You are on page 1of 43

1BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri pada persalinan mungkin merupakan nyeri paling berat yang dirasakan
oleh wanita seumur hidupnya. Peredaan rasa nyeri pada persalinan selalu
merupakan hal yang kontroversial. Kesalahan interpretasi dari ayat alkitab ”Susah
payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau
akan melahirkan anakmu” menghasilkan penolakan metode pereda rasa sakit
selama berabad-abad (1).

Sebagai dokter, kita harus memahami dan berusaha memenuhi keinginan


pasien. Termasuk peredaan nyeri pada kelahiran bayi. Oleh karena itu, pemahaman
mengenai anestesia obstetri sangat penting bagi dokter dalam menjelaskan dan
memberikan pilihan kepada pasien.

Peredaan nyeri pada persalinan merupakan permasalahan yang unik.


Persalinan terjadi sewaktu-waktu tanpa peringatan dan anestesia obstetrik dapat
diperlukan segera setelah pasien makan dalam jumlah besar. Muntah dengan
aspirasi isi lambung merupakan ancaman konstan yang memberikan morbiditas dan
mortalitas ibu yang mencemaskan. Dan lagi, penyakit-penyakit yang terjadi hanya
pada kehamilan, seperti preeklampsia, solutio placenta, dan chorioamnionitis,
semuanya mempengaruhi adaptasi fisiologis pada kehamilan, dan mempengaruhi
secara langsung pilihan obat-obat analgesia dan anestesia yang dipergunakan.

Penggunaan teknik dan medikasi untuk menurunkan nyeri pada obstetrik


memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai efek-efek yang terjadi untuk
menjamin keselamatan ibu dan bayinya.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Komplikasi anestesia menyebabkan 1,6% kematian maternal yang


berhubungan dengan kehamilan di AS dari tahun 1991-1997 (Berg dan rekan, 2003)
(2)
. Data dari Pregnancy Mortality Surveillance Program dari CDC mengindikasikan
bahwa kematian maternal yang berhubungan dengan anestesia telah menurun
secara signifikan dalam dua dekade terakhir, dari 4,3 per juta kelahiran hidup saat
1979-1981 sampai kurang dari 2 per juta penduduk antara 1991-1999 (Chang dan
Rekan, 2003, Hawkins dan Rekan, 1997) (3,4). Proporsi kematian meternal yang
disebabkan komplikasi yang berhubungan dengan anestesia telah menurun dari 2,5
% antara 1979-1990 menjadi 1,6% antara 1991-1999 (Koonin dan rekan, 1997).

Faktor yang turut berperan dalam keamanan dari anestesia obstetrik adalah
trend penggunaan anestesia regional dibandingkan dengan anestesi umum.

2.1 DEFINISI ANESTESI

Analgesia merupakan modulasi atau hilangnya persepsi nyeri. Hal tersebut


dapat bersifat (1) lokal dan meliputi hanya sebagian kecil area tubuh, (2) regional,
meliputi area tubuh yang lebih luas, atau (3) sistemik. Analgesia dicapai dengan
penggunaan hipnosis (sugesti), medikasi sistemik, agen-agen regional, atau agen-
agen inhalasi.

Anesthesia merupakan hilangnya persepsi sensorik secara menyeluruh dan


dapat meliputi hilangnya kesadaran. Keadaan tersebut dapat diinduksi oleh berbagai
teknik dan agen. Pada obstetrik, anestesia regional dapat dicapai dengan teknik

2
anestesi lokal (epidural, spinal) dan Anestesia umum dengan medikasi sistemik dan
intubasi endotrakeal.

Istilah analgesia dan anestesia kadangkala tercampur-baur dalam


penggunaan sehari-hari. Analgesia mengacu pada keadaan dimana hanya modulasi
persepsi nyeri yang terlibat. Anestesia mengacu pada keadaan dimana kesadaran
mental dan persepsi sensasi lainnya juga ikut hilang. Telah terdapat untuk memilah
anestesia menjadi berbagai komponen, termasuk, analgesia, amnesia, relaksasi, dan
hilangnya respons refleks terhadap nyeri. Analgesia dapat dianggap sebagai bagian
dari komponen anestesia apabila ditinjau dari susut pandang ini. (7)

2.2 ANATOMI NYERI

“Respons nyeri” merupakan respons dari kepribadian seseorang secara


keseluruhan dan tidak dapat diurai secara sistematik dan ilmiah. Dokter memiliki
kewajiban untuk menyediakan proses persalinan dan kehamilan yang nyaman, atau
sekurang-kurangnya, dapat ditoleransi oleh pasien. Banyak pasien merasa tegang
dan kebingungan saat onset persalinan terjadi, walaupun mereka hanya merasakan
sedikit rasa nyeri ataupun tidak merasa nyeri samasekali. Seorang dokter harus
memahami pilihan pereda nyeri yang dapat diberikan dan merespons terhadap
kebutuhan dan keinginan pasien.(6)

3
Gambar 2.1. syaraf-syaraf yang terlibat pada nyeri kala satu dan kala dua
persalinan.

Timbulnya nyeri pada persalinan kala satu pada awalnya dianggap


melibatkan segmen spinal T11 dan T12. Namun, penelitian telah cukup
membuktikan bahwa segmen T10-L1 ikut terlibat. Rasa tidak nyaman yang terjadi
berhubungan dengan iskemi uterus saat kontraksi dan juga sebagai akibat dari
dilatasi dan penipisan cervix. Jalur sensorik yang berperan dalam penghantaran
impuls nociseptif (impuls nyeri) meliputi plexus uterina, plexus hipogastrikus
inferior, medialis, dan superior, rantai simpatik lumbar dan torakal bawah, dan
segmen spinal T10-L1.

4
Gambar2.2 Lokasi blokade anestesia regional

Nyeri pada kala dua kehamilan tidak diragukan lagi ditimbulkan oleh
peregangan vagina dan perineum. Jalur sensorik dari area ini dihantarkan oleh
cabang nervus pudendus melalui nervus dorsalis clitoridis, nervus labialis, dan
nervus hemorrhoidales inferior. Syaraf-syaraf tersebut merupakan cabang sensorik
utama pada perineum dan dihantarkan melalui serabut syaraf S2, S3, dan S4. Namun
syaraf lain, seperti nervus ilioinguinal, rami genitalis dari nervus genitofemoralis, dan
rami perineal dari nervus cutaneus femoralis posterior, dapat memegang peranan
dalam inervasi perineum.(6,7)

Walupun sebagian besar perineum dipersyarafi oleh 3 cabang utama dari


nervus pudendus, persyarafan oleh syaraf lain yang telah disebutkan di atas dapat
memegang peranan penting pada sebagian pasien. Tipe nyeri yang dilaporkan

5
meliputi nyeri (ache) pada punggung atau pinggang (nyeri alih, mungkin berasal dari
cervix), keram pada uterus (karena kontraksi fundus), atau sensasi “robek” atau
“terbelah” pada canalis vaginalis bagian bawah atau pudendum (karena dilatasi
cervix dan vagina).

Dystocia, yang biasanya bersifat nyeri, dapat disebabkan oleh disproposi


fetopelvic; kontraksi uterus yang disritmik, berkepanjangan dan tetanik; infeksi
intrapartum; atau banyak sebab lainnya.

2.3 METODE PENGENDALIAN NYERI NON FARMAKOLOGIK

Rasa takut dan ketidaktahuan mempotensiasi rasa nyeri. Seorang wanita


yang bebas dari rasa takut, dan memiliki kepercayaan pada staff obstetrik yang
menanganinya, biasanya memerlukan jumlah analgesia yang lebih sedikit. Read
(1944)(8) menekankan bahwa intensitas nyeri menjelang persalinan berhubungan
erat dengan tekanan emosional. Ia menyarankan bahwa wanita harus
diinformasikan dengan baik mengenai fisiologi persalinan dan berbagai prosedur
rumah sakit yang akan dilakukan menjelang kehamilan dan persalinan. Lamaze
(1970)(9) kemudian menjelaskan metode psikoprofilaksis, yang menekankan
kelahiran bayi sebagai proses fisiologis alami. Rasa nyeri sering dapat dikurangi
dengan mengajari wanita hamil untuk melakukan pernafasan relaksasi dan partner
persalinannya (suami, keluarga yang menemani) untuk melakukan teknik dukungan
psikologis. Konsep ini telah mengurangi penggunan obat-obat analgesik, sedatif, dan
amnestik saat kehamilan dan persalinan.

Banyak dokter ahli obstetrik berpendapat bahwa psikoprofilaksis dapat


menghilangkan sebagian besar nyeri pada proses persalinan dengan menurunkan
persepsi impuls nyeri pada korteks, bukan dengan menurunkan fungsi korteks,
seperti yang terjadi pada analgesia yang diinduksi dengan obat. Relaksasi, sugesti,

6
konsentrasi, dan motivasi adalah faktor-faktor yang mengungguli metode persiapan
lain dalam proses persalinan bayi. Beberapa di antaranya berhubungan erat dengan
hipnosis.

Saat wanita yang telah dimotifasi merasa siap untuk melahirkan anak, nyeri
dan kecamasan saat persalinan telah ditemukan menurun secara signifikan, dan
proses persalinan bahkan menjadi lebih singkat (Melzack, 1984; Saisto dan rekan,
2001)10,11. Sebagai tambahan, kehadiran pasangan yang suportif atau anggota
keluarga yang lain, assisten persalinan yang perhatian, dan dokter obstetrik yang
memberikan kepercayaan diri, memberikan keuntungan yang sangat berarti. Pada
suatu penelitian, Kennel dan rekan (1991) (12) secara random mengikutsertakan 412
wanita nullipara pada persalinan untuk mendapatkan dukungan emosional kontinyu
dari pemandu yang berpengalaman dibandingkan dengan dimonitor oleh observer
yang tidak melakukan interaksi dengan wanita yang sedang mengalami persalinan.
Tingkat kelahiran caesar lebih rendah secara signifikan pada parturien yang
mendapat dukungan emosional kontinyu (8 vs 13%), frekuensi analgesia epidural
untuk persalinan pervaginam juga lebih rendah (8 vs 23%).

2.4 AGEN-AGEN ANALGESIK, AMNESTIK, DAN ANESTETIK

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat-obat analgesik

1. Apabila pasien telah dipersiapkan secara psikologis terhadap


pengalamannya, ia akan memerlukan lebih sedikit pengobatan
antinyeri. Lakukan antisipasi dan hilangkan rasa takut ibu saat masa
antenatal dan pada saat awal persalinan. Jangan pernah menjanjikan
persalinan yang tidak nyeri.

7
2. Lakukan terapi individu pada tiap pasien, karena masing-masing
memberikan reaksi yang berbeda. Reaksi yang tidak diinginkan dari
tiap-tiap obat dapat terjadi.
3. Ketahuilah obat yang yang akan diberikan. Pahami batasan, bahaya,
dan kontraindikasi, serta keuntungan yang dimiliki.
4. Semua jenis analgesik yang diberikan pada ibu akan melintasi
plasenta. Prosedur pemberian sistemik akan memberikan tingkat
obat dalam darah maternal dan fetal yang lebih tinggi dibandingkan
obat yang diberikan secara regional. Banyak obat memiliki efek
depresi sistem syaraf pusat. Walaupun obat-obat tersebut memiliki
efek yang diinginkan pada ibu, obat tersebut dapat memberikan efek
depresi ringan sampai berat pada fetus.

Obat yang ideal memiliki efek menguntungkan yang optimal pada ibu dan
efek depresan minimal pada bayi. Saat ini tidak ada obat narkotik dan sedatif yang
digunakan dalam obstetriks yang memiliki efek maternal selektif. Pemberian obat
anestesi lokal secara regional dapat mencapai tujuan ini sampai batas tertentu
karena kadar obat dalam darah ibu yang rendah mengakibatkan paparan kadar obat
pada fetus dalam kuantitas yang rendah.

Aspek Farmakologis

Teknik analgesia dan anestesia sistemik meliputi baik rute oral maupun
parenteral. Rute parenteral meliputi subkutan, intramuskular, dan intravenous.
Sedatif, tranquilizer, dan analgesik biasanya diberikan secara intravena. Pada
beberapa kasus, jalur intravena lebih disukai.

Keunggulan dari pemberian secara intravena adalah (1) dapat menghindari


tingkat uptake yang beragam katena suplai vaskular yang buruk pada jaringan lemak

8
dan otot; (2) onset yang segera, (3) efek titrasi, menghindari “peak efek” yang
terjadi pada bolus intramuskuler; dan (4) dosis efektif yang lebih kecil karena onset
kerja yang lebih awal.

Kerugian dari injeksi intravena adalah injeksi arteri yang tidak disengaja dan
efek depresan apabila terjadi overdosis, namun karena dosis yang diberikan lebih
rendah, keuntungannya lebih besar dari kerugiannya.

2.5 AGEN-AGEN ANALGESIA DAN SEDASI OBSTETRI

Saat kontraksi uterus dan dilatasi cervix menimbulkan rasa tidak nyaman,
obat-obat pereda nyeri dengan narkotik seperti meperidine, ditambah dengan obat
penenang (tranquilizer) seperti promethazine, biasanya cukup untuk mengatasi
masalah tersebut. Dengan berhasilnya pemberian anestesia dan sedasi, sang ibu
seharusnya dapat beristirahat saat kontraksi berhenti. Pada keadaan ini, rasa tidak
nyaman biasanya dirasaan saat kontraksi uterus efektif terjadi (his), namun rasa
sakit yang terjadi pada umumnya masih dapat ditanggung oleh ibu. Pemilihan obat
yang tepat dan pemberian medikasi yang ditunjukkan pada tabel di bawah
seharusnya dapat mencapai tujuan tersebut pada sebagian besar wanita pada masa
persalinan.

Tabel 2.1 Obat-obat parenteral yang diberikan untuk nyeri persalinan


Agen Dosis general Frekuensi Onset Half life pada neonatus
Meperidine 25-50 mg (IV) 1-2 jam 5 min 13-22,4 jam
50-100 mg (IM) 2-4 jam 30-45 min 63 jam untuk active metabolites
Fentanyl 50-100 μg (IV) 1 jam 1 min 5,3 jam
Nalbuphine 10 mg (IV/IM) 3 jam 2-3 min (IV) 4,1 jam
15 min (IM)
Butorphanol 1-2 mg (IV/IM) 4 jam 1-2 min (IV) Tidak diketahui
10-30 min (IM) Sama dgn nalbuphine pd dewasa
Morphine 2-5 mg (IV) 4 jam 5 min 7,1 jam
10 mg (IM) 30-40 min

9
Agen Parenteral

Sedatif (Hipnotik)

Prinsip penggunaan obat-obat sedatif-hipnotik adalah untuk menimbulkan


rasa mengantuk. Untuk waktu yang lama, obat-obat ini merupakan satunya obat
yang tersedia untuk menurunkan kecemasan dan menginduksi rasa ngantuk. Fase
laten dari kala pertama kehamilan dapat diatasi dengan dukungan psikologis saja
atau penggunaan bahan sedatif-hipnotik. Dukungan psikologis dapat dibantu
dengan penggunaan sedatif. Saat dipergunakan secara tepat, obat-obat ini
menginduksi perasaan tenang dan perasaan nyaman pada pasien. Obat-obat ini
merupkaan analgesik yang buruk dan tidak meningkatkan ambang nyeri pada pasien
yang sadar. Amnesia tidak terjadi. Persalinan dapat diperlambat oleh dosis sedatif
yang besar, terutama apabila diberikan terlalu awal pada kala pertama kehamilan.

Penggunaan barbiturat secara terpisah pada analgesia obstetrik tidak umum


dipergunakan dan tidak disarankan. Dosis yang memadai bagi ibu berbahaya bagi
bayi, yang sangat sensitif terhadap depresi sistem syaraf pusat oleh obat ini. Apnia
periodik dan terhambatnya semua gerakan persalinan membuat obat-obat
barbiturat tersebut tidak dipergunakan.(6)

Obat penenang dan Amnestik

Obat-obat ini dipergunakan pada prinsipnya untuk mengurangi kebingungan


dan kecemasan untuk memperoleh keadaan yang tenang. Potensiasi efek analgesik
sering diklaim dimiliki oleh kelompok agen ini namun belum pernah
didemonstrasikan secara pasti. Hydroxyzine dan diazepan merupakan obat
tranzuilizer amnestik yang sangat populer. Scopolamine, yang sangat populer dalam
obstetrik di masa lampau tidak menimbulkan analgesia namun memiliki efek sedatif
ringan dan efek amnestik yang tinggi. Scopolamine tidak lagi dipergunakan karena

10
amnesia yang ditimbulkan berlebihan dan berkempanjangan. Diazepam harus
dihindari saat persalinan karena memiliki waktu paruh yang panjang, yang bahkan
lebih panjang pada neonatus. Diazepam melintasi plasenta dan memiliki konsentrasi
yang signifikan pada plasma fetus. Saat ini, diazepan tidak direkomendasikan apabila
neonatusnya prematur karena terdapat ancaman kern icterus. Efek samping yang
potensial yang berhubungan dengan penggunaan diazepam adalah hipotonia
bayi,hipotermia, dan hilangnya variabilitas beat-to-beat pada denyut jantung janin.

Salah satu kontroversi pada diazepan adalah kekhawatiran menganai


kandungan buffer natrium benzoat dan asam benzoat. Keduanya merupakan
uncoupler poten bagi kompleks bilirubin-albumin, dan beberapa peneliti telah
mengajukan bahwa neonatus mungkin lebih peka terhadap kernicterus karena
terdapat peningkatan bilirubin yang beredar dalam darah. Namun, karena diazepam
yang diinjeksi efektif dalam penobatan gangguan kejang pada neonatus, withdrawal
opiat, dan tetanus, dan karena obat ini merupakan obat tambahan yang berguna
pada analgesia obstetrik, studi pada binatang dilakukan untuk membandingkan
kuantitas natrium benzoat yang diinjeksikan untuk menentukan apakah sejumlah
bilirubin yang signifikan terdapat pada sirkulasi. Midazolam, jenis benzodiazepin laru
air yang short acting, nampaknya tidak memiliki efek neonatus yang terlihat pada
neonatus seperti pada diazepam dan dihilangkan dengan lebih cepat. Midazolam
merupakan agen yang relatif baru dengan penggunaan klinis yang terbatas dalam
obstetrik, namun dosis yang kecil dapat memberikan kegunaan anxiolitik bagi pasien
yang sedang dalam persalinan. Midazolam 3-4 kali lbih poten daripada diazepam.
Dan terdapat penundaan singkat pada onset sedatif setelah injeksi intravena. Dosis
yang dipergunakan harus dijaga di bawah 0,075 mg/kg untuk menghindari efek
anterograde amnesia yang berlebih. (7)

ANALGESIK NARKOTIK

11
Bahan analgesik sistemik (termasuk narkotik) cukup sering dipergunakan
pada persalinan kala pertama karena obat-obat ini memproduksi baik keadaan
analgesia maupun peningkatan mood. Obat yang disukai untuk keadaan ini adalah
codeine 60 mg intramuskuler atau meperidine 50-100 mg intramuskuler atau 25-50
mg intravena (titrasi). Kombinasi morfin dan skopolamin dulu populer untuk efek
“twilight sleep” namun sekarang jarang dipergunakan. Efek yang tidak diinginkan
pada kombinasi obat ini adalah mual dan muntah, supresi batuk, stasis intestinal,
dan penurunan frekuensi, intensitas, dan durasi kontraksi uterus pada awal kala satu
persalinan. Dan juga amnesia yang terjadi pada pasien ini dapat berlebih.

Morphine tidak dipergunakan pada pasien yang berada dalam persalinan


aktif karena depresi pernafasan berlebih yang terjadi pada neonatus dibandingkan
dengan dosis equipoten dari narkotik lain. Fetus yang berada pada keadaan young
gestational age, small for dates, atau mengalami trauma atau persalinan yang
panjang lebih rawan terhadap narkosis.

Meperidine dan Promethazine

Meperidine, 50-100 mg, dengan promethazine, 25 mg, dapat diberikan


secara intramuskuler dengan interval 2-4 jam. Efek yang yang lebih cepat dapat
dicapai dengan memberkan meperidine secara intravena dalam dosis 25-50 mg
setiap 1-2 jam. Dimana analgesia maksimal dapat dicapai dalam 30-45 menit setelah
injeksi intramuskuler, dicapai segera setelah pemberian intravena. Meperidine
melintasi plasenta, dan waktu paruhnya pada bayi kira-kira 13 jam atau lebih pada
neonatus. Efek depresan pada fetus berada sedikit di atas efek analgesik puncak
maternal.

Pada penelitian terandomisasi analgesia epidural yang dilakukan pada


Parkland Hospital, Analgesia intravena yang dikontrol oleh pasien merupakan

12
metoda yang efektif dan tidak mahal untuk analgesia persalinan (Sharma dan rekan,
1997). Sejumlah wanita yang telah terandomisasi untuk menerima analgesia yang
dosisnya diatur sendiri diberikan 50 mg meperidine dengan 25 mg promethazine
intravena sebagai bolus pertama. Setelahnya, sebuah pompa infus diatur untuk
memberikan 15 mg meperidine setiap 10 menit apabila diperlukan sampai saatnya
persalinan dimulai. Nilai rata-rata dan nilai maksimum dosis meperidine adalah 140
dan 500 mg. seperempat dari wanita dalam percobaan menerima lebih dari 200 mg
meperidine saat persalinannya. Tingkat sedasi neonatal yang diukur dengan
kebutuhan perlakuan dengan naloxone dalam ruangan persalinan, ditemukan pada
3% dari bayi baru lahir.

Butorphanol

Narkotik sintetik ini, diberikan dalam dosis 1 sampai 2 mg, setara dengan 40-
60 mg meperidine (Quiligan dan rekan, 1980). Efek samping utama yang terjadi
adalah somnolens, pusing, dan disphoria. Depresi pernafasan neonatus dilaporkan
lebih jarang dibandingkan dengan meperidine, namun harus hati-hati jangan sampai
kedua obat tersebut dipergunakan bersaaan karena butorphanol memiliki
antagonisme terhadap efek narkotik meperidine. Angel dan rekan (1984) dan Hatjis
dan Meis (1986) menerangkan pola denyut jantung bayi sinusoidal setelah
pemberian butorphanol.

Fentanyl

Opioid sintetik yang short acting dan sangat poten ini dapat diberikan dalam
dosis 50 sampai 100 μg secara intravena setiap jamnya. Kerugian utamanya adalah
durasi kerja yang pendek, yang memerlukan pemberian obat yang berulang atau
penggunaan pompa intravena yang dikendalikan oleh pasien. Atkinson dan rekan
(1994) melaporkan bahwa butorphanol menyediakan analgesia yang lebih baik

13
daripada fentanyl dan berhubungan dengan lebih sedikitnya permintaan untuk
analgesia epidural.

Fentanyl merupakan narkotik sintetik yang dipergunakan secara sistemik


maupun dalam kompartemen epidural. Penggunaan obat ini dalam kompartemen
epidural memiliki keberhasilan yang tinggi saat dikombinasikan dengan sejumlah
kecil bupivacaine dalam konsentrasi rendah.

Thiobarbiturat

Anestesi intravena seperti thiopental dan thiamylan dipergunakan secara


luas dalam bedah umum, namun kurang dari 4 menit setelah thiobarbiturat
diinjeksikan pada vena ibu, konsentrasi obat dalam darah ibu dan janin akan
menjadi sama. Sang ibu akan kehilangan ksadaran dan refleks proteksi saluran nafas
dengan dosis 1,5-2 mg/kg; oleh karena itu obat-obat ini harus dipergunakan
bersamaan dengan anestesia umum endotrakeal.

Propofol

Propofol merupakan agen induksi yang diperkenalkan pada praktek


kedokteran di Amerika Serikat pada awal 1990-an. Obat ini merupakan propylphenol
hidrofobik yang diformulasikan sebagai emulsi aqueous dlaam fosfatide telur dan
kacang kedelai. Sebagai agen induksi, obat ini sama dengan barbiturat dlaam depresi
kardiak ringan dan hilangnya tonus vasomotor perifer. Obat ini memberikan
keuntukngan berupa clearance yang cepat, durasi kerja yang cepat, efek antiemetik,
dan berkurangnya resiko reaktifitas jalan nafas. Obat ini merupakan agen ideal bagi
induksi anestesi umum pada dosis 2mg/kg berat badan pada parturien. Obat ini
dapat diberikan dalam dosis 10-20 mg saat pembedahan dilakukan dalam keadaan
blok regional untuk mengobati mual-muntah. Skor apgar dan gas umbilikus sama
setelah induksi dengan propofol dan dengan barbiturat

14
Ketamine

Derivat phencyclidine, ketamin menimbulkan anestesia dengan interupsi


disosiatif dari jalur afferen dari persepsi korteks. Obat ini berguna dan dipergunakan
secara luas pada obstetrik karena karena status kardiovaskuler ibu dan aliran darah
ibu tetap terjaga dengan baik. Pada dosis kecil sebesar 0,25-o,5 mg/kg berat badan
secara intravena, analgesia maternal efektif terjadi tanpa kehilangan kesadaran
maupun reflek-reflek protektif. Namun, margin of safety dari obat ini sempit,
sehingga obat ini hanya boleh dipergunakan oleh dokter yang dapat melindungi dan
mengamankan jalan nafas apabila kehilangan kesadaran terjadi. Untuk kelahiran
secara bedah caesar, induksi anestesi umum dapat dicapai dengan 1-2mg/kgbb
secara intravena dan diikuti segera dengan pelemas otot (muscle relaxant) dan
intubasi endotrakeal. Ketamin berguna pada keadaan kehilangan darah banyak, saat
induksi cepat dari anestesia umum diperlukan. Namun, obat ini memiliki efek
halusinogenik yang membatasi kegunaannya dalam obstetrik.

Ketamine menstimulasi sistem kardiovaskuler untuk menjaga denyut


jantung, tekanan darah, dan cardiac output; oleh karena itu obat ini berguna pada
situasi komplikasi hiptensi/perdarahan maternal.

Anestesi Inhalasi

Anestesi inhalasi diberikan sebagai komponen dari anestesia umum. Pada


masa lalu, anestesi inhalasi dipergunakan dalam persalinan dalam konsentrasi
subanestesi untuk mengatasi nyeri kontraksi, tetapi kini tidak lagi dipergunakan
untuk indikasi ini. Pemberian lewat masker pada obat-obat ini pada pasien dalam
keadaan sadar pada pasien yang sedang bersalin dapat menimbulkan obstruksi
saluran nafas, aspirasi, dan hypoksia. Dan juga ruangan bersalin sering tidak
dipersiapkan untuk kontaminasi gas karena kurangnya exhaust ventilasi dalam

15
ruangan tersebut. Kesimpulannya, dari seluruh anestesi inhalasi yang ada, hanya
nitrous oxide yang memiliki kemampuan analgesi pada konsentrasi subanestesi

Anestesi inhalasi yang paling sering dipergunakan dalam kehamilan adalah


nitrous oxide, halothane, dan isoflurane. Saat anestesia umum dilakukan, 50%
nitrous oxide dalam oksigen disuplementasi dengan 0,5% halothane atau 0,7%
isoflurane untuk menyediakan keperluan anestesi saat fase maintenance anestesi.
Obat-obatan ini melintasi plasenta dan menimbulkan konsentrasi darah yang
signifikan pada fetus. Saat paparan singkat terjadi pada ibu yang diberikan gas
anestesi, bayi tidak mengalami efek yang merugikan. Kardiac output bayi mengalami
sedikit penurunan oleh obat-obat ini, namun aliran darah pada organ-organ penting
tidak terpengaruh, dan status asam-basa pada janin tidak terpengaruh. Paparan
pada MAC dari gas anestesi selama lebih dari 15 menit berhubungan dengan skor
apgar yang berkurang, namun parameter total dari janin dan bayi baru lahir tidak
terpengaruh.

Parturien aterm lebih sensitif terhadap efek anestesi dari semua anetesi
inhalasi, mungkin karena tngkat progesterone yang meningkat. Peningkatannya
sebesar 20-30% dibandingkan dengan subjek yang tidak hamil menyebabkan pasien
memiliki peningkatan resiko obtundasi dan aspirasi; oleh karena itu, obat-obatan ini
sebaiknya tidak diberikan tanpa persiapan intubasi endotrakeal. Halothane dan
isoflurane menimbulkan relaksasi uterus, dan konsentrasi yang tinggi harus dihindari
saat persalinan untuk mencegah atonia uteri dan perdarahan postpartum. Pada
konsenstrasi rendah (<1%), obat-obat ini menimbulkan ambesia dan efek
tokolitiknya dapat dilawan dengan pemberian infus oxytocin standar. Gas-gas ini
bersifat bronkodilator. Halothane memiliki efek depresi miokardium, dan isoflurane
menimbulkan reduksi yang lebih besar pada systemic vascular resistance (SVR)

16
Agen anestesi volatil ang lebih baru (desiflurane, sevoflurane) belum
dipergunakan secara luas pada parturien. Obat anestesi gas tersebut tidak larut
dalam darah dan jaringan, oleh karena itu memiliki kerja yang sangat singkat.
Apakah sifat ini merupakan keuntungan ataukah kerugian saat bedah caesar
dibandingkan dengan halothane dan Isoflurane masih belum jelas.

Penggunaan nitrous oxide secara intermiten untuk mengurangi nyeri


persalinan telah dibahas oleh Rosen (2002) dan tekniknya adalah sebagai berikut:

1. Perintahkan ibu ntuk mengambil nafas dalam dan untuk mulai


menghisap gas 30 detik sebelum kontraksi berikutnya terjadi dan
untuk berhenti setelah kontraksi mulai reda.
2. Pindahkan masker antara kontraksi dan sarankan ibu untuk bernafas
secara normal. Masker harus dipegang oleh pasien atau personel
yang memiliki pengetahuan mengenai anestesi.
3. Instruksikan pendamping pasien untuk melakukan kontak verbal
dengan pasien.
4. Berikan harapab bahwa rasa nyeri tidak akan hilang, namun akan
mengalami penurunan.
5. Berikan jaminan akses intravena, pulse oxymetry, dan pengeluaran
gas yang diinhalasi
6. Waspada apabila pemberian opioid dilakukan sebelumnya karena
kombinasi tersebut dapat menyebabkan wanita tidak sadar dan
menimbulkan ketidakmampuan bagi wanita untuk melindungi jalan
nafasnya

2.6 ANESTESIA LOKAL DAN REGIONAL

17
Anestesia regional dapat dicapai dengan injeksi anestesi lokal (tabel di
bawah) sekeliling syaraf yang melewati segmen spinal terhadap syaraf perifer yang
bertangguang jawab terhadap inervasi sensoris pada bagian tubuh tertentu. Baru-
baru ini, narkotik ditambahkan pada anestesi lokal untuk meningkatkan analgesia
dang mengurangi sebagian efek samping anestesi lokal. Blokade syarag regional
yang dipergunakan dalam obstetrik meliputi cara-cara berikut: (1) blokade epidural
lumbal dan blokade epidural caudal, (2) blokade subarachnoid (spinal), dan (3)
blokade pudendal.

Tabel 2.2 Obat-obat yang biasa dipergunakan untuk anestesia lokal

Tetracaine Lidocaine Bupivacaine


(Pontocaine (Xylocaine) (marcaine)
Potensi (dibandingkan dgn procaine) 10 2-3 9-12
Toksisitas (Dibandingkan procaine) 10 1-1,5 4-6
Stabilitas saat temperatur sterilisasi Stabil Stabil Stabil
Dosis maksimum total 50-100mg 500mg 175 mg
Infiltrasi
Konsentrasi 0,05-0,1% 0,5-1% 0,25%
Onset kerja 10-20 menit 3-5 menit 5-10 menit
Durasi 1,5-3 jam 30-60 menit 90-120 menit
Blokade syaraf dan epidural
Konsentrasi 0,1-0,2% 1-2% 0,5%
Onset kerja 10-20 menit 5-10 menit 7-21 menit
Durasi 1,5-3 jam 1-1,5 jam 2-6 jam
Subarachnoid
Konsentrasi 0,1-0,5% 5% --
Dosis 5-20 mg 40-100 mg --
Onset kerja 5-10 menit 1-3 menit --
Durasi 1,5-2 jam 1-1,5 jam --

Infiltrasi anestesi lokal dan anestesi blokade pudenda memiliki resiko


minimal. Bahaya yang terjadi meningkat seiring dengan jumlah obat yang
dipergunakan. Tingkat keamanan dan kecocokan anesthesia regional bergantung

18
pada pemilihan obat yang tepat dan pengetahuan, pengalaman, dan ekspertise
dalam mendiagnosis dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi.

Pemilihan pasien

Anestesia regional cocok untuk analgesia persalinan normal, kelahiran


caesar, dan prosedur obstetrik operatif lainnya (seperti ligasi tuba postpartum,
penjahitan cervix). Sebagian besar pasien memilih untuk tetap sadar, namun
kadangkala pasien memilih untuk diberikan anestesi umum.

Anestesiologis akan menilai resiko relatif dari pembiusan umum


dibandingakan dengan anestesia regional. Sebagai contoh, sebagian bentuk penyakit
katup jantung dpaat menjadi kontraindikasi bagi blokade regional, dan anestesia
umum dapat dianggap lebih cocok. Kontraindikasi anestesia regional lainnya
meliputi infeksi, koagulopati, hypovolemia, penyakit neurologis progresif, dan
penolakan pasien.

Persiapan pasien

Wanita yang diinformasikan dengan baik dan memiliki kepercayaan yang baik
dengan dokternya pada umumnya tenang dan merupakan kandidat yang kooperatif
bagi anesthesia regional maupun umum. Pasien dan partnernya harus
diinformasikan pada awal kehamilannya untuk pilihan anesthesia persalinan dan
juga pada bedah caesar apabila kemungkinan tersebut terjadi. Anestesiologi dapat
dilibatkan pada awal kehamilan apabila pasien memiliki pertimbangan mengenai
anestesia (riwayat keluarga dengan resiko anestesi, pembedahan punggung yang
dilakukan sebelumnya, masalah koagulasi).

Agen-agen anestesi lokal.

19
Obat-obat anestesi lokal memblok potensial aksi dari syaraf saat axon dari
syaraf terpapar pada obat tersebut. Agen anestesi lokal bekerja dengan
memodifikasi permeabilitas ionik dari membran sel untuk menstabilisasi potensial
istirahat (resting potential). Semakin kecil serabut syaraf, lebih sensitif syaraf
tersebut terhadap anesteesi lokal karena kerentanan dari serabut syaraf individual
berbanding terbalik dengan diameter serabut syaraf pada potongan melintang. Oleh
karena itu pada anestesia regional, persepsi sentuhan ringan, nyeri dan temperatur
dan apasitas kontrol vasomotor terhambat lebih awal dan dengan konsentrasi yang
lebih kecil dibandingkan dengan persepsi tekan atau fungsi motorik otot lurik.
Pengecualian dari aturan tersebut terjadi pada sensitisasi syaraf autonom yang
mengalami blokade pada dosis yang lebih rendah walaupun ukuran syarafnya lebih
besar daripada sebagian syaraf sensorik.

Hanya obat-obat anestesi yang bersifat reversibel dan tidak mengiriktasi dan
menimbulkan toksisitas yang rendah yang dapat diterima secara klinis. Kualitas lain
yang diinginkan dari agen anestesi regional adalah onset yang cepat, durasi yang
dapat diprediksi, dan kemudahan sterilisasi

Semua anestesi lokal memiliki efek samping bergantung dosis tertentu yang
tidak diinginkan apabila diabsorbsi secara sistemik. Semua obat-obat ini mampu
menstimulasi sistem syarag pusat dan dapat menimbulkan bradicardia, hipertensi,
atau stimulasi pernafasan pada tingkat medulla. Dan lagi anestesi lokal dapat
menimbulkan kecemasan, eksitasi, ataupun konvulsi pada tingkat kortikal maupun
subkortikal. Respons ini menstimulasi bangkitan grand mal karena diikuti oleh
depresi, kehilangan kontrol vasomotor, hipotensi, depresi nafas, dan koma. Episode
depresi kardiovaskuler tidak langsung sering ditingkatkan dengan efek vasodilator
dan efek depresi miokardium. Efek tersebut serupa dengan quinidine dan

20
menjelaskan mengapa lidocaine dapat berguna bagi pengobatan aritmia jantung
tertentu.

Analgesia Infiltrasi Lokal

Infiltrasi jaringan lokal dari larutan anestesi yang diencerkan pada umumnya
memberikan efek yang memuaskan karena targetnya adalah serabut syaraf yang
halus. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada bahaya toksisitas sistemik saat area
yang luas mengalami anestesi atau saat injeksi berulang diperlukan. Sangat baik
untuk mengkalkulasi jumlah miligram obat dan volum larutan yang diperklukan
untuk menjaga dosis total dibawah dosis toksik yang dapat diterima.

Infiltrasi pada atau dekat area yang mengalami inflamasi merupakan


kontraindikasi. Injeksi dari area ini dapat diikuti oleh absorbsi sistemik obat sebagai
hasil peningkatan vaskularitas jaringan yang mengalami inflamasi. Dan lagi, injeksi
dapat menimbulkan penyebaran infeksi.

Teknik Analgesia regional

Blok epidural lumbar

Teknik analgesik ini menjadi populer akhir-akhir ini karena cocok dengan
anestesia obstetrik. Injeksi bolus atau infus kontinyu dapat diberikan pada
persalinan vaginal maupun operasi caesar. Narkotik diperlukan untuk meningkatkan
kualitas blokade.

Setelah evaluasi pasien, blokade epidural dapat dilakukan saat persalinan


dimulai. Dosis obat dapat diatur saat keadaan berubah. Kateter yang dipergunakan
dapat juga dipergunakan untuk pembedahan dan analgesia postoperatif apabila
diperlukan. Persalinan kala dua diperpanjang oleh an algesia epidural; namun durasi

21
kala satu tidak terpengaruh. Terdapat peningkatan ekstraksi forceps, namun fetus
tidak terpangaruh secara negatif oleh blokade epidural.

Gambar 2.3 anestesia epidural

Teknik blokade epidural harus tepat, dan anestesia spinal masif tinggi yang
tidak diinginkan dapat terjadi kadang-kadang. Reaksi yang tidak diinginkan lainnya
meliputi sindrom absorbsi cepat (rapid absorbsion syndrome) hipotensi, bradikardia,

22
halusinasi, konvulsi), nyeri punggung postpartum, dan parestesi. Blokade epidural
seharusnya dpaat menghilangkan nyeri antara T10 dan L1 pada saat kala satu
persalinan dan antara T10 dan S5 pada kala dua persalinan.

Prosedurnya sebagai berikut. Injeksikan 3 ml larutan 1,5% lidocaine dalam air


atau bahan serupa pada kateter sebagai dosis ujicoba. Apabila anestesia spinal tidak
terjadi setelah 5-10 menit, injeksikan tambahan 5ml. Injeksikan 10 ml total cairan
anestetik agar didapat kan tingkat anestesia yang cocok dan diinginkan secara
perlahan-lahan. Saat blokade tercapai, Infusi kontinyu dari 10-12 ml/jam dapat
memberikan maintenance yang cukup bagi persalinan. Bupivacaine 0,125-0,25%
paling sering dipergunakan untuk blokade epidural, dengan fentanyl sebesar 2-5μg
dalam campuran epidural.

Sang ibu diposisikan dalam posisi lateral atau miring untuk mencegah
kompresi aortocaval. Simpatektomi yang ditimbulkan oleh blokade syaraf
merupakan predisposisi bagi pengumpulan darah di vena dan penurunan venous
return. Tekanan drah maternal harus diukur secara berkala saat anestesi epidural
bekerja.

Blokade Kaudal

Anestesia kaudal merupakan blokade epidural yang dicapai melalui spatium


caudal. Anestesi ini dapat memberikan blokade sakral selektif bagi persalinan kala
dua; namun, saat ini jarang dipergunakan karena komplikasi yang spesifik bagi
pasien obstetrik. Turunnya kepala bayi pada perineum, sebagai tambahan oedema
sakral pada saat aterm, mengaburkan landmark dari hiatus sacralis. Hal ini
menyebabkan teknik ini sulit dilakukan. Dan laporan bahwa terdapat penembusan
rektum dan penusukan tengkorak bayi oleh jarum epidural telah menyebabkan

23
banyak anestesiologis menghindari teknik ini. Anesthesia epidural lumbal dianggap
sebagai alternatif yang lebih aman.

Gambar 2.4 blokade kaudal

Anestesia Spinal

Saat ini anestesia spinal merupakan pilihan anestetik bagi kelahiran caesar.
Anestesia spinal dapat dilakukan lebih cepat daripada anestesia epidural dan
menyediakan kondisi operasi yang ideal, termaduk blokade sensorik yang dalam dan
blokade motorik. Onset simpatektomi lebih cepat daripada blokade epidural,
sehingga perhatian diperlukan untuk memastikan pasien diberikan infus 1,5-2 L
larutan saline sebelum teknik ini dilakukan. Anestesia spinal jarang dipergunakan
saat ini untuk mengurangi kelahiran bayi dan persalinan kala tiga. Keunggulan
anesthesia spinal adalah sang ibu tetap sadar untuk menyaksikan kelahiran, tidak
perlunya penggnaan obat anestetik atau analgesik, tekniknya tidak sulit, dan
relaksasi dari dasar pelvis dan jalan lahir bawah dapat dicapai. Anestesia dapat

24
dicapai dalam 5-10 menit. Dosis anestesia spinal kecil. Komplikasi jarang terjadi dan
dapat diatasi dengan mudah. Namun, nyerikepala spinal terjadi pada 1-2% pasien

Kombinasi anestesi spinal dan epidural

Penggunaan kombinasi spinal dan epidural (CSE) populer pada pertengahan


tahun 1990-an sebagai alternatif anestesia epidural pada persalnan. Sejumlah kecil
dosis anestesi lokal dan narkotik (2,5 mg bupivacaine dan 25μg fentanyl) diinjeksikan
melalui jarum spinal, yang dimasukkan melalui jarum epidural dan dimasukkan
melalui spatium intrathecal. Jarum spinal ditarik dan katatar epidural ditempatkan
untuk penggunaan kemudian. Medikasi spinal menyediakan peredaan nyeri yang
segera dan blokade motorik yang minimal dan dapat memungkinkan pergerakan
pasien. Nanti saat persalinan, kateter epidural dipergunakan untuk infus kontinyu
larutan epidural, dengan standar yang sama yang dipergunakan pada anestesia
epidural pada persalinan.

Gambar 2.5 teknik kombinasi analgesia spinal-epidural

25
Pihak yang menolak kombinasi spinal-epidural berpendapat bahwa teknik ini
dapat meningkatkan insedensi nyeri kepala pasca pungsi lumbal, dan ambulasi ibu
bahkan setelah injeksi spinal dosis rendah tidak aman baik bagi ibu dan janin. Pada
akhirnya karena tekniknya rumit, dapat berhubungan dengan tingkat komplikasi
yang lebih tinggi. Tidak ada data yang mendukung keuntungan maupun kerugian
CSE dibandingkan dengan anestesia epidural standar dalam persalinan.

Konsekuensi paling serius dalam anestesia spinal atau epidural adalah


kematian ibu. Kematian ibu berhubungan dengan dengan penggunaan 0,75%
larutan bupivacaine untuk kelahiran bedah caesar dan persalinan dilaporkan pada
akhir 1980-an, menyebabkan FDA melarang penggunaan obat ini pada obstetri.
Kematian ini disebabkan uptake vena dari obat ini dan depresi miocardium yang
segera terjadi dan bertahan lama, yang tidak merespon terhadap usaha resusitasi
jantung. Kematian maternal saat ini berhubungan dengan anestesia regional
sekarang lebih rendah, karena dosis bolus dengan konsentrasi tingi tidak lagi
dilakukan.

Sebagian besar efek samping dar anestesia spinal atau epidural adalah
blokade syaraf simpatis yang berjalam bersama rami anterior torakal dan syaraf
lumbal atas (outflow torakolumbal). Yang menyebabkan terganggunya mekanisme
tegulasi fisiologis. Tekanan darah lumbr turuk sebagai akibat resistensi arteri dan
pooling darah vena-karena tidak ada kompensasi yang terjadi denga perubahan
posisi pasien (misalnya posisi trendelenburg). Apabila dermatom torakal tinggi
mengalami blokade (T1-T5), perubahan persyarafan simpatis jantung
memperlambat denyut jantung dan menurunkan kontraktilitas jantung. Sekresi
epinefrin oleh medulla adrenal terganggu, akibatnya, mekanisme parasimpatik
berupa perlambatan jantung yang tidak mengalami oposisi mengubah stimulasi
vagal, Sebagai hasilnya shock segera terjadi, terutama pada pasien yang hiptensif

26
atau hipovolemik. Dan tutunnya tekanan darah secara tiba-tiba pada pasien yang
mengalami hipertensi arteriosklerotik tidak dapat dihindarkan lagi.

Cairan, terapi oksigen untuk perfusi jaringan yang memadai, posisi tubuh
untuk mengoptimalkan venous return, dan obat-obat vasopressor yang diberikan
secara intravena direkomendasikan dalam keadaan ini.

Di masa lalu, nyeri kepala karena kebocoran cairan cerebrospinalis melalui


lubang jarum dianggap komplikasi postoperasi tahap awal pada 15% pasien. Jarum
dengan kaliber kecil (25F) mengurangi insidensi sampai 8-10%. Dengan dikenalnya
pencil point Whitaker dan Sprotte spinal needles, insidensi nyeri kepala postpungsi
dural telah berkurang hingga 1-2%. Terapi nyeri kepala post dural pungsi meliputi
posisi berbaring, hidrasi, sedasi, dan pada kasus yang parah, injeksi darah segar
pasien sebanyak 10=-20 ml dapat dilakukan untuk “menyegel” lubang yang terjadi.

Walaupun jarang, anestesia spinal atau epidural anestesia dapat


menyebabkan kerusakan syaraf dan hipestesia atau parestesia transien maupun
permanen. Konsentrasi obat yang berlebih, sensitivitas maupun infeksi dapat
bertanggung jawab terhadap sebagian dari komplikasi yang terjadi. Insidensi dari
komplikasi serius dari tindakan tersebut masih lebih rendah dari insidensi cardiac
arrest saat anestesia umum.

Blok paraservikal

Blok paraservikal sekarang tidak dianggap sebagai teknik yang aman pada
pasien obstetrik. Pada masa lalu, anestesia paraservikal dipergunakan untuk
meredakan nyeri pada kala satu persalinan. Blok pudendal dipergunakan untuk
meredakan nyeri pada kala dua kehamilan. Serabut syaraf sensorik yang berasal dari
uterus berfusi secara bilateral pada posisi jam 4-6 dan 6-8 di sekitar serviks pada

27
regio cervical-vaginal junction. Pada awalnya 5-10 ml dari lidocaine 1% atau
ekuivalennya diinjeksikan pada area tersebut.

Sekarang banyak ahli yang menganggap blok paraservikal sebagai


kontraindikasi dalam obstetri karena efek potensial pada hanin. Banyak laporan
dalam literatur yang menyatakan insidensi bradikardia fetal sebesar 8-18%. Namun,
penelitian baru-baru ini dengan monitor denyut jantung janin yang akurat yang
berhubungan dengan pola kontraksi uterus yang kontinyu menyatakan bahwa
insidensi bradikardia janin sekitar 20-25%. Beberapa peneliti telah berusaha untuk
menyelidiki signifikansi bradikardia. Salah satu penjelasan adalah gangguan asam
basa pada fetus tidak terjadi kecuali bradikardia berlangsung lebih lama dari 10
menit, dan depresi neonatal jarang terdapat kecuali apabila terjadi periode
bradikardia saat persalinan. Hanya terdapat sedikit perbedaan pada insidensi dan
keparahan bradikardia janin dengan blok paraservikal antara pasien yang memiliki
komplikasi dan yang tidak memiliki komplikasi. Kerugian lain dari blok paraservikal
meliputi trauma dan perdarahan maternal, trauma janin dan injeksi langsung, injeksi
intravaskuler yang tidak disengaja, dan durasi blokade yang singkat.

Blokade nervus pudenda

Blokade nervus pudenda merupakan salah satu diantara teknik blokade


syaraf pada obstetri. Janin tidak mengalami depresi pernafasan dan kehilangan
darah dapat diminimalisir. Teknik ini mengalami simplifikasi oleh fakta bahwa nervus
pudendus mendekati spina ischiadica untuk mempersyarafi perineum. Injeksi 10 ml
lidocaine 1% pada tiap sisi akan menimbulkan analgesia selama 30-45 menit kira-kira
pada 50% penyuntikan.

28
Gambar 2.6 teknik blokade pudenda

Baik metode transvaginal maupun transkutaneus dapat dipergunakan untuk


memberikan blokade pudendal. Needle guide “Iowa trumpet” dapat dipergunakan,
dan jari penyuntik harus ditempatkan di ujung needle guide untuk mempalpasi
ligamentum sacrospinosum, yang berjalan dengan arah yang sama dan tepat berada
anterior terhadap nervus dan arteria pudendus. Merasakan sensasi jarum
menembus ligamen biasanya tidak mudah dilakukan. Kesulitan dari teknik ini
membuat dokter yang kurang berpengalaman kesulitan melakukannya. Aspirasi
jarum harus dilakukan untuk memeriksa apakah jarum masuk arteri pudenda, dan
apabila darah tidak teraspirasi, 10 ml anestesi lokal diinjeksikan seperti kipas pada
pada sisi kiri dan kanan. Injeksi harus dilakukan sekurang-kurangnya 10-12 menis
sebelum episiotomy. Seringkali pada prakteknya, blokade pudendal dilakukan dalam
4-5 menit setelah episiotomi, sehingga anestesi lokal tidak memiliki waktu yang
cukup untuk memiliki efek.

Keuntungan dan kerugian

Keunggulan dari blokade nervus pudenda adalah keamanannya, teknik


pemberiannya yang mudah, dan onset yang cepat. Kerugiannya termasuk trauma
meternal, perdarahan, dan infeksi; konvulsi maternal jarang terjadi, biasanya karena

29
sensitivitas terhadap obat; kegagalan prosedur; dan ketidaknyamanan saat
pemberian.

Blokade pudenda perineal, seperti blokade syaraf lain memerlukan


pengalaman teknis dan pengetahuan mengenai persyarafan jalan lahir bagian
bawah. Walaupun blokade pudenda bilateral dilakukan, skip area analgesia pada
perineal dapat ditemui. Alasan yang mungkin adalah walaupun nervus pudendus
dari S2 sampai S4 memang memiliki kontribusi terhadap inervasi sensoris terhadap
perineum, serabut syaraf lain juga terlibat. Sebagai contohnya nervus
hemorrhoidales inferior mungkin memiliki asal yang terpisah dari nervus sacralis
dan bukan merupakan cabang komponen dari nervus pudendus. Pada keadaan ini,
nervusnya harus dianestesi secara terpisah. Apabila terjadi hal seperti ini, perineum
harus dianestesi secara terpisah dengan infiltrasi kulit lokal.

Dua syaraf lain yang memberikan kontribusi dari inervasi perineum: nervus
ilioinguinal, dari L1, dan rami genitalis dari nervus genitofemoralis, yang berasal dari
L1 dan L2. Kedua syaraf ini melewati secara superfisial di atas mons pubis untuk
menginervasi kulit di atas simfisis dan mons pubis dan labium mayus. Terkadang,
syaraf ini harus diinfiltrasi secara terpisah untuk menyediakan efek analgesik
perineal yang optimal. Oleh karena itu harus dipahami bahwa blokade pudendal
dapat tidak efektif pada banyak kasus. Untuk efek analgesik yang maksimum, selain
blokade pudendal bilateral, infiltrasi kulit superfisial dari simfisis pubis secara ke
arah medial ke titik di tengah-tengah spina ischiadica mungkin diperlukan.

Prosedur

1. Palpasi spina ischiadica per vaginam. Perlahan-lahan dekatkan needle


guide pada tiap spina ischiadica. Setelah penempatan dilakukan,
jarum dimasukkan melalui needle guide untuk menembus kira-kira

30
0,5 cm. Lakukan aspirasi, dan apabila jarumnya tidak dalam
pembuluh darah, depositkan 5 ml dibawah setiap spina. Hal ini akan
memblokade nervus pudenda kiri dan kanan. Isilah jarum apabila
diperlukan dan lakukanlah dengan cara yang sama untuk
menganestesi area spesifik lain. Jagalah jarum untuk tetap bergerak
saat menginjeksi cairan anestesi dan hindarilah mukosa vagina yang
sensitif dan periosteum
2. Wabut carum dan needle guide kira-kira 2cm dan arahkan jarum
kepada tuberositas ischii. Injeksikan 3 ml cairan anestesi dekat
tengah-tengah dari tiap tuberositas untuk menganestesi nervus
hemorrhoidales dan nervus cutaneus femoralis lateralis
3. Cabut jarum dan needle guide hampir seluruhnya dan perlahan-lahan
menuju symphisis pubis dekat clitoris, dan jagalah jarum kira-kira 2
cm lateral dari lipatan labial dan kira-kira 1-2 cm dibawah kulit. Injeksi
5 ml lidokain pada tiap sisi di bawah simfisis akan memblok nervus
ilioinguinal dan nervus genitocrural.

Apabila prosedur yang dijelaskan di atas dilakukan dengan seksama dan baik,
hanya sedikit rasa tidak nyaman yang dirasakan saat injeksi dilakukan. Relaksasi
flaccid dan anestesi yang baik dapat ditemukan selama 30-60 menit.

Pencegahan dan penanganan overdosis anestesi lokal

Dosis yang tepat dari tiap anestesi lokal adalah kuantitas obat terkecil dalam
pelarutan yang terbesar yang akan menimbulkan analgesia yang adekuat. Pasien yang
sedang hamil lebih mungkin mengalami injeksi obat intravaskuler karena distensi vena pada
rongga epidural dan dapat lebih rawan terhadap efek toksik dari anestesi lokal. Injeksi obat
pada area yang kaya akan vaskuler akan menghasilkan absorbsi sistemik yang lebih cepat
daripada injeksi ke kulit. Untuk mencegah absorbsi yang terlalu kiuat, operator dapat

31
menambahkan vasokonstriksi lokal dan memperpanjang usia anestesi. Konsentrasi final
epinefrin 1: 200.000 diinginkan, terutama apabila kadar toksik tercapai. Epinefrine
dikontraindikasikan pada pasien dengan peningkatan iritabilitas jantung yang disebabkan
oleh obat atau masalah medis.

Tabel 2.3 Dosis maksimal dari obat-obat anestesi lokal

Obat Efek Toksik


Lidocaine 5 mg/kg, polos
7 mg/kg, dengan epinefrin
Bupivacaine 1,5 mg/kg
Chlorprocaine 10 mg/kg
Tetracaine 1 mg/kg
Ropivacaine 3 mg/kg

Pengobatan anestesi lokal yang mengalami overdosis yang bermanifestasi


sebagai toksisitas sistem syaraf pusat dicapai secara efektif dan tanpa masalah.
Namun, dokter harus sadar akan beberapa prinsip dasar. Prinsip tersebut termasuk
tanda prodromal dari reaksi toksik sistem syaraf pusat dan pengobatan yang
diperlukan. Gejala toksik sistem syaraf pusat terdiri dari bunyi dengingan di telinga,
diplopia, baal pada perioral, dan bicara yang sengau. Saluran nafas yang baik harus
tetap dijaga, dan pasien harus menerima oksigen 100%, dengan bantuan pernafasan
apabila diperlukan. Perlindungan jalan nafas pasien dan injeksi tiophental 50 mg
atau midazolam 1-2 mg biasanya menghentikan konvulsi dengan segera.
Succinylcholine direkomendasikan pada masa lalu, namun merupakan relaksan
neuromuskular yang memerlukan penempatan endotrakeal tube dengan ventilasi
positif. Penelitian telah mengindikasikan metabolisme seluler meningkat saat
episode kontraksi terjadi sehingga terjadi peningkatan oksigenasi seluler – sehingga

32
penggunaan depresan yang selektif bagi hypothalamus dan thalamus diperlukan,
karena tempat tersebut merupakan fokus iritasi.

2.7 ANESTESI UNTUK KELAHIRAN SECARA SECTIO CAESARIA

Dengan sedikit perkecualian, semua kelahiran secara bedah caesar dilakukan


dengan anestesia spinal, epidural, atau anestesi umum. Hasil maternal dan neonatal
baik apabila teknik ini dilaksanakan secara efektif. Pada tahun 1982, lebih dari
setengah kelahiran caesar di Amerika Serikat dilakukan dibawah anestesia umum.
Pada tahun 1998 tingkatnya menurun menjadi kurang dari 10% dari seluruh
kelahiran caesar. Anestesia spinal menjadi lebih umum daripada epidural untuk
persalinan caesar pada beberapa tahun belakangan, terutama karena
diperkenalkannya jarum spinal yang mencegah nyeri kepala pasca lumbal pungsi

Anestesia Regional

Blokade lumbal epidural

Blokade lumbal epidural dapat dipergunakan untuk analgesi sectio caesaria


dan dapat menyediakan analgesia yang cukup untuk kelahiran secara operatif.
Seperti pembahasan pada anestesia regional, resiko terbesar dari analgesia regional
adalah blokade dari serabut simpatis dan penurunan tahanan vaskuler, dengan
pooling vena dan hipotensi. Namun hal ini dapat dicegah dengan mengangkan
pinggang kanan untuk mencegah kompresi vena kava oleh uterus gravid saat pasien
berbaring pada meja operasi. Sebagai tambahan, anestesiologis dapat memutar
meja operasi sebesar 15-20 derajat ke arah kiri untuk memutar uterus menjauhi
vena cava.

Kateter epidural dapat dipasang segera sebelum pembedahan, atau


mempergunakan kembali kateter yang telah dipergunakan untuk pembiusan

33
persalinan yang telah terpasang sebelumnya. Setelah kateter ditempatkan dan
difiksasi pada posisinya, pasien harus dimiringkan sedikit untuk mencegah bahaya
oklusi vena cava saat anestesi lokal diinjeksikan sebagai dosis uji. Lidocaine 2%
dengan epinefrine 1:200.000 dapat digunakan, atau Lidocaine 2% tanpa epinefrine
apabila terdapat instabilitas kardiovaskuler. Bupivacaine 0,5%-0,75% atau
mepivacaine 1,5% dengan atau tanpa epinefrine dapat pula dipergunakan. Dosis
total untuk uji terapeutik adalah 3 ml, yang merupakan jumlah yang cukup untuk
memastikan apakah injeksi subarachnoid yang tidak diinginkan terjadi. Injeksi
bertahap sebesar 5 ml kemudian dititrasi untuk menimbulkan anestesi pada tingkat
sensoris T4-T6. Biasanya volume total sebesar 18-20 ml dari anestesi lokal
diperlukan.

Tekanan darah dimonitor setiap 5 menit dan tingkat dermatom diperiksa


setiap 5 menit selama 20 menit pertama untuk memastikan ketinggian dan densitas
dari blokade anestesi. Biasanya periode tunggu selama 15-20 menit diperlukan
untuk blokade insisi sebelum insisi. Pada waktu tunggu ini, abdomen ibu dibersihkan
dan dipersiapkan dan pasien ditutupi untuk persalinan caesar. Apabila episode
hipotensi singkat terjadi, pasien diberikan infus ringer laktat secara cepat. Sebagai
tambahan, uterus harus dijauhkan dari vena cava. Apabila langkah ini tidak cukup
untuk meredakan episode hipotensi singkat, 5-10 mg ephedrine secara intravena
dapat diberikan untuk efek vasopressor ringan.

Blokade Subarachnoid

Blokade spinal saat ini adalah anestesia yang paling umum dipergunakan
untuk kelahiran caesar elektif di AS. Keuntungannya adalah onset analgesia yang
segera, sehingga tidak ada periode tunggu yang diperlukan agar blokade berjalan
efektif, serta tidak adanya transmisi obat dari maternal ke kompartemen fetal

34
karena agen anestesi didepositkan pada spatium subarachnoid dalam jumlah yang
sangat sedikit. Sebagai tambahan, blokade spinal dapat merupakan teknik yang
sederhana karena batasannya jelas – identifikasi cairan yang berasal dari rongga
subarachnoid. Kerugiannya adalah hipotensi yang lebih berat dan cepat terjadi dan
lebih sering terjadinya mual dan muntah karena stimulasi parasimpatik dari traktus
gastrointestinal yang tidak mengalami oposisi atau karena hipotensi. Agen yang
biasa dipergunakan untuk analgesia subarachnoid adala lidocaine 5% (50-75 mg) dan
bupivacaine 10-12,5%. Seperti pada teknik lumbar-epidural, pasien dihidrasi
sebelumnya dengan 500-1000 ml larutan ringer laktat.

Setelah aspek teknis dari prosedur tersebut dilakukan, pasien ditempatkan


pada posisi telentang dengan uterus dipindahkan ke kiri seperti yang dijelaskan di
atas. Apabila hipotensi terjadi, uterus harus didorong lebih jauh ke kiri untuk
meningkatkan kembalinya darah dari ekstremitas bawah menuju sirkulasi dan
meningkatkan tekanan atrium kanan dan cardiac output, sehingga bolus ringer
laktat harus diberikan. Apabila langkah ini tidak berhasil, pasien harus menerima
ephedrine 5-10 mg intravena untuk memperoleh efek vasopressor ringan.
Menjelang periode hipotensi, sang ibu harus menerima oksigen lewat masker untuk
meningkatkan pemasukkan oksigen pada uterus dan plasenta. Jarum spinal yang
lebih baru menyebabkan dengan insidensi nyeri kepala spinal (PDPH) yang lebih
rendah. Sebagai hasilnya, anestesia spinal lebih populer bagi pembedahan caesar
elektif.

Anestesia umum

Anestesia umum diindikasikan untuk pembedahan caesar saat teknik-teknik


regional tidak dapat dipergunakan karena koagulopati, infeksi, hipovolemia, atau

35
situasi mendadak. Beberapa pasien memilih untuk “ditidurkan” dan menolah teknik
regional.

Secara ideal, anestesia umum untuk bedah caesar harus membuat ibu tidak
sadar, tidak merasakan sakit, dan tidak memiliki ingatan yang tidak menyenangkan
mengenai prosedur; janin sebaiknya tidak terganggu, dengan depresi minimal dan
iritabilitas refleks yang utuh.

Anestesia umum untuk bedah caesar biasanya dimodifikasi dari teknik non
obstetrik biasa. Namun, harus diperhatikan terhadap resiko yang dimiliki oleh pasien
obstetris seperti misalnya (1) lambung yang penuh (dan resiko aspirasi), (2) kesulitan
dalam laringoskopi dan intubasi, dan (3) desaturasi oksigen yang cepat apabila
intubasi tidak berhasil.

Persiapan Pasien

Pengobatan preoperatif biasanya tidak diperlukan saat pasien dibawa ke


ruang operasi caesar. Ingatkan pasien sebelum operasi dimulai bahwa ia dapat
mengalami “window” saat prosedur operasi berjalan saat ia mengalami rasa sakit
atau mendengar suara-suara. Jelaskan bahwa kondisi tersebut merupakan hasil dari
usaha untuk membuat ibu berada dalam keadaan analgesik ringan untuk melindungi
fetus dari dosis obat yang besar. Pasien sebaiknya dipersiapkan dengan 30 ml
larutan antasida non partikulat untuk mengatasi keasaman lambung

Prosedur

Saat insisi siap dilakukan, thiopental sebesar 2,5 mg/kg harus diinjeksikan
secara intravena, penekanan krikoid harus dilakukan oleh asisten. Segera
setelahnya, succinylcholine 120-140 mg IV sebaiknya diberikan, dan intubasi dan
inflasi cuff dilakukan. Intubasi kemudian dikonfirmasi dengan auskultasi dan monitor

36
kadar CO2 tidal sebelum tekanan krikoid dilepaskan dan insisi dilakukan. Setelah 6-8
tarikan nafas oksigen 100%, pasien harus diberikan Nitrogen oksida 50% dengan
oksigen 50% sampai kelahiran bayi. Halothane atau isoflurane konsentrasi rendah
(0,5%) akan mengurangi insidensi kesadaran. Pelemas otot kerja sedang
dipergunakan untuk menjaga paralisis otot. Usaha untuk menjaga waktu induksi
sampai ke kelahiran selama kurang dari 10 menit harus dilakukan. Lima menit
diperlukan bagi barbiturat untuk melintasi plasenta menuju kompartemen ibu.
Setelah kelahiran fetus, konsentrasi gas nitrogen oksida dapat ditingkatkan sampai
70% apabila saturasi oksigen lebih dari 98%. Narkotik dan benzodiazepine intravena
dapat diinjeksikan untuk suplementasi anestesia.

Anestesia umum untuk pembedahan caesar darurat

Anestesia umum merupakan teknik yang paling cocok untuk kelahiran caesar
darurat. Setelah pemberian barbiturat dan pelemas otot untuk intubasi endotrakeal,
cuff dikembangkan untuk melindungi pasien dari aspirasi isi lambung ke paru.
Langkah-langkah pengamanan berikut perlu dilakukan. (1) berikan 30 ml antasida
nonpartikulat (Na Sitrat) 15 menit sebelum induksi dilakukan. (2) lakukan
denitrogenasi dengan oksigen 100% mempergunakan masker tertutup. (3)
Injeksikan tiophental 2,5 mg secara intravena (4) lakukan penekanan krikoid (5)
berikan Succinylcholine 100-120 mg secara intravena. (6) lakukan intubasi trakea
lalu cuff dikembangkan (7) berikan 6-8 tarikan nafas oksigen 100% (8) Lanjutkan
dengan memberikan nitrogen oksida 50% dengan oksigen 50%, halothane atau
isoflurane 0,5%, dan jagalah relaksasi dengan vecuronium atau atracurium, (9)
tambahkan dengan narkotik kerja singkat dan midazolam setelah bayi dilahirkan.

Langkah tersebut harus dilakukan dengan cepat dan dengan komunikasi


efektif antara anestesiologis dan dokter obstetri. Dengan teknik ini, induksi anestesi

37
dapat dilakukan dan fetus dilahirkan dalam 30 menit sejak keputusan bedah caesar
diambil.

Sebelum anestesia dilakukan, beberapa langkah harus diambil untuk


meminimalisir resiko komplikasi pada ibu jan janin. Hal ini mencakup penggunaan
antasida, penggeseran uterus ke arah lateral, dan preoksigenasi.

Pemberian antasida segera sebelum induksi anestesi dilakukan untuk


menurunkan mortalitas dari anestesia umum. Gibbs dan Banner (1984) melaporkan
30 ml Na sitrat dengan asam sitrat, diberikan sekitar 45 menit sebelum
pembedahan, menetralisir isi lambung pada hampir 90 persen wanita yang
mengalami kelahiran caesar. Apabila lebih dari satu jam terlewat antara dosis
pertama dari induksi, maka dosis antasida kedua diberikan.

Uterus dapat menekan vena cava inferior dan aorta saat ibu berada pada
posisi supinasi. Dengan pemindahan uterus ke arah lateral dengan memiringkan
tubuh ibu, anestesia umum memiliki efek yang lebih kecil pada kondisi janin
dibandingkan dengan saat ibu berada pada posisi telentang.

Karena daya cadang paru berkurang, wanita hamil dapat mengalami hipoksia
lebih cepat menjelang periode apnea dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil.
Untuk meminimalisir hipoksia antara waktu pemberian injeksi pelemas otot dan
intubasi, sangat penting untuk mengganti nitrogen dalam paru dengan oksigen. Hal
ini dapat dicapai dengan memasukan 100% oksigen melalui masker wajah sebelum
operasi selama 2-3 menit sebelum induksi anestesi. Pada keadaan darurat, empat
tarikan nafas sebesar kapasitas vital paru dengan oksigen 100% melalui sirkuit
pernafasan tertutup akan memberikan efek yang serupa.

Obat-obat induksi Anestesia umum

38
Tiophental merupakan thiobarbiturate intravena yang dipergunakan secara
intravena dan memiliki keuntungan induksi yang mudah dan cepat dan juga
penyembuhan yang cepat dengan resiko muntah yang kecil. Tiophental dan senyawa
serupa lainnya merupakan agen anestesi yang buruk, dan pemberian obat seperti ini
sebagai obat tunggal untuk maintenance anestesia dapat menimbulkan depresi
anin. Oleh karena itu, thiopental tidak dipergunakan sebagai agen anestesia tunggal,
tetapi diberikan pada dosis untuk menginduksi tidur.

Ketamin juga dapat dipergunakan untuk membuat pasien tertidur. Obat ini
diberikan secara intravena pada dosis rendah sebesar 0,2-0,3 mg/kg, ketamine
dapat dipergunakan dapat dipergunakan untuk menimbulkan analgesia dan sedasi
sebelum kelahiran vaginal. Dosis 1mg/kg dapat menginduksi anestesia umum.
Ketamine dapat berguna pada wanita dengan perdarahan akut karena tidak seperti
thiopental, obat ini tidak menimbulkan hipotensi. Sebaliknya, obat ini biasanya
menimbulkan peningkatan pada tekanan darah, dan pada dasarnya tidak diberikan
pada wanita yang sudah mengalami hipertensi. Delirium dan halusinasi yang tidak
diinginkan cukup sering diinduksi oleh zat ini.

Intubasi

Segera setelah pasien dibuat tidak sadar, zat pelemas otot diberikan untuk
memfasilitasi intubasi. Succinylcholine, zat yang memiliki onset cepat dan durasi
singkat, sering dipergunakan. Penekanan krikoid – manuver sellick- dipergunakan
untuk menahan esofagus dari awal induksi sampai intubasi selesai oleh asisten yang
terlatih. Sebelum operasi dimulai, penempatan endotrakeal tube yang tepat harus
dikonfirmasi, berupa auskultasi suara nafas bilateral dan analisis karbon dioksida
dari udara tidal-akhir.

Anestesi Infiltrasi lokal untuk kelahiran caesar

39
Blokade lokal kadangkala dipergunakan untuk menambah blokade syaraf
yang inadekuat atau “patchy” (terdapat area yang tidak teranestesi) yang diberikan
pada saat darurat. Pada kesempatan tertentu, anestesi infiltrasi lokal dapat
dipergunakan untuk melakukan bedah caesar darurat untuk menelamatkan nyawa
bayi apabila tidak terdapat fasilitas anestesia yang memadai.

Gambar 2.7. Tempat-tempat anestesi infiltrasi disuntikkan untuk pembedahan


caesar darurat.

Terdapat dua macam teknik untuk melakukan anestesi infiltrasi pada bedah
caesar. Cara pertama, kulit diinfiltrasi pada daerah yang akan diinsisi, dan lapisan-
lapisan subkutan, otot, dan sarung musculus rectus abdominis posterior diinjeksi
saat abdomen dibuka. Larutan lidocaine yang diencerkan – (30 ml lidocaine 2%
dengan epinefrine 1:200.000 diencerkan dengan 60 ml larutan garam fisiologis)
dipersiapkan, dan jumlah total sebesar 100-120 ml diinfiltrasikan. Injeksi cairan

40
dalam volume yang besar dalam lapisan lemak, yang umumnya tidak memiliki suplai
syaraf yang banyak, dihindari untuk membatasi dosis total anestesi lokal yang
diperlukan. Untuk meminimalisir nyeri, mual, dan hipotensi yang dapat menyertai
manipulai intraperitoneal, tiap langkah dilakukan tanpa terburu-buru.

Teknik yang kedua adalah dengan field block pada cabang-cabang utama
yang mempersyarafi dinding abdomen, termasuk nervus intercostalis ke 10, 11, dan
12 dan nervus genitofemoralis dan ilioinguinalis. Kelompok nervi intercostalis
terletak di titik pertengahan antara arcus costalis dan crista iliaca pada linea
midaxilaris. Kelompok syaraf yang kedua terletak pada areacanalis inguinalis
eksterna. Hanya satu tusukan kulit yang dilakukan pada keempat titik penusukan (2
sisi kiri dan 2 sisi kanan). Pada tempat blokade interkostal, jarum diarahkan secara
horizontal, injeksi dilakukan pada fascia tranversalis, untuk mencegah injeksi pada
jaringan lemak subkutan. Sebanyak 5-8 ml larutan lidocaine 5% diinjeksikan.
Prosedur ini diulangi pada posisi 45⁰ arah caudal dan cephal dari posisi injeksi
sebelumnya. Sisi sebelahnya kemudian diinjeksi. Pada tempat nervi ilioinguinal dan
genitofemoralis, injeksi dimulai pada titik 2-3 cm dari tuber pubicum dengan sudut
45⁰. Pada akhirnya, pada kulit sekitar tempat insisi dilakukan diinjeksi.

41
BAB III

KESIMPULAN

Sebisa mungkin, dokter harus berusaha membuat persalinan senyaman dan


seaman mungkin bagi sang ibu. Oleh karena itu, berbagai metode untuk
menghilangkan rasa sakit harus diketahui oleh dokter agar dapat memberikan
pilihan metode pengurangan rasa sakit pada pasien, mulai dari metoda non
farmakologis sampai metoda farmakologis.

Dengan mengurangi nyeri yang dirasakan oleh ibu, persalinan dapat


berlangsung lebih lancar karena dokter dapat melakukan tindakan lebih bebas
karena berkurangnya perlawanan ibu. Oleh karena itu baik secara moral maupun
secara teknis, peran anestesia dalam obstetri sangat penting.

42
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Camann W., 2005, Pain Relief During Labor. N Engl J Med, 352:7
2. Berg CJ, Chang J, Callaghan WM, et al: Pregnancy-related mortality in the
United States, 1991-1997. Obstet Gynecol 101:289, 2003
3. ChangJ, Elam-Evans LD, Berg CJ, et al: Pregnancy related mortality
surveillance-United States, 1991-1999, MMWR 52:1, 2003
4. Hawkins JL, Gibbs CP, Orleans M et al: Obstetric anesthesia work force
survey, 1981 versus 1992. Anesthesiology 87:135,1997
5. Eltzschig H.K., Lieberman E.S., Camann, W., 2003, Regional Analgesia for
Labor and Delivery. N Engl J Med, 348:4
6. Obstetrical Anesthesia. In: Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth
JC, Wenstrom KD. William Obstetrics 22 nd Edition. New York. McGraw Hill Medical
Publishing. 2007 chapter 19
7. Obstetric analgesia & Anesthesia. In: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM,
Laufer N. Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynaecology. New york.
McGraw Hill Medical Publishing. 2007 chapter 29
8. Read GD: Childbirth without fear. New York, Harper, 1944. P142.
9. Lamaze F: Painless Childbirth: Psychoprophylactic Method. Chicago, Henry Regnery,
1970.
10. Melzack R: The Myth of painless childbirth. Pain 19:321, 1984
11. Saisto T, Salmela-Aro K, Nurmi JE, et al: A randomized controlled trial of intervention
in fear of childbirth. Obstet Gynecol 98:820, 2001
12. Kennel J, Klaus M, McGrath S, et al: Continuous emotional support during labor in a
US hospital: A randomized control trial. JAMA 265:2197, 1991.

43

You might also like