PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2010 Perbedaan memperoleh pengetahuan berdasarkan tingkat kepastian kebenaran adalah sebagai berikut: Untuk mendapatkan pengetahuan dapat dilihat berdasarkan jenis dan cara mengngetahui hingga pada perbedaan tingkat kepastian kebenaran. Perbedaan tersebut berupa melalui kemampuan pengindraan setiap individu dan ditentukan oleh kemampuan akan pikiran yang berbeda-beda bagi setiap objek menurut Suhartono (2005). Berikut penjelasan perbedaan tersebut: a. Pengetahuan yang diperoleh melalui pengindraan Alat inderawi berupa mata, telinga, hidung, lidah dan kulit semua adalah perangkat yang membentuk tubuh manusia untuk melakukan sesuatu yang menghubungkan dengan nilai rasa terhadap dan menjadi suatu kebenaran dari objek. Salah satu contoh dari apa yang dirasakan oleh indera dan menjadi suatu pengetahuan adalah ketika anak kecil dilarang bermain dengan api karena panas. Namun karena ank kecil tersebut belm merasakan panas itu seperti apa anak kecil tersebut mencoba bermain api dan indera kulitnya merasakan langsung rasa api yang panas dan tidak baik bagi kulit. Anak kecil tersebut mendapatkan pengetahuan langsung dari inderawinya bahwa rasa api panas. Menurut John Locke menyatakan bahwa seluruh pengetahuan berasal dari pengalaman (Tafsir, 1999;160) Berdasarkan buku Critique, pengalaman tidak lain adalah lapangan yang menghasilkan pengetahuan. Pengalaman mengatkan kepada kita apa-nya, bukan apa ia sesungguhanya. Pengalaman tidak menunjukkan hakikat objek yang dialami oleh karena itu pengalaman tidak dapat menghasilkan kebenaran umum. Pengetahuan yang diperoleh mengalui pengalaman inderwi disebut masuk pada sumber empirisme. Kaum empirisme berpendapat pengetahuan didapatkan lewat pengalaman yang konkret. Gelaja-gejala alamiah menurut mereka adalah bersifat nyata. Selain itu dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indera manusia. Selanjutnya kita melihat adanya karakteristik lain yakni adanya kesamaan dan pengulangan berbagai keadaan. Pengetahuan yang ddapatkan menggunakan metode induktif hingga pengetahuan dapat berlaku secara umum. Meski dari penginderaan yang merasakan langsung sesuatu namun terdapat keterbatasan. Keterbatasan hanya ada sisi-sisi tertentu dari objek-objek fisik yang menampak dan menggejala (appearance), di depan indera saja (Suhartono, 2005:70). Selanjutnya menurut Suriasumantri (1990) “panca indera manusia sangat terbatas kemampuannya dan terlebih penting lagi panca indera masnusia bisa melakukan kesalahan”. Contohnya ketika kita dipantai kita melihat air laut sangat berwana biru dan dapat kita simpulkan air laut berwana biru, namun ketika kita mengambil air laut tersebut tidak berwana atau bening seperti air biasanya. Pada aliran empirisisme pengetahuan bersumber pada pengalaman , terutama pada pengetahuan dalam pembuktian- pembutiannya melalui eksperimentasi, observasi, dan induksi. Ada pertanyaan yang muncul tentang pengalaman manusia yaitu mengenai hakikat pengalaman yang merupakan cara dalam menemukan pengetahuan dan pancaindera sebagai alat menangkapnya. Pertanyaannya adalah apakah yang sebenarnya dinamakan pengalaman. Kaum empiris tidsak bisa memberikan jawaban yang meyakinkan mengenai hakikat pengalaman itu sendiri.
b. Pengetahuan yang ditentukan oleh kemampuan akal pikiran
Akal Pikiran (Anumana Pramana), secara harfiah kata’’ anumana “ berarti pengetahuan kemudian, yaitu mengetahui yang diketahui. Akal pikiran memiliki sifat lebih ruhani. Akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal yang seragam dan yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah. Akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti, serta yang bersifat tetap. Aliran tentang sumber pengetahun bersal dari akal pikiran disebut Rasionalisme. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sesudah ada dan bersifat apriori dan dapat diketahui manusia lewat kemampuan berpikir rasional. Hanya dengan mengetahui. prinsip yang didapat lewat penalaran rasional maka dapat mengerti kejadian-kejadian yang berlaku dalam alam sekitar. Pengetahuan memang didapatkan melalui pengalaman indrawi namun akal. Rasionalisme menghadirkan aksioma-aksioma, prinsip-prinsip atau definisi-definisi umum sebagai dasar atau titik tolak, sebelum akhirnya menjelaskan kenyataan atau memahami sesuatu. Prof. Dr. Ahmad Tafsir, bahwa “rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.” pada aliran rasionalisme pengetahuan itu berupa a priori, bersumber dari penalaran dan pembuktian-pembuktian pada logika dan matematika melalui deduksi, Salah satu contoh nyata seorang pewala+-k lawas Pepeng yang menderita penyakit saraf mengakibatkan kelumpuhan anggota inderanya, namun pelawak itu tetap dapat berkarya karena masih dapat berfikir menggunakan akal pikirannya. Pernyataan yang dikeluarkannya adalah “kehidupan belum berhenti sebelum hati dan pikiran mati” Pernyataan tersebut merupakan salah satu makna dari pertanyaa Filsuf Jerman Immanuel Kant yaitu “ apakah ada yang dapat diketahui indera seandainya seluruh benda dan indera dibuang. Seandainya tridak ada benda dan tidak ada alat pengindera, apakah ada sesuatu yang dapat kita ketahui?. Menurut Edward (1967) secara terminologi rasionalisme dipandang sebagai aliran yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengalaman inderawi. Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Akal tidak memerlukan pengalaman. Akal dapat menurunkan kebenaran dari diri sendiri, yaitu atas dasar asas-asas petama yang pasti.