You are on page 1of 26

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

TONSILITIS KRONIS
Andhini Darma Saputri (030.05.022)
Ragil Dicky Laksmana (030.06.204)

Kepaniteraan Klinik Ilmu THT – KL RSUD Semarang


BAB I
PENDAHULUAN
 Di Indonesia ISPA  penyebab tersering morbiditas dan
mortalitas pada anak.

 Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan  anak


sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang
tidak diterapi adekuat atau dibiarkan [2].

 Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi


(Indonesia) pada tahun 1994-1996  prevalensi tonsilitis
kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu
sebesar 3,8%.
 Insiden tonsilitis kronik di RS Dr. Kariadi Semarang 23,36%
dan 47% di antaranya pada usia 6-15 Tahun [3].

 Klinis pada tonsilitis kronik  nyeri tenggorok atau nyeri


telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk,
nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa
meriang [5].

 Gejala yang umum pada anak adalah mendengkur, sering


mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan prestasi
belajar yang kurang baik [4], [6].
BAB II
ANATOMI TONSIL
 Tonsil lingualis, tonsil palatina, tonsil faringeal dan tonsil
tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu
masuk saluran nafas dan saluran pencernaan.

 Cincin ini dikenal dengan nama  cincin Waldeyer.

 Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan


bagian terpenting dari cincin waldeyer.
BAB III
TONSILITIS KRONIS
Definisi
 Tonsilitis = peradangan tonsil palatina.

 Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah


serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi
subklinis.

 Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan


diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat.
Etiologi
 25% disebabkan  Streptokokus β hemolitikus
 25% disebabkan  Streptokokus golongan lain
 Sisanya  Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza

Faktor Predisposisi
 Rangsangan kronis (rokok, makanan)
 Higiene mulut yang buruk
 Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab)
 Alergi (iritasi kronis dari alergen)
 Keadaan umum (kurang gizi, kelelahan fisik)
 Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat 
Patologi
 Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil
 proses radang berulang  epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis  proses penyembuhan jaringan limfoid akan
diganti oleh jaringan parut  jaringan akan mengerut 
kripta akan melebar.

 Secara klinis  kripta tampak diisi oleh detritus  proses ini


meluas hingga menembus kapsul  akhirnya timbul
perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris.

 Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran


kelenjar submandibula [10].
Manifestasi Klinis
Nyeri terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi)
Nyeri waktu menelan
Ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila
menelan
Terasa kering dan pernafasan berbau
 Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil
dari tonsilitis kronis yang mungkin tampak, yakni :
1.  Tampak pembesaran tonsil  karena hipertrofi dan
perlengketan ke jaringan sekitar, kripta yang melebar,
tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen.

2.  Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput,


kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed
dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan
ditutupi eksudat yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring 
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan
dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

 T0  : Tonsil masuk di dalam fossa


 T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume
orofaring
 T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume
orofaring
 T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume
orofaring
 T4  : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume
orofaring 
Diagnosis
1. Anamnesa.
 Penderita sering datang dengan keluhan  rasa sakit pada tenggorok
yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise,
sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.

2. Pemeriksaan Fisik
 Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.
 Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat
diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut.
 Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti keju
atau dempul amat banyak terlihat pada kripta.
 Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil,
biasanya membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil
sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta. 
3. Pemeriksaan Penunjang
Uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan
apus tonsil.
Biakan swab  sering menghasilkan beberapa
macam kuman dengan derajat keganasan yang
rendah S treptokokus hemolitikus,
Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau
Pneumokokus [10].
Komplikasi
1. Komplikasi sekitar tonsil   
 Peritonsilitis
 Abses Peritonsilar (Quinsy)
 Abses Parafaringeal
 Abses Retrofaring
 Kista Tonsil
 Tonsilolith  
2. Komplikasi Organ jauh
Demam rematik dan penyakit jantung rematik
Glomerulonefritis
Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan
purpura
Artritis dan fibrositis
Penatalaksanaan
 Pembedahan  pengangkatan tonsil
(adenotonsilektomi)

 Medikamentosa  antibiotika
yang lama, irigasi tenggorokan
dan usaha untuk membersihkan
kripta tonsilaris dengan alat
irigasi gigi (oral)
Tonsilektomi
 Definisi = operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.

 Berasal dari bahasa :


 Latin Tonsilia = tiang tempat menggantungkan sepatu
 Yunani  Ektomi = eksisi

 Tonsilektomi sudah sejak lama dikenal yaitu sekitar 2000 tahun


yang lalu.

 Cornelius celcus seorang penulis dan peneliti Romawi yang pertama


memperkenalkan cara melepaskan tonsil dengan menggunakan jari
dan disarankan memakai alat yang tajam, jika dengan jari tidak
berhasil.
American Academy of Otolaryngology-Head and Neck surgery
(AAO-HNS)

Indikasi absolut :
 Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronik.
 Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnoe waktu tidur.
 Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat
badan penderita.
 Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).
 Abses peritonsilaris yang berulang atau abses yang meluas pada ruang
jaringan sekitarnya.
 Gangguan pertumbuhan dentofacial
 Gangguan bicara (hiponasal)
Indikasi relatif :
 Serangan tonsilitis berulang (walaupun telah diberikan penatalaksanaan
medis yang adekuat).

 Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap


dan patogenik.

 Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.

 Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi


mononukleosis.

 Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan


dengan tonsilitis rekurens kronik dan pengendalian antibiotik yang buruk.

 Tonsilitis kronis yang menetap yang tidak memberikan respon terhadap


penatalaksanaan medis.
 Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas
orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.

 Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati


servikal persisten.

 Kejang demam berulang yang disertai tonsilitis.

 Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian


terapi medis.

 Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikus


yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik resisten β-laktamase.
Kontraindikasi
 Gangguan perdarahan
 Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
 Anemia
 Infeksi akut yang berat
BAB IV
KESIMPULAN
 ISPA merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada
anak. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak
sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi
adekuat atau dibiarkan.

 Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil setelah serangan akut


yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang
terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang
tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan
terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai
pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus.
 Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri
tenggorok atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering
mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa
meriang.

 Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan


pengangkatan tonsil (adenotonsilektomi). Tindakan ini dilakukan pada
kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau terapi konservatif yang
gagal untuk meringankan gejala-gejala. Indikasi tonsilektomi pada
tonsilitis kronik adalah jika sebagai fokus infeksi, kualitas hidup menurun
dan menimbulkan rasa tidak nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
1.Notosiswoyo M, Martomijoyo R, Supardi S, Riyadina W. Pengetahuan dan Perilaku Ibu / Anak Balita serta
persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan penyakit ISPA dan pnemonia. Bul. Penelit. Kes 2003; 31:60-71.
2. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan Saluran Nafas Bagian Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed.
Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa
Aksara; 1994 : 194-224.
3. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan pedoman kesehatan telinga.
Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-KL, Palembang, 2001: 8-12.
4. Aritomoyo D. Insiden tonsilitis akuta dan kronika pada klinik THT RSUP Dr. Kariadi Semarang, Kumpulan
naskah ilmiah KONAS VI PERHATI, Medan, 1980: 249-55.
5. Udaya R, Sabini TB. Pola kuman aerob dan uji kepekaannya pada apus tonsil dan jaringan tonsil pada
tonsilitis kronis yang mengalami tonsilektomi. Kumpulan naskah ilmiah KONAS XII PERHATI,
Semarang:BP Undip;1999: 193-205.
6. Jackson C, Jackson CL. Disease of the Nose, Throat and Ear, 2 Nd ed.. Philadelphia: WB Saunders Co; 1959:
239-57.
7. Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome :http://www.emedicine.com/ped/topic 1630.htm.2002.
8. Franco RA, Rosenfeld RM. Quality of life for children with obstructive sleep apnea. Otolaryngol. Head and
Neck Surgery. 2000; 123:9-16
9. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed. Edisi Bahasa   Indonesia,
EGC, Jakarta,  2001; 263-368
10. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher,
FKUI, Jakarta, 2001; 180-183
TERIMA KASIH

You might also like