You are on page 1of 3

Mengapa Kita Harus Shalat?

Sebuah
Renungan dalam Mengenal Arti
Sebuah Hidup
Oleh: Ustadz Cecep Sholehudin, Lc.

Pertanyaan tersebut akan menjadi sebuah pertanyaan yang klise dan tak bermakna
bagi mereka yang meyakini bahwa akal adalah satu-satunya instrumen untuk
menemukan kebenaran dan kebathilan, bagi mereka yang meyakini bahwa agama
itu adalah sama dan walaupun terjadi perbedaan hanyalah sekedar perbedaan
ekspresi dan cara semata, dan bagi mereka yang terbiasa memperjual-belikan
hukum-hukum Allah dengan uang dan peluang. Bagi mereka semua sholat adalah
sebuah ritualitas ibadah yang hanya membuang-buang waktu dan membodohi diri.

DR Hasan Hanafi, salah satu pelopor Islam Kiri, menjadi nara sumber dalam
sebuah seminar besar yang dihadiri oleh banyak masyarakat. Saat waktu sholat
dhuhur tiba, dia masih semangat berceramah di depan orang-orang banyak sampai
tiba waktu shalat Ashar. Seorang hadirin bertanya kepadanya: “Maaf, Bapak
Doktor, kenapa anda tidak sholat? Dia menjawab: “Kalau saya sholat maka anda
dan kawan anda yang rugi. Tapi kalau saya tidak sholat maka Allah pun tidak
akan merasa rugi karena Dia Maha Kaya”. Akhirnya penanya tersebut terdiam.
Begitulah dia membodohi dirinya dan orang-orang di sekitarnya.

Tapi bagi mereka yang meyakini bahwa hidup adalah sebuah perintah dan
perjanjian, maka shalat bukan sekedar ritualitas tapi menjadi sebuah kebutuhan
dan kewajiban yang harus dijalaninya dalam kondisi apapun sebagaimana
disebutkankan dalam Al-Quran bahwa tujuan hidup kita adalah semata-mata
untuk beribadah pada-Nya: “.. dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
kecuali untuk menyembah-Ku.” (QS Adz- Dzaariyat: 56) Imam Ali menegaskan
bahwa maksud dari ayat tersebut adalah: “bahwa Aku akan memerintahkan
mereka untuk menyembah Ku dan memanggilnya untuk beribadah kepada Ku”.

Sholat adalah ibadah yang harus dilakukan oleh seluruh anggota tubuh, baik
anggota material maupun non material, baik yang dilakukan oleh pikiran dan hati
seperti niat, ketulusan, khusyu’, tunduk, perasaan senantiasa diawasi dan lainnya;
baik yang dilakukan oleh lisan seperti membaca syahadat, tasbih, tahmid, takbir,
alfatihah dan lainnya; dan baik yang dilakukan oleh anggota tubuh lainnya seperti
berdiri, ruku, sujud, duduk dan lainnya. Artinya bahwa sholat menuntut semua
anggota tubuh kita baik yang sifatnya material ataupun non material terlibat dalam
irama sholat. Dan apabila salah satu dari anggota badan tubuh tersebut tidak
terlibat maka sholatnyapun menjadi cacat. Hal itu yang diungkapakan rasulallah
dengan istilah almuflis fissholat (orang yang bangkrut dalam sholat), yaitu orang
yang pikirannnya melayang-layang ketika sholat sehingga ada fase-fase yang
seharusnya konsentrasi penuh malah menjadi terbagi-bagi. Dalam kondisi seperti
ini wajar bila target dari sholat tidak tercapai.
Untuk mengukur sejauh mana sholat itu bisa memenuhi standar dan kriteria, maka
hal tersebut bisa dilihat dari indikasi-indikasinya, hal itu diungkapkan dalam Al
Quran: “dan lakukanlah sholat, sesungguhnya sholat itu bias mencegah kekejian
dan kemungkaran” (QS Al-ankabut: 45). Dalam ayat lain disebutkan:
“sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan watak selalu berkeluh kesah,
apabila dia ditimpa bencana maka dia ada dalam ketakutan dan apabila ia
mendapatkan kebaikan maka dia lupa diri kecuali orang-orang yang suka sholat,
yaitu orang-orang yang selalu menjaga sholatnya” (QS Al-Maarij: 19-23). Dan
dari Abdullah bin Amru bin Ash ra: suatu ketika Rasulallah saw menyebutkan
kemudian beliau bersabda kepadanya: “barang siapa yang selalu melaksanakan
sholat, maka dia akan mendapatkan cahaya, burhan (bukti yang kuat) dan
keselamatan dan barang siapa yang tidak melaksanakan sholat maka dia tidak
akan mendapatkan cahaya, burhan dan keselamatan dan dia akan hidup pada hari
kiamat bersama Qorun, Firaun dan Ubay bin Kaab.”

Sesungguhnya Allah tidak sematamata memerintahkan sholat kecuali untuk


kebaikan umatnya bahkan sholat itu sendiri menjadi pelipur lara dan penghubung
diri dengan sang penciptanya. Hal itu diungkapkan dalam Al Quran: {wahai
orang-orang yang beriman, mintalah bantuan - untuk memudahkan
urusanmudengan kesabaran dan sholat} QS Al Baqoroh: 153, kemudian
dipertegas lagi dalam ayat 45-46: {dan mintalah tolong dengan kesabaran dan
sholat, karena sesungguhnya keduanya sangat besar bagi mereka yang khusyu
dalam melaksanakan sholatnya, bagi mereka yang yakin akan bertemu Allah dan
bagi mereka –yang yakin– bahwa mereka akan kembali kepada- Nya}. Dan hal itu
dipertegas oleh rasulallah saw: “sesungguhnya aku mendapatkan ketenanganku
dalam sholatku”. Hal-hal ini kemudian memberikan ilham bagi para sufi untuk
menyimpulkan: “barang siapa yang ingin berbicara dengan Allah maka bacalah Al
Quran dan barang siapa yang ingin diajak berbicara dengan Allah maka
laksanakanlah sholat.

Di samping itu, sholat pun mengajarkan kepada kita hal-hal esensial bagi sebuah
kehidupan yang dinamis, antara lain:

- Kedisiplinan. Hal itu bisa dilihat dari waktu-waktu yang telah ditentukan dan
larangan untuk keluar dari waktu yang sudah ditentukan tersebut:
{sesungguhnya sholat itu bagi orangorang beriman adalah kewajiban yang
telah ditentukan} An Nisa: 103.

- Teratur. Hal itu nampak pada aturan sholat yang harus dimulai dengan takbir
dan diakhiri dengan salam. Semua tata cara itu harus berurutan dan dilakukan
secara teratur dan tidak boleh dilakukan dengan acak. Pola yang mengajarkan
kita untuk hidup teratur, terarah dan ter-manage.

- Kebersihan. Hal itu nampak dalam syarat-syaratnya, di mana untuk


mendapatkan sholat syah harus dimulai dengan membersihkan diri seperti
dengan wudhu/mandi membersihkan pakaian, membersihkan tempat sholat
dan lainnya. Pola hidup yang bersih menjamin hidup sehat dan dinamis.
- Olah badan. Hal itu nampak dalam gerakan-gerakan sholat yang menyentuh
semua organ tubuh, dari mulai kepala sampai kaki sehingga menurut sebuah
penelitian barang siapa yang menjalankan sholat dengan baik dan teratur maka
dia tidak akan kena penyakit apa pun karena sholat sudah mengatur
pergerakan tubuh agar berjalan normal.

- Penghormatan. Hal itu nampak pada fase-fase penghormatan dari mulai posisi
berdiri sampai posisi yang terendah dimana kondisi berada sebagai hamba
yang tak berdaya dengan menundukkan kepala ke tanah.

- Bersosial. Hal itu nampak ketika sholat jumat atau sholat Ied dilaksanakan
atau sholat fardu dilaksanakan di masjid dan secara berjamaah. Kebersamaan
yang akan melahirkan jiwa sosial yang tinggi.

- Dan hal-hal positif lainnya.

Semua faktor positif ini tidak akan dicapai dan diraih bila kondisi dan cara sholat
kita tidak sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Rasulallah. Sholat adalah
sesuatu perintah yang harus sesuai dengan tujuannya: sabda rasulallah saw:
“Sholatlah sebagaimana aku melaksanakan sholat.”

Sholat dengan urgensitasnya yang sangat vital dan penting bagi dinamika
kehidupan umat islam telah terabaikan bahkan sebagian menganggapnya hanya
buang-buang waktu sehingga wajar bila umat islam yang semestinya mempunyai
naluri ethos kerja yang tinggi, mentalitas yang kuat dan karya yang padat tidak
tercapai. Hal itu tidak lain karena kita telah meninggalkan pondasi utama dalam
kehidupan kita, yaitu sholat.

Fenomena tersebut sangat nampak dalam kehidupan masyarakat di Timur Tengah


sebut saja Mesir. Mereka terbiasa untuk melaksanakan sholat subuh pada waktu
duha bahkan menjama’ sholat lima waktu dalam satu waktu, fenomena kemalasan
yang sangat nampak dalam kehidupan sehari-harinya. Maka wajar bila masyarakat
Mesir masih berkutat dengan kemisikinannya. Dan tak jauh berbeda dengan
masyarakat kita, mereka menjadi terbiasa meninggalkan sholat karena mereka
dikejar setoran atau bentrok dengan jam kerja bahkan di beberapa instansi atau
pabrik-pabrik menjalankan sholat dilarang karena akan menghambat produksi dan
apabila mereka melaksanakannya maka akan mendapatkan sanksi yang bisa
berujung pada pemecatan.

Sungguh ironis, sebuah mayoritas masyarakat dikendalikan oleh tekanan


minoritas. Maka wajar bila seorang petinggi Israel berkata: “Orang-orang Arab
(Muslim) tidak mungkin mengalahkan orang-orang Israel kecuali apabila jumlah
orang yang sholat pada waktu shubuh sama dengan jumlah orang yang shalat pada
waktu jumatan”, bisakah? Wallahu a’lam bishawab. ***

You might also like