Professional Documents
Culture Documents
wedding invitations
Pulang dari kantor kecamatan selalu aku luangkan waktu untuk mampir sejenak di
rumah Bu Darmo. Kadang aku bawakan apa saja yang bisa aku beli di penjaja
pinggir jalan. Sepatu dan tas dari Tanggulangin, daster warna ungu seharga sepuluh
ribu atau kaset vcd bajakan grup Letto.
Sore itu dia sudah menungguku duduk di bangku teras. Bu Darmo kemudian berlalu
sebelum menyapaku. Dari sorot mata Bu Darmo aku melihat ada sesuatu yang tidak
seperti biasanya, tapi aku tidak tahu.
Kutanyakan pada Ida, “ada apa”. Sambil tertunduk ida menjawab, tempat kerjanya
memanggilnya kembali. Maka rencana pernikahan harus dipercepat atau susah untuk
menentukan kembali kapan waktunya. Ah memang kerjaan seperti apa sih, aku mulai
tak dapat menahan sewotku. Segala macam teori tentang ekonomi aku jabarkan
panjang lebar. Juga janji pak camat yang akan membantuku untuk mendapatkan
kredit di perumahan yang ia inginkan. Ida hanya diam menungguku memberinya
kesempatan untuk menjelaskan.
“Memangnya kamu mau balik kerja itu dimana sih ?” aku mengakhiri emosiku dan
kembali duduk disampingnya.
“Di YUEN mas,…” jawabnya pendek, sambil kembali memegangi ujung baju
birunya.
“Oalah maksudmu di YUEN Toko OEN, ngapain juga kerja di toko itu, paling pol
sebagai kasir, apa ndak ada pilihan lain? Atau nantilah kalau kamu memang mau
kerja aku akan usahakan tempat kerja yang bisa sedikit ada karir begitu. Kok di toko
OEN sih?”
“eh maksudku mas,… di UN, United Nation itu lho PBB, Persatuan Bangsa-Bangsa”
Astaga, baru aku teringat kalo Ida adalah protolan universitas terkenal di Australi,
program bea siswa pula. Ia menjelaskan padaku bahwa sebelumnya ia adalah pekerja
di UN. Tepatnya ia bekerja di organisasi FAO sebagai Senior Field Programme
Management Information System. Pekerjaan yang ditanganinya adalah program
pangan untuk sebuah negara di Afrika. Ia mengambil cuti karena situasi di negara itu
yang sedang dilanda perang. Dan sekarang setelah perang berakhir maka proyek
yang pernah ia tangani harus diteruskan.
Mungkin masih ada keberuntunganku, waktu Ida harus berangkat masih beberapa
bulan lagi. Jadilah rencana pernikahan dipercepat menjadi bulan depan. Segala pesta
ditiadakan dan jumlah undangan ditekan hanya untuk saudara dan beberapa rekan
kerjaku. Hanya akad di kantor KUA dan syukuran dengan beberapa tetangga saja.