Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Nyeri pada persalinan mungkin merupakan nyeri paling berat yang dirasakan
oleh wanita seumur hidupnya. Peredaan rasa nyeri pada persalinan selalu
merupakan hal yang kontroversial. Kesalahan interpretasi dari ayat alkitab ”Susah
payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau
akan melahirkan anakmu” menghasilkan penolakan metode pereda rasa sakit
selama berabad-abad (1).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor yang turut berperan dalam keamanan dari anestesia obstetrik adalah
trend penggunaan anestesia regional dibandingkan dengan anestesi umum.
2
anestesi lokal (epidural, spinal) dan Anestesia umum dengan medikasi sistemik dan
intubasi endotrakeal.
3
Gambar 2.1. syaraf-syaraf yang terlibat pada nyeri kala satu dan kala dua
persalinan.
4
Gambar2.2 Lokasi blokade anestesia regional
Nyeri pada kala dua kehamilan tidak diragukan lagi ditimbulkan oleh
peregangan vagina dan perineum. Jalur sensorik dari area ini dihantarkan oleh
cabang nervus pudendus melalui nervus dorsalis clitoridis, nervus labialis, dan
nervus hemorrhoidales inferior. Syaraf-syaraf tersebut merupakan cabang sensorik
utama pada perineum dan dihantarkan melalui serabut syaraf S2, S3, dan S4. Namun
syaraf lain, seperti nervus ilioinguinal, rami genitalis dari nervus genitofemoralis, dan
rami perineal dari nervus cutaneus femoralis posterior, dapat memegang peranan
dalam inervasi perineum.(6,7)
5
meliputi nyeri (ache) pada punggung atau pinggang (nyeri alih, mungkin berasal dari
cervix), keram pada uterus (karena kontraksi fundus), atau sensasi “robek” atau
“terbelah” pada canalis vaginalis bagian bawah atau pudendum (karena dilatasi
cervix dan vagina).
6
konsentrasi, dan motivasi adalah faktor-faktor yang mengungguli metode persiapan
lain dalam proses persalinan bayi. Beberapa di antaranya berhubungan erat dengan
hipnosis.
Saat wanita yang telah dimotifasi merasa siap untuk melahirkan anak, nyeri
dan kecamasan saat persalinan telah ditemukan menurun secara signifikan, dan
proses persalinan bahkan menjadi lebih singkat (Melzack, 1984; Saisto dan rekan,
2001)10,11. Sebagai tambahan, kehadiran pasangan yang suportif atau anggota
keluarga yang lain, assisten persalinan yang perhatian, dan dokter obstetrik yang
memberikan kepercayaan diri, memberikan keuntungan yang sangat berarti. Pada
suatu penelitian, Kennel dan rekan (1991) (12) secara random mengikutsertakan 412
wanita nullipara pada persalinan untuk mendapatkan dukungan emosional kontinyu
dari pemandu yang berpengalaman dibandingkan dengan dimonitor oleh observer
yang tidak melakukan interaksi dengan wanita yang sedang mengalami persalinan.
Tingkat kelahiran caesar lebih rendah secara signifikan pada parturien yang
mendapat dukungan emosional kontinyu (8 vs 13%), frekuensi analgesia epidural
untuk persalinan pervaginam juga lebih rendah (8 vs 23%).
7
2. Lakukan terapi individu pada tiap pasien, karena masing-masing
memberikan reaksi yang berbeda. Reaksi yang tidak diinginkan dari
tiap-tiap obat dapat terjadi.
3. Ketahuilah obat yang yang akan diberikan. Pahami batasan, bahaya,
dan kontraindikasi, serta keuntungan yang dimiliki.
4. Semua jenis analgesik yang diberikan pada ibu akan melintasi
plasenta. Prosedur pemberian sistemik akan memberikan tingkat
obat dalam darah maternal dan fetal yang lebih tinggi dibandingkan
obat yang diberikan secara regional. Banyak obat memiliki efek
depresi sistem syaraf pusat. Walaupun obat-obat tersebut memiliki
efek yang diinginkan pada ibu, obat tersebut dapat memberikan efek
depresi ringan sampai berat pada fetus.
Obat yang ideal memiliki efek menguntungkan yang optimal pada ibu dan
efek depresan minimal pada bayi. Saat ini tidak ada obat narkotik dan sedatif yang
digunakan dalam obstetriks yang memiliki efek maternal selektif. Pemberian obat
anestesi lokal secara regional dapat mencapai tujuan ini sampai batas tertentu
karena kadar obat dalam darah ibu yang rendah mengakibatkan paparan kadar obat
pada fetus dalam kuantitas yang rendah.
Aspek Farmakologis
Teknik analgesia dan anestesia sistemik meliputi baik rute oral maupun
parenteral. Rute parenteral meliputi subkutan, intramuskular, dan intravenous.
Sedatif, tranquilizer, dan analgesik biasanya diberikan secara intravena. Pada
beberapa kasus, jalur intravena lebih disukai.
8
dan otot; (2) onset yang segera, (3) efek titrasi, menghindari “peak efek” yang
terjadi pada bolus intramuskuler; dan (4) dosis efektif yang lebih kecil karena onset
kerja yang lebih awal.
Kerugian dari injeksi intravena adalah injeksi arteri yang tidak disengaja dan
efek depresan apabila terjadi overdosis, namun karena dosis yang diberikan lebih
rendah, keuntungannya lebih besar dari kerugiannya.
Saat kontraksi uterus dan dilatasi cervix menimbulkan rasa tidak nyaman,
obat-obat pereda nyeri dengan narkotik seperti meperidine, ditambah dengan obat
penenang (tranquilizer) seperti promethazine, biasanya cukup untuk mengatasi
masalah tersebut. Dengan berhasilnya pemberian anestesia dan sedasi, sang ibu
seharusnya dapat beristirahat saat kontraksi berhenti. Pada keadaan ini, rasa tidak
nyaman biasanya dirasaan saat kontraksi uterus efektif terjadi (his), namun rasa
sakit yang terjadi pada umumnya masih dapat ditanggung oleh ibu. Pemilihan obat
yang tepat dan pemberian medikasi yang ditunjukkan pada tabel di bawah
seharusnya dapat mencapai tujuan tersebut pada sebagian besar wanita pada masa
persalinan.
9
Agen Parenteral
Sedatif (Hipnotik)
10
amnesia yang ditimbulkan berlebihan dan berkempanjangan. Diazepam harus
dihindari saat persalinan karena memiliki waktu paruh yang panjang, yang bahkan
lebih panjang pada neonatus. Diazepam melintasi plasenta dan memiliki konsentrasi
yang signifikan pada plasma fetus. Saat ini, diazepan tidak direkomendasikan apabila
neonatusnya prematur karena terdapat ancaman kern icterus. Efek samping yang
potensial yang berhubungan dengan penggunaan diazepam adalah hipotonia
bayi,hipotermia, dan hilangnya variabilitas beat-to-beat pada denyut jantung janin.
ANALGESIK NARKOTIK
11
Bahan analgesik sistemik (termasuk narkotik) cukup sering dipergunakan
pada persalinan kala pertama karena obat-obat ini memproduksi baik keadaan
analgesia maupun peningkatan mood. Obat yang disukai untuk keadaan ini adalah
codeine 60 mg intramuskuler atau meperidine 50-100 mg intramuskuler atau 25-50
mg intravena (titrasi). Kombinasi morfin dan skopolamin dulu populer untuk efek
“twilight sleep” namun sekarang jarang dipergunakan. Efek yang tidak diinginkan
pada kombinasi obat ini adalah mual dan muntah, supresi batuk, stasis intestinal,
dan penurunan frekuensi, intensitas, dan durasi kontraksi uterus pada awal kala satu
persalinan. Dan juga amnesia yang terjadi pada pasien ini dapat berlebih.
12
metoda yang efektif dan tidak mahal untuk analgesia persalinan (Sharma dan rekan,
1997). Sejumlah wanita yang telah terandomisasi untuk menerima analgesia yang
dosisnya diatur sendiri diberikan 50 mg meperidine dengan 25 mg promethazine
intravena sebagai bolus pertama. Setelahnya, sebuah pompa infus diatur untuk
memberikan 15 mg meperidine setiap 10 menit apabila diperlukan sampai saatnya
persalinan dimulai. Nilai rata-rata dan nilai maksimum dosis meperidine adalah 140
dan 500 mg. seperempat dari wanita dalam percobaan menerima lebih dari 200 mg
meperidine saat persalinannya. Tingkat sedasi neonatal yang diukur dengan
kebutuhan perlakuan dengan naloxone dalam ruangan persalinan, ditemukan pada
3% dari bayi baru lahir.
Butorphanol
Narkotik sintetik ini, diberikan dalam dosis 1 sampai 2 mg, setara dengan 40-
60 mg meperidine (Quiligan dan rekan, 1980). Efek samping utama yang terjadi
adalah somnolens, pusing, dan disphoria. Depresi pernafasan neonatus dilaporkan
lebih jarang dibandingkan dengan meperidine, namun harus hati-hati jangan sampai
kedua obat tersebut dipergunakan bersaaan karena butorphanol memiliki
antagonisme terhadap efek narkotik meperidine. Angel dan rekan (1984) dan Hatjis
dan Meis (1986) menerangkan pola denyut jantung bayi sinusoidal setelah
pemberian butorphanol.
Fentanyl
Opioid sintetik yang short acting dan sangat poten ini dapat diberikan dalam
dosis 50 sampai 100 μg secara intravena setiap jamnya. Kerugian utamanya adalah
durasi kerja yang pendek, yang memerlukan pemberian obat yang berulang atau
penggunaan pompa intravena yang dikendalikan oleh pasien. Atkinson dan rekan
(1994) melaporkan bahwa butorphanol menyediakan analgesia yang lebih baik
13
daripada fentanyl dan berhubungan dengan lebih sedikitnya permintaan untuk
analgesia epidural.
Thiobarbiturat
Propofol
14
Ketamine
Anestesi Inhalasi
15
ruangan tersebut. Kesimpulannya, dari seluruh anestesi inhalasi yang ada, hanya
nitrous oxide yang memiliki kemampuan analgesi pada konsentrasi subanestesi
Parturien aterm lebih sensitif terhadap efek anestesi dari semua anetesi
inhalasi, mungkin karena tngkat progesterone yang meningkat. Peningkatannya
sebesar 20-30% dibandingkan dengan subjek yang tidak hamil menyebabkan pasien
memiliki peningkatan resiko obtundasi dan aspirasi; oleh karena itu, obat-obatan ini
sebaiknya tidak diberikan tanpa persiapan intubasi endotrakeal. Halothane dan
isoflurane menimbulkan relaksasi uterus, dan konsentrasi yang tinggi harus dihindari
saat persalinan untuk mencegah atonia uteri dan perdarahan postpartum. Pada
konsenstrasi rendah (<1%), obat-obat ini menimbulkan ambesia dan efek
tokolitiknya dapat dilawan dengan pemberian infus oxytocin standar. Gas-gas ini
bersifat bronkodilator. Halothane memiliki efek depresi miokardium, dan isoflurane
menimbulkan reduksi yang lebih besar pada systemic vascular resistance (SVR)
16
Agen anestesi volatil ang lebih baru (desiflurane, sevoflurane) belum
dipergunakan secara luas pada parturien. Obat anestesi gas tersebut tidak larut
dalam darah dan jaringan, oleh karena itu memiliki kerja yang sangat singkat.
Apakah sifat ini merupakan keuntungan ataukah kerugian saat bedah caesar
dibandingkan dengan halothane dan Isoflurane masih belum jelas.
17
Anestesia regional dapat dicapai dengan injeksi anestesi lokal (tabel di
bawah) sekeliling syaraf yang melewati segmen spinal terhadap syaraf perifer yang
bertangguang jawab terhadap inervasi sensoris pada bagian tubuh tertentu. Baru-
baru ini, narkotik ditambahkan pada anestesi lokal untuk meningkatkan analgesia
dang mengurangi sebagian efek samping anestesi lokal. Blokade syarag regional
yang dipergunakan dalam obstetrik meliputi cara-cara berikut: (1) blokade epidural
lumbal dan blokade epidural caudal, (2) blokade subarachnoid (spinal), dan (3)
blokade pudendal.
18
pada pemilihan obat yang tepat dan pengetahuan, pengalaman, dan ekspertise
dalam mendiagnosis dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi.
Pemilihan pasien
Persiapan pasien
Wanita yang diinformasikan dengan baik dan memiliki kepercayaan yang baik
dengan dokternya pada umumnya tenang dan merupakan kandidat yang kooperatif
bagi anesthesia regional maupun umum. Pasien dan partnernya harus
diinformasikan pada awal kehamilannya untuk pilihan anesthesia persalinan dan
juga pada bedah caesar apabila kemungkinan tersebut terjadi. Anestesiologi dapat
dilibatkan pada awal kehamilan apabila pasien memiliki pertimbangan mengenai
anestesia (riwayat keluarga dengan resiko anestesi, pembedahan punggung yang
dilakukan sebelumnya, masalah koagulasi).
19
Obat-obat anestesi lokal memblok potensial aksi dari syaraf saat axon dari
syaraf terpapar pada obat tersebut. Agen anestesi lokal bekerja dengan
memodifikasi permeabilitas ionik dari membran sel untuk menstabilisasi potensial
istirahat (resting potential). Semakin kecil serabut syaraf, lebih sensitif syaraf
tersebut terhadap anesteesi lokal karena kerentanan dari serabut syaraf individual
berbanding terbalik dengan diameter serabut syaraf pada potongan melintang. Oleh
karena itu pada anestesia regional, persepsi sentuhan ringan, nyeri dan temperatur
dan apasitas kontrol vasomotor terhambat lebih awal dan dengan konsentrasi yang
lebih kecil dibandingkan dengan persepsi tekan atau fungsi motorik otot lurik.
Pengecualian dari aturan tersebut terjadi pada sensitisasi syaraf autonom yang
mengalami blokade pada dosis yang lebih rendah walaupun ukuran syarafnya lebih
besar daripada sebagian syaraf sensorik.
Hanya obat-obat anestesi yang bersifat reversibel dan tidak mengiriktasi dan
menimbulkan toksisitas yang rendah yang dapat diterima secara klinis. Kualitas lain
yang diinginkan dari agen anestesi regional adalah onset yang cepat, durasi yang
dapat diprediksi, dan kemudahan sterilisasi
Semua anestesi lokal memiliki efek samping bergantung dosis tertentu yang
tidak diinginkan apabila diabsorbsi secara sistemik. Semua obat-obat ini mampu
menstimulasi sistem syarag pusat dan dapat menimbulkan bradicardia, hipertensi,
atau stimulasi pernafasan pada tingkat medulla. Dan lagi anestesi lokal dapat
menimbulkan kecemasan, eksitasi, ataupun konvulsi pada tingkat kortikal maupun
subkortikal. Respons ini menstimulasi bangkitan grand mal karena diikuti oleh
depresi, kehilangan kontrol vasomotor, hipotensi, depresi nafas, dan koma. Episode
depresi kardiovaskuler tidak langsung sering ditingkatkan dengan efek vasodilator
dan efek depresi miokardium. Efek tersebut serupa dengan quinidine dan
20
menjelaskan mengapa lidocaine dapat berguna bagi pengobatan aritmia jantung
tertentu.
Infiltrasi jaringan lokal dari larutan anestesi yang diencerkan pada umumnya
memberikan efek yang memuaskan karena targetnya adalah serabut syaraf yang
halus. Oleh karena itu, kita harus selalu waspada bahaya toksisitas sistemik saat area
yang luas mengalami anestesi atau saat injeksi berulang diperlukan. Sangat baik
untuk mengkalkulasi jumlah miligram obat dan volum larutan yang diperklukan
untuk menjaga dosis total dibawah dosis toksik yang dapat diterima.
Teknik analgesik ini menjadi populer akhir-akhir ini karena cocok dengan
anestesia obstetrik. Injeksi bolus atau infus kontinyu dapat diberikan pada
persalinan vaginal maupun operasi caesar. Narkotik diperlukan untuk meningkatkan
kualitas blokade.
21
kala satu tidak terpengaruh. Terdapat peningkatan ekstraksi forceps, namun fetus
tidak terpangaruh secara negatif oleh blokade epidural.
Teknik blokade epidural harus tepat, dan anestesia spinal masif tinggi yang
tidak diinginkan dapat terjadi kadang-kadang. Reaksi yang tidak diinginkan lainnya
meliputi sindrom absorbsi cepat (rapid absorbsion syndrome) hipotensi, bradikardia,
22
halusinasi, konvulsi), nyeri punggung postpartum, dan parestesi. Blokade epidural
seharusnya dpaat menghilangkan nyeri antara T10 dan L1 pada saat kala satu
persalinan dan antara T10 dan S5 pada kala dua persalinan.
Sang ibu diposisikan dalam posisi lateral atau miring untuk mencegah
kompresi aortocaval. Simpatektomi yang ditimbulkan oleh blokade syaraf
merupakan predisposisi bagi pengumpulan darah di vena dan penurunan venous
return. Tekanan drah maternal harus diukur secara berkala saat anestesi epidural
bekerja.
Blokade Kaudal
23
banyak anestesiologis menghindari teknik ini. Anesthesia epidural lumbal dianggap
sebagai alternatif yang lebih aman.
Anestesia Spinal
Saat ini anestesia spinal merupakan pilihan anestetik bagi kelahiran caesar.
Anestesia spinal dapat dilakukan lebih cepat daripada anestesia epidural dan
menyediakan kondisi operasi yang ideal, termaduk blokade sensorik yang dalam dan
blokade motorik. Onset simpatektomi lebih cepat daripada blokade epidural,
sehingga perhatian diperlukan untuk memastikan pasien diberikan infus 1,5-2 L
larutan saline sebelum teknik ini dilakukan. Anestesia spinal jarang dipergunakan
saat ini untuk mengurangi kelahiran bayi dan persalinan kala tiga. Keunggulan
anesthesia spinal adalah sang ibu tetap sadar untuk menyaksikan kelahiran, tidak
perlunya penggnaan obat anestetik atau analgesik, tekniknya tidak sulit, dan
relaksasi dari dasar pelvis dan jalan lahir bawah dapat dicapai. Anestesia dapat
24
dicapai dalam 5-10 menit. Dosis anestesia spinal kecil. Komplikasi jarang terjadi dan
dapat diatasi dengan mudah. Namun, nyerikepala spinal terjadi pada 1-2% pasien
25
Pihak yang menolak kombinasi spinal-epidural berpendapat bahwa teknik ini
dapat meningkatkan insedensi nyeri kepala pasca pungsi lumbal, dan ambulasi ibu
bahkan setelah injeksi spinal dosis rendah tidak aman baik bagi ibu dan janin. Pada
akhirnya karena tekniknya rumit, dapat berhubungan dengan tingkat komplikasi
yang lebih tinggi. Tidak ada data yang mendukung keuntungan maupun kerugian
CSE dibandingkan dengan anestesia epidural standar dalam persalinan.
Sebagian besar efek samping dar anestesia spinal atau epidural adalah
blokade syaraf simpatis yang berjalam bersama rami anterior torakal dan syaraf
lumbal atas (outflow torakolumbal). Yang menyebabkan terganggunya mekanisme
tegulasi fisiologis. Tekanan darah lumbr turuk sebagai akibat resistensi arteri dan
pooling darah vena-karena tidak ada kompensasi yang terjadi denga perubahan
posisi pasien (misalnya posisi trendelenburg). Apabila dermatom torakal tinggi
mengalami blokade (T1-T5), perubahan persyarafan simpatis jantung
memperlambat denyut jantung dan menurunkan kontraktilitas jantung. Sekresi
epinefrin oleh medulla adrenal terganggu, akibatnya, mekanisme parasimpatik
berupa perlambatan jantung yang tidak mengalami oposisi mengubah stimulasi
vagal, Sebagai hasilnya shock segera terjadi, terutama pada pasien yang hiptensif
26
atau hipovolemik. Dan tutunnya tekanan darah secara tiba-tiba pada pasien yang
mengalami hipertensi arteriosklerotik tidak dapat dihindarkan lagi.
Cairan, terapi oksigen untuk perfusi jaringan yang memadai, posisi tubuh
untuk mengoptimalkan venous return, dan obat-obat vasopressor yang diberikan
secara intravena direkomendasikan dalam keadaan ini.
Blok paraservikal
Blok paraservikal sekarang tidak dianggap sebagai teknik yang aman pada
pasien obstetrik. Pada masa lalu, anestesia paraservikal dipergunakan untuk
meredakan nyeri pada kala satu persalinan. Blok pudendal dipergunakan untuk
meredakan nyeri pada kala dua kehamilan. Serabut syaraf sensorik yang berasal dari
uterus berfusi secara bilateral pada posisi jam 4-6 dan 6-8 di sekitar serviks pada
27
regio cervical-vaginal junction. Pada awalnya 5-10 ml dari lidocaine 1% atau
ekuivalennya diinjeksikan pada area tersebut.
28
Gambar 2.6 teknik blokade pudenda
29
sensitivitas terhadap obat; kegagalan prosedur; dan ketidaknyamanan saat
pemberian.
Dua syaraf lain yang memberikan kontribusi dari inervasi perineum: nervus
ilioinguinal, dari L1, dan rami genitalis dari nervus genitofemoralis, yang berasal dari
L1 dan L2. Kedua syaraf ini melewati secara superfisial di atas mons pubis untuk
menginervasi kulit di atas simfisis dan mons pubis dan labium mayus. Terkadang,
syaraf ini harus diinfiltrasi secara terpisah untuk menyediakan efek analgesik
perineal yang optimal. Oleh karena itu harus dipahami bahwa blokade pudendal
dapat tidak efektif pada banyak kasus. Untuk efek analgesik yang maksimum, selain
blokade pudendal bilateral, infiltrasi kulit superfisial dari simfisis pubis secara ke
arah medial ke titik di tengah-tengah spina ischiadica mungkin diperlukan.
Prosedur
30
0,5 cm. Lakukan aspirasi, dan apabila jarumnya tidak dalam
pembuluh darah, depositkan 5 ml dibawah setiap spina. Hal ini akan
memblokade nervus pudenda kiri dan kanan. Isilah jarum apabila
diperlukan dan lakukanlah dengan cara yang sama untuk
menganestesi area spesifik lain. Jagalah jarum untuk tetap bergerak
saat menginjeksi cairan anestesi dan hindarilah mukosa vagina yang
sensitif dan periosteum
2. Wabut carum dan needle guide kira-kira 2cm dan arahkan jarum
kepada tuberositas ischii. Injeksikan 3 ml cairan anestesi dekat
tengah-tengah dari tiap tuberositas untuk menganestesi nervus
hemorrhoidales dan nervus cutaneus femoralis lateralis
3. Cabut jarum dan needle guide hampir seluruhnya dan perlahan-lahan
menuju symphisis pubis dekat clitoris, dan jagalah jarum kira-kira 2
cm lateral dari lipatan labial dan kira-kira 1-2 cm dibawah kulit. Injeksi
5 ml lidokain pada tiap sisi di bawah simfisis akan memblok nervus
ilioinguinal dan nervus genitocrural.
Apabila prosedur yang dijelaskan di atas dilakukan dengan seksama dan baik,
hanya sedikit rasa tidak nyaman yang dirasakan saat injeksi dilakukan. Relaksasi
flaccid dan anestesi yang baik dapat ditemukan selama 30-60 menit.
Dosis yang tepat dari tiap anestesi lokal adalah kuantitas obat terkecil dalam
pelarutan yang terbesar yang akan menimbulkan analgesia yang adekuat. Pasien yang
sedang hamil lebih mungkin mengalami injeksi obat intravaskuler karena distensi vena pada
rongga epidural dan dapat lebih rawan terhadap efek toksik dari anestesi lokal. Injeksi obat
pada area yang kaya akan vaskuler akan menghasilkan absorbsi sistemik yang lebih cepat
daripada injeksi ke kulit. Untuk mencegah absorbsi yang terlalu kiuat, operator dapat
31
menambahkan vasokonstriksi lokal dan memperpanjang usia anestesi. Konsentrasi final
epinefrin 1: 200.000 diinginkan, terutama apabila kadar toksik tercapai. Epinefrine
dikontraindikasikan pada pasien dengan peningkatan iritabilitas jantung yang disebabkan
oleh obat atau masalah medis.
32
penggunaan depresan yang selektif bagi hypothalamus dan thalamus diperlukan,
karena tempat tersebut merupakan fokus iritasi.
Anestesia Regional
33
persalinan yang telah terpasang sebelumnya. Setelah kateter ditempatkan dan
difiksasi pada posisinya, pasien harus dimiringkan sedikit untuk mencegah bahaya
oklusi vena cava saat anestesi lokal diinjeksikan sebagai dosis uji. Lidocaine 2%
dengan epinefrine 1:200.000 dapat digunakan, atau Lidocaine 2% tanpa epinefrine
apabila terdapat instabilitas kardiovaskuler. Bupivacaine 0,5%-0,75% atau
mepivacaine 1,5% dengan atau tanpa epinefrine dapat pula dipergunakan. Dosis
total untuk uji terapeutik adalah 3 ml, yang merupakan jumlah yang cukup untuk
memastikan apakah injeksi subarachnoid yang tidak diinginkan terjadi. Injeksi
bertahap sebesar 5 ml kemudian dititrasi untuk menimbulkan anestesi pada tingkat
sensoris T4-T6. Biasanya volume total sebesar 18-20 ml dari anestesi lokal
diperlukan.
Blokade Subarachnoid
Blokade spinal saat ini adalah anestesia yang paling umum dipergunakan
untuk kelahiran caesar elektif di AS. Keuntungannya adalah onset analgesia yang
segera, sehingga tidak ada periode tunggu yang diperlukan agar blokade berjalan
efektif, serta tidak adanya transmisi obat dari maternal ke kompartemen fetal
34
karena agen anestesi didepositkan pada spatium subarachnoid dalam jumlah yang
sangat sedikit. Sebagai tambahan, blokade spinal dapat merupakan teknik yang
sederhana karena batasannya jelas – identifikasi cairan yang berasal dari rongga
subarachnoid. Kerugiannya adalah hipotensi yang lebih berat dan cepat terjadi dan
lebih sering terjadinya mual dan muntah karena stimulasi parasimpatik dari traktus
gastrointestinal yang tidak mengalami oposisi atau karena hipotensi. Agen yang
biasa dipergunakan untuk analgesia subarachnoid adala lidocaine 5% (50-75 mg) dan
bupivacaine 10-12,5%. Seperti pada teknik lumbar-epidural, pasien dihidrasi
sebelumnya dengan 500-1000 ml larutan ringer laktat.
Anestesia umum
35
situasi mendadak. Beberapa pasien memilih untuk “ditidurkan” dan menolah teknik
regional.
Secara ideal, anestesia umum untuk bedah caesar harus membuat ibu tidak
sadar, tidak merasakan sakit, dan tidak memiliki ingatan yang tidak menyenangkan
mengenai prosedur; janin sebaiknya tidak terganggu, dengan depresi minimal dan
iritabilitas refleks yang utuh.
Anestesia umum untuk bedah caesar biasanya dimodifikasi dari teknik non
obstetrik biasa. Namun, harus diperhatikan terhadap resiko yang dimiliki oleh pasien
obstetris seperti misalnya (1) lambung yang penuh (dan resiko aspirasi), (2) kesulitan
dalam laringoskopi dan intubasi, dan (3) desaturasi oksigen yang cepat apabila
intubasi tidak berhasil.
Persiapan Pasien
Prosedur
Saat insisi siap dilakukan, thiopental sebesar 2,5 mg/kg harus diinjeksikan
secara intravena, penekanan krikoid harus dilakukan oleh asisten. Segera
setelahnya, succinylcholine 120-140 mg IV sebaiknya diberikan, dan intubasi dan
inflasi cuff dilakukan. Intubasi kemudian dikonfirmasi dengan auskultasi dan monitor
36
kadar CO2 tidal sebelum tekanan krikoid dilepaskan dan insisi dilakukan. Setelah 6-8
tarikan nafas oksigen 100%, pasien harus diberikan Nitrogen oksida 50% dengan
oksigen 50% sampai kelahiran bayi. Halothane atau isoflurane konsentrasi rendah
(0,5%) akan mengurangi insidensi kesadaran. Pelemas otot kerja sedang
dipergunakan untuk menjaga paralisis otot. Usaha untuk menjaga waktu induksi
sampai ke kelahiran selama kurang dari 10 menit harus dilakukan. Lima menit
diperlukan bagi barbiturat untuk melintasi plasenta menuju kompartemen ibu.
Setelah kelahiran fetus, konsentrasi gas nitrogen oksida dapat ditingkatkan sampai
70% apabila saturasi oksigen lebih dari 98%. Narkotik dan benzodiazepine intravena
dapat diinjeksikan untuk suplementasi anestesia.
Anestesia umum merupakan teknik yang paling cocok untuk kelahiran caesar
darurat. Setelah pemberian barbiturat dan pelemas otot untuk intubasi endotrakeal,
cuff dikembangkan untuk melindungi pasien dari aspirasi isi lambung ke paru.
Langkah-langkah pengamanan berikut perlu dilakukan. (1) berikan 30 ml antasida
nonpartikulat (Na Sitrat) 15 menit sebelum induksi dilakukan. (2) lakukan
denitrogenasi dengan oksigen 100% mempergunakan masker tertutup. (3)
Injeksikan tiophental 2,5 mg secara intravena (4) lakukan penekanan krikoid (5)
berikan Succinylcholine 100-120 mg secara intravena. (6) lakukan intubasi trakea
lalu cuff dikembangkan (7) berikan 6-8 tarikan nafas oksigen 100% (8) Lanjutkan
dengan memberikan nitrogen oksida 50% dengan oksigen 50%, halothane atau
isoflurane 0,5%, dan jagalah relaksasi dengan vecuronium atau atracurium, (9)
tambahkan dengan narkotik kerja singkat dan midazolam setelah bayi dilahirkan.
37
dapat dilakukan dan fetus dilahirkan dalam 30 menit sejak keputusan bedah caesar
diambil.
Uterus dapat menekan vena cava inferior dan aorta saat ibu berada pada
posisi supinasi. Dengan pemindahan uterus ke arah lateral dengan memiringkan
tubuh ibu, anestesia umum memiliki efek yang lebih kecil pada kondisi janin
dibandingkan dengan saat ibu berada pada posisi telentang.
Karena daya cadang paru berkurang, wanita hamil dapat mengalami hipoksia
lebih cepat menjelang periode apnea dibandingkan dengan pasien yang tidak hamil.
Untuk meminimalisir hipoksia antara waktu pemberian injeksi pelemas otot dan
intubasi, sangat penting untuk mengganti nitrogen dalam paru dengan oksigen. Hal
ini dapat dicapai dengan memasukan 100% oksigen melalui masker wajah sebelum
operasi selama 2-3 menit sebelum induksi anestesi. Pada keadaan darurat, empat
tarikan nafas sebesar kapasitas vital paru dengan oksigen 100% melalui sirkuit
pernafasan tertutup akan memberikan efek yang serupa.
38
Tiophental merupakan thiobarbiturate intravena yang dipergunakan secara
intravena dan memiliki keuntungan induksi yang mudah dan cepat dan juga
penyembuhan yang cepat dengan resiko muntah yang kecil. Tiophental dan senyawa
serupa lainnya merupakan agen anestesi yang buruk, dan pemberian obat seperti ini
sebagai obat tunggal untuk maintenance anestesia dapat menimbulkan depresi
anin. Oleh karena itu, thiopental tidak dipergunakan sebagai agen anestesia tunggal,
tetapi diberikan pada dosis untuk menginduksi tidur.
Ketamin juga dapat dipergunakan untuk membuat pasien tertidur. Obat ini
diberikan secara intravena pada dosis rendah sebesar 0,2-0,3 mg/kg, ketamine
dapat dipergunakan dapat dipergunakan untuk menimbulkan analgesia dan sedasi
sebelum kelahiran vaginal. Dosis 1mg/kg dapat menginduksi anestesia umum.
Ketamine dapat berguna pada wanita dengan perdarahan akut karena tidak seperti
thiopental, obat ini tidak menimbulkan hipotensi. Sebaliknya, obat ini biasanya
menimbulkan peningkatan pada tekanan darah, dan pada dasarnya tidak diberikan
pada wanita yang sudah mengalami hipertensi. Delirium dan halusinasi yang tidak
diinginkan cukup sering diinduksi oleh zat ini.
Intubasi
Segera setelah pasien dibuat tidak sadar, zat pelemas otot diberikan untuk
memfasilitasi intubasi. Succinylcholine, zat yang memiliki onset cepat dan durasi
singkat, sering dipergunakan. Penekanan krikoid – manuver sellick- dipergunakan
untuk menahan esofagus dari awal induksi sampai intubasi selesai oleh asisten yang
terlatih. Sebelum operasi dimulai, penempatan endotrakeal tube yang tepat harus
dikonfirmasi, berupa auskultasi suara nafas bilateral dan analisis karbon dioksida
dari udara tidal-akhir.
39
Blokade lokal kadangkala dipergunakan untuk menambah blokade syaraf
yang inadekuat atau “patchy” (terdapat area yang tidak teranestesi) yang diberikan
pada saat darurat. Pada kesempatan tertentu, anestesi infiltrasi lokal dapat
dipergunakan untuk melakukan bedah caesar darurat untuk menelamatkan nyawa
bayi apabila tidak terdapat fasilitas anestesia yang memadai.
Terdapat dua macam teknik untuk melakukan anestesi infiltrasi pada bedah
caesar. Cara pertama, kulit diinfiltrasi pada daerah yang akan diinsisi, dan lapisan-
lapisan subkutan, otot, dan sarung musculus rectus abdominis posterior diinjeksi
saat abdomen dibuka. Larutan lidocaine yang diencerkan – (30 ml lidocaine 2%
dengan epinefrine 1:200.000 diencerkan dengan 60 ml larutan garam fisiologis)
dipersiapkan, dan jumlah total sebesar 100-120 ml diinfiltrasikan. Injeksi cairan
40
dalam volume yang besar dalam lapisan lemak, yang umumnya tidak memiliki suplai
syaraf yang banyak, dihindari untuk membatasi dosis total anestesi lokal yang
diperlukan. Untuk meminimalisir nyeri, mual, dan hipotensi yang dapat menyertai
manipulai intraperitoneal, tiap langkah dilakukan tanpa terburu-buru.
Teknik yang kedua adalah dengan field block pada cabang-cabang utama
yang mempersyarafi dinding abdomen, termasuk nervus intercostalis ke 10, 11, dan
12 dan nervus genitofemoralis dan ilioinguinalis. Kelompok nervi intercostalis
terletak di titik pertengahan antara arcus costalis dan crista iliaca pada linea
midaxilaris. Kelompok syaraf yang kedua terletak pada areacanalis inguinalis
eksterna. Hanya satu tusukan kulit yang dilakukan pada keempat titik penusukan (2
sisi kiri dan 2 sisi kanan). Pada tempat blokade interkostal, jarum diarahkan secara
horizontal, injeksi dilakukan pada fascia tranversalis, untuk mencegah injeksi pada
jaringan lemak subkutan. Sebanyak 5-8 ml larutan lidocaine 5% diinjeksikan.
Prosedur ini diulangi pada posisi 45⁰ arah caudal dan cephal dari posisi injeksi
sebelumnya. Sisi sebelahnya kemudian diinjeksi. Pada tempat nervi ilioinguinal dan
genitofemoralis, injeksi dimulai pada titik 2-3 cm dari tuber pubicum dengan sudut
45⁰. Pada akhirnya, pada kulit sekitar tempat insisi dilakukan diinjeksi.
41
BAB III
KESIMPULAN
42
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Camann W., 2005, Pain Relief During Labor. N Engl J Med, 352:7
2. Berg CJ, Chang J, Callaghan WM, et al: Pregnancy-related mortality in the
United States, 1991-1997. Obstet Gynecol 101:289, 2003
3. ChangJ, Elam-Evans LD, Berg CJ, et al: Pregnancy related mortality
surveillance-United States, 1991-1999, MMWR 52:1, 2003
4. Hawkins JL, Gibbs CP, Orleans M et al: Obstetric anesthesia work force
survey, 1981 versus 1992. Anesthesiology 87:135,1997
5. Eltzschig H.K., Lieberman E.S., Camann, W., 2003, Regional Analgesia for
Labor and Delivery. N Engl J Med, 348:4
6. Obstetrical Anesthesia. In: Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth
JC, Wenstrom KD. William Obstetrics 22 nd Edition. New York. McGraw Hill Medical
Publishing. 2007 chapter 19
7. Obstetric analgesia & Anesthesia. In: DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM,
Laufer N. Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and Gynaecology. New york.
McGraw Hill Medical Publishing. 2007 chapter 29
8. Read GD: Childbirth without fear. New York, Harper, 1944. P142.
9. Lamaze F: Painless Childbirth: Psychoprophylactic Method. Chicago, Henry Regnery,
1970.
10. Melzack R: The Myth of painless childbirth. Pain 19:321, 1984
11. Saisto T, Salmela-Aro K, Nurmi JE, et al: A randomized controlled trial of intervention
in fear of childbirth. Obstet Gynecol 98:820, 2001
12. Kennel J, Klaus M, McGrath S, et al: Continuous emotional support during labor in a
US hospital: A randomized control trial. JAMA 265:2197, 1991.
43