You are on page 1of 6

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP KEBIASAAN

MEROKOK

Dewasa ini di seluruh dunia diperkirakan terdapat 1,26 miliar perokok, lebih dari 200 juta di
antaranya adalah wanita. Data WHO menyebutkan, di negara berkembang jumlah
perokoknya 800 juta orang, hampir tiga kali lipat negara maju. Hingga tahun 2000 konsumsi
rokok per kapitanya mencapai 1370 batang per tahun, dengan kenaikan 12 persen. Kerugian
ekonomi akibat rokok setahunnya adalah tidak kurang dari 200 miliar dolar Amerika. Kalau
tidak ada penanganan memadai, maka di tahun 2030 akan ada 1,6 miliar perokok (15 persen
di antaranya tinggal di negara-negara maju), 10 juta kematian (70 persen di antaranya terjadi
di negara berkembang) dan sekitar 770 juta anak yang menjadi perokok pasif dalam
setahunnya. 20 sampai 25% kematian di tahun itu dapat terjadi akibat rokok (Aditama, 2002).
Kebiasaan merokok bukan lagi merupakan hal yang tabu untuk dilakukan, karena banyak
yang merokok dan mereka merokok di tempat-tempat umum. Padahal telah ada larangan
merokok di tempat umum. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor
19 tahun 2003 menyatakan perlunya tercipta kawasan bebas rokok pada tempat-tempat yang
menjadi akses umum. Kawasan yang dimaksud adalah tempat umum, sarana kesehatan,
tempat kerja, tempat belajar mengajar, tempat ibadah dan angkutan umum.
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah
(intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan
berpengaruh kepada meningkatnya indicator kesehatan masyarakat sebagai keluaran
(outcome) pendidkan kesehatan.

Peranan Pendidikan Kesehatan


Berbicara mengenai status kesehatan, kita selalu mengacu kepada H.L. Blum. Dari hasil
penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju Blum
menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besa terhadap status
kesehatan. Kemudian disusul oleh perilaku yang menduduki peringkat nomor dua. Pelayanan
kesehatan, dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil. Kalau pada negara sedang
berkembanga seperti Indonesia masalah yang paling serius adalah perilaku masyarakat dan
begitu juga dengan pembahasan ini, kita hanya akan membahas mengenai perilaku.
Menurut Lewrence Green perilaku dilatar belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok
yakni:
a) faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yakni: pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi, nilai dan sebagainya
b) faktor-faktor yang mendukung (enabling factors) yaitu ketersediaan sumber-
sumber/fasilitas
c) faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reingforcing factors) yaitu, sikap dan
perilaku petugas.
Pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga
faktor pokok tersebut. Skema dari Blum dan Green tersebut dapat dimodifikasi sebagai
berikut:

Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan kesehatan


Telah dijelaskan di atas bahwa yang mempengaryhi perilaku adalah faktor predisposisi,
pendukung, dan faktor penguat. Yang akan dijabarkan di bawah ini:
1. faktor-faktor predisposisi (predisposing factors),
 pengetahuan, biasanya para perokok telah menyadari bahaya tentang rokok, namun tetap
saja mereka tidak dapat menghentikan kebiasaan merokok. Hal ini karena kesadaran dalam
diri belum ada atau dalam tingkatan perubahan perilaku tahap ini baru memasuki tahap
”tahu” tetapi belum ”mau” dan ”mampu” untuk merubah perilaku yang ada.
Sikap, para perokok mempunyai sikap yang acuh tak acuh dengan kebiasaan yang mereka
lakukan.
 Kepercayaan, ada sebagian masyarakat yang percaya bahwa kalau tidak merokok mereka
akan merasa ”tidak jantan”. Namun yang sebenernya dengan merokok mereka akan terserang
berbagai penyakit, seperti TB hingga kanker dan kematian.
Tradisi, berbicara soal tradisi memang susah untuk dirubah dengan cepat. Tapi pendekatan
yang peling tepat yaitu kepada generasi muda, dengan merubah pola pikir generasi muda
maka tradisi yang telah ada dapat dirubah sedikit demi sedikit.
2. Faktor-faktor yang mendukung (enabling factors):
 Media, misalnya iklan-iklan yang ada di media masa. Dapat kita melihat iklan di televisi
yang menyatakan ”ketangguhan” seorang perokok, ada juga ”keberanian dan kegigihan” dan
masih banyak lagi. Yang semuanya menunujukan kehebatan kalau kita merokok. Namun
untuk diketahui bahwa rokok memang mengandung bahan penenang dan sisanya adalah
bahan-bahan yang berbahaya untuk tubuh kita (karsinogen).
3. Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reingforcing factors),
 Sikap dan perilaku petugas, petugas kesehatan yang memberikan penyuluhan tentang
bahaya rokok terhadap kesehatan secara berkala agar masyarakat dapat merubah perilaku
merokok.

Konsep Pendidikan Kesehatan


Kegiatan atau proses belajar dapat di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seorang
dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan, dari tahu menjadi tahu,
dari tidak meninggalkan merokok dapat meninggalkan merokok. Namun tidak semua
perubahan itu terjadi karena belajar saja, misalnya perkembangan anak dari tidak dapat
berjalan menjadi dapat berjalan. Perubahan ini terjadi bukan dari hasil proses belajar, tetapi
karena proses kematangan. Dari uraian singkat ini dapat disimpilkan bahwa kegiatan belaja
itu mempunyai ciri-ciri: belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri
individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri
kedua dari hasil belajar adalah bahwa perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru
yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi
karena usaha dan disadari, bukan karena kebetulan.
Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis S2
Pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap perilaku merokok
individu:
Analisis data susenas 2004
Abdillah Ahsan
Deskripsi Dokumen: http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=90281
-------------------------------------------------------------------------------
-----------
Abstrak
Indonesia adalah negara kelima terbesar konsumen rokok dunia dari tahun 2001-2003.
Konsumsi rokok
Indonesia dari tahun 1960-2003 mengalami peningkatan sebesar 3.8 kali lipat, yaitu dari 35
Milyar batang
menjadi 171 milyar batang per tahun (USDA 2004). WHO memperkirakan pada tahun 2020
penyakit yang
berkaitan dengan merokok merupakan permasalahan kesehatan terbesar yang menyebabkan
8.4 juta
kematian per tahun (Departemen Kesehatan 2004). Beberapa penyakit yang disebabkan oleh
kebiasaan
merokok antara lain kanker mulut, kanker paru-paru, kanker pankreas, tekanan darah tinggi,
dan bronkitis.
Oleh karena itu intervensi pemerintah diperlukan untuk menurunkan prevalensi dan konsumsi
rokok saat ini.
Sehingga penelitian mengenai profit perokok dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
merokok
panting untuk dilakukan.
Tesis ini bertujuan pertama, membuat profil perokok berdasarkan karakteristik demografi dan
sosial
ekonominya, kedua, menentukan faktor-faktor sosial ekonomi yang signifikan berpengaruh
terhadap
perilaku merokok individu, dan ketiga menentukan implikasi kebijakannya.
Tesis ini menggunakan data Susenas 2004 berdasarkan penggabungan antara data modul dan
data kor
dengan unit analisis individu. Metode analisis yang digunakan ada dua yaitu metode
deskriptif, untuk
membuat profit perokok, dan metode estimasi ekonometrika. Faktor yang mempengaruhi
probabilitas
individu dewasa menjadi perokok akan ditentukan melalui regresi logistic, sedangkan untuk
konsumsi rokok
ditentukan dengan regresi Ordinary Least Square (OLS).
Tesis ini menyimpulkan bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi probabilitas menjadi
perokok adalah
Janis kelamin, bekerja, status perkawinan, tingkat pendidikan, lokasi tempat tinggal, kondisi
tempat tinggal,
umur, dan tingkat pendapatan (kecuali untuk kuantil5). Responden yang mempunyai
karakteristik laki-laki,
bekerja, kawin, kondisi tempat tinggal yang buruk, kelompok umur 25 tahun atau lebih, dan
termasuk dalam
kuantil2 atau 3 atau 4, memiliki probabilitas untuk menjadi perokok lebih tinggi
dibandingkan dengan
pembandingnya, yaitu mereka yang mempunyai karakteristik perempuan, tidak bekerja, tidak
kawin, kondisi
tempat tinggalnya balk, kelompok umur 15-24, dan kuantill. Sementara itu, harga rokok tidak
berpengaruh
secara signifikan terhadap probabilitas seseorang menjadi perokok.
Sedangkan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi konsumsi rokok adalah harga rokok,
pendapatan,
umur mulai merokok setiap hari, bekerja, lokasi tempat tinggal, umur, tingkat pendidikan,
dan kondisi
tempat tinggal. Sebagai tambahan faktor-faktor yang berhubungan positif dengan konsumsi
rokok responden
adalah pendapatan, pendidikan menengah dan bekerja. Harga rokok secara negatif signifikan
mempengaruhi
konsumsi rokok. Tesis ini menemukan bahwa elastisitas harga rokok terhadap perrnintaannya
= -0.42.
Sehingga peningkatan harga rokok 10% akan menurunkan konsumsi rokok 4.2%. Menurut
kelompok
pendapatan, dampak peningkatan harga rokok bagi mereka yang miskin (kuartile 1) lebih
besar daripada
mereka yang kaya (kuartile 5). Peningkatan harga rokok 10% akan menurunkan konsumsi
rokok 4.6% untuk
mereka miskin, sementara untuk mereka yang kaya 4.2%.
Untuk menurunkan konsumsi rokok, berdasarkan basil tesis ini, maka pemerintah harus
melakukan beberapa
hal yaitu meningkatkan harga rokok secara terus menerus, meningkatkan tingkat pendidikan
masyarakat,
melarang ikian rokok secara keseluruhan, mempersempit ruang gerak perokok, larangan
membeli rokok
bagi remaja yang berumur di bawah 18 tahun, memberikan penyuluhan mengenai bahaya
merokok terutama
terhadap mereka yang akan menikah dan menyediakan tempat tinggal yang layak huni secara
kesehatan
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01f5.dir/doc.pdf

http://syntaxerror.info/req/hubungan-lingkungan-keluarga-terhadap-perilaku-merokok-pada-
remaja.htm

http://blogger.kebumen.info/docs/pengaruh-teman-terhadap-remaja-untuk-merokok.php

http://www.google.co.id/search?hl=en&client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US
%3Aofficial&channel=s&q=faktor+pendidikan+terhadap+merokok&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=

You might also like