Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMICU
2
BAB III
MORE INFO
Laboratorium :
Hb 10,8 g/dL ; Leukosit 9530/mm3; Ht 36,80%; trombosit 423.000/mm3
Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen
20%, limfosit 15%, monosit 1%
Diperoleh parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak
berinti dan selubung tubuh transparan.
3
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Filariasis
4.1.1 Defenisi, etiologi, dan epidemiologi filariasis
Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik,
disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe seperti Wuchereria Bancrofti.
4
Tabel dibawah menunjukkan berbagai karakteristik penyebab filariasis dan
manifestasi klinis utama yang ditimbulkannya.
Hidrokel
Brugia malayi AsiaSelatan,Timur, Nyamuk Saluran Darah Limfangitis
dan Tenggara limfe
Elefantiasis
Brugia timori Di beberapa pulau Saluran Darah Limfangitis
Nyamuk
di Indonesia limfe
Elefantiasis
Perbedaan antara W.bancrofti dan B. malayi dapat dilihat pada tabel di bawah.
Perbedaan B. timori dengan B. malayi adalah warna selubung dari B. timori adalah
biru, sedangkan B. malayi berwarna pink, selain itu terdapat pada cephalic space
dimana B. timori 3:1, sedangkan B. malayi 2:1.
5
4.1.2 Daur hidup filariasis
6
bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada saat
itu pula kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang lebih
rendah saat malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal. Darah yang
mengandung mikrofilaria dihisap nyamuk, dan dalam tubuh nyamuk larva mengalami
pertumbuhan menjadi larva stadium 2 dan kemudian larva stadium 3 dalam waktu 10
– 12 hari. Cacing dewasa dapat hidup sampai 20 tahun dalam tubuh manusia, rata-rata
sekitar 5 tahun (lihat lampiran 1).
Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel)
bila tungkai diangkat.
Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal
(irreversibel) bila tungkai diangkat.
Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila
tungkai diangkat, kulit menjadi tebal.
Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis).
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem
limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi
hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan
limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari
sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke
stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1. Masa prepaten
7
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya
mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 37 bulan. Hanya sebagian
dari penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari
kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala
klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik
baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya
gejala klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang
disertai panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral.
Penderita dengan gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun
amikrofilaremik.
Filariasis bancrofti
Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe
alat kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan
orchitis. Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan
limfangitis retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari.
Serangan biasanya terjadi beberapa kali dalam setahun.
Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori
limfadenitis paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah
bekerja keras. Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe
menjadi keras dan nyeri, dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki
dan kaki. Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan
dapat terjadi 12 kali dalam satu tahun sampai beberapa kali perbulan.
Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi abses, memecah, membentuk
ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah 3 minggu hingga 3 bulan.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.
Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis
masih dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang
mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya.
8
Filariasis bancrofti
Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan
hidrokel dapat ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di
seluruh tungkai atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan
ukuran pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria
dapat terjadi tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita menyebabkan
penurunan berat badan dan kelelahan.
Filariasis brugia
Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah.
Ukuran pembesaran ektremitas umumnya tidak melebihi 2 kali ukuran
asalnya.
9
4.1.5 Patofisiologi filariasis
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan
menuju pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari
larva stadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk –
produk yang akan menyebabkan dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi
disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde
tersebut maka akan terbentuk limfedema.
1. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
klinik. Diagnosis klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan
menahun (Acute and Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam
diagnosis filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd,
limfadenitis berulang dan gejala menahun.
2. Diagnosis Parasitologik
Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria
pada pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat
10
dilakukan siang hari, 30 menit setelah diberi DEC 100 mg. Dari mikrofilaria
secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
3. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar
limfe inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-
gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau
albumin yang dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya
abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia
asimtomatik.
4. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi,
amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi
antibodi dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat
menunjang diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan
mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi
antigen merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut,
sehingga lebih mendekati diagnosis parasitologik. Gib 13, antibodi
monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik
dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea.
11
Diftel Nilai Normal Kasus
Eosinofil 1-3 20 ↑↑
Basofil 0-1 4 ↑
Neutrofil 2-6 40 ↑↑
Batang
Neutrofil 50-70 20 ↓
Segmen
Limfosit 20-40 15 ↓
Monosit 2-8 1 ↓
Pasien yang datang dengan pitting edema, lihat apakah kurang dari 40 detik
atau lebih dari 40 detik. Jika kurang dari 40 detik maka hipoalbuminemia yang dapat
disebabkan oleh penurunan sintesis protein atau peningkatan kehilangan protein. Jika
lebih dari 40 detik maka normoalbuminemia yang dapat disebabkan oleh venous
hypertension dan identifikasi apakah ada peningkatan tekanan vena leher. Jika ada
maka systemic venous hypertension (cardiac diseases) dan jika tidak maka venous
insufficiency atau obstruction.
12
Selain itu, perlu kita ketahui apakah edema unilateral atau bilateral. Jika
edema unilateral maka lihat apakah nonpitting dan nontender? Jika ya, maka
kemungkinan adalah limfedema, obstruksi oleh filariasis, infeksi streptokokkus yang
berulang, dan malignancy. Jika pitting dan tender, maka kemungkinan adalah
trombosis, kista Baker, dan akut selulitis.
Bilateral edema, perlu diketahui apakah nonpitting dan nontender? Jika ya,
maka kemungkinan adalah limfedema. Jika pitting dan tender,lihat apakah cepat atau
lambat. Jika lambat maka kemungkinan adalah oleh venous hypertension dan
identifikasi apakah ada peningkatan tekanan vena leher. Jika ada maka edema
jantung. Jika tidak maka venous hypertension atau occlusion. Jika cepat maka apakah
ada penurunan protein. Jika ada maka kemungkinan penurunan sintesis protein atau
peningkatan kehilangan protein.
Selain itu, diagnosa banding dari filariasis adalah hernia inguinalis, knobs,
kiluria, pembesaran ekstremitas. Diagnosa banding untuk TPE, lihat tabel di bawah.
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk
filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat
13
ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi
samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau
tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, persendian,
pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan serangan asma.
Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi,
limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik
terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan lebih
sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping lokal terjadi beberapa
hari setelah pemberian dosis pertama, hilang spontan setelah beberapa hari sampai
beberapa minggu dan sering ditemukan pada penderita dengan gejala klinis. Reaksi
sampingan ini dapat diatasi dengan obat simtomatik.
Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia,
sehingga dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total
standar, atau diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC
sering menyebabkan penderita menghentikan pengobatan, maka diharapkan dapat
dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang memberi
efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita.
DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral
sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah
dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diberikan pada anak
berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau
dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6
mg/kg berat badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat badan
selama 10 hari. Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan selama 23
minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala
akut, limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih
dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hidrokel
memerlukan penanganan ahli bedah.
Pengobatan nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur,
pengikatan di daerah pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai,
perawatan kaki, pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara
teratur untuk melancarkan aliran, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki,
14
mengobati luka kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan
terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi
15
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, dan 1/2 tablet
untuk usia kurang dari 10 tahun; disusul 5 mg/kg berat badan pada hari 5-12
untuk filariasis bancrofti dan pada hari 5-17 untuk filariasis brugia.
3. Dosis rendah
Dosis tunggal 1 tablet untuk usia lebih dari 10 tahun, 1/2 tablet untuk
usia < 10 tahun, seminggu sekali selama 40 minggu.
16
Pada kasus – kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah
dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus – kasus lanjut terutama
dengan edema tungkai, prognosis lebih buruk.
BAB V
ULASAN
Ada beberapa hal masih belum jelas dalam hal, pada kasus ini, obat apa
yang aman bagi ibu hamil dengan filariasis? Berdasarkan penjelasan dari pakar, maka
dikatakan bahwa semua obat filaria masih belum terbukti aman bagi ibu hamil. Semua
tahap penelitian hanya pada hewan.
Pada kasus, apakah pasien sudah dapat didiagnosa dengan TPE? Ya , karena
berdasarkan gejala klinis dan adanya pemeriksaan yang menunjukkan adanya
eosinofilia.
17
Mengapa W.bancrofti bisa terdapat pada seluruh pembuluh limfe sedangkan
Brugia malayi hanya terbatas pada lutut ke bawah? Belum ada penelitian yang
menerangkan mengapa hal itu dapat terjadi.
BAB VI
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Kurniawan Liliana. Filariasis – aspek klinis, diagnosis, pengobatan dan
pemberantasannya. Jakarta: Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Munir Misbakhul. 2007. Filariasis dan Faktor – Faktor yang Berkaitan dengan
Kejadian Filariasis di Desa Bitahan Kecamatan Lokpaikat Kabupaten Tapin Provinsi
Kalimantan Selatan. Available from: http://arc.ugm.ac.id/files/Abst_(3775-H-
2007).pdf. [Accessed 3 November 2010].
20
LAMPIRAN
21
Different species of the following genera of mosquitoes are vectors of W.
bancrofti filariasis depending on geographical distribution. Among them
are: Culex (C. annulirostris, C. bitaeniorhynchus, C. quinquefasciatus,
and C. pipiens); Anopheles (A. arabinensis, A. bancroftii, A. farauti, A.
funestus, A. gambiae, A. koliensis, A. melas, A. merus, A. punctulatus and
A. wellcomei); Aedes (A. aegypti, A. aquasalis, A. bellator, A. cooki, A.
darlingi, A. kochi, A. polynesiensis, A. pseudoscutellaris, A. rotumae, A.
scapularis, and A. vigilax); Mansonia (M. pseudotitillans, M. uniformis);
Coquillettidia (C. juxtamansonia). During a blood meal, an infected
mosquito introduces third-stage filarial larvae onto the skin of the human
host, where they penetrate into the bite wound . They develop in
adults that commonly reside in the lymphatics . The female worms
measure 80 to 100 mm in length and 0.24 to 0.30 mm in diameter, while
the males measure about 40 mm by .1 mm. Adults produce microfilariae
measuring 244 to 296 μm by 7.5 to 10 μm, which are sheathed and have
nocturnal periodicity, except the South Pacific microfilariae which have
the absence of marked periodicity. The microfilariae migrate into lymph
and blood channels moving actively through lymph and blood . A
mosquito ingests the microfilariae during a blood meal . After
22
ingestion, the microfilariae lose their sheaths and some of them work
their way through the wall of the proventriculus and cardiac portion of
the mosquito's midgut and reach the thoracic muscles . There the
microfilariae develop into first-stage larvae and subsequently into
third-stage infective larvae . The third-stage infective larvae migrate
through the hemocoel to the mosquito's prosbocis and can infect
another human when the mosquito takes a blood meal .
23