Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Di Indonesia, TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Sampai saat ini, Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di
dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis
per tahun, sebagian besar berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat
sosioekonomi dan pendidikan yang rendah. Diperkirakan jumlah pasien TB di
Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Tahun 1995, hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan
penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit
saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan
penyakit infeksi. Sampai tahun 2005, program Penanggulangan TB dengan Strategi
DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4 / RSP baru
sekitar 30%.
Tuberkulosa (TB) adalah suatu penyakit menular yg dapat berakibat fatal dan
dapat mempengaruhi semua bagian tubuh. Hampir 10 % mengenai musculoskeletal,
dan 50 % mempunyai lesi di tulang belakang dengan disertai defisit neurologis pada
10 – 45 % penderita. Kelumpuhan akan terjadi bila infeksi TBC mengenai Corpus
Vertebra dan terjadi kompresi pada medula spinalis. Bila terjadi dan menetap
(irreversible) akan mengganggu dan membebani tidak saja penderita sendiri, tetapi
juga keluarga dan masyarakat. Mengingat pentingnya hal ini, maka penekanan pada
topik ini lebih diarahkan ke infeksi TBC pada tulang belakang. Spondilitis
tuberkulosis merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah dengan
ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru’-2. Sir Percival
Pott (1799) mendeskrispsikan penyakit ini dalam monografnya yang klasik dan sejak
saat itu spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyaldt Pott (Port’s disease).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus
Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra
yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit
ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20%
kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada
orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak
ditemukan di regio lumbal.
(2) Sentral
(3) Anterior
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang
normal; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis
dimana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior Sehingga akan
terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal,
kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan
melalui prosesus artikular(3). Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio
torakal, tulang-tulang iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga
dada berupa barrel chest.
Di regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya berjalan
menuju lipat paha dibawah ligamen inguinal. Di regio torakal, ligamentum
longitudinal menghambat jalannya abses, tampak pada radiogram sebagai gambaran
bayangan berbentuk fusiform radioopak pada atau sedikit dibawah level vertebra yang
terkena, jika terdapat tegangan yang besar dapat terjadi ruptur ke dalam mediastinum,
membentuk gambaran abses paravertebral yang menyerupai ‘sarang burung’.
Terkadang, abses torakal dapat mencapai dinding dada anterior di area parasternal,
memasuki area retrofaringeal atau berjalan sesuai gravitasi ke lateral menuju bagian
tepi leher.
Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang
dikenal dengan nama Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut
ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan peningkatan
tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang dilakukan Hodgson
di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien berusia kurang dari 10 tahun
(kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi berdasarkan jenis kelamin untuk
kejadian ini.
Gambaran Klinis
Gambaran Spondylitis Tuberkulosa antara lain : :
• Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun,
• Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada
anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
• Pada awal dapat dijumpai nyeri interkostal yaitu nyeri yang menjalar dari
tulang belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini
karena tertekannya radiks dorsalis ditingkat torakal
• Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut
berupa:
• Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radiks saraf, akibat penekanan medulla
spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,
• Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas
deficit sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpai
Spondylitis korpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk :
Detruksi awal terletak di sentral korpus vertebra, bentuk ini sering ditemukan pada
anak.
2. Bentuk paradikus.
Pemeriksaan Laboratorium
• Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat
digunakan untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan Spondylitis
tuberkulosis didapatkan 33 % anak dengan laju endap darah yang normal.
• Uji Mantoux positif
• Pada pewarnaan Tahan Asam dan Pemeriksaan biakan kuman mungkin
ditemukan mikobakterium
• Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
• Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
• Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat
menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan
didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt
menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu
kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara
spontan membeku.
• Peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein ) pada 66 % dari 35 pasien spondylitis
tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan abses.
• Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam
sirkulasi.
• Pemeriksaan dengan ELISA ( Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay )
dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi Pemeriksaan ini
menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada populasi dengan
endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi sehingga sulit mendeteksi
kasus tuberkulosis aktif.
• Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction ( PCR ) masih terus
dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman
tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA , amplifikasi
menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang dapat
diidentifikasi dengan gel.
Pemeriksaan Radiologis:
• Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal ini
sangat diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain
• Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus
vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara
korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses
paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk
sarang burung (bird’s net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah
lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi
vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis.
• Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (pada tomogram dari korpus tersebut
mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka
mudah sekali pada tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian
terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu
adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi
berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu.
• “Dekplate” korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak
teratur.
• Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
• Abses dingin. (2,3,7)
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang
berbentuk kumparan (“Spindle”). Spondylitis ini paling sering ditemukan pada
vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2.
Pemeriksaan CT scan
o CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi
irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
o Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif untuk menegaskan bentuk dan
kalsifikasi dari abses jaringan lunak.
Pemeriksaan MRI
o Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang
belakang.
o Menunjukkan adanya penekanan saraf.
Penatalaksanaan
• Apabila fasilitas tidak memadai maka terapi dengan OAT yang adekuat
dan pemakaian spinal brace/gips sudah cukup.
Komplikasi
Diagnosis Banding
Prognosis
Disusum Oleh :
Kelompok 3 :