You are on page 1of 16

iang

Pancang
Pemancangan Tahap Awal dan Pemancangan Selanjutnya

Pondasi yang digunakan untuk causeway adalah tiang pancang baja dengan diameter 600
mm dengan spesifkasi sesuai dengan ASTM A252 Grade 2. Panjang masing-masing pipa
12 m, dengan kedalaman pemancangan rata-rata untuk Sisi Surabaya sekitar 25 m dan sisi
Madura 33 m.

Pelaksanaan pekerjaan tiang pancang ini meliputi pekerjaan pemancangan, pengisian


pasir, pengisian beton tanpa tulangan dan pengisian beton dengan tulangan. Kedalaman
dari masing-masing pengisian ini didasarkan atas kondisi daya dukung tanah dan
penggerusan tanah (scouring).

Saat pelaksanaan 2003-2004, pemancangan di tahap awal dilakukan dengan


memanfaatkan jalan kerja yang dibuat dengan menimbun, yaitu di Abutment (A0), Pilar
1-5 untuk sisi Surabaya. Sementara di sisi Madura di Abutment (A102), dan Pilar 101
sampai dengan pilar 96. Untuk pilar selanjutnya pekerjaan pemancangan dilaksanakan
dengan menggunakan ponton pancang.

Persiapan
Hal penting yang harus diperhatikan adalah monitoring stok tiang pancang pipa baja yang
sudah di-coating, sesuai kebutuhan untuk menjaga kontinuitas pekerjaan pemancangan.
Selanjutnya adalah pemindahan stok pipa ke tepi pantai sesuai dengan kebutuhan.
Peralatan yang digunakan untuk pemindahan ini adalah crane service 25 ton dan truk
trailer.

harus sudah dipersiapkan di posisi yang telah ditentukan.


Kemudian crane ditempatkan di titik yang ditentukan dan dikontrol
dengan teropong teodolit.

Metode Pelaksanaan Pemancangan


Ponton service ditarik boat mendekati stok tiang pancang yang
telah diposisikan di dekat pantai. Dengan bantuan crane, tiang
pancang diletakkan di atas ponton service untuk dibawa menuju
ponton pancang.

Tahapan selanjutnya adalah pengukuran posisi dengan


mengunakan teodolit (lihat penjelasan metoda pengukuran). Lalu
mengarahkan leader crane pancang yang memegang tiang pancang
di atas kapal ponton ke sasaran bidik teropong yang telah disetting
dengan komando

dari surveyor. Apabila sudah sesuai dengan posisi yang diinginkan, maka tiang pancang
sudah siap untuk dipancang.
Untuk tiang pancang dengan kondisi miring (sudut 1:10) maka dibuat perbandingan
dengan menggunakan mal yang dilengkapi dengan waterpass. Apabila sudah tepat maka
tiang pancang di turunkan sesuai dengan kemiringannya dan siap untuk dipancang.

Pelaksanaan pemancangan disesuaikan dengan nomor urut dengan pengondisian ponton,


alat ukur, dan crane pancang. Dan setelah dilakukan kalendering (10 pukulan terakhir
maksimal sebesar 2,5 cm) maka pemancangan dihentikan.

Selanjutnya tiang pancang yang elevasinya tidak sama dipotong dengan menggunakan
alat las, setelah terlebih dahulu diukur dengan menggunakan teodolit.

Pengisian Pasir
Pengisian pasir dilakukan dengan menggunakan ponton 120 ft, yang mampu menampung
pasir 200 m3 sesuai dengan kebutuhan satu pile cap serta excavator PC 200 dengan
kapasitas ± 67 m3/ jam.

Dump truck mengambil pasir pada


stok area dengan bantuan excavator.
Selanjutnya dump truck yang telah
berisi pasir menuju dermaga dan
menuangkan pasir. Diatas pontoon
diposisikan sebuah excavator untuk
memindahkan pasir dari dermaga ke
ponton.

Untuk pengisian pasir dipasang tremi


di ujung tiang pancang, dan excavator
mengisi pasir ke dalam tiang pancang
dengan bantuan tremi.
Selanjutnya dilakukan pengukuran kedalaman
tiang pancang dengan menggunakan tali yang
ujungnya diberi pemberat dan diukur dengan
meteran, agar bisa mencapai kedalaman
rencana dari pasir pada tiang pancang.

Pengisian beton
Besi isian pancang dipersiapkan di
stockyard. Stok besi diangkut dengan
truk menggunakan bantuan crane
menuju dermaga dan dinaikkan ke atas
ponton. Besi isian dimasukan ke tiang
pancang dengan bantuan crane. Untuk
mengantisipasi agar tulangan besi
tersebut tidak jatuh, maka pada ujung
tulangan dimasuki besi melintang yang
panjangnya lebih dari diameter pipa
pancang.
Selanjutnya truk mixer dari batching plan menuju ke pompa pengecoran (concrete pump).
Pengecoran dilakukan dengan concrete pump yang dilengkapi dengan belalai untuk
memasukkan beton ke tiang pancang.

Metode Penentuan Posisi (Stakeout) Tiang Pancang di Laut

Secara prinsip Metoda Perpotongan Kemuka yang digunakan untuk Sisi Surabaya dan Sisi
Madura diuraikan sebagai berikut:
Titik-titik tempat alat ukur digeser ke kiri atau ke kanan dari as BM sejauh setengah
diameter pipa pancang (300 mm), disesuaikan dengan posisi tepi tiang pancang yang akan
dibidik. Untuk memudahkan pelaksanaan, bagian tiang pancang yang di-stake-out atau
dibidik adalah tepi tiang pancang, bukan bagian tengahnya.

Tahapan pelaksanaan pengukuran di lapangan adalah sebagai berikut:

• Alat ukur teodolit-1 dan teodolit-2 didirikan di titik-titik BM yang telah


direncanakan (menggeser ke kiri ke kanan dari as BM), dengan posisi kedudukan
teropong mendatar (90°).

• Bacaan sudut vertikal teodolit-1 dan teodolit-2 diset pada elevasi 2,50 meter
dengan melalui perhitungan pengesetan sudut vertikal.

• Bacaan sudut horizontal teodolit-1 dengan acuan arah centerline jembatan diset
sebesar b = 03º 59' 42" mengarah ke
garis singgung tepi tiang pancang.

• Bacaan sudut horizontal teodolit-2


dengan acuan terhadap arah centerline
jembatan diset sebesar b = 273º 59' 42",
mengarah ke garis singgung tepi tiang
pancang. Settingsinggung tepi tiang
pancang. Setting sudut a dan b untuk
masing-masing titik pancang (1-36)
dibuatkan dalam bentuk tabel sesuai
koordinat titik-titik rencana.

• Mengarahkan ladder crane pancang yang memegang tiang pancang di atas kapal
ponton ke sasaran bidik teropong teodolit-1 dan teodolit-2. Kemudian
singgungkan tepi tiang pancang (seperti gambar ilustrasi) dengan komando dari
surveyor. Apabila tepi kiri dan tepi kanan sudah tepat bersinggungan, maka tiang
pancang tersebut sudah berada di posisi yang tepat dan siap pancang. Cara tersebut
digunakan untuk tiang pancang tegak

• Untuk tiang pancang miring dengan perbandingan sudut 1:10, ladder crane
pancang diset membentuk sudut 1:10 dengan menggunakan mal yang dilengkapi
dengan waterpass. Tiang pancang kemudian diarahkan ke arah bidikkan teropong
teodolit-1 dan teodolit-2 dan disinggungkan ke tepi kiri dan tepi kanannya hingga
tepat. Apabila sudah tepat, maka tiang pancang tersebut diturunkan sesuai
kemiringan dan siap untuk dipancang. Secara prinsip dari 2 (dua) setting sudut
horizontal saja sudah cukup memadai untuk penentuan posisi secara tepat, sedang
setting sudut horizontal yang ketiga, keempat dan seterusnya hanya berfungsi
sebagai control/ checking, apakah 2 (dua) setting suduthorizontal yang kita
lakukan sudah benar atau tidak.
• Dalam pelaksanaan penentuan titik-titik pancang tersebut, perlu adanya alat
komunikasi, guna koordinasi antara tim pengukur (surveyor) dengan tim pancang,
serta operator crane. Penentuan titik-titik BM yang dipakai untuk referensi posisi
alat ukur berdiri disesuaikan dengan kondisi lapangan dengan maksud
memudahkan pengukuran dan sasaran tidak terhalang. Metoda perpotongan
kemuka yang dipilih untuk penentuan posisi titik-titik pancang Jembatan
Suramadu, secara teknis memenuhi persyaratan dan tidak terlalu sulit
dilaksanakan.

Abutment
dan Pier
Head
Pelaksanaan Pembuatan dilakukan Bertahap

Dimensi Pile Cap

Dimensi Atas: Dimensi bawah

Panjang : 32 Panjang : 30 m

Lebar :2m Lebar :4m

Tinggi : 1.05 m Tinggi : 1.5 m

Pelaksanaan pembuatan pier head/ pile cap dilakukan


dalam tiga tahap, yaitu pembuatan bekisting, pembesian,
dan pengecoran. Pengecoran dilakukan dalam dua tahap, yaitu bagian bawah pier dan
bagian atas pier.
Setelah bekisting selesai dikerjakan, dilakukan pekerjaan pembesian yang meliputi
pemasangan/ pengelasan besi WF pengikat tiang pancang, pembesian tulangan pilar
bagian bawah, pilar samping, dan pilar bagian atas. Setelah semua tulangan terpasang,
tahap berikutnya adalah pekerjaan pengecoran.

Beton dengan K-350 dibuat berdasarkan hasil test pencampuran/ trial mix. Untuk setiap
truk mixer beton yang berasal dari batching plant, dilakukan uji slump beton. Slump yang
dipersyaratkan adalah t ± 8-12 cm.

Truk mixer kemudian membawa beton ke lokasi


proyek untuk dituangkan ke concrete pump.
Sebelum dituang, dilakukan pengambilan benda
uji sebanyak 48 buah untuk tiap pile cap serta
pengujian slump ulang. Dengan bantuan
concrete pump, beton tersebut dituangkan ke
dalam pile cap lapis demi lapis sambil
dipadatkan. Tebal tiap lapisan ± 30 cm. Setelah
itu dilaksanakan pekerjaan finishing pada
permukaan beton

Hal penting yang perlu diperhatikan selama


pelaksanaan pengecoran beton dengan massa
besar (mass concrete)adalah perbedaan suhu. Agar didapat suhu beton merata tanpa
terjadi perbedaan yang besar dilakukan perawatan atau curing beton dengan karung basah
selama 14 hari.

Pengujian
Ultrasonic
Pengujian terhadap Sambungan Las pada Tiang
Pancang
Tujuan pengujian ultrasonic adalah melakukan pengujian terhadap kualitas las yang
digunakan untuk menyambung dua pipa tiang pancang. Pengujian dilakukan dengan
standart ANSI/AWS.DI.I (Structural Welding Code, 2002 Edition) dan Ultrasonic
Examination Procedure for Steek Structure. (Doc No: UT22 HH).

Pengujian dengan menggunakan satu unit pesawat Ultrasonic model USK 7

Krautkramer dengan dilengkapi probe normal, probe sudut 70º Block kalibrasi V1 dan
V2. Coupant yang digunakan adalah CMC. Pengujian material dengan metode ultrasonic
digunakan gelombang transversal maupun longitudinal. Kedua gelombang tersebut
dibangkitkan oleh suatu probe (transduser) yang juga berfungsi sebagai penerima
gelombang.

{mosimage}

Prisip dasar pengujian sambungan las tiang pancang dengan adalah dengan ultrasonic test
merambatkan gelombang ultrasonic ke dalam material yang akan diuji melalui transducer
probe.Apabila gelombang tersebut mengenai bidang yang tegak lurus dengan arah
gelombang, maka akan dipantulkan kembali dan diterima oleh transducer probe dalam
bentuk pulsa pada layar CRT (monitor ultrasonic) yang merupakan pulsa cacat (defecta)
atau pulsa pantulan balik dari dinding belakang.

Pengujian Beban pada Tiang Pancang Baja

PDA test bertujuan untuk memverifikasikan kapasitas daya dukung tekan pondasi tiang
pancang terpasang. Dari hasil-hasil pengujian akan didapatkan informasi besarnya
kapasitas dukung termobilisir dengan faktor keamanan 2, dan dipakai untuk menilai
apakah beban kerja rencana dapat diterima oleh tiang terpasang.

Pelaksanaan

Pengujian dilaksanakan sesuai ASTM D-4945, yang dilakukan dengan memasang dua
buah sensor yaitu strain transduser dan accelerometer transduser pada sisi tiang dengan
posisi saling berhadapan, dekat dengan kepala tiang. Kedua sensor tersebut mempunyai
fungsi ganda, masing-masing menerima perubahan percepatan dan regangan. Gelombang
tekan akan merambat dari kepala tiang ke ujung bawah tiang (toe) setelah itu gelombang
tersebut akan dipantulkan kembali menuju kepala tiang dan ditangkap oleh sensor.
Gelombang yang diterima sensor secara otomatis akan disimpan oleh komputer. Rekaman
hasil gelombang ini akan menjadi dasar bagi analisa dengan menggunakan program
TNOWAVE-TNODLT, di mana gelombang pantul yang diberikan oleh reaksi tanah
akibat kapasitas dukung ujung dan gerak akan memberikan kapasitas dukung
termobilisasi (mobilized capacity). Hasil Pengujian Angka penurunan yang diambil
sebagai immediate displacement (perpindahan sesaat) saat beban mencapai kapasitas
dukung dengan faktor keamanan (FK) = 2, dan tidak menyatakan penurunan konsolidasi.
Beban kerja yang diharapkan per-tiang adalah 140 ton.

Dari hasil uji pembebanan dinamis meliputi kapasitas dukung termobilisasi, yang
besarnya ditentukan oleh beban dan energi, maka kapasitas dukung termobilisasi dengan
FK=2 yang dihasilkan dinilai memenuhi target beban rencana dengan penurunan
(displacement) dan masih dalam batas yang aman.

PDA
Test
Pengujian Beban pada Tiang Pancang Baja
PDA test bertujuan untuk memverifikasikan kapasitas daya dukung tekan pondasi tiang
pancang terpasang. Dari hasil-hasil pengujian akan didapatkan informasi besarnya
kapasitas dukung termobilisir dengan faktor keamanan 2, dan dipakai untuk menilai
apakah beban kerja rencana dapat diterima oleh tiang terpasang.

Pelaksanaan
Pengujian dilaksanakan sesuai ASTM D-4945, yang dilakukan dengan memasang dua
buah sensor yaitu strain transduser dan accelerometer transduser pada sisi tiang dengan
posisi saling berhadapan, dekat dengan kepala tiang. Kedua sensor tersebut mempunyai
fungsi ganda, masing-masing menerima perubahan percepatan dan regangan. Gelombang
tekan akan merambat dari kepala tiang ke ujung bawah tiang (toe) setelah itu gelombang
tersebut akan dipantulkan kembali menuju kepala tiang dan ditangkap oleh sensor.
Gelombang yang diterima sensor secara otomatis akan disimpan oleh komputer. Rekaman
hasil gelombang ini akan menjadi dasar bagi analisa dengan menggunakan program
TNOWAVE-TNODLT, di mana gelombang pantul yang diberikan oleh reaksi tanah
akibat kapasitas dukung ujung dan gerak akan memberikan kapasitas dukung
termobilisasi (mobilized capacity). Hasil Pengujian Angka penurunan yang diambil
sebagai immediate displacement (perpindahan sesaat) saat beban mencapai kapasitas
dukung dengan faktor keamanan (FK) = 2, dan tidak menyatakan penurunan konsolidasi.
Beban kerja yang diharapkan per-tiang adalah 140 ton.

{mosimage}

Dari hasil uji pembebanan dinamis meliputi kapasitas dukung termobilisasi, yang
besarnya ditentukan oleh beban dan energi, maka kapasitas dukung termobilisasi dengan
FK=2 yang dihasilkan dinilai memenuhi target beban rencana dengan penurunan
(displacement) dan masih dalam batas yang aman.

Special
Blended
Cement
Mengantisipasi Serangan Sulfat dan Korosi pada
Daerah laut
Proyek Pembangunan Jembatan Suramadu baik konstruksi Causeway, Approach Bridge
maupun Main Span sebagian besar konstruksinya menggunakan beton bertulang. Hal ini
berarti sebagian besar proyek ini menggunakan bahan semen. Mengingat Jembatan
suramadu terletak di laut maka konstruksinya harus tahan terhadap lingkungan laut,
karena itu konstruksi beton harus tahan terhadap air laut, serangan sulfat, korosi pada besi
beton serta suhu beton yang ditimbulkan oleh reaksi hidrasi semen dan air.

Walaupun bahan sejenis semen yang disebut "Hydraulic Cement" ditemukan tahun 1796
oleh Joseph Parker dari Kent (Inggris) yang dibuat dari butiran-butiran batu kapur dan
kemudian dikenal dengan nama "Roman Cement", akan tetapi semen baru diproduksi
pada tahun 1802 di Perancis.

Semen baru ini terbuat dari butiran-butiran nodule, disusul kemudian pembuatan semen
dari batu kapur yang dicampur dengan tanah liat oleh Edger Dobbs dari Inggris tahun
1810 dan oleh Vicat dari Perancis (1813) serta James Frost dari Inggris (1822). Akhirnya
sebuah paten tentang cara pembuatan batu-batuan atas nama Joseph Aspdin yang tinggal
di daerah Portland, negara Inggris yang ditemukan tahun 1824 dan dikukuhkan dengan
nama "Portland Cement".

Semen Portland dan Portland Pozolan


Di awal tahun 2003, bersama almarhum Dr. Ir. Mustasir Nozir MM beserta staf dan PT.
Semen Gresik telah terjadi berbagai diskusi tentang spesifikasi teknik dan berbagai bahan/
material yang akan dipakai dalam pembangunan Jembatan Suramadu, termasuk jenis
semen yang terbaik untuk konstruksi jembatan ini. Walaupun kita sudah mempunyai tipe
semen yang selama ini digunakan di lingkungan laut, seperti semen portland type II
(semen portland yang digunakan pada bangunan yang memerlukan ketahanan terhadap
sulfat atau kalor hidrasi sedang) dan type V (semen yang digunakan pada bangunan yang
memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat), akan tetapi kita menginginkan adanya
karakter semen yang lebih sebagai bahan bonding terhadap bahan beton lainnya, yang
mempunyai sifat adesif maupun kohesif. Seperti misalnya, dalam hal berkaitan dengan
permeabilitas, durabilitas dan level densitasnya serta karakter-karakter lainnya. Perhatian
khusus dalam penggunaan semen pada pembangunan Jembatan Suramadu telah dimulai di
tahap perencanaan maupun tahap pra-pelaksanaan.
Dalam pembangunan Jembatan Suramadu, diputuskan menggunakan type Pozolan,
mengingat adanya beberapa kelebihan. Selama ini, semen jenis Portland sudah dikenal
dengan baik, yaitu jenis semen yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen
Portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling
bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa
kalsium sulfat dan boleh ditambah bahan tambahan lain. Sedangkan semen jenis Pozolan
(Portland Pozolan) yaitu jenis bahan pengikat hidrolis dihasilkan dengan cara menggiling
bersamasama terak semen Portland dan bahan yang mempunyai sifat pozolan, atau
mencampur secara merata bubuk semen Portland dan bubuk bahan yang mempunyai sifat
pozolan dan boleh di tambahkan bahan-bahan lain asal tidak mengakibatkan penurunan
kualitas.

Definisi Pozolan menurut ASTM C 618-96 adalah bahan yang mengandung senyawa
silika atau silika dan alumina, di mana walaupun Pozolan tidak punya sifat sementasi,
tetapi dengan bentuknya yang halus, dengan adanya air maka akan terjadi, bereakasi
secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu biasa, membentuk senyawa yang
memiliki sifat-sifat seperti semen (kalsium silikat dan kalsium aluminat hidrat).

Dibandingkan dengan sifat fisika semen Portland maka kekuatan awal semen Portland
Pozolan agak lebih rendah akan tetapi pada perkembangan reaksi berikutnya, akan terjadi
dua reaksi yang bersamaan yaitu reaksi antara Portland cement dengan air dan reaksi
antara silika aktif (amorf) dengan Ca (OH)2 dan air sehingga kekuatan Portland Pozolan
semakin lama menjadi semakin tinggi.

Semen untuk Suramadu


Semen jenis Portland Pozolan yang dipakai di proyek pembangunan Jembatan Suramadu
selanjutnya disebut dengan Special Blended Cement (SBC). Semen ini merupakan bahan
pengikat hidrolis spesial yang dibuat dengan menggiling bersama-sama terak semen
Portland, gipsum dan bahan silica amorf, serta digunakan untuk bangunan yang
memerlukan ketahanan sulfat tinggi dan digunakan untuk kondisi di lingkungan laut.

Uji kimia dan fisika serta permeability test terhadap Special Blended Cement telah
dilakukan di Balai Besar Bahan dan Barang Teknik, Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri dan Perdagangan di Jl Sangkuriang 14 Bandung, dengan hasil-hasil sebagai
berikut:

Hasil Uji Kimia

Pengujian kimia didasarkan pada Standar ASTM C 595 Type IP (MS) yang dalam hal ini
persyaratan kandungan Magnesium Oksida (Mg O), Belerang Trioksida (SO3) dan Hilang
Pijar (LOI) masing-masing sebesar 1,27%, 1,62% dan 2,15% telah memenuhi standar
yang disyaratkan.

Hasil Uji Fisika

Pengujian fisika didasarkan pada Standar ASTM C 595 Type IP (MS) yang dalam hal ini
pengujian kehalusan, waktu pengikatan dengan alat Vicat, kekekalan bentuk, kuat tekan,
panas hidrasi serta ketahanan sulfat, hasilnya juga telah memenuhi persyaratan standar.

Test permeability

Pengujian permeability test sesuai dengan DIN 1048, bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana penetrasi air bila dipermukaan beton diberi tekanan secara berurutan 1 bar selama
2x24 jam, 3 bar selama 1x24 jam dan 7 bar selama 1x24 jam sehingga dapat diketahui
bahwa beton tersebut dapat menahan penetrasi serangan sulfat. Persyaratan penetrasi air
sesuai DIN 1048 untuk serangan Sulfat sedang maksimum adalah 5 cm dan untuk
serangan sulfat kuat maksimum adalah 3 cm.

Hasil pengujian kimia terhadap benda uji air laut

Tekanan Perembesan Air Kedalam Beton (ML)


SYARAT STANDAR
SBC-0.40 TGL 4-7-2003
DIN 1045
(Bar) 1 2
1.0 2 3
3.0 7 7
7.0 10 1
Penetrasi (cm) 1.30 1.00 < 5 CM

Hasil pengujian terhadap salah satu benda uji untuk "Kekedapan Air"

Uraian Batu Poron Madura Tengah Laut Tambak Wedi Surabaya


PH 7,94 7,98 8,19
Ca (ppm) 366,66 355,02 310,40
Mg (ppm) 1163,80 1199,18 1164,98
Cl (ppm) 17742,9 17991,4 17494,40
SO4
2481,02 2498,46 2404,64
(ppm)

Teknologi SBC
Dari hasil uji kimia terhadap benda uji air laut seperti yang ditunjukkan dalam tabel
disamping, menunjukkan bahwa air laut di Selat Madura, baik disisi Surabaya, di tengah
Selat Madura, maupun di sisi Madura mempunyai kadar sulfat dan klor yang dapat
dikatagorikan berat. Senyawa-senyawa sulfat dan klorida selain di air laut, juga ditemukan
di tanah dan di lingkungan industri, dan hal ini dapat merusak beton dan tulangan beton.
Dengan data-data tersebut maka sangat jelas bahwa dalam pembangunan Jembatan
Suramadu sangat memerlukan jenis semen yang mempunyai ketahanan terhadap serangan
sulfat yang tinggi. Lebih jauh akan dijelaskan bahwa jenis semen SBC mempunyai
keunggulan teknologi dalam meningkatkan resistensi terhadap serangan air laut dan
serangan sulfat dibandingkan dengan semen Portland type II dan semen Portland type V.

Persamaan dan Perbedaan antara SBC dan


SBC
Semen Portland type II dan V
C3 A rendah C3 A rendah
Meminimalisasi Ca(OH) 2 Tidak dapat
Membentuk CSH (semen gel) baru Tidak bisa
Memperbaiki kekedapan Tidak bisa memperbaiki kekedapan

Seputar perbedaan aktivitas peningkatan resistensi SBC terhadap serangan air laut dan
sulfat baik pada SBC maupun semen Portland Cement type II maupun type V dapat
dijelaskan sebagai berikut:

• Eliminasi pembentukan enttringite dengan menurunkan C3A (3CaO .Al2O3).Pada


semen Portland Type II dan Type V, C3A diturunkan berturut-turut maksimum 8%
dan 5% sedangkan pada SBC tergantung pada Silica Amorf yang ditambahkan,
makin besar Silica Amorf yang ditambahkan C3A makin kecil dan enttringite
makin sedikit.
• Menurunkan pembentukan enttringite dengan mengeliminasi Ca (OH)2 dari hasil
reaksi C3S (3CaO.SIO2) dan C2S (2CaO.SIO2) dengan air.Pada semen Portland
type II dan type V tidak bisa mengeliminasi Ca(OH)2 sedangkan pada SBC terjadi
pengeliminasian Ca(OH)2 yaitu dengan jalan pengikatan Ca(OH)2 oleh Silica
Amorf membentuk CSH ( semen gel ) baru.
• Meningkatkan kekedapan melalui pembentukan CSH (semen gel) baru. Pada
semen Portland type II dan V tidak ada pembentukan CSH (semen gel) baru,
sedangkan pada SBC ada peningkatan kekedapan dengan terbentuknya CSH baru:
SIO2+Ca(OH)2+H2 ==> CSH

Hubungan Faktor Air Semen – Kuat Tekan Beton


Dari hasil penelitian beton yang menggunakan SBC yang dimaksudkan untuk
mendapatkan kurva hubungan antara FAS (Faktor Air Semen) dengan Kuat Tekan Beton
sehingga proporsi campuran beton mutu K250, K350 dan K500 untuk proyek
Pembangunan Jembatan Suramadu dapat ditentukan, yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai acuan produksi beton.

Penelitian juga ditujukan untuk melihat sejauh mana penetrasi air yang terjadi pada
masingmasing campuran bila diuji dengan metode DIN 1048, sehingga dapat diketahui
tingkat beton tersebut dapat menahan serangan sulfat. Pengujian-pengujian kuat tarik
belah, kuat lentur, hammer test untuk digunakan sebagai acuan pengawasan di lapangan.

Dengan penelitian seperti yang disebutkan diatas maka dapatlah disampaikan beberapa
catatan sebagai berikut:

Walaupun untuk K250 dan K350 secara kuat tekan cukup dengan FAS 0,63 dan 0,54,
akan tetapi agar beton memenuhi syarat tahan sulfat berat maka untuk kedua mutu beton
tersebut disarankan menggunakan FAS 0,50 ( DIN 1048 Campuran beton mutu K500
diperoleh dengan menggunakan FAS 0,34 dan beton bersifat kedap air, hal ini terlihat dari
penetrasi air yang tidak dalam, sehingga memenuhi persyaratan beton tahan sulfat sesuai
DIN 1048.

Coating
Pencegahan Korosi pada Tiang Pancang
Perhatian Khusus di Kawasan Laut

Struktur baja yang dibangun di kawasan laut memerlukan perhatian khusus. Laju korosi
akibat kondisi lingkungan dengan salinitas yang tinggi, perlu dicegah dan dikendalikan.
Di proyek Jembatan Suramadu, masalah ini sudah diantisipasi. Pipa pancang yang dipakai
pada causeway (di sisi Surabaya dan sisi Madura) terbuat dari baja lunak (mild steel)
grade 2 sesuai ASTM A.252. Jenis pipa baja yang digunakan terdiri dari pipa SAW
(spiral) dan pipa ERW (longitudinal) dengan penempatan berdasarkan pada pertimbangan
laju korosi yang bervariasi sepanjang tiang pancang. Berdasarkan data penelitian yang
ada, daerah atmosfer dan splash zone memiliki laju korosi yang sangat tinggi (mencapai
0,l mm/ tahun). Sedangkan pada daerah sub-mergedDan immersed laju korosi hanya
0,01mm/tahun.

Untuk atmospheric zone sampai tidal zone (1meter di bawah pada / pasang surut dan 1
meter di bawah LWL pada daerah marine) digunakan pipa ERW sebagai tiang pancang
sedangkan pada daerah sub-merged dan immersed digunakan pipa SAW dengan
pertimbangan daerah las lebih panjang. Sebelum pipa SAW digunakan telah dilakukan
serangkaian pengujian. Dari hasil uji memperlihatkan bahwa kinerja sambungan las (baik
daerah HAZ maupun) weld metal lebihbaik atau sama dengan kualitas pada base metal,
ditinjau dari sifat mekanik, ketahanan korosi maupun mikrostrukturnya. Sistem proteksi
pada pipa pancang dilakukan dengan memakai coating system dan cathodic protection
system.

Coating System Epoxy Glass Flake

Coating pipa yang dipakai jenis epoxy glass flake 2000 mikron pada daerah splash zone
dan tidal zone. Sedangkan daerah submerged zone dipakai glass flake 450 mikron, dengan
garansi life time 25 tahun. Metode coating pipa dilakukan langsung lapangan sebelum di
pancang untuk menghasilkan kualitas coating yang optimal.

{mosimage}

Cathodic Protection Sacrifical Anode

Sistem proteksi cathodic digunakan untuk mengantisipasi cacat coating yang terjadi akibat
pemancangan, benturan dan gangguan lainnya. Sistem yang digunakan adalah sacrificial
anode yang dipasang pada tiap tiang pancang pada kedalaman 1 meter di bawah seabed
untuk daerah coast pasang surut. Atau minimal dua meter di bawah LWL untuk pipa
pancang di daerah marinel laut.
{mosimage}

{mosimage}

Pertimbangan digunakannya sacrificial anode antara lain adalah kemudahan dalam hal
pelaksanaan, perawatan, biaya operasional, aman terhadap lingkungan, serta lebih baik
dari sisi estetika.

Kebutuhan anode harus mempertimbangkan cacat coating yang terjadi di bawah seabed
akibat pemancangan. Informasi ini dapat diwakili dengan pengujian adesif dan kekuatan
geser atau uji geser yang dilakukan.

Kriteria Perencanaan

Proteksi cathodic direncanakan untuk mendapatkan voltage lebih rendah dari -850mV
yang diukur antara permukaan tiang pancang pipa baja terhadap referensi elektroda perak/
perak clorida yang tercelup air laut.

Proteksi cathodic untuk causeway Jembatan Suramadu direncanakan dengan kriteria


lingkungan sebagai berikut:

• Resistivitas air laut 20 ohm cm


• Rasistivitas dasar laut 150 ohm cm
• Suhu rata-rata air laut 29° C
• Umur Rencana 25 Tahun

Penempatan Anode

Pemasangan anode harus didistribusikan agar tidak terjadi perbedaan potensial secara
drastis terhadap keseluruhan tiang pancang dan untuk mendapatkan kelebihan
perlindungan sesedikit mungkin. Proses korosi terjadi akibat reaksi elektrokimia, yang
disebabkan perbedaan potensial pada permukaan besi/ baja. Kombinasi reaksi "oksidasi"
dan "deduksi" disebut reaksi "REDOX"

OKSIDASI:
Fe+ ==> Fe 2+ + 2e

REDUKSI:
2H2 O + O2 + 4e ==> 4 OH-

2Fe + 2H2 O + O2 ==> 2Fe + 4 OH-

2Fe + 2H2 O + O2 ==> 2Fe (OH)2 (besi terkorosi)


Al +3e + 3e (Sacrificial Anonda)

2Al + 3Fe (OH)2 ==> 3Fe + 2Al (OH)3

Bahan metal dalam hal ini pipa baja apabila terletak pada lingkungan bahan/ zat yang
menyebabkan korosi. Sebagai contoh, oksigen, maka akan terjadi proses kimia antara baja
tersebut dengan zat-zat penyebab korosi. Untuk menghindari proses terjadinya korosi
salah satu caranya adalah dengan mengorbankan metal (Aluminium/ Al) yang mempunyai
sifat lebih kuat pengikatannya terhadap zat-zat korosif tersebut. Dengan demikian maka
pipa baja akan terlindungi selama aluminium tersebut masih melekat pada pipa baja (+ 25
tahun) dengan pemeriksaan berkala minimum 6 bulan sekali.

You might also like