dampak utama pada timbulnya penyakit dan hendaya pada
usia lanjut. Kecenderungan pola diet saat ini di negara – negara yang sedang
berkembang adalah menuju diet tinggi lemak yang ikut menambah resiko
penyakit kronik.2
Prevalensi malnutrisi meningkat seiring dengan timbulnya kelemahan dan
ketergantungan fisik pada geriatri. Selain malnutrisi, obesitas dan defisiensi
mikronutrien juga kerap terjadi pada populasi lanjut usia yang kemudian akan
mencetuskan berbagai penyakit kronik.2
3
hipertensi, penyakit infeksi, bronkopneumonia, penyakit paru obstruksi menahun,
tuberkulosis, fraktur, dan lain-lain.
C. Transisi Nutrisi
Penyebab kematian utama pada usia lanjut adalah penyakit vaskuler dan
penyakit kronik yang menyertainya. Upaya pencegahan penyakit ini dilakukan
melalui pola hidup sehat yang mencakup aktivitas fisik, diet bergizi, dan tidak
merokok. Bersamaan dengan pesatnya peningkatan populasi usia lanjut,
didapatkan bukti perubahan tingkah laku dan pola aktivitas fisik yang
meningkatkan resiko timbulnya penyakit kronis. Hal ini disebut dengan transisi
nutrisi.2
D. Metabolisme Energi
Produksi energi untuk tiap m2 luas tubuh menurun secara progresif dengan
bertambahnya usia. Rata – rata penurunannya adalah 12kal/m2/jam untuk tiap
tahun antara usia 20 sampai dengan 90 tahun. Penurunan ini terjadi oleh karena
berkurangnya jaringan aktif (metabolizing tissue) sejalan dengan bertambahnya
usia.
4
Produksi ini merupakan produksi untuk metabolisme basal ditambah
dengan energi untuk aktivitas. Kebutuhan energi untuk aktivitas menurun lebih
besar daripada untuk metabolism basal, terutama pada lansia.5
5
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Menua (aging) merupakan proses normal yang dimulai sejak konsepsi dan
berakhir saat kematian. Selama periode pertumbuhan, proses anabolisme
melampaui proses katabolisme. Pada saat tubuh sudah mencapai tingkat
kematangan fisiologik, kecepatan katabolisme atau proses degenerasi lebih besar
daripada proses regenerasi sel. Akibat yang timbul adalah hilangnya sel – sel yang
berdampak dalam bentuk penurunan efisiensi dan gangguan fungsi organ.
A. Komposisi tubuh
Sarcopenia (berkurangnya massa, kekuatan, dan kualitas otot). menua
ditandai dengan kehilangan lean body mass secara progresif dan perubahan di
semua sistem dalam tubuh manusia. berikut ini adalah perubahan fisiologik
yang berhubungan dan mempengaruhi status gizi lansia.5
B. Indera
Indera pengecap, pencium, dan penglihatan menurun yang akan secara
langsung dan tak langsung mempengaruhi nafsu dan asupan makan. Papila
pengecap mulai mengalami atrofi pada usia 50 tahun, dari jumlah 245 pada
anak menjadi hanya 88 pada usia 74 – 85 tahun. Terjadi penurunan sensitifitas
terhadap rasa manis dan asin. Selain itu muncul glossodyna atau nyeri pada
lidah.3,4,5
C. Saluran Gastrointestinal
Terjadi perubahan – perubahan pada kemampuan digesti dan absorbsi
yang terjadi sebagai akibat hilangnya opioid endogen dan efek berlebihan dari
kolesistokin. Akibat yang muncul adalah anoreksia. Atropi gastritis,
menurunnya motilitas usus hingga terjadi konstipasi, gigi tanggal dan karies
sehingga menimbulkan rasa nyeri dan gangguan pengunyahan, menurunnya
sekresi saliva dan mucus hingga terjadi gangguan pengunyahan dan
penelanan, disfagia, menurunnya sekresi asam lambung, hiperchlorhidria
yakni berkurangnya sel parietal mukosa lambung yang akan mengakibatkan
penurunan absorbsi kalsium dan non-hem iron, overgrowth bakteri yang
6
terjadi dapat menurunkan bioavailibilitas B12, malabsorbsi lemak, penurunan
fungsi asam empedu, dan diare.3,4,5
D. Metabolisme
Pada lansia dapat terjadi penurunan toleransi glukosa yang akan
mengakibatkan kenaikan glukosa dalam plasma sekitar 1,5 mg/dl untuk tiap
dekade umur. Hal ini terjadi mungkin karena penurunan produksi insulin atau
karena respon jaringan terhadap insulin yang menurun. Metabolisme basal
(BM) menurun sekitar 20% antara usia 30 – 90 tahun. Hal ini terjadi karena
berkurangnya lean body mass pada lansia.5
E. Ginjal
Fungsi ginjal menurun sekitar 50% antara usia 30 – 80 tahun. Reaksi
respon asam basa terhadap perubahan metabolik melambat. Pembuangan sisa
metabolisme protein dan elektrolit yang harus dilakukan ginjal akan
merupakan beban tersendiri.5
F. Sistem saraf
Menurunnya regulasi selera makan, rasa haus, serta fungsi indra.3,4
G. Endokrin
Menurunnya kadar estrogen, progesterone, GH, dan toleransi glukosa.3,4
7
BAB III
JENIS GANGGUAN GIZI PADA USIA LANJUT
Gangguan gizi yang dapat muncul pada usia lanjut dapat berbentuk gizi
kurang maupun gizi lebih. Gangguan ini dapat menyebabkan munculnya penyakit
atau terjadi sebagai akibat dari penyakit tertentu. Oleh karena itu langkah pertama
yang harus dilakukan adalah menentukan terlebih dahulu ada tidaknya gangguan
gizi, mengevaluasi faktor – faktor yang berhubungan dengan gangguan gizi serta
merencanakan bagaimana gangguan gizi teresebut dapat diperbaiki.5
8
inflamasi (seperti TNF-α dan interleukin 1) serta meningkatnya degradasi
protein dan otot yang dapat pulih dengan membaiknya asupan. Meskipun
kakeksia biasanya berhubungan dengan kondisi penyakit kronis spesifik,
keadaan ini dapat timbul pada usia lanjut tanpa penyakit yang jelas.
3. Presentasi klinis
Penilaian status nutrisi dengan antropometri standar, biokimia, dan
pengukuran imunologis sangat kompleks. Monitor ketat berat badan yang
mencerminkan ketidakseimbangan antara asupan kalori dan kebutuhan
energi, merupakan cara yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya
untuk menilai malnutrisi. Perubahan berat badan dinyatakan dalam
persentase perubahan dibandingkan saat sebelum sakit. Kehilangan ≥ 5%
berat badan biasanya berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas. Bila kehilangan berat badan >10% biasanya berkaitan dengan
penurunan status fungsional dan hasil pengobatan. Kehilangan berat badan
15-20% atau lebih biasanya secara tidak langsung menunjukan manutrisi
berat. Pengukuran antropometri cadangan lemak dan massa otot dapat
membantu penilaian malnutrisi. Evaluasi klinis kehilangan turgor kulit,
atrofi otot interosseus tangan dan otot temporalis kepala juga dapat menilai
hilangnya lemak subkutan dan massa otot.Meskipun tidak ada kriteria
definitif untuk klasifikasi derajat manutrisi energi protein, bila berat badan
turun >20% berat badan sebelum sakit, albumin serum kurang dari 2,1
mg/dl, dan trasferin serum kurang dari 80 U/ul, biasanya telah terjadi
malnutrisi berat.2
4. Penyebab gizi kurang pada lansia
a. Penyebab PRIMER
• Isolasi sosial
Hidup sendiri, kehilangan gairah hidup, kehilangan pasangan
hidup, tidak ada keinginan untuk memasak
• Ketidaktahuan
dapat terjadi sejak kecil atau karena pengetahuan yang rendah
9
• Gangguan fisik
Gangguan indra, hemiplegic/hemiparese, artritis
• Gangguan mental
Depresi, demensia
• Kemiskinan
• Iatrogenik
Diet lambung jangka lama hingga terjadi kekurangan vitamin C
b. Penyebab SEKUNDER
• Gangguan nafsu makan
• Gangguan mengunyah
• Malabsorbsi
• Obat – obatan
• Peningkatan kebutuhan gizi
• Alkoholisme4,5
O Oral factors
N No Money
10
5. Penatalaksanaan
a. Atasi problem akut (jika ada) seperti mengatasi infeksi, kontrol
tekanan darah, dan menjaga kondisi keseimbangan metabolik,
elektrolit, dan cairan. Setelah masalah akut teratasi, pasien diminta
mengkonsumsi sebanyak mungkin makanan. Tujuannya adalah
memberikan asupan kalori kira – kira 35 kkal/kgBB ideal. Lakukan
upaya intervensi nutrisi yang agresif. Sebagai patokan umum, dalam
48 jam pertama perawatan sudah diberikan asupan gizi adekuat.
Pendekatan yang diambil tergantung kondisi klinis pasien, apakah
memerlukan support nutrisi jangka pendek atau jangka panjang. Bagi
yang membutuhkan support jangka pendek (<10hari) diberikan
hiperalimentasi melalui vena perifer berupa larutan asam amino,
dekstrosa 10%, dan intralipid.
b. Pemberian diet per NGT harus dihindari pada pasien usia lanjut
dengan delirium karena resiko aspirasi dan tarikan selang oleh pasien.
Bila pasien tidak delirium dapat diberikan diet per flowcare. Selang ini
tidak mengiritasi dan tidak terlalu mengganggu mobilitas atau
kemampuan menelan makanan. Untuk pasien yang membutuhkan
terapi nutrisi selama 6 minggu atau lebih, dianjurkan pemberian
melalui gastrostomi atau yeyunostomi. Diet cair harus mengandung
tidak lebih dari 1 kkal/ml dengan kecepatan 25 ml/jam agar tidak
terlalu kental dan dapat masuk ke selang dengan mudah.
c. Target utama adalah kemandirian fungsional dan meningkatkan
kekuatan otot sehingga strategi yang bertujuan memperbaiki massa
otot sangatlah penting. Latihan fisik yang sesuai dapat dilakukan untuk
tujuan ini. Sangatlah penting memahami perlunya pendekatan terpadu
dalam tatalaksana malnutrisi pada usia lanjut. Intervensi nutrisi agresif
hanya merupakan bagian dari keseluruhan strategi.2
11
B. Obesitas
Berat badan lebih per definisi adalah indeks massa tubuh ≥25 kg/m2.
Pasien disebut menderita obesitas bila indeks massa tubuh ≥20 kg/m2. Dengan
meningkatnya usia, biasanya terjadi peningkatan massa lemak total serta
berkurangnya massa tubuh kering dan massa tulang. Lemak terdistribusi
secara sentral dengan pertambahan lemak visceral yang dicerminkan oleh
lingkar pinggang. Bertambahnya berat badan dan massa lemak berkaitan
dengan perubahan metabolik dan fisiologis yang mempengaruhi kesehatan dan
fungsi fisik. Terdapatnya faktor – faktor resiko kardiovaskuler seperti
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes mencerminkan adanya peningkatan berat
badan dan lemak tubuh. Pada tingkat yang lebih tinggi, lemak intraabdominal
berkaitan dengan resistensi insulin yang dapat menimbulkan abnormalitas
metabolik.
Lemak juga berperan penting dalam promosi inflamasi. lemak
merupakan jaringan penyimpan energia aktif utama untuk produksi steroid
seks dan metabolisme glukokortikoid. Saat ini diketahui bahwa jaringan lemak
secara aktif memproduksi dan mensekresi sejumlah hormone dan protein yang
disebut adipokin yang memiliki efek lokal dan sistemik. Faktor – faktor ini
mencakup leptin, angiotensin, resistin, adiponektin, plasminogen-activator
inhibitor 1, dan sitokin IL-6 dan TNF-α. Banyak dari zat ini yang
berhubungan dengan morbiditas kardiovaskuler, hendaya, atau resiko
mortalitas.
Berat badan lebih juga merupakan penyebab osteoarthritis lutut dan
panggul. Pada wanita pasca menopause, kegemukan berkaitan dengan resiko
kanker payudara dan kanker kolon. Kegemukan juga meningkatkan resiko
diabetes dan penyakit jantung koroner.2
Dilakukan dengan upaya meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi
asupan kalori. Terapi farmakologis harus dipertimbangkan bila tampaknya
sulit untuk mengontrol akibat metabolik obesitas. Bila program penggunaan
berat badan diambil, penting diingat bahwa tulang dan otot akan turut
12
berkurang selama periode penurunan berat badan. Perlu dilakukan upaya guna
mencegah kehilangan massa tulang dan otot seperti latihan aerobic dan daya
tahan atau terapi antiosteoporotik lainnya. Selain itu, restriksi kalori perlu
ditambahkan guna memastikan asupan adekuat zat gizi dan vitamin selama
periode diet.2
13
Kebutuhan terhadap zat besi dan vitamin A pada usia lanjut lebih
rendah daripada dewasa muda. Pada usia lanjut terdapat penurunan klirens
vitamin A lewat hepar dan jaringan perifer lainnya. Cadangan zat besi pada
usia lanjut terakumulasi dan tingginya kadar feritin serum berkaitan dengan
makin besarnya resiko penyakit jantung koroner.2
14
BAB IV
KEBUTUHAN ZAT GIZI PADA LANSIA
15
d. Membatasi konsumsi gula, dan minuman yang banyak
mengandung gula
e. Menghindari konsumsi garam yang terlalu banyak, merokok
dan minuman alkohol
f. Cukup banyak mengkonsumsi makanan berserat (buah-buahan,
sayuran dan serealia) untuk menghindari sembekit atau
konstipasi
g. Minuman yang cukup.
Susunan makanan sehari-hari untuk manula hendaknya tidak terlalu
banyak menyimpang dari kebiasaan makan, serta disesuaikan dengan keadaan
pisikologisnya. Pola makan disesuaikan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan
(lihat Tabel 1.), dan menu makannya dapat disesuaikan dengan ketersediaan dan
kebiasaan makan tiap daerah.
Menu makanan manula dalam sehari dapat disusun berdasarkan konsep
“empat sehat lima sempurna” atau konsep “gizi seimbang”. Sebagai contoh menu
berdasarkan “empat sehat lima sempurna” terdiri atas kelompok makanan pangan
pokok (utama) yaitu nasi (1 porsi = 200 gram), kelompok lauk pauk misalnya
daging (1 potong = 50 gram) atau tahu (1 potong = 25 gram), kelompok sayuran
misalnya sayur bayam (1 mangkok = 100 gram ), kelompok buah-buahan
misalnya pepaya (1 potong = 100 gram) dan susu ( 1 gelas = 100 gram). Pola
susunan makan manula dalam sehari berdasarkan empat sehat lima sempurna
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Masing-masing kelompok makanan tersebut
dapat diganti atau ditukar sesuai dengan kebiasaan makan dan ketersediaan
pangan di tempat (akan diuraikan kemudian).
16
Tabel 4. Pola susunan makanan manula dalam sehari
17
Untuk menjaga menjaga agar menu harian tidak monoton, tetapi
bervariasi, Tabel 5 menyajikan berbagai bahan makanan pengganti atau penukar
bagi kelompok makanan yang telah disajikan pada Tabel 2 dan 3. Variasi dalam
menu harian sangat diperlukan karena sangat menghindari rasa bosan dan baik
bagi kelengkapan zat gizi (komplementasi zat gizi).
18
• Protein 10-15 %
• Cairan
Vitamin A. Tidak ada peningkatan kebutuhan vitamin A pada lansia. Lansia lebih
rentan mengalami retensi vitamin A dimana akumulasi dari vitamin A (>3000 Å)
akan meningkatkan resiko fraktur osteoporosis.
Vitamin D. Pada lansia terdapat perubahan fungsi tubuh yang berpengaruh
terhadap kebutuhan vitamin D, yakni menurunnya fotosintesis di kulit,
berkurangnya kemampuan ginjal untuk mengkonversi 25-hydroxyvitamin D
menjadi vitamin D aktif (calcitriol) serta menurunnya respon usus pada
1,25(OH)2D dan menurunnya kemampuan absorbsi vitamin D, sehingga asupan
vitamin D yang adekuat penting pada lansia karena vitamin D dapat menurunkan
penyerapan kalsium yang beresiko osteomalasia dan osteoporosis.
Vitamin E. Fungsi utama vitamin ini adalah sebagai lipid antioksidan, pelindung
membrane biologis, dan menunda penyakit degeneratif. RDA menganjurkan
konsumsi vitamin E sebanyak 15 mg/hari. Sumber vitamin E yang baik adalah
minyak sayur, kacang – kacangan, margarine, dan gandum.
Vitamin K. Fungsi vitamin K adalah untuk sintesis faktor koagulan. Vitamin K
juga berperan sebagai kofaktor enzim yang mengkatalisis konversi protein-bound
glutamyl residu menjadi carboxyglutamyl residu, termasuk pembentukan
osteoocalcin, sehingga defisiensi vitamin K juga dapat meningkatkan resiko
menurunnya bone mineral density (BMD) dan fraktur.3
C. Piramida makanan
19
Piramida makanan dengan beragam pilihan makanan dapat menjadi
suatu petunjuk dalam memilih makanan sehat, tidak tergantung pada usia
(mulai usia 2 tahun ke atas) atau gaya hidup anda. Piramida makanan
memenuhi prinsip-prinsip dasar dari makanan sehat, yaitu variatif, seimbang,
dan terbatas.
1) Variatif
Tidak ada satupun jenis makanan yang dapat memenuhi semua zat
gizi yang dibutuhkan. Diet bervariasi yang mengandung beberapa jenis
makanan berbeda dari lima kelompok makanan utama pada Piramida
dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan.
2) Seimbang
Diet dengan gizi seimbang dalam jumlah yang cukup dari kelima jenis
makanan, dapat memenuhi kebutuhan kalori dan zat gizi. Kebutuhan
setiap orang berbeda tergantung dari umur, jenis kelamin dan aktifitas
fisik yang dilakukan.
3) Tidak berlebihan
20
Gambar 2. Piramida makanan
Suplemen
Penggunaan suplemen bermanfaat dalam meningkatkan status vitamin dan
status antioksidan serta fungsi imun. Suplemen yang digunakan sebaiknya berupa
multivitamin dengan tambahan kalsium. Kondisi yang memerlukan suplemen
antara lain adalah saat berkurangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gizi.3
Beberapa jenis vitamin yang menunjang kebugaran di usia lanjut dan
mempunyai dampak anti penuaan adalah beta karoten (provitamin A), B6
(piridoksin), B12 (sianokobalamin), asam folat, C, D, dan E (alfa tokoferol). Beta
karoten berfungsi melawan radikal bebas penyebab proses penuaan. Manfaatnya
yang telah teruji adalah menghambat pertumbuhan sel kanker, mencegah
penyumbatan arteri yang dapat menyebabkan serangan jantung, menurunkan
resiko stroke, merangsang fungsi kekebalan tubuh, dan mencegah katarak.
Vitamin B6 dalam tubuh memiliki fungsi sebagai koenzim beberapa reaksi kimia,
terutama metabolisme protein.
21
Vitamin B12 merupakan unsure penting untuk meningkatkan kemampuan
daya ingat. Disamping itu, bekerja sama dengan asam folat membantu
memproduksi sel darah merah dan dibutuhkan untuk sintesis asam amino.
Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung asan folat dapat pula
menurunkan resiko terkena kanker usus besar. Vitamin C sangat bermanfaat untuk
menghambat berbagai penyakit. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan
tubuh, melindungi dari serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan
memproduksi leukosit, mencegah katarak, memperbaiki kualitas sperma, dan
mencegah penyakit gusi.
Untuk mempertahankan kekuatan tulang diperlukan Vitamin D serta
kalsium. Vitamin ini penting untuk membantu penyimpanan kalsium dalam tulang
serta mencegah penyakit tulang. Vitamin E berfungsi menghambat penyumbatan
arteri, mencegah serangan jantung, meningkatkan kekebalan tubuh, menghindari
kanker dan katarak, memperlambat penuaan pada otak, dan membantu
mengurangi gejala arthritis.6
Sementara itu, beberapa jenis mineral yang menunjang kebugaran di usia
lanjut dan mempunyai efek anti penuaan adalah kalsium, zat besi, seng, selenium,
magnesium, mangan, kromium, dan kalium. Kalsium berfungsi menjaga
kesehatan tulang dan gigi, menghambat tekanan darah tinggi, mencegah kanker,
dan melawan kolesterol. Zat besi diperlukan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbondioksida antara paru
dan jaringan. Kekurangan zat besi pada usia lanjut bisa menyebabkan anemia.
Vitamin C membantu tubuh menyerap zat besi. Seng dibutuhkan tubuh untuk
melawan infeksi, memperbaiki jaringan tubuh, serta mencegah gangguan prostat
dan infertilitas. Sehubungan dengan proses penuaan, mineral ini dapat
mengembalikan fungsi kekebalan dan melawan radikal bebas. Seng juga dapat
kembali mengaktifkan kelenjar timus untuk memproduksi horman timulan yang
berfungsi merangsang produksi sel T. Selenium memiliki kemampuan antioksidan
yang berpengaruh terhadap proses penuaan dan menjaga elastisitas jaringan tubuh.
Mineral ini juga berperan sebagai faktor esensial pada enzim glutation
peroksidase yang berfungsi mereduksi peroksida untuk mencegah pembentukan
22
radikal bebas. Magnesium berfungsi memperkuat tulang, melawan radikal bebas,
menyehatkan jantung, menurunkan tekanan darah, dan mencegah diabetes.
Mangan berfungsi untuk memperbaiki daya ingat, memperlancar metabolisme
lemak dan karbohidrat, serta untuk integritas jaringan kartilago dan tulang.
Kromium di dalam tubuh memiliki fungsi meningkatkan efektivitas insulin dalam
memproses gula sehingga dapat menjaga kadar glukosa normal dalam darah,
metabolisme lemak, menurunkan kolesterol darah, dan meningkatkan produksi
hormone dehydroepiandrosterone (DHEA). Kalium bersama natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan elektrolit dalam tubuh, fungsi lainnya adalah untuk
kontraksi otot, mengirim oksigen ke otak, dan menjaga kestabilan tekanan darah.6
23
oleh karena telah terjadinya osteoporosis pada lansia yang berakibat kompresi
pada columna vertebra. Untuk itu para ahli sepakat bahwa sebagai gantinya tinggi
badan dapat diganti dengan panjang rentang tangan (armspan) dalam penentuan
indeks massa tubuh (BMI).
24
1. Makanlah aneka ragam makanan
Mengkonsumsi berbagai bahan makanan secara bergantian akan
menurunkan kemungkinan kekurangan zat gizi tertentu.
2. Sumber karbohidrat komplek (serealia, umbi) dalam jumlah sesuai
anjuran. Tujuannya adalah untuk menjamin kecukupan serat, serta tidak
bersifat refined carbohydrate.
3. Batasi konsumsi lemak dan minyak yang berlebihan.
Gunakan sumber lemak nabati seperti kacang – kacangan. Tujuannya
mengurangi konsumsi lemak jenuh, trigliserida, dan kolesterol yang
merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuler.
4. Makan sumber zat besi secara cukup
Bergantian antara sumber hewan dan nabati, sumber hewani ada pada
daging (red meat) dan sumber nabati ada pada semua sayur yang berwarna
hijau pekat. Hal ini perlu ditekankan karena anemia masih merupakan
masalah gizi utama di Indonesia dan terdapat di berbagai kelompok umur.
5. Minum air bersih, aman, cukup jumlahnya, dan telah dididihkan.
Anjuran ini bersifat mendidik agar tiap orang meminum air bersih yang
tidak membawa kontaminan baik bahan kimiawi maupun mikroorganisme.
6. Kurangi konsumsi makanan, jajanan, dan minuman yang tinggi gula murni
dan lemak.
Anjuran ini diberikan untuk mengurangi kemungkinan terkena penyakit
diabetes mellitus.
7. Perbanyak frekuensi konsumsi hewan laut.
Lemak tak jenuh omega 3 yang banyak pada golongan ikan telah terbukti
memberikan perlindungan terhadap/mencegah terjadinya aterosklerosis.
8. Gunakan garam beryodium, namun batasi jumlahnya atau kurangi
konsumsi makanan yang diawetkan atau diolah dengan banyak
menggunakan garam, penyedap, atau pengawet lain. Penggunaan garam
iodium masih perlu dikampanyekan mengingat gangguan akibat
kekurangan iodium (GAKI) masih merupakan masalah gizi utama di
Indonesia dan dapat mengenai semua golongan umur.
25
9. Perbanyak sayur dan buah berwarna hijau, kuning, maupun oranye karena
banyak mengandung serat, vitamin C, provitamin A, dan vitamin E yang
melindungi sel – sel tubuh dan kerusakan yang terjadi secara dini.4,5
10. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang.
Porsi makan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan
lebih sering dengan porsi yang kecil.
11. Bagi pasien lansia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Makanlah makanan yang mudah dicerna
Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan
Bila kesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang
baik, makanan harus lunak/lembek atau dicincang
Makan dalam porsi kecil tetapi sering
Makanan selingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya
Diberikan
12. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan sebab
berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.
13. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur, daging
rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.
14. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus, direbus,
atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng
15. Perencanaan makan untuk mengatasi perubahan saluran cerna Untuk
mengurangi resiko konstipasi dan hemoroid:
a. Sarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari,
seperti sayuran dan buah-buahan segar, roti dan sereal.
b. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 8 gelas cairan setiap hari
untuk melembutkan feses.
c. Anjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin , karena pasien
akan menjadi tergantung pada laksatif.
26
F. Kebutuhan Cairan Pada Lansia
1. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Pada Lansia
a. Berat badan (lemak tubuh) cenderung meningkat dengan
bertambahnya usia, sedangkan sel-sel lemak mengandung sedikit air,
sehingga komposisi air dalam tubuh lansia kurang dari manusia dewasa
yang lebih muda atau anak-anak dan bayi.
b. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan
kemampuan untuk memekatkan urin, mengakibatkan kehilangan air yang
lebih tinggi.
c. Terdapat penurunan asam lambung, yang dapat mempengaruhi
individu untuk mentoleransi makanan-makanan tertentu. Lansia terutama
rentan terhadap konstipasi karena penurunan pergerakan usus. Masukan
cairan yang terbatas, pantangan diit, dan penurunan aktivitas fisik dapat
menunjang perkembangan konstipasi. Penggunaan laksatif yang
berlebihan atau tidak tepat dapat mengarah pada masalah diare.
d. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin
mempunyai masalah dalam mendapatkan cairan ( misalnya gangguan
dalam berjalan ) atau mengungkapkan keinginan untuk minum (misalnya
pasien stroke).
27
3) Peningkatan frek. denyut nadi (normal : 60-100 x/mnt), nadi
lemah, halus
4) Tekanan darah menurun
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit kering dan agak kemerahan
2) Lidah kering dan kasar
3) Mata cekung
4) Penurunan BB yang terjadi scr tiba2/drastis
5) Turgor kulit menurun (Lansia kurang akurat)
c. Perilaku:
1) Penurunan kesadaran
2) Gelisah
3) Lemah
4) Pusing
5) Tidak nafsu makan
6) Mual dan muntah
7) Kehausan (pada lansia kurang signifikan)
d. Terjadi penurunan jumlah urin
28
2) Anoreksia / tidak nafsu makan
3) mual muntah
d. Peningkatan jumlah urin (jika ginjal masih baik)
1. Nutrisi Enteral
a. Dukungan nutrisi enteral melalui feeding tube hendaknya
dilakukan pada pasien yang akan atau telah mengalami malnutrisi, atau
pada pasien yang melalui oral feeding nya tak dapat mempertahankan
status gizinya.
b. Pada pasien yang akan mengalami home care , lansia dan
perawatnyaharus dididik tentang prosedur yang perlu dan diberi tahu
tentang komplikasi yang dapat terjadi.
c. Program nutrisinya harus sesuai dengan pemenuhan kebutuhan
pola hidup di rumah.
d. Disamping perawat/anggota keluarga yang terlatih, masih
diperlukan pemantauan berkala oleh tenaga yang memiliki
pengetahuan tentang potensi resiko infeksi, mekanik, dan metabolik
dari feeding tube.
e. Efek samping utama adalah retensi cairan berlebihan. Peningkatan
berat badan dalam 2 – 3 hari pertama yang mencerminkan adanya
retensi cairan bila pertambahan berat badan berkaitan dengan
penurunan signifikan kadar hemoglobin dan albumin serum. Bila
pasien menderita gangguan fungsi ginjal maka dapat terjadi oedema
29
perifer atau bahkan gagal jantung. Pada kondisi ini diet dimodifikasi
menjadi bentuk yang lebih padat.
f. Masalah lain yang mungkin timbul adalah diare berat. Minimalkan
dengan pemberian infuse lambat.
g. Prinsip Pemberian Makan Melalui Sonde (Ngt)
1) Siapkan makanan cair dan minuman hangat
2) Naikkan bagian kepala tempat tidur 30 – 45 derajat pada saat
memberi makan dan 30 menit setelah memberi makan.
3) Bilas selang sonde dengan air hangat terlebih dahulu.
4) Pastikan tidak ada udara yang masuk ke dalam sonde pada saat
memberi makan atau air. Pastikan pula selang dalam keadaan
tertutup selama tidak diberi makan.
5) Periksa kerekatan selang, jika selang longgar beritahu perawat.
6) Laporkan adanya mual dan muntah dengan segera.
Lakukan perawatan kebersihan mulut dengan sering.
2. Nutrisi Parenteral
a. Calon penerima nutrisi parenteral adalah mereka yang telah
mengalami malnutrisi atau berpotensi mengalami malnutrisi namun
tidak bisa mencerna atau tidak dapat menyerap nutrient yang diberikan
secara oral.
b. Peripheral parenteral nutrition (PPN) diindikasikan untuk
dukungan nutrisi parsial atau total sampai dengan 2 minggu.
c. Total parenteral nutrition (TPN) diberikan bila nutrisi parenteral
diindikasikan lebih dari 2 minggu atau terbatasnya jalan masuk
perifer.5
d. Cara Menghitung Tetesan Infus
Adakalanya pasien lanjut usia membutuhkan asupan cairan melalui
infus. Pemberian cairan infus ini membutuhkan pengaturan yang
dihitung secara seksama. Adapun prinsip penghitungannya adalah
sebagai berikut :
30
Rumus :
N = ∑ cairan x FT
W (menit)
Keterangan :
N = Jumlah tetesan dalam menit
FT = Faktor tetes ( biasanya 15 )
W = Waktu pemberian dalam menit
∑ cairan = Jumlah cairan dalam ml
e. Refeeding Syndrome
Refeeding syndrome merupakan kekacauan elektrolit yang sering
terjadi pada pasien malnutrisi yang sakit akut setelah diberi larutan
glukosa dari nutrisi parenteral dan enteral. Tanda khasnya adalah
fosfatemia, namun hipokalemia dan hipomagnesemia juga bisa terjadi.
Pada starvasi atau kelaparan sekresi insulin berkurang akibat asupan
karbohidrat yang rendah. Sebagai kompensasi, cadangan lemak dan
protein dikatabolisme untuk menghasilkan energi. Hal ini
mengakibatkan elektrolit intrasel terkuras terutama fosfat. Cadangan
fosfat intraseluler dari pasien malnutrisi bisa berkurang walaupun
kadar fosfat serum normal. Ketika pasien malnutrisi mulai makan
kembali pola metabolisme berubah dari lemak ke karbohidrat
menyebabkan sekresi insulin meningkat.hal ini merangsang ambilan
fosfat ke dalam sel dan bisa mencetuskan hipofosfatemia yang
signifikan. Fosfat dibutuhkan untuk menghasilkan adenin trifosfat dari
adenin monofosfat dan reaksi fosforilasi penting lainnya. Kadar fosfat
serum kurang dari 0,5 mmol/L (normal 0,85 – 1,4 mmol/L) bisa
menghasilkan gambarab klinis refeeding sindrom, yang terdiri atas
rhabdomiolisis, disfungsi leukosit, gagal nafas, gagal jantung,
hipotensi, aritmia, kejang, koma bahkan mati mendadak. Penting
31
diketahu nahwa gambaran klinis dari refeeding syndrome tidak
spesifik dan mungkin tidak dikenali. Fenomena ini biasa terjadi dalam
beberapa hari setelah mulai makan. Refeeding syndrom dapat
menyebabkan komplikasi metabolik, kardiovaskular, hematologi dan
neurologis.
Terapi dari refeeding syndrome dengan awalnya dengan
memberikan elektrolit, vitamin dan mineral yang dibutuhkan kemudian
dilanjutkan kadar kalori yang rendah (25% dari kebutuhan) untuk
mengurangi terjadinya refeeding syndrome.
32
Dilakukan dengan tidak terlalu cepat, berguna untuk memperbaiki
kemampuan pengambilan zat asam (O2) yang menyangkut fungsi jantung,
paru-paru, peredaran darah kaki, dan lain-lain.
5. Bersepeda atau berenang
Kegiatan ini dapat dilakukan apabila memungkinkan, terutama untuk
penderita artritis, karena dapat meningkatkan keregangan dan daya tahan
tubuh, tapi tidak menambah kelenturan pada derajat yang lebih tinggi.
33
BAB V
RINGKASAN
34
KEPUSTAKAAN
1. Setiati, Siti. 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya. Dalam : Buku Ajar
2. Sari, Nina. 2006. Gangguan Nutrisi pada Usia Lanjut. Dalam : Buku Ajar
3. Wiboworini, Budi. 2009. Gizi untuk Dewasa dan Lansia. Dalam : Blok
4. Soewoto, Sumarmi. 2009. Nutrisi pada Usia lanjut. Dalam : Blok Geriatri
5. Darmojo,R. Boedhi. 1999. Gizi pada Usia Lanjut, Dalam : Buku Ajar
6. Proverawati, Atikah. 2009. Gizi bagi Lanjut Usia. Dalam : Buku Ajar Gizi
7. Laksmiarti, Turniani Dan Maryani, Herti. Tetap Sehat di Usia Lanjut Dengan
FKUI
:EGC
35