Professional Documents
Culture Documents
(2) Demokrasi adalah solusi yang dipilih oleh peradaban Barat – Sekuler, karena trauma kegagalan
sistem mereka pada aspek kepemimpinan negara. Sistem yang mereka miliki tidak berhasil
mencetak sosok pemimpin sejati yang mengayomi rakyat. Karena itulah mereka selalu
mempertentangkan antara konsep “Demokrasi” dengan “Otokrasi” juga dengan “Teokrasi”.
Dari sini bisa kita pahami ketakutan mereka yang berlebihan terhadap sistem otoriter,
termasuk pada kepemimpinan bersendikan agama. Sementara, umat Islam juga tidak pernah
mengalami traumatik kepemimpinan yang sangat mendalam seperti halnya yang dialami oleh
Barat.
ISLAM VS DEMOKRASI
Salah satu pemikiran paling mendasar dari demokrasi adalah kedaulatan di tangan rakyat.
Bahwa rakyat (baca: manusia / makhluq) memiliki kekuasaan untuk membuat hukum (legislasi).
Inilah hakikat demokrasi. Sebagai konsekuensi dari ide kedaulatan rakyat, rakyat melalui wakilnya
dipandang memiliki hak untuk membuat konstitusi, peraturan dan undang-undang apapun.
Sehingga dalam demokrasi semua standar dikembalikan pada akal manusia.
Dalam kerangka pemikiran Islam, akal manusia memiliki keterbatasan. Akal tidak dapat
menilai apakah sesuatu itu baik (khayr) atau buruk (syarr), terpuji (hasan) atau tercela (qabih).
Manusia bukan al-Hakim. Hanya Sang Pencipta, Allah SWT saja yang memiliki kedaulatan untuk
menentukan hukum. Ditambah lagi bahwa kesempurnaan Islam sebagai sebuah ideologi. Islam
sebagai agama sekaligus mabda’ yang berbeda dengan yang lain. Islam bukan saja agama yang
mengurusi masalah ruhiyyah (spiritual), akan tetapi juga meliputi masalah politik (siyasiyyah),
lengkapnya Islam adalah akidah spiritual dan politik (al-aqidah ar-ruhiyyah wa as-siyasiyah).
Kalangan Barat paham betul bahwa kaum Muslim tidak akan pernah menerima demokrasi
dalam pengertiannya yang hakiki tersebut. Karena itu negara-negara Barat (khususnya AS)
berusaha memeasarkan demokrasi di negeri-negeri Muslim melalui kemasan yang penuh tipuan.
Mereka memasukan demokrasi ke negeri Muslim, dengan propaganda bahwa demokrasi adalah
alat/ metode terbaik untuk memilih pemimpin/ penguasa negara. Dan ditanamkanlah dalam
benak kaum Muslim rasa apriori terhadap bentuk kekuasaan tunggal (otoritarian), kemudian kaum
Muslim diperkenalkan kepada bentuk kekuasaan kolektif dengan sistem pembagian kekuasaan.
Cara pemasaran Barat inilah yang kemudian dikenal dengan ‘proses demokratisasi’ atau
‘gelombang demokratisasi’.
KHATIMAH
Konsep demokrasi terbukti tidak pernah sesuai dengan realitas. Ide-ide demokrasi hanyalah
mitos, ide khayalan, tidak realistis dan mustahil terwujud dalam tatanan kehidupan. Demokrasi
tak akan pernah terwujud sampai kapanpun.
Karena sejatinya demokrasi digunakan untuk menjauhkan kaum Muslim dari sistem Islam yang
bersumber dari Allah Swt. Sebab, demokrasi menyerahkan kedaulatan ke tangan manusia,
sementara dalam Islam kedaulatan ada di tangan Allah Swt. Demokrasi pun digunakan untuk
memerangi kaum Muslim. Atas nama menegakkan demokrasi dan memerangi terorisme, negeri-
negeri Islam diserang dan dijajah, seperti yang terjadi di Irak dan Afganistan.
Agama dikerdilkan sebatas moral, ritual, kewajiban individual. Kalaupun bersinggungan
dengan politik hanya sebatas nilai substansialnya saja seperti kejujuran, amanah, dan
semacamnya. Berdasarkan prinsip sekuler ini, siapapun yang ingin menegakkan syariah Islam akan
diserang dengan opini: Indonesia bukan negara agama, Indonesia bukan hanya milik umat Islam!
Propaganda demokratisasi di negeri-negeri Islam pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari
kepentingan negara-negara kapitalis penjajah. Sebab, tujuan dari politik luar negeri dari negara-
negara kapitalis itu memang menyebarkan ideologi Kapitalisme mereka, dengan demokrasi
sebagai derivatnya. Tersebarnya nilai-nilai Kapitalisme di dunia ini akan menguntungkan negara-
negara kapitalis; mereka akan tetap dapat mempertahankan penjajahannya atas negeri-negeri
Islam.
Maka dari itu, kaum muslimin haram mengambil dan menyebarluaskan demokrasi serta
mendirikan partai-partai politik yang berasaskan demokrasi. Haram pula bagi mereka menjadikan
demokrasi sebagai pandangan hidup dan menerapkannya; atau menjadikannya sebagai asas bagi
konstitusi dan undang-undang atau sebagai sumber bagi konstitusi dan undang-undang; atau
sebagai asas bagi sistem pendidikan dan penentuan tujuannya.