Professional Documents
Culture Documents
1. Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi
kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan
perineum.
2. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya
tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada
agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa
ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia
ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar
25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai
sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya
disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.
3. Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan
dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar
tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali rendah
2. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih daai1 cm.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada
wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal
biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <>
4. Patofisiologi
7. Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan radiologis
d. CT Scan
8. Penatalaksaan
1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
2.1 Pengkajian
3. Pola Eliminasi
2. Pemeriksaan Fisik
2. Diagnosa Keperawatan
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau
perawatan.
2. Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
3. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
4. Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan.
5. Beri antibiotik sesuai advis dokter.
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
1. Kaji persepsi pasien tentang stoma.
2. Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya.
3. Kaji ulang tentang alasan pembedahan.
4. Observasi perilaku pasien.
5. Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya.
6. Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan positif.
Intervensi :
1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat
melakukan perawatan.
2. Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.
3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada
anal secara tepat.
4. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
5. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat)
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus
mempunyai landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat
hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk
membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan.
3. Tindakan keperawatan
6. Evaluasi
Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal.
Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi
gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi
kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan
perineum.
Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya
tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada
agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa
ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia
ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar
25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai
sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya
disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya.
Faktor predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.
Klasifikasi
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar
yaitu :
1. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai
melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan
dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
2. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar
tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi
spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali rendah
2. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih daai1 cm.
Golongan II pada laki – laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum,
membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada
wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal
biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan
perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara <>
Patofisiologi
Pemeriksaan Penunjang
2. Pemeriksaan radiologis
d. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
Penatalaksaan
1. Penatalaksanaan Medis
2. Penatalaksanaan Keperawatan
2.1 Pengkajian
3. Pola Eliminasi
2. Pemeriksaan Fisik
2. Diagnosa Keperawatan
2. Intervensi Keperawatan
Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai
berikut :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
1. Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau
perawatan.
2. Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
3. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
4. Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan.
5. Beri antibiotik sesuai advis dokter.
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
1. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat
melakukan perawatan.
2. Ajarkan untuk mengenal tanda – tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.
3. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada
anal secara tepat.
4. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.
5. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.
6. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat)
3. Tindakan keperawatan
6. Evaluasi