Professional Documents
Culture Documents
Tak diketahui secara pasti darimana tari kecak berasal dan dimana pertama kali berkembang,
namun ada suatu macam kesepakatan pada masyarakat Bali kecak pertama kali berkembang
menjadi seni pertujukan di Bona, Ganyar, sebagai pengetahuan tambahan kecak pada
awalnya merupakan suatu tembang atau musik yang dihasil dari perpaduan suara yang
membentuk melodi yang biasanya dipakai untuk mengiringi tarian Sahyang yang disakralkan
Tari kecak di Bali mengalami terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak tahun
1970-an. Perkembangan yang bisa dilihat adalah dari segi cerita dan pementasan. Dari segi
cerita untuk pementasan tidak hanya berpatokan pada satu bagian dari Ramayana tapi juga
bagian bagian cerita yang lain dari Ramayana. Kemudian dari segi pementasan juga mulai
mengalami perkembangan tidak hanya ditemui di satu tempat seperti Desa Bona, Gianyar
namun juga desa desa yang lain di Bali mulai mengembangkan tari kecak sehingga di seluruh
Bali terdapat puluhan group kecak dimana anggotanya biasanya para anggota banjar.
Kegiatan kegiatan seperti festival tari Kecak juga sering dilaksanakan di Bali baik oleh
pemerintah atau pun oleh sekolah seni yang ada di Bali. Serta dari jumlah penari terbanyak
yang pernah dipentaskan dalam tari kecak tercatat pada tahun 1979 dimana melibatkan 500
orang penari. Pada saat itu dipentaskan kecak dengan mengambil cerita dari Mahabarata.
Namun rekor ini dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan yang menyelenggarakan
kecak kolosal dengan 5000 penari pada tanggal 29 September 2006, di Tanah Lot, Tabanan,
Denpasar (ANTARA News) - Tari pendet atau tari selamat datang merupakan salah satu
tarian yang paling tua di antara tari-tarian sejenis yang ada di Pulau Dewata.
"Berdasarkan beberapa catatan, para ahli seni pertunjukan Bali sepakat untuk
menyebutkan tahun 1950 sebagai tahun kelahiran tari Pendet," ungkap Gurubesar
Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Wayan Dibia di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan sejak diciptakannya tarian itu selalu dijadikan acara pembuka bagi sajian
tari Bali lainnya, baik untuk suguhan para tamu-tamu penting yang datang ke Bali
maupun yang ditampilkan ke mancanegara.
"Tari Pendet adalah tarian kelompok yang biasanya ditarikan oleh sekelompok remaja
putri di mana setiap orang penari membawa sebuah mangkok perak (bokor) yang
berisikan bunga berwarna-warni," tambahnya.
Pada akhir tariannya, mereka para penari menaburkan bunga-bunga yang mereka bawa
ke arah penonton, sebagai wujud ungkapan dan ucapan selamat datang.
Mengenai penggagas dari tarian tersebut menurut Dibia adalah dua seniman kelahiran
desa Sumertha Denpasar yakni I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng.
"Kedua seniman ini menciptakan tari Pendet penyambutan dengan empat orang penari
untuk disajikan sebagai bagian dari pertunjukan turistik di sejumlah hotel yang ada di
Denpasar, Bali," tambahnya.
Pada tahun 1961, I Wayan Beratha mengolah kembali tari Pendet tersebut menjadi
polanya seperti sekarang, termasuk menambahkan jumlah penarinya menjadi lima
orang.
Tahun 1962, I Wayan Beratha dan kawan-kawan menciptakan tari Pendet massal,
dengan jumlah penari tidak kurang dari 800 orang, untuk ditampilkan dalam upacara
pembukaan Asian Game di Jakarta.(*)
COPYRIGHT © 2009
Tari Barong – Tari Bali
Tarian ini merupakan peninggalan kebudayaan Pra Hindu yang
menggunakan boneka berwujud binatang berkaki empat atau manusia purba
yang memiliki kekuatan magis.
Topeng Barong dibuat dari kayu yang diambil dari tempat-tempat angker
seperti kuburan, oleh sebab itu Barong merupakan benda sakral yang sangat
disucikan oleh masyarakat Hindu di Bali. Pertunjukan tari ini dengan atau
tanpa lakon, selalu diawali dengan pertunjukan pembuka, yang diiringi
dengan gamelan. Ada beberapa jenis tari barong namun yang sering
dipentaskan untuk konsumsi pariwisata yaitu jenis Baring Ket. Sakralisasi
Barong & Rangda
Barong Ket atau Barong Keket adalah tari Barong yang paling banyak
terdapat di Bali dan paling sering dipentaskan serta memiliki pebendaharaan
gerak tari yang lengkap. Dari wujudnya, Barong Ket ini merupakan
perpaduan antara singa, macan, sapi atau boma. Badan Barong ini dihiasi
dengan ukiran-ukiran dibuat dari kulit, ditempel kaca cermin yang berkilauan
dan bulunya dibuat dari perasok (serat dari daun sejenis tanaman mirip
pandan), ijuk atau ada pula dari bulu burung gagak.
Untuk menarikannya Barong ini diusung oleh dua orang penari yang disebut
Juru Saluk / Juru Bapang, satu penari di bagian kepala dan yang lainnya di
bagian pantat dan ekornya. Tari Barong Keket ini melukiskan tentang
pertarungan tanpa akhir antara kebajikan (dharma) dan keburukan (adharma)
yang merupakan paduan yang selalu berlawanan (rwa bhineda)
Tari Legong Berawal untuk Hibur Raja
Sabtu, 5 Juni 2010 10:08 WIB | Hiburan | Seni/Teater/Budaya | Dibaca 1503 kali
Denpasar (ANTARA News) - Tari legong salah satu kesenian klasik di Bali awal
mulanya berkembang di Desa Peliatan, perkampungan seni di Ubud,
Kabupaten Gianyar yang dipentaskan untuk menghibur raja dan keluarganya.
"Kesenian yang hingga kini masih tetap lestari ini memiliki daya tarik dan
digemari wisatawan mancanegara maupun Nusantara ini muncul pada abad
ke XIX," kata AA Ayu Kusuma Arini, SST, MSi, dosen Institut Seni Indonesia
(ISI) Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan bahwa tari legong merupakan dasar tari Bali untuk karakter
perempuan yang diajarkan secara terus menerus dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
Bahkan setibanya tim kesenian Bali yang diwakili oleh sekaa gong Peliatan
mengadakan lawatan dari Paris tahun 1931, pengembangan kesenian ini
semakin mendapat perhatian dari berbagai kalangan di daerah tersebut.
Ayu Kusuma Arini yang melakukan pengkajian dan penelitian terhadap tari
legong gaya Peliatan dini mengemukakan, ikenalnya tari legong di
mancanegara menarik perhatian sejumlah peneliti dan budayawan Eropa
untuk datang ke Bali.
Hal itu memberikan inspirasi untuk membuat sketsa secara lengkap tentang
tari Legong yang kemudian dimuat dalam buku berjudul "Island of Bali", ujar
Ayu Kusuma.
Menurut dia, tari klasik yang sangat luwes, lentur dan gerak-gerak yang
dinamis dan dibawakan oleh sejumlah wanita itu sangat cemerlang, baik
sekarang maupun di masa mendatang.
Tari Legong selain menjadi dasar tari putri juga menjadi primadona dari
berbagai jenis tarian Bali yang selama ini paling unik dibanding jenis tarian
daerah lainnya di Indonesia.
MENCUATNYA aksi pornografi dalam pementasan joged bumbung juga menjadi keprihatinan
pencinta seni budaya Bali ini. Guna mengembalikan citra positif kesenian ini, dia pun menggagas
“Pagelaran Seni-Budaya Joged” di Museum Rudana, Ubud, Sabtu (26/4) lalu. Acara yang
tergolong langka itu dibuka Menbudpar Ir. Jero Wacik.
“Saya ingin menggaungkan seni tari pergaulan joged ini ke pentas PKB, ajang nasional bahkan
tingkat dunia. Hal itu semata-mata untuk mengangkat nilai-nilai luhur joged sebagai tarian
pergaulan yang punya etika dan estetika yang tinggi. Bukan porno. Dengan joged tersebut,
berbagai hal bisa disinergikan seperti seni lukis, tabuh hingga makanan khas Bali,” kata Putu
Supadma Rudana, MBA.
Pada event itu, pihaknya memboyong para mahasiswi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar
untuk menarikan joged bumbung. Saat itu, tergambar jelas bahwa kesenian ini punya gerakan
yang sopan dan bernilai seni tinggi. Ini juga membuktikan bahwa joged bukanlah tarian porno
seperti yang pernah melekat di hati masyarakat Bali belum lama ini.
“Tari joged bumbung memang mengandung nilai-nilai etika dan estetika. Sebagai tarian, joged
bumbung dikenal mempunyai gerakan-gerakan indah sedemikian rupa sehingga bisa
memberikan hiburan sekaligus sebagai tari pergaulan. Sampai sekarang tarian ini masih digemari
masyarakat secara luas. Tapi perlu dicatat bahwa estetika tarian joged mengandung etika yang
harus ditegakkan,” tegasnya.
Supadma menambahkan, pada tarian joged juga dikenal dengan adanya ibing-ibingan di mana
penari joged akan mengundang salah seorang penonton yang disebut dengan pengibing. Dia ikut
diundang menari secara artistik di panggung. Dalam inilah akan tersirat estetika dan etika yang
merupakan salah satu kekuatan tarian ini.
“Mesti dicatat pula, tarian joged bumbung banyak memberikan inspirasi bagi seniman untuk
menciptakan kreasi baru. Sebut saja pelukis, terinspirasi melahirkan karya-karya dari lemah-
gemulainya gerak para penari joged bumbung,” katanya lagi.
Mati Suri
Tetapi kita selayaknya mengelus dada, karena sekaa joged bumbung yang ada di desa-desa
belakangan ini mati suri. Jumlahnya bahkan bisa dihitung dengan jari. Berapa tahun belakangan
ini, kata Supadma, joged bumbung mulai ditinggalkan oleh para penggemarnya, mungkin karena
kesan porno masih melekat sehingga dikhawatirkan merusak moral bangsa terutama generasi
muda.