Professional Documents
Culture Documents
A. PENDAHULUAN
politik publik luas yang didorong oleh mekanisme alur informasi yang bebas.
dibuat oleh tim inisiatif DPR yang kini masih ‘ngendon’ di pemerintah patut
ini. Di satu sisi, pemerintah hendak membangun kepercayan publik (public trust)
pemilik kapital media massa yang juga di dukung melalui pemberitaan media
kebebasan pers’. Misalnya, judul pemberitaan yang dimuat oleh media cetak
Atau penolakan oleh lembaga semi atau quasi pemerintah seperti Dewan
Pers (yang merasa memiliki hak untuk mengatur atau lebih tepatnya mengontrol
dua makna yang signifikant. Pertama, belum munculnya political will pemerintah
bagi keberlangsungan hajat publik bagi terbukanya ruang publik yang terbuka,
penundaan itu bisa dilihat sebagai kasus dari adanya upaya negosiasi elektron
nilai kebebasan pers (freedom for dan freedom of the people) sesungguhnya,
atau bisa juga menutup sama sekali ruang monopoli kepemilikan media. Di
samping itu, RUU tersebut juga memuat upaya terciptanya perubahan nilai-nilai
sosial, semisal terjadinya pluralisme masyarakat, sarana public sphere, dan
beradab.
praktek relasi kekuasaan antara state di satu sisi, dengan market di sisi lain yang
rezim sebelumnya. Dalam wilayah ini, yang menjadi kekhawatiran publik menjadi
jelas dihadapan. Bahwa persekutuan antara state dan market tidak lebih dari
publik yang dipinggirkan atas nama ‘kebijakan’ yang sama sekali keluar dari nilai-
nilai kebijakan itu sendiri. Pemerintah (state) sebagai decision maker kebijakan
tidak lagi mementingkan aspirasi dan kepentingan publik. Pada tahap ini
terhadap ‘ajaran’ civil society, yang dalam konteks ke-Indonesiaa saat ini sedang
domain publik secara luas, bebas dari intervensi, hegemoni negara, sentralisme
masyarakat menjadi substere untuk digagas lebih lanjut. Di sinilah letak cepat-
Konseptualisasi
dianggap tidak efektif dan efesien pada abad ke-18. Secara historis, The New
pemenuhan hasrat).
Sentiment dan The Wealth of Nations, melihat fenomena itu sebagai sebuah
karakteristik yang berguna namun tidak dipuji, yang berakibat pada pengejaran
nilai kebendaan, yang bila dipandang dari sudut filsafat yang tidak memihak,
tampak ‘menjijikan dan remeh’ atau bisa disebut ‘vulgar’. Bahwa hasrat atas
Bagi William dalam Etimologi Sosial, sebelum menjadi disiplin ilmu, politik
Konsep politik ekonomi merupakan derivasi dari bahasa Yunani, ekonomi (oikos
dan nomos) terkait pada tata atur rumah tangga, politik (polis) berdimensi kota-
negara (city-state). Ini menjadi embrio bagi lahirnya konsepsi politik ekonomi
klasik, ditandai oleh munculnya pandangan liberal yang diawali oleh Adam Smith,
sumber daya yang dimaksud berupa surat kabar, buku, video, film, audien dan
konsumsi dalam industri media massa melibatkan relasi pihak jurnalis, organisasi
media, pemilik modal atau kapitalis (perspektif ekonomi-bisnis), dan negara atau
balik proses produksi yang melibatkan jaring-jaring produser, agen, pengecer, dan
pada upaya kontrol dalam rangkaian alur produksi, distribusi, dan konsumsi.
Sehingga, bisa saja ia didefinisikan secara lebih umum dan ambisius sebagai studi
Kontrol terkait pada organisasi internal dari individu dan anggota kelompok
Pandangan Liberalisme
Dalam upaya menjelaskan peryataan tersebut, terlebih dahulu dipahami
kata kunci kalimat di atas. Liberalisme politik ekonomi merupakan idiologi kelas
abad ke-18. Ciri-ciri pemikiran Pencerahan yang universal dan mutlak serta
Kaum borjuasi Perancis ini yang pada abad ke-18 berusaha mengakhiri
Pemikiran liberal klasik awal melihat perlunya keselarasan sosial oleh masing-
masing individu untuk mengejar dan memperoleh hasrat dan kepentingan. Untuk
melakukan aktivitas kehidupan secara bebas, baik atas nama individu atau sosial
secara sadar. Menurut John Lock, individu memiliki dua dimensi, etika/moral dan
ontologi. Etika dimaknai sebagai individu otonom yang memiliki nilai-nilai dasar
tindakannya secara sadar dan disengaja. Ia adalah bebas dalam arti bebas untuk
menentukan sendiri apa yang mesti dilakukan dan apa yang tidak. Atau dalam
arti lain mau tidak mau ia harus mengambil pilihan sikap terhadap aktivitas sosial
lain, tetapi bisa saja ia bertindak menentang mereka, atau sama sekali keluar dari
atas pilihannya, dalam arti ini individu memiliki eksistensi diri sebagai individu
liberalisme sebagai isme adalah adanya kebebasan kodrati yang melekat pada
individu-individu manusia.
Karakteristik liberalisme.
Ada dua karakteristik umum liberalisme politik ekonomi, yaitu pasar bebas
Bebas menurut Adam Smith, Bapak politik ekonomi merupakan konsep tatanan
kosmis yang harmonis dalam bidang ekonomi. Sebagai sistem sosial yang
ditunjang oleh keadilan sebagai aturan main utama bagi para pelaku ekonomi.
dan Smith sebagai keadilan yang terkait dengan pemulihan kembali kerusakan
atau kerugian yang terjadi dalam sebuah transaksi sosial serta terkait dengan
model pertukarn yang fair dalam transaksi ekonomi. Model keadilan ini dibangun
atas dasar konsep filsafati. Dalam arti melihat persamaan yang utuh dan hakiki
sebagai no harm, bahwa pasar bebas memiliki prinsip untuk tidak menyakiti dan
Ada dua argumen pokok mengenai pasar bebas, argumen ekonomi dan
dilihat secara utuh dalam wilayah ekonomi yang mengaitkan aspek produksi,
distribusi dan konsumsi bagi kesejahteraan individu dan sosial. Argumen moral
menekankan aspek-aspek moral dari ekonomi pasar bebas. Ada tiga ciri utama
unsur pembentuk utilitas adalah utilitas dilihat secara psikologis, dan secara
fungsional, pasar bebas dinilai membuka adanya manfaat sosial yang diperoleh.
Kedua, moralitas dalam pasar bebas. Menurut Adam Smith, pasar bebas
hidup yang baik. Bagi Smith, hidup yang baik merupakan sistem hidup yang
dimiliki oleh pasar bebas yang memungkinkan setiap individu secara kodrati
melekat.
Dan ketiga, pasar bebas tidak memihak. Bahwa sifat pasar bebas yang
tidak memihak (impartial) dalam menentukan dan menyediakan barang dan jasa
dan karenanya bersikap netral bagi semua orang. Impartial dalam arti tidak
adanya pemberian wewenang tertentu bagi orang tertentu, sehingga bisa saja
tempat yang sama bagi setiap orang untuk bertransaksi, berbisnis yang
dapat secara langsung diatur melalui regulasi ekonomi yang dibuat oleh negara.
politik ekonomi Adam Smith dilihat sebagai adanya peran negara yang
kekuasaanya terbatas.
negara seharusnya melindungi hak-hak asasi setiap individu untuk memiliki dan
memperoleh kekayaan. Proses ekonomi terjadi sebagai akibat dari usaha dn kerja
yang membatasi hak-hak pemenuhan ekonomi, berarti menurut John Lock telah
dan sah.
Wewenang negara yang terbatas, menjadi sarana terciptanya mekanisme
terlibat dalam transaksi ekonomi. Dalam konteks ini, bila negara memiliki
bagi laju proses kebebasan individu dalam mekanisme pasar. Campur tangan
memenuhi hasrat ekonomisnya. Pada titik ini, sebenarnya negara tidaklah secara
langsung mempunyai hak untu bertindak sebagai ‘wali sosial’ untuk mengatur
modal.
Keunikan dari liberalisme bisa dilihat sebagai sistem nilai dan sistem
sosial. Sistem nilai, liberalisme memuat nilai-nilai kapitalisme yang bekerja dalam
Dalam kapitalisme nilai yang muncul adalah nilai instrumentalis. Menurut Franz
tataran nilai yang lebih luas, berupa nilai dinamisasi kapital. Nilai kapitalisme
lebih memintingkan nilai tukar dari pada nilai guna, sebab hal itu memungkinkan
terjadinya transaksi modal, bisa berupa barang, jasa, uang untuk memenuhi
bersama dalam kerangka pemenuhan sistem produksi dan tenaga kerja. Nilai-nilai
Kritik Marxisme.
Liberalisme bukan tanpa kritik. Setidaknya yang disebut oleh Karl Marx (1818-
1883), seorang filsuf Jerman dan roh pembimbing gerakan sosialisme. Kritik Marx
tidak dijelaskan secara luas dalam tulisan ini. Marx melihat bahwa mekanisme
Dan keuntungan yang menjadi hak asasi individu, disebut Marx sebagai kondisi
pembagian yang ‘tidak adil’ atas produksi antara kerja sebagai proses dan kerja
sebagai komoditas.
mesin yang memenuhi hasrat produksi kapitalistik. Dalam konteks ini, hubungan
antara kerja dan imbalan yang diperoleh oleh pekerja menjadi tidak seimbang.
Menurut Marx nilai kerja mengacu pada nilai terpaksa dalam aktivitas produksi.
Dalam kondisi ini, kuantitas tenaga kerja manusia dibutuhkan dalam alur
produksi saja dan dinilai rendah. Sehingga, para pekerja dan bisa saja seluruh
keluarganya bekerja selama sepuluh, dua belas jam, tetapi mereka tetap saja
masih miskin. Apa yang terjadi ? Marx menyebut telah terjadi penyumbangan
sejumlah besar nilai lebih (surplus value) kepada pemilik pabrik yang kapitalis.
Bisa saja disebabkan oleh keadaan yang tidak adil karena faktor
kapitalistik. Pada titik ini, bagi Mark yang utama bagi pekerja membangun ikatan
antara mereka, merencanakan, mengorganisasikan dan menentang seluruh
Campur tangan negara bagi Marx dan kaum marxian, tidak saja
usaha struktural dan sistemik dari negara untuk mendominasi ranah masyarakat.
Hal ini berarti, marx telah menolak total dari mekanisme pasar bebas dan memilih
masyarakat.
Pandangan Neo-Liberalisme
Diperkenalkan oleh John Stuart Mill tentang konsep laissez faire (negara tidak
negara yang lebih besar dalam mengurusi masalah-masalah warga negara. Baik
Kritik Marx dan kaum Marxian terhadap sistem politik ekonomi liberalisme
(klasik) atas paradigma pasar bebas-nya, mendorong kaum liberalis untuk melihat
kembali akar-akar liberalisme klasik. Kritik itu menjadi awal dari munculnya
kepada masyarakat yang tertinggal dari mekanisme ekonomi bebas. Konsepsi ini
dan kompensasi optimal atas eksternalitas prroses produksi bagi kalangan miskin
dunia dari belenggu depresi politik ekonomi pada tahun 1930. Depresi ini
disebabkan oleh rendahnya daya beli masyrakat waktu itu. Dalam kondisi
demikian, J.M. Keynes, ekonom asal Inggris, melihat pentingnya sisi permintaan
(demand). Konsep ini menilai bahwa konsepsi equilibrium tidak bisa serta merta
intervensi nilai permintaan atau sisi daya beli masyarakat melalaui konsumsi
negara.
Beda halnya dengan Marx dan Marxian yang memandang perlunya dominasi
ekonomis masyarakat bagi kepentingan publik bersama. Dalam perspektif ini, lalu
individu masyarakat untuk dijalani dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan
seterusnya.
dan sumber daya alam. Dalam kondisi demikian, ketika terjadi manipulasi
birokrasi, dan korupsi oleh negara, ada usaha rekayasa sistematik terhadap
sumber daya oleh kalangan elit-elit tertentu. Contoh yang relevan dalam kajian
Regulasi media
Selama ini, peran negara dalam mengatur kehidupan media teramat besar.
Negara menjadi pengatur (regulator) siapa yang berhak dan boleh memasuki
Kebijakan negara dalam pengaturan industri media bisa saja dilihat dari
aras kebijakan politik komunikasi yang dijalankan. Sehingga hal itu akan
mengandung banyak makna budaya dan politik yang ditimbulkan sebagai akibat
kepentingan-kepentingan negara.
Dengan demikian, bisa saja dikatakan bahwa media di satu sisi menjadi
melepaskan tiga varian utama, negara (state), pasar (market), dan masyarakat
Pada titik ini, hubungan ketiganya menjadi ideal untuk diciptakan. Tetapi bisa
masyarakat. Dan bisa juga sebaliknya, masyarakat yang justru menekan pada
kepentingan negara dan pasar. Tetapi yang perlu diingat adalah hubungan
ketiganya menjadi peran penting yang mesti dilakukan oleh negara. Sebagai
media sehingga menguntungkan semua pihak. Pada tahap ini, fungsi negara
menjadi vital untuk merumuskan kebijakan media yang tidak saling mendominasi
di antara ketiganya.
Saat ini, realitas RUU penyiaran dalam media siaran di Indonesia menjadi
Lahirnya RUU penyiaran kini adalah hasil dari proses dinamika dan
sejarah penyiaran Indonesia, RUU penyiaran hari ini (2001--) adalah untuk kedua
penyiaran TVRI, stasiun pertama yang ditetapkan melalui Keppres No. 215/1963,
maraknya siaran televisi asing yang dapat diterima melalui penggunaan antena
24 tahun 1997.
terbangunya ruang publik yang bebas bagi public sphere. Lebih dari itu, apakah
pertanyaan ini setidaknya berangkat dari realitas dari UU No. 24 tahun 1997,
yang ketika muncul pertama kali mendapat respon positif dan negatif.
undang yang dianggap lebih maju dari sebelumnya. Negatif, bahwa kelahiran
negara dalam membatasi kegiatan penyiaran. Seperti, tidak adanya pasal yang
menjamin kebebasan pers dan aturan wajib relay yang bersifat memaksa,
ditulis ulang pada masa pemerintahan Habiebie yang seumur jagung. Namun,
ketika Gus Dur naik salah satu pilar dunia pers “Dep. Penerangan’, selama orde
baru menjadi corong penguasa dibubarkan. Dalam arti lain, dibubarkannya Dep.
adalah milik setiap warga masyarakat. Negara dalam arti tertentu tidak berhak
menjadi salah satu alasan kuat untuk mendorong lahirnya RUU penyiaran baru di
Di awal masa transisi ini, keterlibatan publik untuk ikut serta merancang
hidup orang banyak dan terkait dengan salah satu hak asasi manusia,
terdapatnya akses informasi yang bebas bagi setiap warga negara. Aneh
tersebut berasal dari para insan dan praktisi media. Dalam arti tertentu, para
Yaitu, draft yang diajukan oleh MPPI, Forum Profesional Televisi Swasta, Tobby
Mondel (ahli komunikasi Unesco), dan Asosiasi Radio Siaran Swasta Indonesia.
Banyaknya para praktisi media yang mengajukan draft RUU paling tidak
Paling tidak, menurut Prof Dr. A. Muis (pakar Ilmu Komunikasi Universitas
Selain itu, muatan RUU tersebut memiliki banyak kelemahan di antaranya, tidak
adanya dasar teori komunikasi dan jurnalistik. Seperti, adanya keinginan untuk
atau udara (pasal bahwa UU penyiaran tunduk pada UU pers). (Kompas, sabtu 7
Oktober 2000).
penyiaran. Oleh karena itu, ketika hasil RUU inisiatif DPR dimunculkan ke
pemerintah dan publik. Hampir bisa dipastikan kecaman dan penolakan yang
mucul pun berasal dari kalangan media. Bahkan setting pemberitaan yang
dilakukan melalui media cetak pun hampir seragam. Yaitu, usaha untuk
memunculkan opini publik bahwa RUU penyiaran hasil inisiatif DPR dianggap
nuansa reformasi.
Pada titik ini, kasus penolakan RUU di atas menunjukan bahwa yang paling
diperebutkan oleh para pemilik stasiun penyiaran swasta di Indonesia. Sebut saja
hasil perolehan dari iklan yang ditayangkan televisi swasta. Belum lagi terkait
Hingga kini, (selain fenomena munculnya Metro TV, Trans TV, Global TV,
dst) baru terdapat lima stasiun swasta televisi yang beredar secara bebas tanpa
adanya regulasi ketat. Masing-masing RCTI, SCTV, TPI, Indosiar, dan AN-Teve ).
Realitas demikian tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan sistem politik yang
melingkupinya, sistem politik orde baru yang banyak diwarnai oleh intervensi atas
Misalnya, kasus di RCTI yang mengudara tahun 1989. Berawal dari S.K.
Yang dimaksud dengan SST adalah siaran televisi gambar yang menggunakan
kabel, serat optik, atau dengan cara memutarbalikan (scrambel) melalui sinyal
audio dan video televisi. Maka, untuk menangkap siaranya diperlukan perangkat
tambahan alat pembuka kode sinyal atau decoder. Dan itupun beredar hanya di
Jakarta. Akan tetapi, hanya dalam tempo dua tahun. Pihak RCTI berhasil
secara nasional. Dengan demikian, untuk menangkap siaran televisi swasta tidak
lagi diperlukan decoder (Siaran saluran Umum). Artinya, siaran televisi dalam
bentuk gambar dan suara dengan sistem gelombang radio dapat ditangkap dan
diterima langsung oleh publik melalui pesawat televisi tanpa alat khusus.
Kasus di RCTI ini, pada akhirnya berimbas bagi munculnya televisi swata
SCTV yang mengudara pada 24 Agustus 1990 tanpa menggunakan decoder. Pada
yang berputar di sekitar lingkaran elit-dekat penguasa rezim orde baru. Dari
kelima stasiun swasta tersebut dimiliki oleh orang-orang dekat rezim, sebut saja
RCTI dan SCTV milik Bambang Trihadmojo (putra tertua Soeharto), TPI milik Siti
Laksono dan Abu Rizal Bakri (orang Golkar dan relasi bisnis), dan Indosiar milik
Soedono Salim (relasi bisnis). Bahkan Metro TV juga dikuasai oleh rekan bisnis
jumlah iklan pun menjadi bertambah. ketiga, paraktek siaran yang dimunculkan
informasi yang hanya di produksi oleh sejumlah kecil stasiun televisi swasta yang
atau bahkan hilang sama sekali. Dalam perspektif ini, tayangan-tayangan yang
industri media, menjadi menarik untuk dikaji lebih jauh agar munculnya hak-hak
istimewa yang diperoleh oleh kelompok-kelompok terbatas bisa dikurangi atau
penyiran hasil inisiatif DPR tidak bisa dipungkiri. Bahwa ada Kelompok-kelompok
Untuk itu, jika kita baca seksama bab demi bab, pasal demi pasal, ayat
demi ayat terhadap content RUU tersebut (yang hingga kini masih terdampar di
pemerintah karena alasan masih dalam tahap pembahasan) sulit rasanya untuk
pengertian ini, industri media justru dibuka secara terbuka dan dalam arti
terpusat di Jakarta.
prinsip-prinsip dasar penyiaran. Yang masuk dalam kategori ini antara lain;
muatan aturan teknis pembatasan, aturan main, dst. Yang bisa dikelompokan
sebelumnya. Dalam arti lain, bab dan pasal; hanya menjelaskan aturan peralihan
Dalam hubungan itulah wacana civil society diletakan sebagai alat untuk
menunjukan terhadap muatan-muatan RUU penyiaran yang di satu sisi bisa saja
mencakup nilai-nilai yang mendorong kuatnya gerakan civil society, atau bisa
media/pers. Bagi Habermas, hal itu ditentukan oleh terciptanya ruang publik yang
bebas (public sphere). Fungsi media adalah menjembatani dan menjaga wacana
bebas bagi publik. Dimana setiap warga negara secara bebas dapat ikut serta
melibatkan diri dalam diskursus tentang realitas sosial untuk mengawasi negara
penentuan sikap warga, baik sikap sosial, ekonomi, budaya, terlebih sikap politik.
Pada sisi ini, media bisa menempatkan diri secara independen, otonom yang
‘aseli’ Indonesia (biasanya kita menengok pada model coffe house Inggeris, salon
‘Lapau’ dan Balai desa ala Minang juga mempunyai kemiripan dengan konsep
‘wacana hidup’ sebagaimana yang disebut oleh Habermas. Pada Lapau, secara
kultural di satu sisi, biasanya bermula dari obrolan tentang masalah perdagangan,
keluarga, adat dst. Pada sisi lain, obrolan tersebut justru menjadi arena publik
Oleh karena itu, yang utama harus dimengerti bahwa ruang publik adalah
sebagai sebuah proses sosiologis yang bisa saja berbeda oleh karena faktor
geografis dan kultural yang berbeda. tetapi secara substantif mempunyai ide
dasar yang serupa. lebih dari itu, ia juga bisa mengalami pasang surut, kemajuan
sejarah.
Sebagai sebuah ruang publik, media adalah suatu sarana yang menjamin
berlangsungnya perilaku, tindakan, sikap, dan refleksi diri, cita-cita diri warga
negara. Pada space ini, terjadi pertemuan fungsi ideal media dengan pemaknaan
dari civil society, jika kita menggunakan konseptualisasi ala Tocqueville, yang
Pada dataran ini, terlihat bahwa ada pembagian yang tegas antara warga
negara dengan produknya. Di sisi lain, warga negara bisa mendorong kontrol
dikatakan bahwa secara garis besar muatan-muatan yang ada dalam RUU
penyiaran hasil inisiatif DPR membuka jalan bagi terciptanya penguatan gerakan
civil society di Indonesia. Peryataan ini bisa dilihat melalui pasal-pasal yang
mengatur model penyiaran baik televisi atau radio bagi warga negara. Substansi
dasar yang menjadi argumentasi penguatan civil society melalui RUU penyiaran
dipergunakan dalam media penyiaran sebagai ranah publik dan sumber daya
alam terbatas. Lihat bab 1 pasal 1 ayat 6, dan bab 3 pasal 6 ayat 2. ini berarti,
publik. Sebab, wilayah udara adalah domain publik yang tidak bisa secara sengaja
Lihat bab bab 1 pasal 7, bab 3 pasal 12 dan 13 (penyiaran publik), bab 3 pasal 18
(penyiaran komunitas). Melalui media komunitas ini, warga negara mampu secara
langsung melakukan kontrol bagi negara dan pasar. Sebab, aspirasi komunitas di
warga. Dengan demikian, setiap daerah bisa membuat media penyiaran yang
baik di tingkat pusat dan daerah. Lihat bab 1 pasal 1 ayat 11, bab 3 pasal 7, 8, 9,
dan 10. komisi ini membuka jalan bagi terciptanya perwakilan publik yang
untuk KPI pusat, dan DPRD untuk KPI daerah dengan prosedur fit and proper test,
keberadaan KPI menjadi vital. Dalam arti, KPI harus memposisikan diri sebagai
katalisator bagi usaha penciptaan kesadran kritis publik melalui pengaturn media
pasal 4 ayat 1. Dengan berlatar pada keberagaman budaya yang ada, nilai-nilai
diri sebagai warga negara yang bersikap toleran, anti kekerasan, dan humanis
dan mendorong persaingan sehat dibidang penyiaran. Lihat bab 2 pasal 5 point g.
media. Di sisi lain menciptakan monopoli informasi publik, yang itu berarti
keseragaman berita yang ditayangkan. Monopoli kpemilikan bis dilihat pada kasus
kepemilikan surat kabar, televisi, dan radio. Sebut saja, Kompas + Global TV,
radio (menjadi bersifat lokal, dan bila dimungkinkan untuk menjangkau secara
lokal/daerah). Lihat bab 3 pasal 20 dan 21. ini berarti membuka peluang
4 pasal 27-28. bahkan dalam RUU ini jelas-jelas menghilangkan konsep televisi
kewajiban relay acara TVRI Laporan Khusus pada televisi swasta, pukul 21.30
WIB.
keseluruhan jam siaran. Lihat bab 4 pasal 33. kesembilan, dibukanya ruang peran
pasal 37. Peran serta dan partisipasi warga diberi tempat secara terbuka. Hal ini
dan pasar.
Dan kesepuluh, adanya sangsi pidana bagi mereka yang secara sadar dan
C. PENUTUP
penguatan kekuatan civil society, yang pada masa orde baru mengalami tekanan
sedemikian rupa. Sebagai, salah satu pilar pembentuk demokrasi, maka media
transformasi sosial pada perubahan sikap, nilai, dan kesadaran kritis warga
negara. Dengan demikian, setelah melalui analisa ‘sejenak’ pada RUU penyiaran,
yang luas. Diskursus di antara sesama warga dan akses setara dalam
sebuah kebijakan, minimal bisa dijadikan sebagai alat ukur untuk melihat sejauh
daerah-daerah.
Catatan, 1) KPI masih berfungsi administratif, masih terkesan ada campur tangan
negara pada level penentu kebijakan, dan 2) bab 4 pasal 29, jurnalistik, tunduk
Gibbons, Thomas, ‘Regulating The Media’ second edition, (1998), London; Sweet 7
Maxwell.
Hikam, Muhammad AS, Demokrasi dan Civil Society, 1999, Jakarta; LP3ES
Keraf, A. Sony, Pasar bebas Keadilan dan Peran Pemerintah, Telaah atas Etika
Politik Ekonomi Adam Smith, 1996, Yogyakarta: Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI).
Lichtenberg, Judith, ‘Democracy and Mass Media’ (1990), New York; Combridge
University Press.
Rodee, Carlton Clymer, Pengantar Ilmu Politik, 1988, Jakarta; Rajawali Press.
Wahyuni, Hermin Indah, Televisi dan Intervensi negara, Konteks Politik kebijakan
Publik Industri Penyiaran Televisi, 2000, Yogyakarta; Media Pressindo.
Undang-Undang