You are on page 1of 3

INFO USAHA KECIL MENENGAH / KADIN / 11 Oktober 2009

PEMBERDAYAAN UKM: MEREKA BUTUH JEMBATAN


Oleh: Chrisna Permana, ME
Pengamat Kebijakan Publik – Universitas Indonesia

Dewasa ini, ramai-ramai berbagai kalangan mulai dari pengamat, pebisnis,


pemerintah, hingga dunia internasional kembali menggadang-gadang sektor
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebagai buffer yang dinilai efektif untuk
mengatasi gejolak laju krisis perekonomian global. Setidaknya, ini untuk kali
kedua (setelah sebelumnya di era krisis ekonomi 1997), jika memang berhasil,
maka sektor Usaha Kecil dan Menengah akan dianggap sebagai “juru selamat”
perekonomian Indonesia. Selalu demikian, ketika basis industri besar dalam
perekonomian sedang mantap-mantapnya, euforia semua pihak cenderung
melupakan UKM, namun di masa-masa ekonomi sulit, mereka berlindung di
balik punggung UKM. Sampai kapan UKM menjadi tokoh “inferior” dalam
percaturan ekonomi Indonesia? Di mana moral balas budi pemerintah? Sudah
saatnya kita untuk berpikir lebih serius untuk menghadiahi sesuatu yang
lebih berguna bagi UKM, setidaknya anggaplah sebagai imbal jasa atas apa
yang telah mereka kontribusikan dalam perekonomian Indonesia.

UKM Memainkan Peran Penting Dalam Ekonomi Indonesia

Berbicara mengenai kontribusinya, UKM sudah sangat besar memberikan


kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Sektor ini mampu
berkembang merata di seluruh penjuru nusantara, dengan jumlahnya yang
sudah mencapai 49,6 juta unit usaha. Kemudian jika mengacu pada dua
indikator makro yang paling utama, kontribusinya pun cukup signifikan,
terbukti sektor ini menyumbang 1.778 triliun (53,3%) terhadap porsi “kue”
PDRB nasional dan menyerap sekitar 96% tenaga kerja dari keseluruhan
jumlah tenaga kerja nasional (Data Kemenkop UKM, 2007). Berbagai jenis
produk UKM dari segala daerah terus berdatangan ke arena perdagangan
retail perkotaan, menjadi tren alternatif objek belanja baru bagi masyarakat,
yang memang sudah mulai jenuh dengan sejumlah produk industri besar dan
produk impor yang menawarkan harga melangit, dengan inovasi dan nilai
keunikan yang terabaikan. Lihat saja, manakala perhelatan even pameran
produk UKM digalakan, di saat itu pula ribuan masyarakat kota antusias
mendatanginya. Transaksi jual belinya pun lumayan, bahkan pada beberapa
even sudah sangat signifikan. Atau lihatlah juga sudut-sudut pusat
perbelanjaan, tidak membeda-bedakan entah itu mal atau sekedar pasar
swalayan, sudah mulai banyak dipadati oleh gerai produk UKM. Berbagai
produk ditawarkan mulai dari pakaian batik, kain, ukiran, keramik, hingga
barang elektronik. Bahkan konon cerita suksesnya, dari puluhan gerai
swalayan Carrefour yang tersebar di Indonesia, 70% dari 4.000 usaha
pemasok barang-barangnya adalah berasal dari sektor UKM.

Penting namun Kerap Kali Dinomorduakan

Namun cerita kesuksesan, pasti juga diiringi dengan permasalahan. Secara


lebih spesifik, dalam perkembangannya, tidak bisa disangkal bahwa sektor
UKM masih merupakan institusi yang lemah. Sektor ini memiliki berbagai
keterbatasan, dan salah satu yang paling utama selain persoalan kebutuhan
kucuran kredit permodalan dan bantuan pembinaan capacity building, adalah
fasilitasi jejaring usaha, kemitraan dan pemasaran. Dalam konteks teori
ekonomi kelembagaan, kelemahan jejaring usaha, kemitraan dan pemasaran
UKM ini adalah erat kaitannya dengan fungsi social bridging.

Meningkatkan UKM Berarti Meningkatkan Taraf Pemerataan Ekonomi

Mengutip pernyataan pakar ekonomi kelembagaan, Michael Woolcock (2002),


social bridging adalah komponen utama dari modal sosial yang merupakan
kekuatan untuk membuka jaringan dan akses semaksimal mungkin terhadap
potensi yang ada pada level eksternal dari suatu institusi/lembaga, yang
ditentukan oleh komponen mutual trust (kepercayaan) dan gathering system
(sistem kebersamaan). Maka dapat dikatakan bahwa keberadaan dari social
bridging adalah sebagai jembatan bagi suatu institusi untuk berhubungan
dengan pihak lain di lingkungan sekitarnya. Dalam konteks UKM sebagai
institusi, maka jembatan yang dimaksud salah satunya adalah jembatan
untuk menjalin kerjasama usaha, khususnya dalam rangka memasarkan
produknya baik ke pasar domestik maupun pasar internasional. Di tengah
produk sektor UKM yang potensial, “jembatan sosial” itulah yang masih belum
dioptimalkan secara maksimal. Berbagai masalah dalam konteks jembatan
sosial ini terus menjadi penghambat. Mulai dari keterbatasan UKM dalam
mengidentifikasi dan menganalisa pasar, akses terhadap kluster-kluster dan
organisasi perdagangan internasional, sampai dengan keterbatasan untuk
mengemas model pemasaran yang optimal. Hal inilah yang menyebabkan
ekspor produk UKM masih berkisar kurang dari 30% terhadap keseluruhan
ekspor nasional, dan masih banyak juga UKM yang belum mampu
memanfaatkan pasar domestik dan lokal.

Maksimalkan Peran Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

Menghadapi berbagai tantangan tersebut, inisiatif keseriusan dari pemerintah


pun mulai menunjukkan sinyal positif. Melalui tangan Kementerian Koperasi
dan UKM yang bekolaborasi dengan Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi
dan UKM, keduanya bersama-sama mulai membangun konstruksi jembatan
usaha bagi UKM. Konstruksi jembatan usaha tersebut berbentuk alternatif
fasilitasi pemasaran bagi UKM yang mulai digalakan secara lebih intensif,
misalnya dengan memfasilitasi terselenggaranya even festival UKM (atau lebih
dikenal dengan sebutan SME’Sco Festival), yang dilaksanakan di pusat
maupun di daerah, atau trading house, sebuah konsep rumah niaga yang
ditujukan untuk memberikan layanan pemasaran bagi UKM. Trading house
didukung oleh berbagai sarana dan prasarana seperti media informasi dan
komunikasi, media perbankan, lokasi permanent display (untuk memajangkan
produk), hingga layanan konsultasi bisnis. Khusus untuk Trading house ini
meskipun tahapannya masih cukup dini, karena kita baru menemukan
segelintir kecil prototype yang berjalan dengan optimal, dibalik rencana awal
yang targetnya akan dibangun merata pada pusat-pusat kota provinsi di
Indonesia dan bahkan kota Internasional, anggaplah acara simbolik peresmian
UKM Gallery, sebuah trading house induk yang diprakarsai oleh Lembaga
Layanan Pemasaran Koperasi dan UKM – Kementerian Koperasi dan UKM ini
sebagai tabuhan genderang perang. Suatu langkah besar, sebagai awal
optimisme kita dalam mengupayakan keberdayaan UKM yang lebih maju di
masa yang akan datang.

Tapi sekali lagi, bahwa pada prinsipnya, langkah pemerintah saat ini baru
sampai pada tahap konstruksi jembatan, sayangnya kini pemerintah di
ambang masa transisi. Harus kita saksikan sepak terjang konsistensinya di
masa yang akan datang, siapapun yang akan menjadi paket politik yang
melanjutkan roda pemerintahan, harus kita pastikan bahwa peran
Kementerian Koperasi dan UKM benar-benar hadir dalam rangka
merampungkan konstruksi jembatan pemasaran yang baru sepertiga jalan.
Kita harapkan lima tahun ke depan sebuah jembatan yang kokoh UKM dapat
teselesaikan. Jembatan di mana UKM dapat melintasinya dan membuka
jaringan usaha dengan berbagai daerah yang selama ini tidak terjangkau,
sebagai akses terhadap titik-titik strategis pasarnya, di dalam negeri bahkan
ke luar negeri. Semoga jembatan pemasaran tersebut berdayaguna dan
optimal demi perkuatan dan keberdayaan UKM kita di masa depan. Sekaligus
menjawab dengan berpikir positif, mungkin inilah bentuk “hadiah” pemerintah
sebagai balas jasa atas peran gemilang sektor UKM dalam ranah
perekonomian nusantara. Salam.
 

You might also like