You are on page 1of 2

Qurban di tengah Korban

Perayaan ‘Idul Adha pasca bencana alam

‘Idul Adha seperti yang kita kenal, merupakan salah satu hari besar dalam Islam. Perayaan hari ini
dilakukan dengan menyembelih hewan kurban sebagai bentuk peringatan ibadah Nabi Ibrahim yang mendapatkan
perintah untuk menyembelih anaknya Islam’il, namun digantikan-Nya dengan domba. Dikalangan ummat muslim
Indonesia, hari ini disebut juga dengan hari raya haji karena bersamaan dengan puncak pelaksanaan wukuf di
padang arafah, disamping itu pusat dari perayaan qurban ini adalah di sebuah desa kecil Arab Saudi yang disebut
dengan Mina, disini terdapat tiga tiang yang diibaratkan dengan iblis yang harus dilempari batu oleh kaum
muslimin.
Pada tahun 2010 kali ini, terjadi perbedaan tanggal penetapan jatuhnya perayaan ‘Idul Adha antara ormas-
ormas Islam Indonesia, diantara mereka ada yang merayakan pada tanggal 16 dan ada pula yang tanggal 17
November. meskipun begitu tentu esensi dari kebesaran ‘Idul Adha tidak akan berkurang meski dengan perbedaan
penetapan tersebut.
Terlepas dari semua itu, bangsa Indonesia kini telah mengalami sebuah musibah yang sangat besar.
Indonesia sebagai negara yang semestinya gemah ripah loh jinawi (subur, makmur, ramai dan semarak) ini telah
identik dengan negeri seribu satu bencana. Bagaimana tidak, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Indonesia selama kurun waktu 5 tahun antara tahun 2004-2009 telah dilanda bencana alam sebanyak
4.408 kali. Jumlah yang sangat besar itu tentu menjadikan negara ini termasuk sebagai negara yang paling rawan
dengan bencana alam. Terlebih beberapa waktu lalu bangsa ini telah dilanda dua bencana dasyat yaitu stunami di
Mentawai dan meletusnya gunung Merapi di Jogja yang menewaskan ratusan orang.
Tentu dampak dari bencana tersebut akan membekas dalam terhadap masyarakat, terutama para korban.
Kehilnagn sanak saudara, harta benda, rumah, hewan ternak, dan berhari-hari di barak pengungsian akan membuat
mereka mengalami down of spirit yang berakibat pada gangguan psikologis. Sadar akan hal itu masyarakat
diseluruh indonesia pun mulai beramai-ramai menggalang dana bantuan dengan berbagai cara dan disalurkan
dalam berbagai bentuk barang maupun uang.

Makna bencana alam


Bencana alam yang sering menimpa kita dapat dikelompokkan kedalam dua macam: pertama, bencana
yang murni bersifat alami dan kedua, bencana yang dikarenakan perbuatan manusia. Gunung api meletus, gempa
tektonik, badai dan gelombang, adalah contoh bencana alam yang murni bersifat alami. Sedangkan tanah longsor
pada gunung yang hutannya digunduli manusia, kebakaran hutan karena manusia mencari cara gampang membuka
lahan perkebunan, adalah contoh bencana yang dikarenakan perbuatan manusia.
Bencana alam yang pertama memberikan pengajaran akan kagungan dan kemahabesaran dzat tuhan Allah
SWT. Letusan gunung, gempa tektonik dan tsunami yang disebabkan oleh dua lempengan bumi yang
bertumbukan menyadarkan manusia akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dan kelemahan mahluknya.
Ada sunnatullah yang telah ditetapkan-Nya berupa hukum-hukum alam sehingga alam bersifat demikian
itu. Manusia tidak dapat menciptakan hukum seperti itu. Manusia harus sadar, ada Tuhan tempat mereka
bergantung. Karena itu mereka harus tunduk-patuh secara ikhlas terhadap petunjuk dan hukum-Nya.
Namun di balik bencana alam itu tentu ada hikmahnya bagi manusia. Misalnya, dengan melakukan
penyelidikan empiris, sedikit demi sedikit manusia dapat memahami hukum-hukum alam yang ditetapkan Tuhan.
Dengan demikian, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Lalu dengan iptek itu,
mereka dapat melakukan berbagai upaya untuk memperkecil kemungkinan risiko yang dialaminya akibat bencana
alam itu, misalnya dengan melakukan evakuasi setelah memprediksi akan terjadi gempa vulkanik.
Berbeda dengan itu, bencana alam yang disebabkan ulah manusia bisa terjadi, antara lain, karena kesadaran
hukum dan moral mereka yang rendah atau oleh keterbatasan pengetahuan manusia itu sendiri.
Keterbatasan atau kelemahan pengetahuan manusia dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengelola alam
yang bisa berujung pada bencana alam. Sementara kelemahan kesadaran hukum dan moral juga bisa
mengakibatkan manusia mengelola alam secara salah sehingga menimbulkan bencana. Contohnya, bencana asap
dari kebakaran hutan yang kita alami sekarang ini. Sebagian besar kebakaran hutan tersebut bukan diakibatkan
oleh kelemahan pengetahuan, tapi kelemahan kesadaran hukum dan moral. Dalam surat al-anfal ayat 25
disebutkan:
                   
            
Artinya: dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang
yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.
Ayat tersebut semestinya menjadikan kita sadar dan mawas diri dengan perbuatan
zalim yang pada akhirnya akan menimbulkan bencana dan berakibat buruk pada diri kita
sendiri.

Makna ‘Idul Adha


Bagi Jalaluddin Rakhmat (1995), ibadah kurban mencerminkan dengan tegas pesan solidaritas sosial Islam,
mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang kekurangan. Dengan berkurban, kita mendekatkan diri kepada
mereka yang fakir. Bila Anda memiliki kenikmatan, Anda wajib berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila
Anda puasa, Anda akan merasa lapar seperti mereka yang miskin. Ibadah kurban mengajak mereka yang
mustadh’afiin untuk merasakan kenyang seperti Anda.
Atas dasar spirit itu, peringatan Idul Adha dan ritus kurban memiliki tiga makna penting sekaligus.
Pertama, makna ketakwaan manusia atas perintah sang Khalik. Kurban adalah simbol penyerahan diri
manusia secara utuh kepada sang pencipta, sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang sangat kita
kasihi.
Kedua, makna sosial, di mana Rasulullah melarang kaum mukmin mendekati orang-orang yang memiliki
kelebihan rezeki, akan tetapi tidak menunaikan perintah kurban. Dalam konteks itu, Nabi bermaksud mendidik
umatnya agar memiliki kepekaan dan solidaritas tinggi terhadap sesama. Kurban adalah media ritual, selain zakat,
infak, dan sedekah yang disiapkan Islam untuk mengejewantahkan sikap kepekaaan sosial itu.
Ketiga, makna bahwa apa yang dikurbankan merupakan simbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang ada
dalam diri manusia seperti rakus, ambisius, suka menindas dan menyerang, cenderung tidak menghargai hukum
dan norma-norma sosial menuju hidup yang hakiki.
Dengan jatuhnya perayaan ‘Idul Adha pasca bencana ini akan memberikan edukasi tersendiri bagi ummat muslim
Indonesia. melalui tiga hikmah tersebut disamping mempererat hubungan persaudaraan seluruh ummat dan
melepaskan sekat-sekat kelas masyarakat dan solidaritas sosial yang diwujudkan dalam bentuk zakat, infak,
shadaqah dan bantuan kemanusiaan kepada para korban bencana yang merupakan saudara setanah air kita.

You might also like