You are on page 1of 19

BIODATA WALI SEMBILAN

1.Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim

2.Sunan Ampel atau Raden Rahmat

3.Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim

4.Sunan Drajat atau Raden Qasim

5.Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq

6.Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin

7.Sunan Kalijaga atau Raden Said

8.Sunan Muria atau Raden Umar Said

9.Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah


1.MAULANA MALIK IBRAHIM

Maulana Malik Ibrahim, dikenal juga dengan sebutan Maghribi atau Syekh
Maghribi. Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau telah berjasa
kepada masyarakat. Karena beliaulah yang mula pertama memasukkan islam ke
tanah Jawa. Sehingga berkat usaha dan jasanya, penduduk pulau jawa yang
kebanyakan masih beragama Hindu dan Buddha di kala itu, akhirnya mulai banyak
memeluk agama Islam. Adapun dari kalangan orang-orang Hindu, hanya dari kasta-
kasta Waisya dan Syudra yang dapat di ajak memeluk agama Islam. Sedang dari
kasta-kasta Brahmana dan Ksatria pada umumnya tidak suka memeluk Islam,
bahkan tidak sedikit dari kalangan Brahmana yang lari sampai ke pulai Bali, serta
menetap disanalah mereka akhirnya mempertahankan diri hinggga sekarang, dan
agama mereka kemudian dikenal dengan sebutan agama Hindu Bali. Apabila
dikalangan kaum Brahmana dan Ksatria tidak suka masuk agama Islam, hal itu
mudah dimengerti karena bagi mereka tentunya agak berat untuk duduk sejajar
bersama-sama dengan kaum Waisya dan Syudra yang selama ini mereka hina.

Sudah barang tentu dengan adanya konsepsi Islam yang radikal dan revoulsioner
dalam bidang sosial, sukar sekali untuk diterima dengan kedua belah tangan
terbuka oleh mereka. Sebab bukankah meerka selama ini telah didewa-dewakan,
tiba-tiba turun tahta, duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bekas hamba
sahaya mereka, rakyat jelata yang selama ini telah memuja serta mendewa-dewakan
mereka. Maulana Malik Ibrahim mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa
didaerah Jawa Timur. Dari sanalah dia memulai menyingsingkan lengan bajunya,
berjuang untuk mengembangkan agama Islam. Adapun caranya pertama-tama ialah
dengan jalam mendekati pergaulan dengan anak negeri. Dengan budi bahasa yang
ramah tamah serta ketinggian akhlak, sebagaimana diajarkan oleh Islam, hal itu
senantiasa diperlihatkannya didalam pergaulan sehari-hari. Beliau tidak menentang
secara tajam kepada agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli. Begitu pula
beliau tidak menentang secara spontan terhadap adat istiadat yang ada serta berlaku
dalam masyarakat kita yang masih memeluk agama Hindu dan Buddha itu,
melainkan beliau hanya memperlihatkan kaindahan dan ketinggian ajaran-ajaran
dan didikan yang dibawa oleh Islam. Berkat keramah tamahannya serta budi bahasa
dan pergaulannya yang sopan santun itulah, banyak anak negeri yang tertarik
masuk ke dalam agama Islam.

Untuk mempersiapkan kadur ummat yang terdidik bagi melanjutkan perjuangan


guna menegakkan ajaran-ajaran Islam di tanah air kita, maka dibukanyalah
pesantren-pesantren yang merupakan perguruan Islam tempat mendidik serta
menggembleng para siswa sebagai calon mubaligh Islam untuk masa depan.
Bertambah banyak orang yang masuk Islam, bertambah berat pula tugas dan
pekerjaannya. tentu saja orang-orang itu tidak dibiarkan begitu saja. Mereka harus
diberi didikan dan penerangan secukupnya sehingga keimanannya menjadi kuat dan
keyakinannya menjadi kokoh.Di dalam usaha yang sedemikian itu, beliau
kemudian menerima tawaran dari raja negeri Cheermen, raja Cheermen itu sangat
berhajat untuk meng-Islam-kan raja Majapahit yang masih beragama Hindu.

Seperti ternyata kemudian, dari hasil didikannya akhirnya tersebar diseluruh


penjuru tanah air mubaligh-mubaligh islam yang dengan tiada jemu-jemunya
menyiarkan ajaran-ajaran agamanya.Dalam riwayat dikatakan, bahwa maulana
maghribi itu adalah keturunan dari Zainul Abidin Bin Hassan Bin Ali ra,
keterangan ini menurut buku karangan Sir Thomas Stamford Raffles.Sebagaimana
diketahui, Stamford Raffles (1781-1826) adalah seorang ahli politik Inggris, serta
bekas letnan Gubernur Inggris ditanah Jawa dari tahun 1811-1816 M. Adapun
bukunya yang terkenal mengenai tanah Jawa adalah : "History of Java" yang
ditulisnya pada tahun 1817 M. Mengenai filsafat Ketuhannya, diantaranya Syekh
Maulana Malik Ibrahim pernah mengatakan apakah yang dinamakannya Allah itu ?
ujarnya "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan
adanya,...............? Menurut setengah riwayat mengatakan, bahwa beliau berasal
dari Persia. Bahkan dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim beripar dengan raja di
negeri Cheermen. Mengenai letak negeri Cheermen itu terletak di Hindustan,
sedangkan ahli sejarah yang lain mengatakan bahwa letaknya Cheermen adalah di
Indonesia.

Adapun mengenai nama kedua orang tuanya, kapan beliau dilahirkan serta
dimana, dalam hal ini belum diketahui dengan pasti. ada yang mengatakan bahwa
beliau berasal dari Kasyan (Persia). Bilamana beliau meninggal dunia ? Kalau
ditilik dari batu nisan yang terdapat pada makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik,
dekat Surabaya terukir sebagai tahun meninggalnya 882 H, atau tahun 1419 M. Di
dalam sumber menyebutkan, bahwa beliau itu berasal dari Gujarat India, yang
rupanya disamping berniaga, beliau juga menyiarkan agama Islam Makam Maulana
Malik Ibrahim yang terletak dikampung Gapura di Gresik, sekarang jalan yang
menuju kemakam tersebut diberi nama jalan Malik Ibrahim. Dalam sejarah beliau
dianggap sebagai pejuang seta pelopor dalam menyebarkan agama Islam ditanah
Jawa, dan besar pula jasa beliau terhadap agama dan masyarakat.
2.SUNAN AMPEL

Raden Rahmat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel, adalah
terkenal sebagai salah seorang wali yang telah ikut pula menegakkan agama
Islam, untuk memulai usahanya, maka Raden Rahmat membuka pondok
pesantran di Ampeldenta di Surabaya. di tempat inilah hendak dididiknya
para pemuda-pemuda islam sebagai kader yang terdidik, untuk kemudian
disebarkan keberbagai tempat diseluruh pulai jawa. seperti kita ketahui
Raden Paku yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Giri, Raden Patah
yang kemudian menjadi Sultan pertama dari kerajaan Islam di Bintoro
Demak, Raden Makdum Ibrahim (puteranya sendiri) yang belakangan dikenal
dengan dengan sebutan Sunan Bonang, Syarifuddin (puteranya sendiri) yang
kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Drajat, Maulana Ishak yang pernah
diutus ke daerah Blambangan untuk meng-Islam-kan rakyat disana. Dan
bukan menjadi rahasia lagi, bahwa Raden Rahmat atau Sunan Ampel yang
menjadi perencana dari kerajaan islam pertama di jawa yang beribu kota di
Bintoro Demak, dengan mengangkat Raden Patah sebagai Sultannya yang
pertama.. Negara baru di Demak itu adalah hasil rencana dari Sunan Ampel.
Inilah jasa beliau yang besar. Semasa hidupnya beliau ikut pula mendirikan
Masjid Agung demak yang dibangun kira-kira pada tahun Saka 1401 atau
kira-kira bertepatan dengan tahun Masehi 1479.Akan tetapi ada pula yang
berpendapat bahwa berdirinya masjid Demak adalah berdasarkan
candrasengkala yang berbunyi : "Kori Trus Gunaning Janmi" yang artinya
adalah tahun Saka 1399 atau bertepatan dengan tahun 1477 M.

Adapun berdirinya kerajaan Bintoro Demak bersengkala "Geni Mati Siniram


Janmi", yang artinya api mati disiram orang. Bagaimana pendapat sunan
ampel terhadap berbagai masalah kepercayaan dan adat istiadat masyarakat
kiranya dapatlah kita ketahui dari hasil pada pemusyawaratan para wali. Pada
waktu Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat Jawa seperti
selamatan, bersesaji itu dimasuki rasa ke-Islam-an, maka sunan ampel pun
bertanyalah :
"Apakah tidak mengkhawatirkan dikemudian hari ? bahwa adat isitadat dan
upacara-upacara lama itu nanti akan dianggap sebagai ajaran islam, sebab
kalau demikian nanti apakah hal ini tidak akan menjadikan bid'ah?".

Pertanyaan sunan ampel ini kemudian dijawab oleh sunan Kudus sbb :

"Saya setuju dengan pendapatnya Sunan Kalijaga, sebab menurut pelajaran


agama Budha itu ada persamaannya dengan ajaran Islam, yaitu orang kaya
harus menolong kepada fakir miskin. Adapun mengenai kekhawatiran tuan,
saya mempunyai keyakinan bahwa dikemudian hari akan ada orang Islam
yang akan menyempurnakannya".

Raden Rakhmat dilahirkan kira-kira dalam tahun 1401 M, di Champa, sebagai


putera dari raja Champa. mengenai nama Champa ini berselisih para ahli
sejarah. Kalau menurut Encyclopedia Van Nederlandesh Indie, Champa ini
suatu negeri kecil yang terletak di Kamboja. akan tetapi Raffles, mengatakan
bahwa champa itu bukan di kamboja, tetapi terletak di Aceh (Sumatera) yang
sekarang bernama : Jeumpa. Hal ini besar kemungkinan, mengingat bahwa
Aceh dalam sejarah terkenal sebagai daerah pertama di Indonesia yang
memeluk agama Islam. menurut riwayat dikatakan, bahwa Sunan Ampel
adalah putera dari Ibrahim Asmarakandi yang dikatakan berasal dari Champa
dan menjadi raja di sana. kemudian wafat pada tahun 1425 M, serta
dimakamkan di Tuban. Sunan Ampel kemudian kawin dengan putri Tuban
bernama Nyai Ageng Manila, dari perkawinannya ini beliau memperoleh 4
orang putra: Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim (Sunan
Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), Putri Istri Sunan Kalijaga.

Pada waktu kerajaan Islam Demak berdiri, Sunan Ampel juga yang
mengangkat serta menetapkan Raden Patah yang berkedudukan di desa
Glagah Wangi yang kemudian bertukar nama menjadi Bintoro Demak,
sebagai Sultan pertama dengan gelar: Sultan Alam Akbar Al Fatah. Adapun
kota demak letaknya disebelah selatan kota Kudus, jarak 25 km jauhnya.
Itulah sedikit mengenai diri dan perjuangan Sunan Ampel
3.SUNAN BONANG

Raden Maulana Makdum Ibrahim, atau yang kemudian dikenal dengan


sebutan Sunan Bonang, adalah seorang putera dari Sunan Ampel.Berbicara
tentang Sunan Bonang yang namanya didepannya tercantum kata-kata
Maulana Makdum, mengingatkan kita kembali kepada cerita di dalam sejarah
Melayu. Konon kabarnya dalam sejarah Melayu pun dahulu ada pula tersebut
tentang cendekiawan islam yang memakai gelar Makdum, yaitu gelar yang
lazim dipakai di India. kata atau gelar Makdum ini merupakan sinonim kata
Maula atau Malauy gelar kepada orang besar agama berasal dari kata
Khodama Yakhdamu dan infinitifnya (masdarnya) khidmat. dan maf'ulnya
dikatakan makhdum artinya orang yang harus dikhidmati atau dihormati
karena kedudukannya dalam agama atau pemerintahan Islam di waktu itu.

Salam seorang besar yang mengepalai suatu departemen ketika terjadi


pembentukan adat yang berdasarkan Islam, tatkala agama Islam memasuki
lingkungan Minangkabau, berpangkat Makdum pula.Rupanya Makhdum atau
Mubaligh Islam yang berpangkat atau bergelar Makhdum itu data ke Malaka
dalam abad ke XV, ketika Malaka mencapai puncak kejayaannya. kembali
mengenai diri Sunan Bonang disamping beliau adalah putera Sunan Ampel
juga menjadi muridnya pula. adapun daerah operasinya semasa hidupnya
adalah terutama Jawa Timur. Disanalah beliau mulai berjuang menyebarkan
agama Islam.

Beliau adalah putera dari Sunan Ampel dalam perkawinannya dengan Nyai
Ageng Manila, seorang putera dari Arya Teja, salam seorang Tumenggung
dari kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban. menurut dugaan Sunan
Bonang dilahirkan dalam tahun 1465 M, serta wafat pada tahun 1525 M.
Maulana Makhdum Ibrahim, semasa hidupnya dengan gigih giat sekali
menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Timur, terutama di daerah Tuban
dan sekitarnya. sebagaimana halnya ayahnya, maka Sunan Bonang pun
mendirikan pondok pesantran di daerah Tuban untuk mendidik serta
menggembleng kader-kader Islam yang akan ikut menyiarkan agama Islam
ke seluruh tanah Jawa. konon beliaulah yang menciptakan gending Dharma
serta berusaha mengganti nama-nama hari nahas/sial menurut kepercayaan
Hindu, dan nama-nama dewa Hindu diganti dengan nama-nama malaikat
serta nabi-nabi. Hal mana dimaksudkan untuk lebih mendekati hari rakyat
guna diajak masuk agama Islam. Di masa hidupnya, beliau juga termasuk
penyokong dari kerajaan Islam Demak. serta ikut pula membantu mendirikan
Masjid Agung di kota Bintoro Demak.

Adapun mengenai filsafat Ketuhanannya, adalah :

"Adapun pendirian saya adalah, bahwa imam tauhid dan makrifat itu terdiri
dari pengetahuan yang sempurna, sekiranya orang hanya mengenal makrifat
saja, maka belumlah cukup, sebab ia masih insaf akan itu. Maksud saya
adalah bahwa kesempurnaan barulah akan tercapai hanya dengan terus
menerus mengabdi kepada Tuhan. Seseorang itu tiada mempunyai gerakan
sendiri, begitu pula tidak mempunyai kemauan sendiri. dan seseorang itu
adalah seumpama buta, tuli dan bisu. Segala gerakannya itu datang dari
Allah."

Ada kitab yang disebut Suluk Sunan Bonang yang berbahasa prosa Jawa
Tengah-an, tetapi isinya mengenai hal-hal agama islam. di mana kalimatnya
agak terpengaruh oleh bahasa Arab. Besar kemungkinan kita ini adalah berisi
kumpulan atau himpunan catatan dari pelajaran-pelajaran yang pernah
diberikan oleh Sunan Bonang semasa hidupnya kepada murid-muridnya. Di
dalam dongeng-dongeng diceritakan,.bahwa pada suatu ketika pernah ada
seorang pendita hindu yang datang untuk mengajak berdebat dengan sunan
bonang, bahkan kemudian pendeta hindu itupun akhirnya bertaubat serta
menyatakan dirinya masuk ke dalam agama Islam.

Pada masa hidupnya dikatakan bahwa Sunan Bonang itu pernah belajar ke
Pasai. Sekembalinya dari Pasai, Sunan Bonang memasukkan pengaruh Islam
ke dalam kalangan bangsawan dari keraton Majapahit, serta mempergunakan
Demak sebagai tempat berkumpul bagi para murid-muridnya. Sunan Bonang
perjuangannya diarahkan kepada menanamkan pengaruh ke dalam. Siasat
dari Sunan Bonang adalah memberikan didikan Islam kepada Raden Patah
putera dari Brawijaya V, dari kerajaan Majapahit, dan menyediakan Demak
sebagai tempat untuk mendirikan negara Islam. adalah tampak bersifat politis
dan Sunan Bonang rupanya berhasil cita-citanya mendirikan kerajaan Islam di
Demak. Hanya sayang sekali harapan beliau agar supaya Demak dapat
menjadi pusat agama Islam untuk selama-selamanya kiranya tidak berhasil.

4.SUNAN GIRI

Sewaktu Sunan Ampel masih hidup, di Gresik ada pula seorang penganjur
agama yang terkenal, namanya Raden Paku, disebut juga sebagai Prabu
Satmata, atau Sultan Abdul Fakih, beliau adalah putera Maulana Ishak dari
Blambangan (di Jawa Timur). Maulana Ishak dikatakan dari Blambangan, oleh
karena beliau ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam
di daerah Blambangan yang pada masa itu masih kuat memeluk agama Hindu
dan Budha. Berhubung ayahnya ke pasai dan tidak kembali lagi ke tanah
Jawa maka Raden Paku kemudian diambil sebagai putera angkat oleh salah
seorang wanita kaya, Nyi Gede Maloka namanya. Kalau di babad tanah jawa,
disebut Nyai Ageng Tandes atau Nyai Ageng saja. Sesudah beliau besar
disekolahkannya ke Ampel untuk berguru kepada Raden Rahmat (Sunan
Ampel). Di sana Raden Paku bertemu dengan Maulana Makdum Ibrahim,
putera-putera Sunan Ampel yang kemudian bergelar Sunan Bonang.

Kemudian bersama-sama dengan Maulana Makdum Ibrahim, Raden Paku oleh


Sunan Ampel di suruh pergi haji ke Tanah Suci, sampai memperdalam
ilmunya. Tetapi mereka sebelum sampai di tanah suci singgah terlebihdahulu
di Pasai (Aceh), untuk menuntut ilmu kepada para ulama disana. Adapun
yang imaksud ilmu di sini, adalah ilmu ke Tuhanan menurut ajaran tasawuf.
Konon kabarnya memang banyak ulama-ulama keturunan India dan Persia
yang membuka pengajian di pasai di waktu itu. Bahkan banyak pula ulama-
ulama dari Malaka juga kadang-kadang datang bertanya tentang sesuatu
masalah ke Pasai. Sesudah kedua tunas muda itu selesai menuntut pelajaran
di sana, merekapun kembalilah ke tanah Jawa. Raden Paku berhasil
mendapat "Ilmu Laduni", sehingga gurunya di pasai memberinya nama "Ainul
Yaqin".

Raden Paku sekembalinya di tanah Jawa mengajarkan agama Islam menurut


bakatnya. Raden paku atau Syekh Ainul Yaqin mengadakan tempat
berkumpul yang boleh disebut pondok pesantrennya di Giri. dimana murid-
muridnya terdiri pada orang-orang kecil (rakyat jelata). Sungguh amat besar
jasa Sunan Giri semasa hidupnya, karena beliaulah yang mengirimkan utusan
(mission secree) keluar Jawa. Mereka terdiri dari pelajar, saudagar, nelayan.
Mereka dikirim oleh Sunan Giri ke pulau Madura. juga ke Bawean dan
Kangean, bahkan sampai ke Ternate dam Haruku di kepulauan Maluku. Amat
besar pengaruh Sunan Giri terhadap jalannya roda pemerintahan di kerajaan
Islam Demak, sehingga sesuatu soal yang penting senantiasa menantikan
sikap dan keputusan yang diambil oleh Sunan Giri. Oleh para wali lainnya,
beliau dihormati serta disegani.

Pada waktu dahulu Giri adalah menjadi sumber ilmu keagamaan, dan
termasyhur diseluruh tanah Jawa dan sekelilingnya. Dari segala penjuru, baik
dari kalangan atas maupun kalangan bawah banyak yang pergi ke Giri untuk
berguru kepada Sunan Giri. Beliaulah kabarnya yang menciptakan gending
Asmaradana dan Pucung. Daeran penyiarannya sampai ke Sulawesi, Maluku,
Nusa Tenggara dan Madura, menurut setengah riwayat, Sunan Giri-lah yang
menghukum sesat terhadap diri Syekh Siti Jenar, karena mengajarkan ilmu
yang berbahaya pada rakyat. Sunan Giri adalah terhitung seorang ahli
pendidik (pedagang) yang berjiwa demokratis. Beliau mendidik anak-anak
dengan jalan membuat bermacam-macam permainan yang berjiwa agama.
seperti misalnya : jelungan, jamuran, gendi gerit, jor, gula ganti, cublak-
cublak suweng, ilir-ilir dan sebagainya. Diantara permainan kanak-kanak hasil
ciptaan/gubahannya adalah rupa "jitungan" atau "jelungan". Adapun caranya
adalah begini : Anak-anak banyak, satu diantaranya menjadi "pemburu", lain-
lainnya jadi "buruan" mereka ini akan 'selamat' atau 'bebas' dari terkaman
'pemburunya', apabila telah berpegangan pada 'jitungan', yaitu satu pohon,
tiang atau tonggak yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Permainan dimaksudkan untuk mendidik pengertian tentang keselamatan
hidup, yaitu : bahwa apabila sudah berpegangan kepada agama yang
berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa sajalah, maka manusia (buruan) itu
akan selamat dari terkaman iblis (pemburunya). Di samping itu diajarkannya
pula nyanyian-nyanyian untuk kanak-kanak yang bersifat paedagogis serta
berjiwa agama, Di antaranya adalah berupa 'tembung dolanan bocah' (lagu
permainan anak-anak), yang berbunyi sebagai berikut : "Padang-padang
bulan, ayo gage da dolanan, dolanane naning latar, ngalap padang gilar-gilar,
nundang bagog hangatikar", yang dalam bahasa indonesianya kira-kira begini
: "Terang-terang bulan, marilah lekas bermain, bermain dihalaman,
mengambil manfaat dari terang benderang, mengusir gelap yang lari terbirit-
birit".

Adapun maksud dari tembang tersebut di atas itu adalah : Agama Islam
(bulan) telah datang memberi penerangan hidup, maka marilah segera orang
menuntut penghidupan (dolanan, bermain) di bumi ini (latar, halaman) akan
mengambil manfaat ilmu agama Islam (padang, gilar-gilar, terang
benderang) itu, agar sesat kebodohan diri (begog, gelap) segera terusir.
Disamping itu terkenal pula tembang buat kanak-kanak yang bernama "Ilir-
ilir" yang isinya mengandung filsafat serte berjiwa agama.Bunyi selengkapnya
adalah demikian.

"Lir-ilir, lir ilir, tandure wing angilir, sing ijo royo-royo, tak sengguh kemanten
anyar. cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekno
kanggo masuh dodotiro. dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing pinggir,
dondomana jrumatana, kanggo sebo mengko sore, mumpung gede
rembulane, mumpung jembar kalangane, ndak sorak hore."

Adapun maksudnya adalah demikian : sang bayi yang baru lahir di dalam
dunia ini masih suci bersih, murni, sehingga ibarat seperti penganten baru,
siapa saja ingin memandangnya, "bocah angon" (pengembala) itu
diumpamakan santri, mualim, artinya orang yang menjalankan syariat
agama. Sedangkan "blimbing" diibaratkan blimbing itu mempunyai/teridiri
dari lima belahannya, maksudnya untuk menjalankan sembahyang lima
waktu. Meskipun "lunyu-lunyu" (licin). tolong panjatkan juga, kendatipun
sembahyang itu susah, namun kerjakanlah, buat membasuh "dodotira-
dodotira, kumitir bedah ing pinggir" maksudnya kendatipun sholat itu susah,
tetapi kerjakan guna membasuh hati dan jiwa kita yang kotor ini.
"Dondomono, jrumatana, kanggo sebo mengko sore, dan surak-surak hore".
Maksudnya " bahwa orang hidup di dalam dunia ini senantiasa condong
kearah berbuat dosam segan mengerjakan yang baik dan benar serta utama,
sehingga dengan menjalankan sholat itu diharapkan besuk dikelak kemudian
dapat kita buat sebagai bekal kita dalam menghadap kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa, bekal itu adalah beramal saleh. Itulan diantara lain buah ciptaan
sunan giri. Mengenai tembang (lagu) ilir-ilir ini ada pula yang berpendapat,
bahwa itu adalah ciptaan sunan kalijaga. Akan tetapi mengingat bahwa
diantara wali sanga, sunan giri yang terkenal sebagai seorang pendidik yang
gemar menciptakan lagu-lagu kanak-kanak maka besar dugaan kita bahwa
lagu tersebut adalah ciptaan beliau juga. Jika tidak, yang pasti adalah bahwa
tembang tersebut adalah ciptaan pada jaman wali. Apakah benar ciptaan
sunan kalijaga atau gubahan bersama dengan sunan giri, itu adalah soal
secundair.
Sesudah beliau wafat, kemudian dimakamkan di atas bukit Giri (Gresik).
Setelah Sunan Giri meninggal dunia, berturut-turut digantikan oleh Sunan
Delem, Sunan Sedam Margi, Sunan Prapen. Tatkala Sunan Prapen pada tahun
1597 M, wafat beliau digantikan Sunan Kawis guna, kemudian setelah Sunan
Guwa wafat diganti oleh Panembahan Agung. Pada tahun 1638 M
Panembahan Agung Giri diganti oleh Panembahan Mas Witana Sideng Rana,
beliau wafat pada tahun 1660 M. kemudian atas perintah Sunan Amangkurat
I, Pangern Puspa Ira (Singonegoro) ditempatkan di Giri. mulai saat sunan
Amangkurat II memegang kendali pemerintahan, Giri maupun Gresik
mengalami perubahan yang tidak sedikit. Akibat daripada serangan
Amangkurat II yang dibantu oleh kompeni akhirnya pada tanggal 27 april
1680 jatuhlah kekuasaan Pengeran Giri ke tangan Amangkurat II. Semenjak
itu Giri cahanya mulai pudar, hanya tinggal kenang-kenangan dalam sejarah
kebangunan Islam di tanah Jawa.

5.SUNAN DRAJAT

Syarifuddin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Drajat adalah
seorang putera dari Sunan Ampel, sebagaimana ayahnya, maka puteranya
inipun kemudian menjadi seorang penganjur pula dalam agama Islam.
beliaupun ikut pula mendirikan kerajaan Islam di Demak dan menjadi
penyokongnya yang setia. daerah operasinya diantaranya adalah di Jawa
Timur, Sunan Drajat adalah seorang sosiawan Islam.

Seorang waliullah yang berjiwa sosial, dalam menjalankan agama, selalu


beliau juga tidak segan-segan pula memberikan pertolongan kepada
kesengsaraan umum, seperti membela anak-anak yatim piatu, orang-orang
sakit. para fakir miskin, dan lain-lain. Konon kabarnya beliau, adalah pencipta
gending, pangkur, apabila dikatakan bahwa syarifoeddin atau Sunan Drajat
itu mempunyai jiwa sosial maka hal itu adalah benar. karena pada
hakekatnya setiap pribadi muslim itu adalah juga seorang sosialis. bukanlah
muslim namanya, jikalau dia tidak berjiwa sosial. sebab memang demikianlah
ajaran di dalam agama Islam.

Jadi bilamana Sunan Drajat memberi contoh serta menganjurkan kepada


rakyat, agar memiliki jiwa sosial serta menganjurkan agar supaya rakyat suka
menolong para fakir dan miskin yang sedang mengalami penderitaan dan
kesempitan, maka hal itu adalah sesuai dengan tuntunan agama. Tidakkah
Islam mengajarkan kepada kita. Bahwa apabila disekitar tetangga kita
terdapat orang yang kelaparan, maka berdosalah kita semua. jadi agama
melarang kita sendiri hidup dalam lautan kenikmatan dan kemewahan,
sedangkan lainnya hidup dalam kesengsaraan dan kemiskinan. karena agama
islam memang tidak membenarkan adanya individualisme dan egoisme,
melainkan yang senantiasa ditekankan oleh islam di dalam sepanjang ajaran-
ajarannya ialah rasa kolektivisme, hidup didalam kerukunan hidup dalam
suasana gotong royong, tolong menolong, bahu membahu, hidup dalam
persaudaraan. jauh sebelum itu di barat timbul semboyan egalite dan
fraternite, maka islam telah mengajarkan kepada setiap pemeluknya untuk
menanamkan rasa persaudaraan dan kerukunan, tidakkah Islam mengatakan,
bahwa sebaik-baiknya manusia di dunia ini, ialah manusia yang bermanfaat
bagi sesamanya.

Demikian intisari dari ajaran yang terkandung di dalam Islam. dan itulah yang
dipraktekkan oleh sunan drajat semasa hidupnya.

6.SUNAN KALIJAGA

Raden.Mas Syahid atau yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan


Kalijaga., adalah putera dari Ki Tumenggung Wilatika, bupati Tuban, ada pula
yang mengatakan, bahwa nama lengkap ayah Sunan Kalijaga adalah Raden
Sabur Tumenggung Wilatika, dikatakan dalam riwayat, bahwa dalam
perkawinannya dengan Dewi Saroh Binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga juga
memperoleh 3 orang putera, masing-masing : .R. Umar Said (Sunan Muria),
Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah.

Diantara para Wali Sembilan, beliau terkenal sebagai seorang wali yang
berjiwa besar, seorang pemimpin, mubaligh, pujangga dan filosofi. daerah
operasinya tidak terbatas, oleh karena itu beliau adalah terhitung seorang
mubaligh keliling (reizendle mubaligh). jikalau beliau bertabligh, senantiasa
diikuti oleh pada kaum ningrat dan sarjana. Kaum bangsawan dan
cendekiawan amat simpatik kepada beliau. karena caranya beliau menyiarkan
agama islam yang disesuaikan dengan aliran jaman, Sunan Kalijaga adalah
adalah seorang wali yang kritis, banyak toleransi dan pergaulannya dan
berpandangan jauh serta berperasaan dalam. Semasa hidupnya, sunan
kalijaga terhitung seorang wali yang ternama serta disegani beliau terkenal
sebagai seorang pujangga yang berinisiatif mengaran cerita-cerita wayang
yang disesuaikan dengan ajaran Islam dengan lain perkataan, dalam cerita-
cerita wayang itu dimaksudkan sebanyak mungkin unsur-unsur ke-Islam-an,.
hal ini dilakukan karena pertimbangan bahwa masyarakat di Jawa pada waktu
itu masih tebal kepercayaannya terhadap Hinduisme dan Buddhisme, atau
tegasnya Syiwa Budha, ataupun dengan kata lain, masyarakat masih
memagang teguh tradisi-tradisi atau adat istiadat lama.

Diantaranya masih suka kepada pertunjukan wayang, gemar kepada gamelan


dan beberapa cabang kesenian lainnya, sebab-sebab inilah yang mendorong
Sunan Kalijaga sebagai salah seorang mubaligh untuk memeras otak,
mengatur siasat, yaitu menempuh jalan mengawinkan adat istiadat lama
dengan ajaran-ajaran Islam assimilasi kebudayaan, jalan dan cara mana
adalah berdasarkan atas kebijaksanaan para wali sembilan dalam
mengambangkan Agama Islam di sini. Sunan Kalijaga, namanya hingga kini
masih tetap harum serta dikenang oleh seluruh lapisan masyrakat dari yang
atas sampai yang bawah. hal ini adalah merupakan suatu bukti, bahwa beliau
itu benar-benar manusia besar jiwanya, dan besar pula jasanya. sebagai
pujangga, telah banyak mengarang berbagai cerita yang mengandung filsafat
serta berjiwa agama, seni lukis yang bernafaskan Islam, seni suara yang
berjiwakan tauhid. disamping itu pula beliau berjasa pula bagi perkembangan
dari kehidupan wayang kulit yang ada sekarang ini.

Sunan Kalijaga adalah pengarang dari kitab-kitab cerita-cerita wayang yang


dramatis serta diberi jiwa agama, banyak cerita-cerita yang dibuatnya yang
isinya menggambarkan ethik ke-Islam-an, kesusilaan dalam hidup sepanjang
tuntunan dan ajaran Islam , hanya diselipkan ke dalam cerita kewayangan.
oleh karena Sunan Kalijaga mengetahui, bahwa pada waktu itu keadaan
masyarakat menghendaki yang sedemikian, maka taktik perjuangan
beliaupun disesuaikannya pula dengan keadaan ruang dan waktu. Berhubung
pada waktu itu sedikit para pemeluk agama syiwa budha yang fanatik
terhadap ajaran agamanya, maka akan berbahaya sekali kiranya apabila
dalam memperkembangkan agama islam selanjutnya tidak dilakukan dengan
cara yang bijaksana. para wali termasuk didalamnya Sunan Kalijaga
mengetahui bahwa rakyat dari kerajaan Majapahit masih lekat sekali kepada
kesenian dan kebudayaan mereka, diantaranya masih gemar kepada gemalan
dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan Syiwa-Budha.

Maka setelah diadakan permusyawaratan para wali, dapat diketemukan suatu


cara yang lebih supel, dengan maksud untuk meng-Islam-kan orang-orang
yang belum masuk Islam. cara itu diketemukan oleh Sunan Kalijaga, salah
seorang yang terkenal berjiwa besar, dan berpandangan jauh,berfikiran
tajam, serta berasal dari suku jawa asli. disamping itu beliau juga ahli seni
dan faham pula akan gamelan serta gending-gending (lagu-lagunya). Maka
dipesanlah oleh Sunan Kalijaga kepada ahli gamelan untuk membuatkan
serancak gamelan, yang kemudian diberinya nama kyai sekati. hal itu adalah
dimaksudkan untuk memperkembangkan Agama Islam.

Menurut adat kebiasaan pada setiap tahun, sesudan konperensi besar para
wali, diserambi Masjid Demak diadakan perayaan Maulid Nabi yang
diramaikan dengan rebana (Bhs. Jawa Terbangan) menurut irama seni arab.
Hal ini oleh Sunan Kalijaga hendak disempurnakan dengan pengertian
disesuaikan dengan alam fikiran masyarakat jawa. maka gamelan yang telah
dipesan itupun ditempatkan diatas pagengan yaitu sebuah tarub yang
tempatnya di depan halaman Masjid Demak, dengan dihiasai beraneka
macam bungan-bungaan yang indah. gapura mashidpun dihiasinya pula,
sehingga banyaklah rakyat yang tertarik untuk berkunjung ke sana, gamelan
itupun kemudian dipukulinya betalu-talu dengan tiada henti-hentinya.

Kemudian dimuka gapura masjid, tampillah ke depan podium bergantian para


wali memberikan wejangan-wejangan serta nasehat-nasehatnya uraian-
uraiannya diberikan dengan gaya bahasa yang sangat menarik sehingga
orang yang mendengarkan hatinya tertaik untuk masuk ke dalam masjid
untuk mendekati gamelan yang sedang ditabuh, artinya dibunyikan itu. dan
mereka diperbolehkan masuk ke dalam masjid, akan tetapi terlebih dahulu
harus mengambil air wudlu di kolas masjid melalui pintu gapura. upacara
yang demikian ini mengandung simbolik, yang diartikan bahwa bagi barang
siapa yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat kemudian masuk ke
dalam masjid melalui gapura (dari Bahasa Arab Ghapura) maka berarti bahwa
segala dosanya sudah diampuni oleh Tuhan.

Sungguh besar jasa Sunan Kalijaga terhadap kesenian, tidak hanya dalam
lapangan seni suara saja, akan tetapi juga meliputi seni drama (wayang kulit)
seni gamelan, seni lukis, seni pakaian, seni ukir, seni pahat. dan juga dalam
lapangan kesusastraan, banyak corak batik oleh sunan kalijaga (periode
demak) diberi motif "burung" di dalam beraneka macam. sebagai gambar
ilustrasi, perwujudan burung itu memanglah sangat indahnya, akan tetapi
lebih indah lagi dia sebagai riwayat pendidikan dan pengajaran budi pekerti.
di dalam bahasa kawi, burung itu disebut "kukila" dan kata bahasa kawi ini
jika dalam bahasa arab adalah dari rangkaian kata : "quu" dan "qilla" atau
"quuqiila", yang artinya "peliharalah ucapan (mulut)-mu. Hal mana
dimaksudkan bahwa kain pakaian yang bermotif kukila atau burung itu
senantiasa memperingatkan atau mendidik dan mengajar kepada kita, agar
selalu baik tutur katanya, inilah diantaranya jasa sunan kalijaga dalam hal
seni lukis. Dalam hubungan ini dibuatnya model baju kaum pria yang
diberinya nama baju "takwo", nama tersebut berasal berasal dari kata bahasa
arab "taqwa" yang artinya ta'at serta berbakti kepada Allah SWT. Nama yang
simbolik sifatnya ini, dimaksudkan untuk mendidik kita agar supaya selalu
cara hidup dan kehidupan kita sesuai dengan tuntunan agama. Nama Kalijaga
menurut setengah riwayat , dikatakan berasal dari rangkaian Bahasa Arab '
Qadli Zaka, Qadli - artinya pelaksana, penghulu : sedangkan Zaka - artinya
membersihkan. jadi Qodlizaka atau yang kemudian menurut lidah dan ejaan
kita sekarang berubah menjadi Kalijaga itu artinya ialah pelaksana atau
pemimpin yang menegakkan kebersihan (kesucian) dan kebenaran agama
Islam.

Konon kabarnya Sunan Kalijaga itu usianya termasuk lanjut pula, sehingga
dalam masa hidupnya, beliau antara lain mengalami tiga kali masa
pemerintahan, pertama jaman akhkh Siti Jenar sesungguhnya tak ada disini,
yang ada hanyalah Tuhan yang Sejati. ujarnya pula :

"Awit seh lemang bang iku, wajahing pangeran jati. nadyan sira ngaturana,
ing pangeran kang sejati, lamun Syekh Lemah Bang ora, mansa kalakon
yekti"

Artinya :

Oleh karena Syekh Siti Jenar itu sesungguhnya adalah wajah wujudnya Tuhan
sejati, meskipun engkau menghadap kepada Tuhan yang sejati, manakala siti
jenar tidak,maka tidaklah hal itu akan terlaksana. pada waktu Maulana
Maghribi memberi wejangan bahwa yang disebut Tuhan Allah Sejati itu
Wajibul Wujud (kang aran Allah jatine, wajibul wujud kang ana), maka Syekh
Siti Jenar pun menjawablah, katanya :

"Aja ana kakehan semu, iya ingsun iki Allah, nyata ingsun kang sejati, jejuluk
Prabu Satmata, tan ana liyan jatine, ingkang aran bangsa Allah"

Artinya : jangan kebanyakan semu, saya inilah Allah. saya sebetulnya


bernama Prabu Satmata, dan tiadalah yang lain dengan nama Ketuhanan.
Oleh karena segala ucapan-ucapan dan ajaran-ajaran Syekh Siti Jenar ini
dipandang sangt membahayakan kepada rakyat, maka akhirnya beliau pun
dihukum mati oleh para wali. Jikalau kita ikuti segala ucapan-ucapan Siti
Jenar tersebut di atas, maka hal itu mengingatkan kita kepada ajaran-ajaran
dan ucapan-ucapan salah seorang misticus yang masyhur, yaitu Al Hallaj
(858-992). sebagaimana diketahui, Al Hallaj pernah berkata:

"Annal haqq" artinya : "sayalah kebenaran yang sejati itu" kemudian katanya
pula :

"wa'ma fi jubbati illa-lah" artinya "dan tidak ada yang dalam jubah ,
melainkan Allah".

Disamping itu al hallaj juga pernah mengatakan :

"Telah bercampur rahmu dalam rohku, laksana bercampurnya chamar dengan


air jernih bila menyentui akanmu sesuatu, tersentuhlah aku, sebab itu engkau
adalah aku"
Dalam segala hal demikianlah pandangan hidupnya. ucapan dan ajarannya
inilah yang mengakibatkan dia dihukum mati di atas tiang gantungan, karena
dianggap berbahaya dan menyesatkan oleh pemerintah Bagdad. kedua ahli
mistik, baik Al Hallaj maupun Syekh Siti Jenar fahamnya condong kepada
ajaran pantheisme, kesatuan antara makhluk dengan khalik Maha
Penciptanya. dan keduanya pun mengalami pula nasib yang sama, karena
mereka harus menebus keyakinan hidupnya dengan hukuman mati.

Kemudian kita dapati pula ucapan Siti Jenar yang lain, yang tampak isinya
lebih mengutamakan hakekat daripada syari'at, katanya :

"Sahadat salat puwasa kawuri, apa dene jakat lawan pitrah, ujar iku dora
kabehm nora kena ginugu, Islam tetep durjaning budi, ngapusi kyehning
titah, sinung swarga besuke, wong bodo kanur ulama, tur nyatane pada bae
ora uning, beda syekh siti jenar."

Selanjutnya berkatalah Syekh Siti Jenar :

"Tan mituhu salat lawan dikir, jengkang-jengking neng masjid ting krembyah,
nora nana ganjarane, yen wus ngapal batukmu, sejatine tanpa pinanggih,
neng dunya bae pada susah amemikul, lara sangsaya tan beda, marma siti
jenar mung madep wajidi, gusti dat roning kamal".

Demikianlah antara lain pandangan hidup serta ajaran-ajaran dari Syekh Siti
Jenar. Dalam riwayat dikatakan bahwa murid Syekh Siti Jenar adalah : Ki
Ageng Tingkir, Ki Ageng Pengging, Pangeran Panggung, Ki Lontang.

Menengok konflik Masa Lalu

Biasanya, konflik yang terjadi di kalangan ulama -terutama ulama jaman


dahulu, lebih banyak diakibatkan karena persoalan (rebutan pengaruh)
politik. Tidak hanya terjadi pada era kiai-ulama masa kini, tapi sejak jaman
Wali Songo-pun, konflik seperti itu pernah terjadi. Bahkan, sejarah Islam
telah mencatat bahwa jenazah Muhammad Rasulullah SAW baru dimakamkan
tiga hari setelah wafatnya, dikarenakan para sahabat justru sibuk rebutan
soal posisi khalifah pengganti Nabi (Tarikh Ibnu Ishak, ta'liq Muhammad
Hamidi). Di era Wali Songo -kelompok ulama yang "diklaim" oleh NU sebagai
nenek-moyangnya dalam perihal berdakwah dan ajarannya, sejarah telah
mencatat pula terjadinya konflik yang "fenomenal" antara Wali Songo (yang
mementingkan syari'at) dengan kelompok Syekh Siti Jenar (yang
mengutamakan hakekat). Konflik itu berakhir dengan fatwa hukuman mati
bagi Syekh Siti Jenar dan pengikutnya. Sejarah juga mencatat bahwa dalam
persoalan politik, Wali Songo yang oleh masyarakat dikenal sebagai kelompok
ulama penyebar agama Islam di Nusantara yang cukup solid dalam
berdakwah itu, ternyata juga bisa terpolarisasi ke dalam tiga kutub politik;
Giri Kedaton (Sunan Giri, di Gresik), Sunan Kalijaga (Adilangu, Demak) dan
Sunan Kudus (Kudus). Kutub-kutub politik itu memiliki pertimbangan dan
alasan sendiri-sendiri yang berbeda, dan sangat sulit untuk dicarikan titik
temunya; dalam sidang para wali sekalipun. Terutama perseteruan dari dua
nama yang terakhir, itu sangat menarik. Karena pertikaian kedua wali
tersebut dengan begitu gamblangnya sempat tercatat dalam literatur sejarah
klasik Jawa, seperti: "Babad Demak", "Babad Tanah Djawi", "Serat Kandha",
dan "Babad Meinsma".

Lagi-lagi, konflik itu diakibatkan karena persoalan politik. Perseteruan yang


terjadi antara para wali itu bisa terjadi, bermula setelah Sultan Trenggono
(raja ke-2 Demak) wafat. Giri Kedaton yang beraliran "Islam mutihan" (lebih
mengutamakan tauhid) mendukung Sunan Prawata dengan pertimbangan ke-
'alimannya. Sementara Sunan Kudus mendukung Aryo Penangsang karena
dia merupakan pewaris sah (putra tertua) dari Pangeran Sekar Seda Lepen
(kakak Trenggono) yang telah dibunuh oleh Prawata (anak Trenggono).
Sedangkan Sunan Kalijaga (aliran tasawuf, abangan) mendukung Joko Tingkir
(Hadiwijaya), dengan pertimbangan ia akan mampu memunculkan sebuah
kerajaan kebangsaan nusantara yang akomodatif terhadap budaya.

Sejarah juga mencatat, konflik para wali itu "lebih seru" bila dibandingkan
dengan konflik ulama sekarang, karena pertikaian mereka sangat syarat
dengan intrik politik yang kotor, seperti menjurus pada pembunuhan
terhadap lawan politik. Penyebabnya tidak semata karena persoalan politik
saja, tapi di sana juga ada hal-hal lain seperti: pergesekan pengaruh ideologi,
hegemoni aliran oleh para wali, pengkhianatan murid terhadap guru, dendam
guru terhadap murid, dan sebagainya.

Bahkan, De Graaf, seorang sejarawan Jawa dari Belanda, dengan begitu


beraninya menilai konflik di antara para wali itu bukan hanya masalah
hubungan antara guru dan murid belaka. Bukan pula harus selalu dilihat dari
segi spiritualnya, tapi sekolah agama dari para wali itu bisa juga dilihat
sebagai sebuah konsentrasi politik. Para wali yang terlibat konflik itu
sesungguhnya tidak membatasi diri pada ajaran spiritual saja, tetapi juga
memposisikan dirinya sebagai ahli politik sejati, yang (terlalu) banyak ikut
campur tangan terhadap persoalan negara. Seperti misalnya, seseorang yang
menjadi raja, berhak menyandang gelar "Sultan" bila telah mendapatkan
"restu" dari Giri Kedaton. Model pola hubungan ulama-umara seperti ini yang
kemudian menjadi benih-benih pertikaian di antara wali sendiri. Begitupun
ketika pusat pemerintahan pindah dari Pajang ke Mataram. Sunan Kudus
"berbelok arah" mendukung kubu Demak (Aria Pangiri, putra Sunan Prawata
[kubu yang sebelumnya dilenyapkan Arya Penangsang, jagoan Sunan Kudus])
untuk menguasai Pajang, mengusir Pangeran Benawa (putra Sultan
Hadiwijaya). Sementara Sunan Kalijaga mendukung keturunan Pamanahan
(Ki Gede Mataram) untuk mendirikan kerajaan baru yang bernama Mataram.
Tidak hanya berhenti di situ. Konflik politik para wali itu terus berlanjut
hingga akhir hayat mereka. Hingga anak cucu generasi mereka selanjutnya.
Dan lebih memprihatinkan lagi, ketika Sunan Amangkurat I (Raja Mataram
ke-5, putra Sultan Agung Hanyokrokusumo) membantai secara keji 6000
ulama ahlussunnah wal jama'ah di alun-alun Mataram, dengan alasan
"mengganggu keamanan negara". Ini adalah sebagai bukti adanya imbas
yang berkepanjangan dari perseteruan ideologi para wali di era sebelumnya -
di samping juga karena faktor politik yang lain. Dan, gesekan-gesekan aliran
keagamaan (ideologi) seperti itu, di kemudian hari terus berlanjut, seolah-
olah telah menjadi sebuah "warisan" masa kini.

Penutup
Kedewasaan dalam Berkonflik Jadi, konflik politik di antara ulama/kiai
bukanlah merupakan hal yang baru, yang luar biasa, karena kita bisa melihat
akar konflik seperti itu sudah terjadi sejak dahulu kala --tentu dengan
konteks yang berbeda. Logikanya, di jaman sahabat Nabi SAW dan para wali
saja bisa terjadi, apalagi di era kiai sekarang ini. Itu adalah hal yang lumrah,
asal dilakukan secara dewasa. Yang tidak wajar, ketika konflik -yang biasanya
bersifat pribadi ulama- tersebut bersifat kekanak-kanakan, yang sampai
harus mengorbankan kepentingan umat dan kemaslahatan organisasi (NU).
Yang tidak dibenarkan, ketika konflik pribadi itu kemudian diseret menjadi
konflik yang melibatkan umat, sekaligus organisasi dijadikan sebagai barang
taruhannya. Dan bila sudah demikian, maka selayaknya kita patut meragukan
otoritas mereka sebagai ulama, yang seyogyanya menjadi suri-tauladan bagi
masyarakat. Selebihnya, wallaahu'alam bi ash showab.

7.SUNAN KUDUS

Sunan Kudus dilahirkan dengan nama Jaffar Shadiq. Dia adalah putra dari pasangan
Sunan Ngudung, adalah panglima perang Kesultanan Demak Bintoro, dan Syarifah, adik
dari Sunan Bonang. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.

Sunan Kudus pernah menjabat sebagai panglima perang untuk Kesultanan Demak, dan
dalam masa pemerintahan Sunan Prawoto, dia menjadi penasihat bagi Arya Penangsang.
Selain sebagai panglima perang untuk Kesultanan Demak, Sunan Kudus juga menjabat
sebagai hakim pengadilan bagi Kesultanan Demak.
Dalam melakukan dakwah penyebaran Islam di Kudus, Sunan Kudus menggunakan sapi
sebagai sarana penarik masyarakat untuk datang untuk mendengarkan dakwahnya. Sunan
Kudus juga membangun Menara Kudus yang merupakan gabungan kebudayaan Islam
dan Hindu yang juga terdapat Masjid yang disebut Masjid Menara Kudus.

Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan, Kudus
Kulon, yang kini terkenal dengan nama Masjid Agung Kudus dan masih bertahan hingga
sekarang. Sekarang Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota Kudus, Jawa
Tengah.Peninggalan lain dari Sunan Kudus adalah permintaannya kepada masyarakat
untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati
masyarakat penganut agama Hindu dengan mengganti kurban sapi dengan memotong
kurban kerbau, pesan untuk memotong kurban kerbau ini masih banyak ditaati oleh
masyarakat Kudus hingga saat ini.

8.SUNAN MURIA

Sunan Muria dilahirkan dengan nama Raden Umar Said atau Raden Said. Menurut
beberapa riwayat, dia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi
Soejinah, putri Sunan Ngudung.

Nama Sunan Muria sendiri diperkirakan berasal dari nama gunung (Gunung Muria), yang
terletak di sebelah utara kota Kudus, Jawa Tengah, tempat dia dimakamkan.
9.SUNAN GUNUNG JATI

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M, namun ada juga
yang mengatakan bahwa beliau lahir pada sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah
salah satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo.

You might also like