You are on page 1of 11

Maloklusi Pengaruh Lingkungan

Pengaruh dari factor lingkungan selama masa pertumbuhan dan perkembangan dari
wajah, rahang, dan gigi sebagian besar terdiri dari tekanan dan gaya yang berkaitan dengan
aktivitas fisiologis. Fungsi fisiologis tersbut harus dapat beradaptasi dengan lingkungan.
Misalnya, bagaimana cara mengunyah dan menelan akan ditentukan dari apa makanan yang
kita makan. Tekanan terhadap aktifitas rahang dan gigi akan terjadi selama kedua kegiatan
tersebut terjadi bersamaan dan bisa mempengaruhi bagaimana rahang terbentuk dan erupsi
gigi.

Hubungan antara bentuk anatomi dan fungsi fisiologis ini nyata pada semua hewan. Dari
waktu ke waktu selama evolusi, adaptasi pada rahang dan gigi sudah menonjol di dalam catatan
fosil. Bentuk dan fungsi hubungan pada tingkat ini dikendalikan secara genetik dan, meskipun
penting untuk pemahaman umum tentang kondisi manusia, tidak ada hubungannya dengan
deviasi setiap individu dari norma saat ini.

Di sisi lain, ada banyak alasan untuk mencurigai bahwa hubungan bentuk dan fungsi
selama hidup individu mungkin signifikan dalam perkembangan maloklusi. Meskipun
perubahan bentuk tubuh seseorang sedikit, seorang individu yang melakukan pekerjaan fisik
yang berat meskipun masih sebagai remaja telah memiliki otot yang lebih besar dan lebih kuat
dan sistem kerangka yang lebih kuat daripada orang seumurannya. Fungsi dapat
mempengaruhi pertumbuhan rahang, fungsi yang berubah akan menjadi penyebab utama
maloklusi, dan akan sangat wajar apabila terdapat untuk terapi latihan mengunyah dalam
bidang orthodontic. Akan tetapi jika fungsi hanya menghasilkan perbedaan sedikit atau tidak
ada dalam pola pengembangan individu, berubahnya fungsi pada rahang pada seseorang
mungkin akan terjadi jika terdapat impaksi, penyebab-penyebabnya atau terapi. Karena
pentingnya dalam orthodonsi kontemporer, penekanan khusus ditempatkan di sini untuk
mengevaluasi kontribusi fungsional potensial untuk etiologi maloklusi yang mungkin kambuh
setelah pengobatan.
Teori Ekuilibrium dan Perkembangan Dental Oklusi

Teori ekuilbrium banyak dipakai pada bidang teknik. Teori ekuilibrium di bidang teknik
ini menyatakan bahwa obyek diberikan gaya tambahan yang berlebihan maka objek tersebut
akan berpindah ke posisi yang berbed. Namun jika ada sesuatu yang dikenakan sesuatu
kekuatan namun tetap di posisi yang sama atau gaya tidak meberikan pengaruh apa-apa, maka
dapat dikatakan bahwa gaya-gaya yang diberikan itu seimbang atau equlibrium. Dari perspektif
ini, gigi-gigi jelas berada dalam suatu kesetimbangan atau ekulibrium, karena gigi selalu
mendapatkan gaya yang bervariasi tetapi tidak berpindah posisi pada keadaan normal. Bahkan
ketika gigi bergerak, gerakannya sangat lambat, sehingga ekuilibrium statik dapat dianggap ada
secara instan setiap saat.

Efektivitas pengobatan ortodonti itu sendiri merupakan suatu hal yang secara tidak
langsung membuat pertumbuhan gigi normal berada dalam kesetimbangan. Gigi biasanya
mendapat gaya dari kegiatan mengunyah, menelan dan berbicara tetapi tidak akan terjadi
pergeseran (movement). Tetapi jika gigi terkena suatu gaya yang terus-menerus pada
pemakaian alat ortodontik, maka akan bergerak. Dilihat dari sudut pandang bidang teknik, gaya
yang diberikan oleh pemakaian ortodontik telah mengubah keseimbangan sebelumnya,
sehingga menyebabkan perpindahan atau pergerakkan gigi.

Pertimbangan teori keseimbangan ini juga berlaku untuk tulang skeletal, termasuk
kerangka pada wajah. Perubahan skeletal terjadi sepanjang waktu sebagai respon fungsional
dan semakin besar di bawah situasi eksperimental yang tidak biasa. Proses pembentukan tulang
dimana tempat otot menempel pada tulang tersebut terutama dipengaruhi oleh otot dan
lokasi. Pembentukan mandibula, karena sebagian besar ditentukan oleh bentuk proses
fungsional, sangat rentan terhadap perubahan. Kepadatan tulang wajah, seperti tulang skeletal
secara keseluruhan, meningkat ketika pekerjaan berat dilakukan tanpa adanya pengurangan.
Efek Ekuilibrium pada Gigi

Efek keseimbangan pada gigi dapat dimengerti dengan mengamati pengaruh dari
berbagai jenis tekanan. Hal yang harus diperhatikan disini adalah durasi dari suatu gaya jauh
lebih berpengaruh daripada besar gaya itu sendiri.

Hal tersebut diperjelas dengan pemeriksaan respon terhadap gaya mastikasi. Ketika
gaya pengunyahan yang berat diterapkan terhadap gigi, cairan ligamen periodontal berperan
sebagai shock absorder, menstabilkan kembali posisi gigi. Jika gaya berat dipertahankan selama
lebih dari beberapa detik, semakin muncul rasa sakit parah yang membuat kita berhenti
mengunyah. Jenis gaya intermiten berat tidak berdampak pada posisi jangka panjang dari gigi.
Sejumlah respon patologis yang berat pada gigi mungkin terjadi, termasuk mobilitas meningkat
dan nyeri, tapi selama periodontal masih ada, gaya-gaya dari oklusi jarang berkepanjangan
untuk membuat gigi berpindah ke posisi lain.

Pipi,bibir, dan lidah juga memberikan gaya cukup besar dalam mempengaruhi
ekuilibrium. Gaya yang terjadi disini lebih ringan daripada gaya yang dihasilkan dari proses
mastikasi, tetapi juga berlangsung jauh dalam jangka waktu yang cukup lama. Eksperimen
menunjukan bahwa gaya yang sangat berat dalam jangka waktu yang lama pula dapat mudah
merubah posisi gigi. Ambang durasi tampak antara 4 sampai 8 jam pada manusia, dengan 6 jam
sebagai perkiraan terbaik.

Sebagai contoh, jika terjadi luka pada jaringan lunak bibir yang mengakibatkan bibir
menjadi mengkerut, maka gigi insisif di sekitarnya ini akan akan terdorong ke arah lingual. Jika
gaya menahan dari bibir atau pipi dihilangkan, gigi bergeser ke arah luar sebagai respon
terhadap tekanan dari lidah. Tekanan dari lidah, baik dari pembesaran lidah dari tumor atau
sumber lain atau karena postur yang telah berubah, akan mengakibatkan perpindahan gigi ke
arah labial meskipun bibir dan pipi yang lengkap, karena keseimbangan diubah.

Pengamatan dr beberapa observasi menjelaskan bahwa gaya-gaya mastikasi didukung


oleh bibir, pipi, lidah saat istirahat merupakan penentu penting dari posisi gigi. Walaupun
terlihat tidak mungkin, durasi pendek selama tekanan dibuat ketika lidah dan bibir berkontak
dengan gigi pada saat menelan atau berbicara memiliki akibat pada posisi gigi. Gaya-gaya
mastikasi yang muncul, besaran tekanan akan menjadi besar cukup untuk memindahkan gigi,
tetapi durasi yang tidak memadai.

Pengaruh lain yang memungkinan kontribusi dalam ekuilibrium adalah gaya dari luar,
dimana berbagai kebiasaan dan penggunaan ortodontik. Sebagai contoh, suatu alat ortodontik
yang menciptakan gaya ringan dalam lengkung gigi dapat digunakan untuk menciptakan ruang
yang cukup untuk pergerakan gigi. Setelah sejumlah ekspansi lengkung gigi, pipi dan tekanan
bibir mulai meningkat. Ketika sudah tidak ada gaya yang diberikan namun alat tersebut masih
berada pada tempatnya maka bisa dikatakan sevafai retainer untuk mempertahankan posisi
gigi yang beruba. Ketika alat ortodonti dilepaskan, ekuilibrium tidak akan seimbang lagi, dan gigi
akan bergerak ke lingual sampai posisi baru keseimbangan dicapai.

Apakah jika suatu kebiasaan dapat merubah posisi gigi seperti pemakaian ortodonsi
telah menjadi subyek kontroversi sejak AD setidaknya abad pertama, ketika celcus
merekomendasikan bahwa seorang anak dengan crooked tooth diinstruksikan untuk menekan
jari pada gigi untuk memindahkannya ke posisi yang tepat. Dari pemahaman kita mengenai
ekuilibrium, kita berharap bahwa konsep ini dapat bekerja, jika anak terus menekan jarinya
terhadap gigi selama 6 jam atau lebih per hari.

Alasan yang sama dapat diterapkan pada kebiasaan lain: jika kebiasaan seperti tekanan
atau gaya dari menghisap jempol terhadap gigi selama lebih dari ambang durasi (6 jam atau
lebih per hari), tentu bisa menggerakkan gigi dan mungkin mempengaruhi arah pertumbuhan
rahang. Di sisi lain, jika kebiasaan itu memiliki durasi lebih pendek maka tidak akan terjadi atau
sedikit terjadi efek atau pengaruh, tak peduli betapa berat tekanan. Apakah suatu pola perilaku
sangat penting atau tidak penting, bawaan dari lahir atau sudah terpelajari, pengaruhnya
terhadap posisi gigi ditentukan bukan oleh gaya yang berlaku pada gigi tetapi oleh berapa lama
gaya tersebut berkelanjutan.

Konsep ini juga akan menjadi lebih mudah untuk dipahami bagaimana memainkan alat
musik mungkin berkaitan dengan perkembangan sebuah maloklusi. Di masa lalu, banyak
klinikan menduga bahwa memainkan instrument kayu dapat mempengaruhi posisi gigi anterior,
dan beberapa telah ditentukan instrumen sebagai bagian dari terapi ortodontik. Bermain
klarinet, misalnya, dapat menyebabkan overjet meningkat karena cara buluh diletakkan di
antara gigi incisors, dan instrumen ini dapat dianggap penyebab potensial dari maloklusi Kelas II
dan alat terapi untuk perawatan maloklusi Kelas III. Alat musik seperti biola memerlukan postur
kepala dan rahang tertentu yang berefek pada gaya antara lidah dengan bibir atau pipi dan bisa
menghasilkan keasimetrisan bentuk lengkung rahang. Meskipun diharapkan tipe dari efek
perpindahan gigi tampak pada musisi professional, efek ini sedikit atau tidak ditemukan pada
kebanyakan anak.

Hal lain yang berpengaruh pada ekuilibrium gigi adalah serat-serat ligament periodontal.
Kita semua memahami bahwa jika terjadi kehilangan gigi maka ruang yang ada akan menyempit
dikarenakan gaya yang dihasilkan dari serat transeptal pada gingival. Serat gingival yang sama
akan merenggang secara elastic selama perawatan orthodonti untuk menarik gigi ke posisi
semula.

Jaringan serat gingival yang sama membentang elastis selama perawatan ortodontik dan
cenderung menarik gigi kembali ke posisi semula mereka. Pengalaman klinis menunjukkan
bahwa setelah perawatan ortodonti, baik untuk menghilangkan gaya dengan insisi gingiva yaitu
untuk menghilangkan serat transseptal, sehingga memungkinkan mereka untuk membuat gigi
pada lengkung yang benar. Dengan tidak adanya ruang oleh karena ekstraksi atau pergerakan
gigi akibat ortodonti, bagaimanapun, jaringan serat gingiva tampaknya memiliki efek minimal
pada keseimbangan gigi.

Ligamentum periodontal juga berperan dalam ekuilibrium gigi, hal ini berkaitan dengan
erupsi gigi dimana dikatakan bahwa energi yang diperlukan untuk erupsi gigi dihasilkan dari
dalam ligament periodontal. Energi ini cukup besar untuk memindahkan gigi. Proses
metabolism dapat menghasilkan gaya sebagai “active stabilization” bagi gigi yang secara
langsung berkontribusi pada kondisi ekuilibrium

Gaya erupsi juga dipertimbangkan memiliki andil yang besar pada kondisi ekuilibrium.
Hal yang harus diperhatikan tidak hanya mengenail bidang anteroposterior dan transversal saja
tapi juga secara vertical, berhubungan dengan seberapa banyak gigi yang erupsi. Posisi vertical
dari gigi ditentukan dengan keseimbangan antara gaya erupsi dengan gaya yang melawannya,
gaya mastikasi merupakan gaya yang melawan laju erupsi namun, gaya dari peletakkan lidah
diantara gigi merupakan

Efek ekuilibrium pada ukuran dan bentuk rahang

Rahang, terutama rahang bawah, dapat dianggap sebagai terdiri dari inti tulang yang
proses fungsional yang terpasang. Proses fungsional tulang akan diubah jika fungsi ini hilang
atau berubah. Sebagai contoh, tulang dari proses alveolar ada hanya untuk mendukung gigi.
Jika gigi gagal untuk meletus, tulang alveolar pernah bentuk di daerah itu akan diduduki, dan
jika gigi diekstrak, dalam alveolus di daerah yang resorbs sampai akhirnya benar-benar
atrophies. Ketika salah satu dari sepasang gigi menentang diekstrak, yang lain biasanya mulai
meletus lagi, dan bahkan sebagai tulang adalah resorbing dalam satu rahang di mana gigi
hilang, baru bentuk tulang alveolar di lain sebagai gigi meletus membawa tulang dengan itu.
Posisi gigi, bukan fungsional beban di atasnya, menentukan bentuk alveolar ridge.

Hal yang sama juga berlaku pada proses otot: lokasi lampiran otot lebih penting dalam
menentukan bentuk tulang dari beban mekanis atau derajat activeity. Pertumbuhan otot,
bagaimanapun, menentukan posisi lampiran, dan pertumbuhan otot dapat menghasilkan
perubahan dalam bentuk rahang, terutama pada proses koronoideus sudut rahang bawah.

Jika proses condylar mandibula dapat dianggap proses fungsional berfungsi untuk
mengartikulasikan mandibula dengan sisa kerangka wajah, karena tampaknya mereka dapat,
kemungkinan menarik adalah mengangkat bahwa mengubah posisi mandibula mungkin
mengubah pertumbuhan mandibula. Ide akan mengubah pertumbuhan telah diterima, ditolak,
dan menerima sebagian lagi selama abad terakhir. Jelas, teori ini memiliki implikasi penting bagi
etiologi maloklusi. Misalnya, jika seorang anak posisi mandibula ke depan tentang penutupan
karena gangguan gigi seri atau karena lidahnya besar, ini akan merangsang mandibula untuk
tumbuh lebih besar dan akhirnya menghasilkan maloklusi kelas III? Apakah memungkinkan
seorang anak muda untuk tidur tengkurap, sehingga berat kepala beristirahat pada dagu,
keterbelakangan penyebab mandibula dan maloklusi Kelas II?
Pengaruh lama gaya tidak jelas untuk efek keseimbangan pada rahang seperti untuk gigi.
Tampaknya, bagaimanapun, bahwa prinsip yang sama berlaku: besarnya gaya kurang penting
dibandingkan durasinya. Positioning rahang ke depan hanya ketika gigi dibawa ke oklusi berarti
bahwa sebagian besar waktu, ketika rahang bawah berada dalam posisi semula, adalah tidak
tonjolan. Kami harapkan tidak ada efek pada proses fungsional dari kekuatan intermiten
berulang karena total durasi pendek, dan proses condylar tampaknya menanggapi sesuai
dengan prinsip ini. Baik bukti eksperimental maupun klinis menunjukkan bahwa pertumbuhan
mandibula adalah setiap berbeda karena gangguan oklusal (pikir itu harus diingat bahwa gigi
letusan, dan dengan demikian posisi akhir dari gigi, bisa diubah).

Jika mandibula itu menonjol di sepanjang waktu, dan juga mungkin terjadi jika lidah itu
luar biasa besar, ambang durasi bisa dilampaui, dan efek pertumbuhan dapat diamati. Pada
pemeriksaan klinis, orang yang tampaknya memiliki lidah yang besar yang hampir selalu
memiliki mandibula berkembang dengan baik, tetapi sangat sulit untuk menetapkan ukuran
lidah. Hanya dalam kasus yang ekstrim, seperti pasien dengan defisiensi tiroid awal-awal adalah
mungkin untuk menjadi cukup yakin bahwa lidah diperbesar memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan berlebihan dari rahang bawah. Ini tidak mungkin menjadi penyebab utama
prognathism mandibula.

Ini diyakini secara luas di era Edward Angle bahwa tekanan terhadap rahang bawah dari
berbagai kebiasaan, terutama tidur di lambung, mengganggu pertumbuhan dan menyebabkan
maloklusi Kelas II. Sedikit atau tidak ada bukti yang mendukung anggapan ini. Pertumbuhan
jaringan lunak matriks yang memindahkan mandibula ke depan dan menciptakan ruang antara
kondilus dan fosa temporal adalah mekanisme normal dengan pertumbuhan yang terjadi.
Penghambatan pertumbuhan mandibula oleh tekanan bukan merupakan fitur dari
perkembangan normal dan jauh lebih sulit untuk dicapai, jika memang mungkin sama sekali.

Dari perspektif teori kesetimbangan, maka, kita dapat menyimpulkan bahwa kekuatan
intermittent atau memiliki sedikit jika ada efek baik dalam posisi gigi atau ukuran dan bentuk
rahang. Kepadatan tulang dalam proses alveolar dan seluruh wilayah basal rahang harus
berbeda sebagai fungsi dari kekuatan pengunyah, tetapi bentuk tidak seharusnya. Baik
kekuatan pengunyah atau tekanan jaringan lunak pada saat menelan dan berbicara harus
memiliki pengaruh besar pada posisi gigi.
kesetimbangan pengaruh utama untuk gigi harus menjadi tekanan ringan namun tahan lama
dari lidah, bibir, dan pipi beristirahat. Di samping itu, efek keseimbangan signifikan harus
diharapkan dari elastisitas serat gingiva dan dari aktivitas metabolik dalam ligamen periodontal.
Pengaruh ini akan mempengaruhi keseimbangan vertikal maupun posisi horisontal dari gigi dan
dapat memiliki efek besar pada bagaimana erupsi besar terjadi, seperti halnya dimana gigi
diposisikan dalam lengkung gigi. Kesetimbangan pengaruh besar pada rahang harus mengubah
posisi yang mempengaruhi proses fungsional, termasuk proses condylar.

Dalam sisa bagian ini, pola fungsional dan kebiasaan yang mungkin menghasilkan
maloklusi diperiksa sebagai agen etiologi potensial dari perspektif teori keseimbangan.

Fungsional mempengaruhi perkembangan dentofacial

Fungsi pengunyahan

Tekanan yang dihasilkan oleh aktivitas mengunyah dapat berpotensi mempengaruhi


perkembangan dentofacial dalam dua cara: (1) penggunaan yang lebih besar dari rahang,
dengan kekuatan yang lebih tinggi dan / atau lebih menggigit lama, dapat meningkatkan
dimensi lengkung rahang dan gigi. Kurang penggunaan rahang kemudian mungkin
menyebabkan lengkungan gigi berkembang, dan untuk gigi ramai dan tidak teratur, (2)
penurunan kekuatan menggigit dapat mempengaruhi berapa banyak gigi meletus, sehingga
mempengaruhi ketinggian muka rendah dan overbite / hubungan open bite. Mari kita
memeriksa kedua kemungkinan lebih terinci.

Fungsi dan Ukuran Dental arch

teori Equilibrium, seperti dibahas sebelumnya, menunjukkan bahwa ukuran dan bentuk
proses otot rahang harus mencerminkan ukuran otot dan aktivitas. Pembesaran sudut gonial
mandibula dapat dilihat pada manusia dengan hipertrofi otot rahang bawah lift, dan perubahan
dalam bentuk proses koronoideus terjadi pada anak-anak ketika fungsi otot temporalis diubah
setelah cedera, sehingga tidak ada keraguan bahwa otot proses rahang dipengaruhi oleh fungsi
otot pada manusia. Teori Equilibrium juga menunjukkan bahwa pasukan intermiten berat yang
dihasilkan selama pengunyahan harus memiliki pengaruh langsung terhadap posisi gigi, dan
karena itu bahwa ukuran dari lengkungan gigi akan dipengaruhi oleh fungsi hanya jika dasar
tulang mereka melebar. Apakah tingkat aktivitas pengunyah mempengaruhi lebar dasar
lengkungan gigi?

Nampaknya bahwa perbedaan antara kelompok-kelompok ras manusia, sampai batas


tertentu, mencerminkan perbedaan pola makan dan upaya pengunyah yang menyertainya.
Morfologi kraniofasial karakteristik Eskimo, yang meliputi lengkungan gigi yang luas, yang
terbaik adalah dijelaskan sebagai adaptasi terhadap stres yang ekstrim mereka tempat di
rahang dan gigi, dan perubahan dalam dimensi kraniofasial dari awal sampai peradaban
manusia modern telah terkait dengan perubahan diet yang menyertainya. Sejumlah studi oleh
ahli antropologi fisik menunjukkan bahwa perubahan oklusi gigi, dan peningkatan maloklusi,
terjadi di sepanjang dengan transisi dari primitif untuk diet modern dan gaya hidup, sampai-
sampai Corrucini maloklusi label "penyakit peradaban". Dalam konteks adaptasi terhadap
perubahan dalam makanan lebih bahkan beberapa generasi, tampak bahwa perubahan pola
makan mungkin telah memainkan peran dalam peningkatan modern di maloklusi.

Apakah upaya pengunyah mempengaruhi ukuran lengkungan gigi dan jumlah ruang
untuk gigi selama pengembangan satu individu tidak begitu jelas. hubungan rahang vertikal
jelas dipengaruhi oleh aktivitas otot (efek pada erupsi dibahas di bawah); efek pada lebar
lengkung tidak begitu jelas.

Hewan percobaan dengan diet lunak versus keras menunjukkan bahwa perubahan
morfologi dapat terjadi dalam satu generasi ketika konsistensi diet diubah. Ketika babi,
misalnya, dimunculkan pada lembut daripada diet normal, ada perubahan dalam morfologi
rahang, dalam orientasi rahang ke seluruh kerangka wajah, dan dalam dimensi lengkung gigi,
Apakah efek yang sama ada di manusia tetap tidak jelas. Jika konsistensi diet mempengaruhi
ukuran lengkung gigi dan jumlah ruang untuk gigi sebagai individu berkembang, ia harus
melakukannya pada awal kehidupan, karena dimensi lengkung gigi dibentuk awal. Jarak
intercanine, dimensi kunci untuk pelurusan atau mengerumuni dari gigi seri yang merupakan
komponen utama dari maloklusi non-tulang, hanya sedikit meningkat setelah gigi taring utama
meletus pada usia 2 dan cenderung menurun setelah gigi taring permanen meletus. Apakah
mungkin bahwa upaya pengunyah anak memainkan peran utama dalam menentukan dimensi
lengkung gigi? Yang tampaknya tidak mungkin. melayang genetik terhadap ukuran rahang yang
lebih kecil, dipercepat oleh perubahan diet yang telah terjadi, adalah penjelasan yang lebih
masuk akal, namun hubungan yang tepat masih belum diketahui.

Biting force and eruption

Pasien yang telah overbite yang berlebihan atau gigitan terbuka anterior biasanya
memiliki gigi posterior yang infra atau supra-meletus, masing-masing. Tampaknya masuk akal
bahwa berapa banyak gigi harus meletus fungsi dari seberapa banyak gaya ditempatkan
terhadap mereka selama fungsi. Apakah mungkin bahwa perbedaan dalam kekuatan otot, dan
karena itu berlaku menggigit, terlibat dalam penyebab masalah-pendek dan panjang-wajah.

Itu mencatat beberapa tahun yang lalu bahwa wajah-pendek individu memiliki yang
lebih tinggi, dan panjang-wajah orang yang lebih rendah, kekuatan menggigit maksimum
dibandingkan dengan dimensi vertikal normal. Perbedaan antara panjang-wajah dan pasien
normal-wajah sangat signifikan secara statistik untuk kontak oklusal gigi selama menelan,
simulasi mengunyah, dan maksimal menggigit. Seperti hubungan antara morfologi wajah dan
kekuatan oklusal tidak membuktikan suatu-sebab dan efek hubungan. Dalam kelemahan otot
langka sindrom dibahas sebelumnya, ada rotasi ke bawah dan mundur dari mandibula yang
terkait dengan letusan yang berlebihan dari gigi posterior, tapi ini hampir satu karikatur kondisi
lama-wajah yang lebih biasa, bukan hanya perpanjangan dari itu. Jika ada bukti kekuatan
oklusal menurun pada anak-anak yang menampilkan pola lama-wajah pertumbuhan, hubungan
penyebab kemungkinan akan diperkuat.

Hal ini mungkin untuk mengidentifikasi pola panjang menghadapi perkembangan pada
anak pra-pubescent. Pengukuran kekuatan oklusal di grup ini menghasilkan hasil yang
mengejutkan: tidak ada perbedaan antara anak dengan wajah panjang dan wajah yang normal,
bukan antara baik kelompok anak-anak dan orang dewasa-wajah lama. Semua tiga kelompok
memiliki kekuatan jauh di bawah orang dewasa normal. Oleh karena itu tampak bahwa
perbedaan yang berlaku oklusal timbul pada pubertas, ketika kelompok keuntungan normal
kekuatan otot pengunyah dan kelompok-wajah lama tidak. Karena pola pertumbuhan jangka-
wajah dapat diidentifikasi sebelum perbedaan kekuatan oklusal muncul, tampaknya lebih
mungkin bahwa gaya menggigit yang berbeda adalah efek bukan penyebab maloklusi tersebut.

Temuan ini menunjukkan bahwa kekuatan yang diberikan oleh otot-otot pengunyah
bukan merupakan faktor lingkungan utama dalam mengendalikan erupsi dan bukan merupakan
faktor etiologi pada kebanyakan pasien dengan gigitan yang dalam atau gigitan terbuka.
Pengaruh distrophy otot dan sindrom terkait menunjukkan bahwa ada pengaruh yang pasti bisa
pada pertumbuhan jika otot-otot yang abnormal, tetapi tidak adanya gejala dari jenis ini, tidak
ada alasan untuk percaya bahwa bagaimana sebuah gigitan pasien merupakan penentu utama
baik lengkung gigi ukuran atau dimensi vertikal.

You might also like