Professional Documents
Culture Documents
Diusulkan Oleh :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2009
BAB I
PENDAHALUAN
Krisis energi dunia yang terjadi pada dekade terakhir memberikan dampak
yang signifikan pada meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM), telah
mendorong pengembangan energi alternatif dengan pemanfaatan sumberdaya
energi terbarukan (renewable resources). Salah satu bentuk energi alternatif yang
saat ini mulai di kembangkan adalah biofuel yang mem puny ai tingkat ke layakan
teknologi cukup tinggi. Untuk me ndorong peng embangan biofuel, pemerintah
telah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional diantaranya dengan menetapkan
target produksi biofuel pada tahun 2025 sebesar 5 % dari total kebutuhan energi
minyak nasional dan penugasan kepada Departemen Kehutanan untuk berperan
dalam penyediaan bahan baku biofuel termasuk pemberian ijin pemanfaatan lahan
hutan terutama lahan yang tidak produktif. Salahsatu tanaman hutan yang
mempunyai potensi sebagai bahan baku biofuel adalah Nyamplung (Calophyllum
inophyllum L.).
Nyamplung termasuk dalam marga Callophylum yang mempunyai sebaran
cukup luas di dunia yaitu Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara,
Kepula uan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia nyamplung
tersebar mulai dari bagian Barat sampai Bagian Timur Indonesia. Distribusi po
hon nyamplung di Indonesia, mulai Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Se
latan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku,
hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua . Selain itu, pohon tersebut juga ditemui
di wilayah Malaysia,Filipina, Thailand, dan Papua Nugini.
Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah biji mempunyai
rendemen yang tinggi (bisa mencapai 74%), lebih tinggi dari rendemen jarak
(35%) dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan
pangan. Dengan demikian nyamplung sangat berpotensi untuk dikembangkan
menjadi altenatif sumber biodiesel.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengenalan biodiesel dari
nyampung, potensi serta pengolahan nyamplung menjadi biodiesel.
1.2. Tujuan
Gambar 1. Ciri pohon nyamplung (pohon, bunga, buah dan kulit batang)
2.2. Sebaran dan Potensi Alami
Nyamplung tersebar di Asia Tenggara, India, Afrika, Australia Utara,
Queensland Utara dan lain-lain. Di Indonesia dijumpai hampir di seluruh daerah
terutama pada daerah pesisir pantai antara lain: Taman Nasional(TN) Alas
Purwo , TN Kepulauan Seribu, TN Baluran, TN Ujung Kulon, Cagar Alam (CA)
Pananjung Panga ndaran, Kawasan Wisata (KW) Batu Karas, Pantai Carita
Banten, P. Yapen, Jayapura, Biak, Nabire, Ma nokwari, Sorong, Fak fak (wilayah
Papua), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara), TN Berbak (Pantai Barat
Sumatera).
Sampai saat ini potensi alami nyamplung di Indonesia belum diketahui
secara pasti, namun dari hasil penafsiran tutupan lahan dari Citra Satelit Landsat 7
ETM+ seluruh pantai di Indonesia tiap provinsi (2003), diduga tegakan alami
nyamplung mencapai total luasan 480,000 ha, dan sebagian besar (± 60 %) berada
dalam kawasan hutan. Rincian luasan di masing-masing wilayah tertera pada
Tabel 1.
Tabel 1. Luasan lahan pantai berindikasi tegakan nyamplung di masing-
masing wilayah di Indonesia
Mengingat budidaya nyamplung masih dalam taraf awal, maka
diperkirakan seluruh produksi buah/biji selama lima tahun kedepan (2010-2015)
hanya bisa diperoleh dalam jumlah besar dari hutan alam. Apa bila, dari luasan
indikatif total hutan alam sebesar 10 % bertegakan nyamplung produktif yaitu
seluas 50.000 ha (Tabel 1) dan produksi minimal perpohon sebesar 50 kg , maka
besarnya dugaan produksi biji per ha sebesar 10 ton atau total produksi sebesar
500 ribu ton.
Gambar 3. Bibit hasil perbanyakan generatif dari benih dan cabutan (anakan alam)
(A ) Stek batang (B ) Bibit pada media kultur (C) bibit hasil kultur jaringan
Gambar 4. Bibit hasil perbanyakan vegetatif
BAB III
PENGOLAHAN NYAMPUNG MENJADI BIODIESEL
4. Degumming
Degumming dilakukan pada suhu 80 oC selama 15 menit, sampai terjadi
endapan. Endapan dipoisah kan, kemudian dicuci dengan air hangat (suhu 60 oC)
hingga jernih. Selanjutnya air dipisahkan/diuapkan dari minyak dengan
o
pengeringan vakum pada suhu 80 C agar tidak terjadi reaksi oksidasi.
Degumming bertujuan untuk memisahkan minyak dari getah/lendir yang terdiri
dari fostatida, protein, karbohidrat, residu, air dan resin. Proses degumming
dilakukan dengan penambahan asam fosfat 20% sebesar 0,3-0,5% (b/b)
minyak,sehingga akan terbentuk senyawa fosfasida yang mudah terpisah dari
minyak. Hasil dari proses degumming akan memperlihatkan perbedaan warna
yang jelas dari minyak asalnya, yaitu berwarna jernih kemerah-merahan.
Selanjutnya proses yang dilakukan adalah pengolahan minyak nyamplung
menjadi biodiesel. Namun hasil penelitian terbaru dengan tahapan pengolahan
yang berbeda dari tahapan di atas, memberikan standar kualitas minyak
nyamplung yang lebih baik. Tahapan pengolahan dari penelitian terbaru adalah
sebagai berikut :
a. Pemipilan/pemisahan daging biji dengan tempurungnya.
b. Pengukusan biji tanpa tempurung dilakukan selama dua jam.
c. Degumming dilakukan untuk mengendapkan asam fosfat teknis pada
konsentrasi 1%.
Proses pengolahan yang baru ini menghasilkan minyak yang standarnya
sesuai dengan SNI hingga 100% karena semua parameter standar telah terpenuhi.
Kualitas minyak yang telah dihasilkan dari proses ini telah mencakup
parameter Densitas, Viskositas Tititk Kabut, Residu Karbon dan Bilangan asam,
oleh karena itu 100% telah kualitasnya memenuhi SNI.
Heriansyah,I.2005.PotensipengembanganenergidaribiomassahutandiIndonesia.IN
OVASI online.Ed.Vol.3/XVII/Maret 2005.Website: http://io.ppi.jepang.org
(diakes : 19 Desember 2009)