You are on page 1of 27

Moh.

Yamin

Menggugat Pendidikan Indonesia

Belajar dari Paulo Freire


dan Ki Hadjar Dewantara

Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2009

1
Menggugat Pendidikan Indonesia
( Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantara )

BAB I

MENDEFINISIKAN ULANG PENDIDIKAN

Secara tegas pendidikan adalah media mencerdaskan kehidupan bangsa dan


membawa bangsa ini pada era aufklarung (pencerahan). Pendidikan bertujuan untuk
membangun tatanan bangsa yang berbalut dengan nilai - nilai kepintaran, kepekaan,
dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Romo Mangun
Wijaya, pendidikan adalah proses awal usaha untuk menumbuhkan kesadaran sosial
pada setiap manusia sebagai pelaku sejarah. Kesadaran sosial hanya akan tercapai
apabila seseorang telah berhasil membaca realitas perantaraan dunia di sekitar
mereka.
Sementara Ari H Gunawan berpendapat bahwa pendidikan dapat diartikan
sebagai proses sosialisasi yaitu sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.1
Oleh karenanya pendidikan senyata nya harus menjawab persoalan-persoalan di
tengah masyarakat. Masyarakat terdidik bisa di identifikasi seberapa besar dan hebat
kemampuan kecerdasan intelektual nya. Akan tetapi hal tersebut harus di topang
dengan kecerdasan sosial.

Politik Pendidikan dan Pembentukan Karakter Bangsa

Menurut Muhammad Ali bin Daud Ali dalam bukunya pendidikan agama
Islam 2000 disebutkan bahwa politik itu berasal dari bahasa latin atau bahasa Yunani
yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan warga negara atau dengan warga
kota.2 Menurut Ki Supriyoko ada empat definisi politik pendidikan. Pertama, politik
pendidikan adalah metode mempengaruhi pihak lain untuk mencapai tujuan
pendidikan. Kedua, politik pendidikan lebih berorientasi pada bagaiman tujuan
pendidikan dapat dicapai. Ketiga, politik pendidikan berbicara mengenai metode

1 Ngainum Naim dan Ahmad Sauqi, Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi
(Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2008), hlm. 13
2 Ali Mahmudi Am Nur (ed) Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional (Yogyakarta: pustaka
fahima,2007), hlm. 3
untuk mencapai tujuan pendidikan. Ke empat, politik pendidikan berbicara mengenai
sejauh mana pencapaian pendidikan sebagai pembentukan manusia Indonesia yang
berkualitas, penyangga ekonomi nasional dan sebagainya.3

Politik pendidikan menjadi panduan utama dalam perjalanan pendidikan


kebangsaan. Dengan adanya politik pendidikan yang jelas, maka konsep pendidikan
yang akan di capai dan di bentuk pun akan berada dalam bangunan konsep yang tepat
kuat dan kokoh.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia karakter itu berarti sifat-sifat kejiwaan
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Berkarakter
berarti memiliki tabiat, memiliki kepribadian dan berwatak.4 Watak itu adalah sifat
batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku. Para pendidik
dan psikolog yang terlibat dan melibatkan diri dalam pendidikan karakter memberikan
definisi, karakter sebagai sifat-sifat suatu kepribadian yang tunduk dan patuh pada
sanksi-sanksi moral di masyarkat.

Pendidikan sebagai sebuah pembentukan karakter bangsa, maka hal demikian


tidak akan terlepas dari nilai-nilai kesatuan antar pribadi yang kemudian menyatu
serta melebur menjadi sebuah kelompok. Dengan kata lain secara tegas pendidikan
berperan membangun kehidupan antar sesama yang solid dan konstruktif, kemudian
dapat di pahami sebagai sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara untuk saling
menjaga keutuhan bangsa di tengah persoalan apapun yang siap mengganggunya.
Menurut Soemarno Sudarsono ada beberapa hal penting yang dapat dijadikan pijakan
dalam membentuk sebuah karakter bangsa :

Kejujuran

Keterbukaan

Keberanian mengambil resiko

Bertanggung jawab

Kemampuan berbagi.

Benjamin S Bloom mengembangkan teori yang dikenal dengan teori tiga

3 Ibid, hlm. 5
4 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 1126

3
domain. Tiga domain tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotor. Termasuk pula
tujuan pendidikan Islam juga dapat digunakan sebagai dasar guna membangun
karakter bangsa ; takwa, ilmu, teknologi dan akhlak. Hal ini terkait dengan tiga inti
ajaran isalam yaitu aqidah, syariah dan akhlak.

Pendidikan transformatif adalah pendidikan yang mampu mengubah karakter


masyarakat yang selama ini tertutup menjadi terbuka. Mereka menerima segala
perbedaan dan keberbedaan yang ada di tengah kehidupan yang majemek. Pendidikan
transformatif adalah sebuah konsep pendidikan yang berupaya sekuat tenaga untuk
menciptakan nalar berpikir masyarakat yang peduli terhadap realitas masyarakat.

Relasi Politik Pendidikan dan Pembangunan Karakter Bangsa

Dalam konteks hubungan tidak langsung, Dewan Perwakilan Rakyat Republik


Indonesia (DPR RI) yang membidangi pendidikan harus serius memikirkan dunia
pendidikan . Memberikan konsep yang jelas arah pendidikan adalah sebuah tanggung
jawab politik yang harus dikerjakan dengan baik. DPR RI harus lebih berperan baik
dalam pemikiran maupun peran yang lain. Menurut Riswanda Imawan,
pembangunan akan dicapai apabila ada kemungkinan sekelompok orang terlibat
dalam proses politik yang membangun dan saling bertransformasi gagasan serta
pemikiran bagaimana suatu hal harus di kerjakan, diperbaiki dan begitu seterusnya.5

Sedangkan Dalam konteks langsung politik pendidkan dijalankan oleh


pemerintah selaku eksekutor pendidikan. Dalam beberapa hal tertentu bagaimana
pemerintah secara cermat dan teliti menjalankan segala aturan yang dibuat oleh DPR
RI menjadi sesuatu hal yang sangat mungkin untuk dikerjakan sedemikian tertib dan
baik.

Menurut Winarno Surahmad mencermati persoalan pendidikan yang ada di


negeri ini mulai dari politik pendidikan yang di gelar pemerintah sehingga berimbas
pada pembentukan karakter bangsa yang muram. Hal tersebut pun disikapi lebih arif
dan bijaksana. Ia berpendapat bahwa persoalan nya terletak pada tidak adanya
landasan dan tujuan pendidikan yang jelas.6 Oleh karenanya mencermati hal-hal

5 Riswanda Imawan, Pembanguna Politik Berwawasan Kemanusian Dalam Said Tuhulele


Dkk Masa Depan Kemanusiaan (Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm. 179
6 Winarno Surachmad, Landassan yang Kuat dan Kebijakan Pendidikan yang Besar,
(Makalah Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia IV 2000 Dalam Mendagangkan Sekolah), ade
demikian, pendidikan Indonesia sangat tepat disebut sebagai bangsa yang sedang
berjalan diatas dunia yang penuh remang-remang. Tidak memiliki ketegasan dan
prinsip tegas bagaimana pendidikan di indonesia harus dibentuk. Seolah pendidikan di
negeri tercinta ini di buat amburadul oleh para pemegang kebijkan pendidikan di teras
pemerintah. Sebetul nya hal ini perlu mendapatkan perhatian lebih detail bahwa
persoalan carut marut pendidikan tersebut dikarenakan oleh politik pendidikan yang
membodohkan sehingga berdampak serius pada karakter bangsa yang muram, bahkan
hal ini terjadi karena kebijakan-kebijakn pendidikan yang selalu berubah-ubah.

Pendidikan di negeri ini berjalan di tengah kegelapan antah berantah dan


akhirnya terjebak pada kebusukan dan pembusukan nilai-nilai pendidikan. Rumitnya,
pendidikan tersebut berjalan kelindan dengan pemerintah yang tidak serius
memberikan arah yang jelas terhadap apa yang seharusnya di inginkan pendidikan
nasional yaitu arah yang sebangun dengan tujuan pendidikan nasional.

Dr. M Agus Nur yatno mengatakan bahwa disetiap perubahan kepemimpinan,


selalu timbu relasi bagaimana sebuah konsep baru ditawarkan kepada masyarakat,
termasuk pendidikan sehingga konsep baru tersebut dijalankan, ini pun akan
mengubah dan mengganti konsep lama kendatipun konsep lama tersebut layak untuk
di lanjutkan. Dengan demikian konteks ini menunjukan sedang terjadi pertarungan
kekuasaan baru terhadap kekuasaan lama yang sudah tersingkir. Adanya perubahan
kepemimpinan dengan konsep baru nya sebenarnya bertujuan untuk pembangunan
citra politik dan segala tetek bengeknya. Agar konsep baru itu dikalim lebih baik dari
pada konsep dari kepemimpinan yang sebelumnya.7

Pengaruh Politik Pendidikan Terhadap Karakter Bangsa

Idealnya pengaruh politik pendidikan terhadap karakter bangsa adalah


terbangunnya bangsa yang bermartabat, berwibawa dan lain sebagainya. Lebih jauh,
bisa ditegaskan bahwa politik pendidikan bisa di operasikan dalam segala bentuk
kebijakan demi pembentukan karakter bangsa yang kuat, cerdas. Kebijakan itu
berhubungan erat dengan pola pengelolaan bagaimana pendidikan itu harus
dikembangkan dan dimajukan sedemikian bertahap dari tahun-ketahun atau

irawan dkk (Jakarta selatan: Indonesia Coruption Watch, 2004), hlm. 14


7 Moh Yamin, Pendidikan di Ujung Tanduk Kekuasaan (dalam jurnal pendidikan Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep Edisi 9 Tahun 2007), hlm. 69-70

5
berdasarkan konsep pembangunan pendidikan yang diprogramkan oleh pemerintah
termasuk didalam nya anggaran pendidikan. Kebijakan tersebut juga terkait erat
dengan partisipasi masyarakat, sebut saja sejauh mana masyarakat mendapat
perlakuan dan kesempatan untuk memperoleh dan berkiprah mengembangkan
pendidikan.

Pendidikan oleh masyarakat adalah masyarakat itu sebagai subjek yang betul-
betul di masyarakatkan atau di manusia kan. Masyarakat bukanlah sebuah objek atau
proyek kepentingan golongan tertentu demi misi sebuah ideologi golongan. Politik
pendidikan betul-betul berperan signifikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
di Indonesia ini. Akhirnya, kondisi demikian pun akan menjadikan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang kuat secra karakter, mapan secara pandangan hidup, kokoh
secara prinsip gerakanya, dsb. Namun yang pasti konsep ideal sudah dimiliki, akan
tetapi yang menjadi persoalan adalah belum adanya keseriusan pemerintah untuk
menjalankan konsep tersebut.

Akan tetapi politik pendidikan yang digelar adalah sebuah pergerakan politik
yang justru membawa bangsa ini kejurang kehancuran antah berantah. Bangsa ini
dalam kubangan kebodohan yang begitu kuat dan kental sehingga menyebabkan
bangsa ini tidak memiliki kejelasan tujuan dan arah kedepan. Diakaui atau tidak
pendidikan yang tidak beres baik konsep maupun praksis nya akan pula menyebabkan
ketidak beresan pembentukan bangsa kedepan nya. Pendidikan yang dikelola secara
amburadul akan melahirkan bangsa yang amburadul pula. Pendidikan yang dijalankan
dengan manajemen berbasis kapitalisme akan menyebabkan pendidikan lahir dengan
produk-produk kapitalis pula.

Rendah nya Sumber Daya Manusia akan membentuk dan melahirkan sebuah
konsep pendidikan yang rapuh sehingga sangat tidak memungkinkan guna
mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini sangat riil terjadi, bahkan rendahnya SDM akan
membuat pendidikan mengalami disorientasi nilai-nilai, karena penyelenggaranya
pendidikan tidak memiliki basis kuat mengenai perjalanan bangsa baik
prakemerdekaan maupun pasca kemerdekaan 1945. Pendidikan itu mempunyai posisi
untuk membentuk karakter terkait dengan realitas kehidupan yang nyata bukan
kehidupan maya yang semu. Realitas kehidupan sehari-hari menjadi pijakan untuk di
refleksikan pada berbagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dibangku sekolah.8

8 Benny Susetyo, Politik Pendidikan Penguasa (Yogyakarta: LkiS, 2005), hlm. 155
Semua orang sudah mengetahui bahwa pendidikan yang mereka peroleh
adalah pendidikan instan, uang adalah penentu utama cepat tidak nya mereka lulus
bukan kemampuan otak dan pengetahuan nya. M.Agus Nuryatno menyatakan bahwa
Indonesia sebetulnya sedang dikuasai oleh ideologi besar yakni globalisasi dan
neoliberalisme.9 Globalisasi dan neoliberalisme merupakan dua istilah yang berlainan
tapi memiliki relisi kuat sehingga tidak bisa dipisahkan. Adapun sejarah dominasi dan
eksploitasi dibagi dalam tiga fase.

Pertama, fase kolonialisme yang ditandai dengan perluasan secara fisik


keberbagai belahan dunia termasuk Indonesia guna mengeruk habis-habisan dan
memanfaat kan sumber daya alam yang ada di bangsa ini. Fase kedua adalah
koloniaslisme yang bukan lagi penjajahan secara fisik melainkan penjajahan melalui
teori pembangunan. Fase ketiga adalah ditandai liberalisme disegala bidang
kehidupan yang di insiasi oleh lembaga finansial global dan disepakati oleh rezim
GATT dan WTO. Sementara Mansour Fakih berpendapat bahwa pendidikan berbasis
neoliberalisme telah membawa sebuah dunia baru yang sangat berbahaya dan
membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam dunia baru itu akan
bermunculan lembaga pendidikan mahal sehingga yang miskin pun menjadi tidak bisa
bersekolah. Sedangkan bagi kelompok kaya mereka akan mudah menikmati
pendidikan sehingga mereka pun bisa membaca dan menulis. Orang kaya tetap berada
pada lapisan atas dan orang miskin berada pada lapisan bawah.

BAB II

REALITAS PENDIDIKAN

Pendidikan Orde Lama

9 M. Agus Nuryatno, Mazhab Pendidikan Kritis, (yogyakarta: Resist Book, 2008), hlm. 65-74

7
Secara tegas pendidikan Orde Lama dibawah kepemimpina Soekarno cukup
memberikan ruang bebas terhadap pendidikan. Konsep pemerintahan Soekarno yang
berasaskan sosialisme manjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk,
dijalankan dan dilakoni sedemikian rupa demi pembangunan dan kemajuan bangsa
Indonesia dimasa mendatang. Yang pasti konsep sosialisme dalam pendidikan
memberikan prinsip dasar bahwa pendidikan merupakan hak semua kelompok
masyarakat tanpa memandang kelas sosial apapun.

Orde Lama berusaha membangun masyarakat sipil yang kuat yang berdiri
diatas demokrasi, kesamaan hak dan kewajiban antar sesama warga negara, termasuk
dalam bidang pendidikan. Didalam kampus ditandai kebebasan akademis yang luar
biasa ditandai dengan fragmentasi politik yang begitu hebat dikalangan mahasiswa.
Mahasisiwa bebas beorganisasi sesuai dengan pilihannya atau keinginan nya.

Pada tahun 1945 setelah masa kemerdekaan dilewati, pendidikan nasional


mulai meletakkan dasar-dasar nya. Walaupun segalanya masih serba terbatas,
pendidikan di gratiskan, uang spp sama sekali di tiadakan. Kala itu diberlakukan
undang-undang nomor 4 tahun 1950 jo UU No 12 tahun 1954 untuk mengatur sistem
pendidikan nasional. Untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan, selanjutnya
pemerintah mengambil langkah langkah strategis lainnya yakni mendirikan
universitas disetiap provinsi.

Mencermati sejumlah kebijakan yang dilahirkan pada Orde Lama, maka


pendidikan pada saat itu mendapat ruang dan tempat yang cemerlang bagi pendidikan
anak-anak bangsa di negri ini. Tidak ada kepentingan politik sektoral tertentu untuk
menjadi pendidikan sebagai alat negara maupun kaum dominan di elit lapis atas.
Tidak ada politik telingkung dan menelingkung terhadap setiap hak warga negara
Indonesia untuk mendapatkan hak nya dalam pendidikan. Tidak ada tekanan politik
apapun agar masyarakat Indonesia tidak belajar. Justru terkesan bahwa masyrakat
wajib dan harus mendapatkan pendidikan sebagai bagian proses menuju kemerdekaan
sesungguhnya.

Pertanyaan nya adalah adakah sisi-sisi kelemahan saat Orde Lama menggelar
sisitem pendidikan tersebut? Yang jelas masih ada nuansa pendidikan kolonialisme
yang dibangun saat itu sebab diakui atau tidak, bangsa Indonesia pada saat itu
mengalami transisi sangat tinggi baik secara politik, budaya maupun ekonomi. Ketika
pendidikan dijadikan alat paling utama mengubah bangsa, maka ini diniscayakan akan
mengubah bangsa itu.

Pendidikan Orde Baru

Soekarno lengser dari tampuk kekuasaan dan Soeharto naik menjadi presiden,
Maka disitulah Orde Baru mulai melahirkan kebijakan-kebijakan, termasuk pula
dalam bidang pendidikan. Orde Baru berlangsung sejak tahun 1968-1998. Dalam era
ini dikenal era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang signifikan dengan adanya
inpres pendidikan dasar. Akan tetapi sayang sekali inpres pendidikan dasar belum
ditindak lanjuti dengan peningkatan kualitas akan tetapi baru meningkatkan kuantitas.
Selain itu sistem ujian negara yang disebut Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional
telah berubah menjadi bomerang yaitu penentuan kelulusan siswa menurut rumus-
rumus tertentu.

Pada masa Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta
dalam berbagai bentuk. Hal ini berdampak pada mutu perguruan tinggi negeri
semakin menurun walaupun di bentuk kopertis sebagai bentuk birokrasi baru.
Pendidikan yang digenggam Orde Baru tidak mampu memberikan ruang selebar-
lebarnya bagi pencerdasan kehidupan. Lebih mengenaskan lagi pendidikan Orde Baru
juga telah malakukan kesaahn besar yakni dengan menggelar ideologi penyeragaman
sehingga kemajuan pendidikan menjadi mampet. Tidak ada ruang sedikit pun bagi
berkembangnya keragaman pikiran ideologi, suara hingga tindakan selama masa Orde
Baru berkuasa selama 32 tahun. Orde Baru mencetak manusia yang melempem
terletak pada tidak adanya pendidikan lingkungan sehingga masyarakat khusunya para
ahli penddikan gerah. Pada masa Orde Baru juga kesalah pahaman dan kerancauan
memaknai kurikulum hanya sebagai materi pelajaran adalah dua hal yang di tuding
pula sebagai penyebab kegagalan sistem pendidikan.

Diakui atau tidak karena pendidikan di muarakan pada pembangunan ekonomi


maka yang terjadi adalah produk-produk pendidikan tidak memiliki kepekaan sosial
yang tinggi karena yang dikejar dalam dunia pendidikan adalah setelah mereka
mencari ilmu atau mengenyam pendidikan maka mereka harus bekerja dan
mengahasilkan uang sebanyak -banyaknya serta melangsungkan kehidupan nya secara

9
masing-masing. Strategi penting Orde Baru untuk guna melahirkan tenaga terdidik
antirealitas adalah sebagai berikut:

Pelarangan adanya buku-buku aliran kiri seperti sosialisme maupun marxisme.

Segala bentuk kelompok diskusi yang berbau kajian sosial kritis pun dilarang.

Buku-buku yang mananamkan indoktrinasi Orde Baru terhadap kaum muda-


muda bangsa justru diperbolehkan berkembang luas.

Salah satu hal yang mengerikan pada masa Orde Baru adalah hilangnya
kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat betul-betul dipasung sedemikian
ganas oleh rezim Orde Baru.

Pendidikan Orde Reformasi

Salah satu gerbang utama yang telah memaksa Soeharto yang disebut
penguasa Orde Baru lengser dari tampuk kekuasaan selama 32 tahun adalah peristiwa
Reformasi yang digelar oleh mahasiswa tanggal 21 mei 1998.10 Hal tersebut
berpengaruh terhadap segala sendi kehidupan termasuk dunia pendidikan. Penguasa
Reformasi pun berupaya memformulasi arah kebijakan pembangunan pendidikan
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004. Ini kemudian
dipertegas dalam UUD 45 pasal 31 ayat 4 yang berbunyi negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurang nya 20% dari anggaran pendapatan belanja
negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah agar memenuhi kebetuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Adanya sejumlah kebijakan pendidikan yang
telah dilahirkan masa Orde Reformasi masih menjadi sebuah teori belaka yang tidak
mampu dijalankan yang betul betul menyentuh kehidupan rakyat Indonesia.

Awal muncul kebijakan otonomi pendidikan menjadi harapan bersama bahwa


pendidikan bisa ditangani setiap daerah yang mengetahui secara persis persoalan-
persoalan lokalitas yang terjadi diwilayah nya sehingga tujuan pendidikan betul-betul
sesuai yang dikendaki. Karena adanya otonomi daerah yang menyebabkan timbul nya
raja-raja kecil maka tujuan pendidikan disetiap lokalitas tertentu kemudian di arahkan
sesuai dengan kepentingan politis “raja kecil”.

Dalam bahasa inggris kata autonomy berasal dari bahasa yunani otonomia
berarti sendiri. Sedangkan nomos berarti hukum atau aturan. Oleh karena nya

10 Moh Yamin, Kondisi Negara Pasca 21 Mei 1998 dalam Suara Pembahruan 22 Mei 2008
desentralisasi adalah melepaskan diri dari pusat.11 Desentralisasi pendidikan yang di
dengung-dengung kan amanat Reformasi belum mampu di jalan kan secara serius
oleh pemerintah . Desentralisasi adalah hanya pencitraan semata politik pemerintah
terhadap publik agar terkesan reformis dan demokratis, padahal itu merupakan
kebohongan publik.

Pada masa pemerintahan sekarang yaitu pemerintahan Susilo Bambang


Yudoyono anggaran pendidikan sebesar 20% di APBN 2009, sebagai mana amanat
undang-undang menjelang akhir kepemimpinan nya, masih sebatas rancangan yang
belum tentu bisa di realisasikan. Bila di Orde Baru uang negara di korupsi oleh elit
penguasa, maka di era Reformasi uang negara yang berada pada kas daerah pun ren
tan untuk dikorupsi oleh raja-raja kecil.12 Ini sebuah persoalan yang sangat
mengkhawatirkan. Ini belum lagi berbicara mengenai dana bantuan operasional
sekolah (BOS) yang sangat rentan sekali di grogoti oleh tikus-tikus pusat dan
daerah.

BAB III
BELAJAR DARI PAULO FREIRE
DAN KI HADJAR DEWANTARA

Pendidikan Kritis Paulo Freire

11 Moh Muslim, Kebijaksanaan Desentralisasi, tp tt hlm. 143-144

12 Ade Irawan dkk, Mendagangkan Sekolah, Study Kebijakan Manajemen Bebasis Sekolah,
(Jakarta : ICW ,2004), hlm. 105

11
Paulo Freire dilahirkan di Recife Brasil bagian timur laut pada 19 September
1921. Paulo Freire wafat pada tahun 1997. Kiprah nya dalam dunia pendidikan cukup
luar biasa terkenal dan fenomenal di tingkat Internasional. Slogan yang dibangun oleh
Paulo Freire, pendidikan untuk orang tertindas adalah pendidikan yang harus manusia
secara keseluruhan dalam perjuangan tanpa henti untuk meraih kembali kemanusian
mereka.13

Pendidikan kritis mendorong sebuah upaya guna melahirkan bangunan


berpikir yang gelisah terhadap realitas sosial yang sedang terjadi di tengah
masyarakat. Pendidikan kritis mendukung satu gerakan dan pergerakan paradigma
yang berbasis kekuatan berpikir antikemapanan karena yang diharapkan dalam
konsep pendidikan adalah adanya produk-produk pendidikan yang bisa melawan
tirani yang dominan dan dominasi status quo yang tidak menghendaki status
perubahan masyarakat. Masyarakat harus tunduk terhadap kebijakan pemerintah
kendati sangat menekan kehidupan rakyat dan menyengsarakan.

Pendidkan emansipatoris bagi Paulo Freire bukan merupakan sebuah proses


pengalihan pengetahuan yang simple. Mengetahi, bukan lah mengumpulkan fakta dan
informasi yang disebutnaya penyimpanan. Namun ‘mengetahui’ dalam konsep Paulo
Freire adalah menjadikan diri ini sebagai subjek dan makhluk yang menyubjek dan
hidup secara aktif di dunia ini. Merasakan segala persoalan hidup dan ikut terlibat
dalam liku-liku kehidupan adalah sebuah keniscayaan tak terbantahkan.

Mengubah Wajah Sekolah

Paulo Freire dalam perjalanan sejarah hidupnya yang begitu peduli terhadap
dunia pendidikan tidak hanya berhenti pada penjelasan pendidikan secara konseptual
dan praksis dalam konteks yang universal. Justru ia memiliki keinginan kuat untuk
agar pendidikan mampu menjadikan sekolah sebagai madia belajar mengajar yang
steril dari kepentinagn politik. Secara tegas bila selama ini sekolah tidak pernah dan

13 Paulo Freire Pedagogy Of The Oppressed Harmondsworth (Penguin: 1982), hlm. 25.
jarang memberikan sebuah pendidikan yang kritis terhadap anak didik nya, maka ini
menajdi alamt buruk bahwa sekolah tersebut tidak akan berhasil melahirkan anak
-anak didik yang cerdas dan paham terhadap kondisi realitas tempat mereka
berdomisili dan melakukan interaksi sosial.

Pembanguan dan perbaikan fasilitas pendidikan disekolah atau infrastruktur


sekolah juga perlu dibenahi dengan sedemikian rupa karena ini menjadi bagian dari
perubahan wajah sekolah yang baik dan bermutu. Sekolah adalah bui yang membuat
para siswa tidak mandiri dan menunjukan eksistensinya sebagai manusia otonom yang
dapat mengatur dirinya. Paulo Freire menghendaki sekolah betul-betul hadir sebagai
rumah yang damai dan mendamaikan.

Reorientasi Kurikulum

Paulo Freire memiliki kehendak sangat kuat untuk melakukan reorientasi


kurikulum secara masif tidak setengan-setengah, sebagaimana yang terjadi di
Indonesia. Salah satu progaram penting yang dilakukan adalah program
pengembangan pendidikan secara permanen karena dalam pandangan Paulo Freire
sesuatu yang penting terkait hal tersebut adalah para pendidik membutuhkan sebuah
praktik pendidikan politik yang serius dan kompeten. Bagi Paulo Freire dengan
melakukan program pelatiahan pendidik hal ini mampu melahirkan para pendidik
yang profesional. Pendidik-pendidik telah bersenyawa dengan harapan dan cita cita
sekolah sebagai media mempelajari hidup dan kehidupan. Paulo Freire ingin
menggeser paradigma kurikulum yang terlalu sentral.

Dengan kata lain desentralisaisi kurikulum adalah suatu hal yang penting
untuk dikerjakan sedemikian rupa karena kurikulum yang benar harus mencerminkan
segala persoalan dan kebutuhan yang di butuhkan sekolah terkait. Reorientasi
kurikulum yang bermuara akhir pada desentralisasi kurikulum merupakan wajah
pendidikan yang sangat populis karena sudah dekat dengan anak didiknya.

Pendidikan yang Membebaskan

Memberikan kepedulian dan perhatian sangat tinggi terhadap pendidikan


wajib ditopang dengan keseriusan untuk mau dan berkehendak mendidik anak didik.
Tanggung jawab pendidik baik sebagai inspirator, korektor, informator, organisator,
motivator, mediator, fasilitator, pembimbing, pengelola, supervisor, inisator dan

13
evaluator harus bisa dijalankan secara profesional dan optiamal.14 Paulo Freire
berpendapat bahwa menjadi seorang pendidik harus menjadi orang yang
berpandangan progresif jangan berpandangan konservatif. Anak-anak didik adalah
mahluk yang memiliki nasib dan masa depan pendidikan masing-masing sehingga
peran seorang pendidik dalam pendidikan adalah mengarahkan mereka sesuai dengan
potensi dan bakat yang dimilikinya.

Ada beberapa ciri mendasar yang dimiliki pendidik yang membebaskan


menurut Paulo Freire. Pertama, ia terbuka terhadap segala kritikan dari pihak
eksternal selam itu baik bagi perbaikan dan pembangunan pendidikan yang lebih
dinamis dan konstruktif menuju pendidikan yang membebaskan. Kedua, seoarng
pendidik pun harus merasa tidak cukup dengan ilmu yang didapatnya sehingga secara
terus menerus memiliki keinginan dan kehendak untuk terus belajar tiada henti.
Ketiga, seorang pendidik tidak merasa menganggap dirinya paling pintar diantara
murid-murid nya sehingga selalu menganggap bahwa murid-muridnya juga guru yang
bisa memberikan pengetahuan untuk diserap oleh pendidik.

Konsientisasi; Muara Akhir Pendidikan Paulo Freire

Hakekat utama yang di perjuangkan Paulo Freire dalam pendidikan adalah


membangkitkan kesadaran kritis sebagai prasyarat proses humanisaasi atau
memanusiakan manusia. Kunci pokok nya adalah konsientisasi atau pembangkitan
kesadaran kritis. Pendidikan sebagai alat dari sistem masyarakat justru di jadikan
pelenggang dehumanisasi dengan sedemikian rupa melalui pembodohan atau
penutupan informasi mengenai kehidupan mereka dalam realitas sosil tertentu.15

Pendidikan bagi Paulo Freire adalah pembebasan manusia dari ketertutupan


menuju keterbukaan dari ketertiduran menuju keterbangunan dalam melihat realitas
sosial yang ada, dari pesifisme menuju optimisme membangun nasib pendidikan
yang mencerahkan. Realitas sosial yang sempit dan kerdil adalah keadaan masyarakat
yang secara sewenang-wenang telah direkayasa dengan sedemikian rupa guna
menghilangkan proses ketidak adilan yang sedang terjadi dalam masyarakat.
Pendidikan merupakan media paling ampuh agar masyarakat dapat berpandangan
hidup kritis dan terbuka.

14 Benny Susetyo, politik pendidikan penguasa, (Yogyakarta: Lkis 2005) hlm. 148
15 Paulo Freire, education for critical consciousnees, (New York: Continum, 1981)
Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara lahir diYogyakarta 18 Mei 1889 sebagai putra dari KPH
Suryaningrat dan cucu dari Pakualaman II. Nama aslinya adalah RM Suwardi
Suryaningrat. Diusia 39 tahun ia berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Dialah
pendiri Perguruan Tinggi Nasional Taman Siswa yang berada di yogyakarta, didirikan
pada tanggal 3 Juli 1992. Tahun 1944 Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi
Naimubu Bunkyoku Sanjo (Kepala Budaya). Pasca kemerdekaan ia di angkat menjadi
Menteri PPK, Anggota dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung, anggota
parlemen, dan mendapat gelar Doktor Honoris Causa (Doktor Kehormatan) dalam
Ilmu Kebudayaan Universitas Gadjah Mada tanggal 19 Desember 1956. Ki Hadjar
Dewantara meninggal di Yogyakarta tanggal 26 april 1959.

Cita-Cita Ki Hadjar Dewantara

Dalam pendapat Ki Hadjar Dewantara pendidikan bagi setiap anak-anak


bangsa di negiri ini memiliki arti dan makna mendalam sebagai pemelihara dan
pengembang benih-benih persatuan dan kesatuan bangsa yang telah dirintis oleh
pendahulu bangsa Indonesia. Pendidikan merupakan tonggak berdirinya sebuah
bangsa yang besar, bermartabat, berdaulat dan berharkat. Ki Hadjar Dewantara
mengganggap bahwa pendidikan kolonial itu tidak dapat menghadirkan perikehidupan
bersama sehingga kita dibuat selalu berganatung kepada kaum penjajah. Kita menjadi
bangsa yang lembek, dependen dan penakut, untuk melakukan perlawanan terhadap
perlakuan sewenang-wenang dari pihak lain. Pendidikan nasional merupakan sistem
pendidikan baru yang berdasrkan atas kebudayaan bangsa sendiri, mengutamakan
kepentingan masyarakat, bukan mengambil kebudayaan dan perilaku hidup asing
yang kemudian dimasukkan dalam sistem pendidikan nasional. Dalam konteks sistem
pendidikan nasional, intelektualisme harus dijauhi dan kemudian mempraktekan
sistem mengajar yang menanamkan sitem among yang menyokong kodrat alam anak
didik bukan dengan perintah dan paksaan tetapi dengan tuntutan agar berkembang
hidup lahir dan batin anak menurut kodrat nya secara subur dan selamat. Sistem
among mengemukakan dua prinsip :

Kemerdekaan merupakan prasyarat untuk menghidupkan dan menggerakan


kekuatan lahir dan batin sehingga bisa hidup merdeka, tidak berada dalam kekuasaan

15
golongan apapun. Kemerdekaan ini di interelasasikan dengan sedemikian rupa dalam
kehidupan praksis anak didik sehingga mereka merasa sudah berada dalam
kehidupannya. Bukan kehidupan yang lain yang di upayakan masuk dalam kehidupan
nya.

Kodrat alam adlaah syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan
secepat cepat nya dan sebaik baik nya. Kodrat alam tersebut adalah bahwa alam yang
selama ini ada harus dijaga sedemikian baik, jangan dirusak karena alam menjadi
modal pendidikan anak didik agar bertanggung jawab melestarikan dan
memajukannya.

Panca Darma

Ada hal cukup menarik yang digagas Ki Hadjar Dewantara terkait Taman
Siswa sebagai bagian dari perjuangan pendidikan di Indonesia, yaitu panca darma.
Ada lima point dalam panca darma tersebut. Lima point tersebut disusun tahun 1947
yang kemudian dikenal dengan nama asas-asas 1922, ber isi :

Asas Kemerdekaan

Asas ini diartikan bahwa disiplin pada diri sendiri atas dasar nilai hidup yang
tinggi baik sebagai hidup individu, baik sebagai masyarakat. Oleh karena nya
pemaknaan kemerdekaan dalam konteks tersebut adalah bagaimana sebuah bangsa
atau masyarakat memiliki disiplin yang kuat terhadap bangsa sendiri yang harus di
perjuangkan, bukan memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompok

Asas Kodrat Alam

Asas ini dimaknai bahwa hakikat nya manusia itu sebagai mahluk adalah satu
dengan kodrat alam ini. Manusia tidak bisa lepas dari kehendaknya tetapi mengalami
kebahagian andaikan bisa dan mampu menyatukan diri dengan kodrat alam yang
mengandung kemajuan.

Asas Kebudayaan

Sebagai bangsa yang beradab dan berdaulat maka bangsa Indonesia harus
hadir dengan budayanya. Segala hal apapun yang akan dikerjakan demi kemajuan
bangsa kedepan harus berakar dari nilai-nilai budaya sendiri.

Asas Kebangsaan

Seluruh elemen bangsa yang berbeda budaya ras adat istiadat dan bahasa harus
satu perjuangan dibawah naungan negara kesatuan Republik Indonesia.

Asas Kemanusian

Asas ini di artikan bahwa darma tiap-tiap manusia itu adalah mewujudkan
kemanusian yang terlihat pada kesucian hatinya dan adanya rasa cinta kasih sayang
terhadap sesama manusia dan terhadap mahluk Tuhan seluruhnya.

Muatan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Melepaskan jeratan hegemoni asing dalam dunia pendidikan Indonesia adalah


sebuah keniscayaan yang harus di gelar karena jika tidak, budaya bangsa akan
tercabut dan menjadi hilang dari kehidupan anak bangsa. Isi rencana pelajaran taman
siswa menunjukan sifat kultural nasional. Tiap-tiap mata pelajaran di berikan sebagai
bagian dari peradaban bangsa ketika bangsa Indonesia melakukan dialog dengan
bangs-bangsa lain, termasuk cara bangsa ini mempertahan kan identitas sendiri
sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya.

Menurut Ki Hadjar Dewantara kesenian kebangsaan dapat diajarkan dalam


kelas atas, kelas umum, dan perlu menghaluskan kesusilaan dan meneguhkan
semangat kebangsaan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa
pengantar selayak nya dapat dijadikan sebagai pelajaran wajib disekolah-sekolah,
disamping juga bahasa daerah. Disamping kedua bahasa tersebut bahasa asing juga
perlu di ajarkan guna membekali anak didik yang ingin melanjutkan pendidikan
keluar negeri dan untuk menjalin hubungan dengan dunia luar. Ki Hadjar Dewantara
menyatakan hendaknya bahasa asing diajarkan pada sekolah yang mempelajari bahasa
asing, jangan di campur adukan antara bahasa nasional, bahsa daerah dan bahasa
asing karena ini bila terjadi maka para anak didik akan sok ke inggris-inggrisan. Dan
bila ini terjadi mereka pun secara tidak sadar akan menghilangkan bahasa sendiri.

Dalam pendidikan di taman siswa tidak hanya mempelajari pelajaran

17
kecerdasan akan tetapi lebih dipentingkan penjagaan dan latihan kesusilaan dan juga
pendidikan kebudayaan yang bersifat kebangsaan. Para anak didik pun belajar
berbagai kesenian ada yang melukis, mempelajari musik, menari, ada yang menabuh
gamelan sesuai pembawaan masing-masing. Masih menurut Ki Hadjar Dewantara
tanggung jawab pendidik sangatlah besar peranan nya dalam konteks demikian guna
menanamkan nilai-nilai kecintaan terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Para
pendidik memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik anak didik agar mampu
menjiwai kehidupan bangsa.

Trilogi Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.16

Ttrilogi pendidikan yang dimaksud Ki Hadjar Dewantara adalah bagaimana


peran keluarga, sekolah, dan masyarakat secara umum menjadi motor pembentukan
karakter dan mentalitas anak. Namun yang menjadi pertanyaan adalah dari tiga
kelompok tersebut, siapakah yang memilki peran besar dalam pembentukan karakter
anak? Yang jelas tiga kelompok tersebut sama-sama bertanggung jawab dengan pola
tanggung jawab yang berbeda.

Tutwuri Handayani

Ajaran kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara yang populer dikalangan


masyarakat adalah Ing Ngarso Sun Tulodho, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri
Handayani. Secara tegas dalam pengertian tersebut seorang pemimpin harus memiliki
ketiga sifat tersebut agar dapat menjadi panutan bagi anak buah nya atau bawahan.
Ing ngarso sun tulodho memiliki arti sebagai berikut : ing ngarso itu berarti di depan
atau dimuka, sun berasal dari kata ingsun yang berarti saya tulodo berarti teladan. Jadi
makna ing ngarso sun tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu
memberikan suri tauladan bagi bawahan atau anak buah nya. Makna dari ing madya
mbangun karsa adalah seorang pemimpin ditengah kesibukan nya harus juga mampu
membangkitkan atau menggugah semangat kerja bawahan nya. Sedangkan tut wuri
16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 Ayat (1)
handayani artinya seorang pemimpin harus memberikan dorongan moral dan
semangat kerja dari belakang. Jadi secara tersirat Ing Ngarso Sun Tulodho, Ing
Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani berarti seorang figur pemimpin yang
baik adalah yang tidak hanya dapat menjadi suri tauladan atau panutan bagi bawahan
akan tetapi juga harus mampu menggugah semangat dan memberikan dorongan moral
dari belakang agar bawahan dapat melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya
secara tulus dan bukan paksaan atau karena mendapat tekanan, atau ancaman tertentu
dari atasan.

Hal tersebut sama halnya ketika konsep tersebut dimasukan dalam dunia
pendidikan sebagai mana yang dimaksud KI Hadjar Dewantara . Semboyan dalam
pendidikan yang beliau pakai adalah Tut Wuri Handayani. Semboyan ini berasal dari
ungkapan aslinya yakni Ing Ngarso Sun Tulodho, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut
Wuri Handayani. Namun ungkapan tutwuri handayani saja yang banyak dikenal
masyarakat umum. Arti semboyan ini secara lengkap dalam konsep pendidikan adalah
tutwuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan
arahan). ing madya mangun karsa (di tengah atau diantara murid murid guru harus
menciptakan prakarsa dan ide) dan ing ngarsa sun tulada (didepan seorang pendidik
harus memberikan teladan atau contoh tindakan baik). Baik buruknya perilaku
seorang anak didik bergantung pada bagaimana seorang pendidik memberikan
pelajaran dan pengajaran dalam melakukan interaksi sosial baik dalam kelas,
disekolah, maupun masyarakat serta keluarganya.

19
BAB IV
UPAYA PENYELAMATAN PENDIDIKAN

Carut marut dunia pendidikan yang telah membawa rusak nya sistem
pendidikan di negara ini, ditambah lagi oleh kian membesarnya perdagangan
pendidikan demi kepentingan segelintir orang sehingga mengorbankan masyarakat
secara lebih luas, merupakan sebuah malapetaka bangsa. Dengan kata lain hak
seorang miskin untuk mendapatkan pendidkan murah dan layak pun menjadi isapan
jempol belaka. Ini belum lagi berbicara tentang keseriusan pemerintah untuk
bertabggung jawab terhadap pendidikan di negiri ini. Pasar menentukan siapa yang
layak dan berhak mendapatkan pendidikan. Ketimpangan dalam dunia pendidikan
semakin runyam, bermasalah, dan rumit ketika di tumpuki oleh banyak persoalan
pendidikan lain nya. Sebut saja, penyelenggara pendidikan dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi tidak memilki profesionalisme tinggi. Pendidik selalu kaku dan
kontekstual dalam menyampaikan materi pelajaran dalam kelas sehingga pendidikan
dalam kelas pun selayaknya pendidikan dalam dunia militer.

Perbaikan konsep pendidikan dan politik pendidikan yang berorientasi pada


anggaran pendidikan pun menjadi satu tanggung jawab yang tidak dapat ditinggalkan
maupun diabaikan karena perbaikan ini menyangkut masa depan bangsa dan arah
bangsa mendatang. Perbaikan pendidikan selayak nya tetap berlandaskan pada UUD
1945 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi “ pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dengan undang undang dan pasal 4 yang ber bunyi negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekuran-kurang nya 20% dari anggaran pendapatan belanja
negara dan daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaran pendidikan nasional.17

Menata Ulang Konsep Pendidikan

Menjadi kepastian apabila pendidikan harus memiliki visi misi yang jelas
kearah mana pendidikan Indonesia harus dibawa dengan sedemikian reformatif dan
transformatif demi kepentingan masa depan bangsa. Pendidikan pun jangan di susupi
oleh kepentingan-kepentingan politis sektoral tertentu yang akan merugikan bangsa
17 Lihat ketetapan MPR RI no IV/MPR/1999/UUD 1945, Amandemen I, II, III, IV (Surabaya: Apollo
tt) hlm. 55
secara keseluruhan. Pendidikan harus diletakkan sebagai konsep dasar pembebasan
bangsa ini dari jeratan berbagai persoalan yang tidak pernah berkesudahan sampai
hari ini. Dr. Abd Rachaman Assegaf M.A berpendapat bahwa pendidikan harus di
letakkan sebagai modal meyiapkan individu yang memiliki kecakapan dan
kemampuan sehingga persiapan ini kemudian dapat melahirkan penguatan bagi arah
pembangunan bangsa kedepan.18

Pendidikan memang bukan hanya bertujuan menghasilkan manusia yang


cerdas, pintar dan terddidik, tetapi lebih penting, pendidikan mampu menciptakan
manusia yan pintar, terdidik dan berbudaya(educated civilized human being).19
Menata ulang konsep pendidiakn yang tepat perlu dimaksimalkan dan di optimalkan
terlebih dahulu. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, harus
mewujudakan pendidikan demokratis disetiap penyelenggaran pendidikan. Kedua,
pendidikan harus menghargai segala budaya yang dimiliki oleh manusia dan bangsa
tempat manusia itu tinggal. Ketiga adalah konvergensi yang digagas oleh Willam
Stren yang menyatakan bahwa perpaduan empirisme dan nativisme adalah sangat
penting dalam perkembangan pendidikan anak dan masyarakat dari sebuah bangsa
tertentu.
Menurut apa yang dijelaskan Abdul Munir Mulkhan bahwa konsep pendidikan
dasar masih berkisar pada persoalan faktor apa yang paling signifikan bagi
tumbuhnya kepribadian ideal diantara kondisi asli yang dibawa anak sejak lahir dan
tempat lingkungan ia tumbuh menjadi manusia dewasa.
Pendidikan harus menjadi tempat bagi anak didik untuk belajar dan
mempelajari arti hidup sesungguhnya, bukan hanya membaca buku diatas kertas saja,
namun buta akan realitas sosial yang terjadi dilingkungan masyarakatnya. Oleh
karena pendidikan selalu menggambarkan banyak hal yang sebelumnya tidak
diketahui oleh anak didik. Pendidikan meruapakan informasi seputar roda kehidupan
yang akan berjalan,sedang berjalan, dan telah berjalan. Dengan demikian anak didik
pun dapat mengambil pelajaran berharga dan bermakna yang sangat besar.

Meletakkan Kembali Pilar Pendidikan Humanis


18 Dr. Abd Rachman Assegaf M.A Kata Pengantar Dalam Pendidikan Transformatif
Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan Di Tengah Pusaran Globalisasi, Mustafa Rembangy,
(yogyakarta: teras 2008), hlm. xxvi
19 H.A.R Tilar, Pendidikan Baru Pendidikan Indonesia, (jakarta : rineka cipta, 2000), hlm. 56

21
Manusia adalah makhluk otonom yang memiliki kehendak kemauan
keinginan. Oleh karena itu manusia tidak dapat dipaksakan untuk mengikuti kehendak
dari pihak luar agar megikutinya karena ini bertentangan dengan hak otonom manusia
itu sebagai mahluk yang bebas dari segala bentuk pengekangan diri. Dalam konteks
ini, istilah pemebelajaran lebih tepat daripada istilah pengajaran. Pembelajaran lebih
demokratis dan menghargai perbedaan setiap anak didik. Hal tersebut sangat berbeda
dengan pengajaran yang biasanya lebih didominasi oleh ceramah-ceramah seorang
pendidik kepada anak didik nya.

M. Sastrapratedja mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadikan


pendidikan itu berwawasan kemanusiaan dengan menggunakan istilah pemberdayaan
(empowerment) yang dia gunakan dalam tulisan nya. Dari istilah empowerment,
power dapat diartikan sebagai daya untuk berbuat, power too, kekuatan bersama
power with kekuatan dari dalam. Manusia yang beradab itu mengacu pada hasil yang
diperoleh dari dirinya sendiri sebagai bagian dari proses berpendidikan yang
dilakukan selama menuntut penddidikan. Sedangkan manusia yang diberadabkan
adalah anak didik harus mendapat apresiasi dan penghormatan yang layak dari
pendidik maupun lingkungan sekitar.

Perbaikan masyarakat tidak dapat dilakukan dengan cara menjejelkan suatu


progaram pembaharuan sosial tertentu ke kerongkongan nya, lewat sekolah atau lewat
saluran lain. Perbaikan masyarakat di lakukan melalui perbaikan individu yang
membentuk masyarakat. Dengan begitu manusia secara alamiah bebas dan secara
alamiah pula manusia memiliki sifat sosial. Moral yang baik serta kebebasan
intelektual dibutuhkan demi pengembangan hakikat manusia seutuhnya. Sedangkan
pendidikan etika merujuk pada pengembangan moralitas manusia dan pendidikan
estetika lebih menekan kan pada kebenaran dan kebaikan.

Politik Pendidikan yang Memberdayakan

Secara tegas politik pendidikan yang memberdayakan itu berhubungan dengan


pola perpolitikan dalam jagat pendidikan yang dilakukan pemerintah selaku eksekutor
kebijakan pendidikan. Apakah pemerintah serius atau tidak, apakah pendidikan
menjadi alat kekuasaan atau kah demi mencerdaskan anak-anak bangsa. Dalam politik
pendidikan yang memberdayakan adalah pemerintah berada dalam keberpihakan
terhadap bangsa untuk menggarap pendidikan yang seharusnya secara tegas. Agar
politik pendidikan yang memberdayakan itu dapat dijalankan dengan maksimal dan
optimal oleh pemerintah, ada bebrapa hal yang harus diperhatikan :

Kesadaran politik para pejabat pemerintahan agar menghargai aspirasi


masyarakat.
Komunikasi politik yang sehat antar pemerintah dan masyarakat harus
diintensifkan
Menampung persoalan pendidikan dari masyarakat
Menumbuhkan kesadaran sikap pamong praja dari para pejabat pemerintah
Menciptakan pola pikir yang positif dan konstruktif, baik dari pemerintah
maupun masyarakat
Tidak menjadikan lahan pendidikan sebagai bisnis untung rugi baik oleh
pemerintah maupun instansi pendidikan(penyelenggara pendidikan)

Kurikulum yang Mencerdaskan

Amanat UU sisdiknas No 20 tahun 2003 bab X mengenai kurikulum pasal 36


ayat (1) yang berbunyi “ Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2)
Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3)
Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

a. peningkatan iman dan takwa;


b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud

23
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.”
Pertanyaan nya adalah kurikulum seperti apa yang tepat unuk dilakukan? Kurikulum
yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku seragam menuju kurikulum
filosofis yang lebih sesuai dengan tujuan misi dan fungsi setiap jenjang
pendidikan dan unit pendidikan.
b. Teori kurikulum tentang konten harus digeser menuju pada pengertian yang
mencakup nilai moral prosedur proses, dan ketrampilan yang dimiliki anak
didik.
c. Menempatkan anak didik sebagai mahluk sosial , budaya, politik, dan hidup
sebagai anggota aktif masyarakat, bangsa dan dunia.
d. Prose belajar yang dikembangkan untuk anak didik harus berdasarkan proses
yang mempunyai tingkat isomorfisme tinggi dengan kenyataan sosial.
e. evaluasi yang digunakan harus mencakup seluruh aspek kemampuan dan
kepribadian siswa dan sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.
3. Praksis Pendidikan yang Dialogis
Dialog yang muncul sebagai buah dari pemikiran kritis adalah bentuk
cerminan atas realitas. Oleh karean itu hanya dialaog yang diterapkan itu saja yang
kemudian akan melahirkan pemikiran kritis dan menyebabkan terbangun nya
komunikasi antara komunikan dan komunikator. Intinya dialog menjadi ruh dari
sebuah proses pendidikan apabila ini ditunjukan untuk membuktikan bahwa
pendidikan betul-betul dijalankan dengan sedemikian interaktif dan komunikatif.
Tidak terjadi ketersumbatan jalan menuju proses dialog sesama. Mengutip pendapat
Jurgen Hebermas praksis pendidikan yang dialogis akan dapat tercapai apabila
mengikuti paradigma yang disebut rasionalitas komunikatif :
Kebebasan untuk terlibat dalam sebuah wacana, memeriksa klaim-klaim yang
patut di persoalkan, mengevaluasi keterangan, menyelidiki kehendak politik dan
menggunakan proses pembicaraan.
Orientasi pada saling memahami antara para partisipan dalam wacana dan
menghormati hak-hak merka.
Keinginan untuk memperbincangkan suatu kesepakatan yang didasarkan kepada
argumen semata, bukan kekuatan yang dimiliki partisipan
Keteatan pada setiap klaim validitas proses pembelajaran tentang kebenaran ,
legitimasi, ketulusan dan pemahaman
Oleh karena nya apabila ditarik dalam konteks praksis pendidikan yang
dialogis maka rasionalitas komunikatif Habermas menuntut perlunya mengontrol
birokrasi dan meningkatkan proses komunikasi serta berwacana.

C. Reorientasi Tujuan Pendidikan Nasioanal

1. Bangsa Berkualitas

Diakui maupun tidak tolak ukur bangsa berkualitas dipandang dari sejauh
mana pendidikan mampu melahirkan manusia-manusia yang handal. Bangsa ini akan
menjadi berkualitas apabila manusianya juga berkualitas. Ini tidak dapat dipungkiri
dan harus diakui secara bersama. Oleh karena itu Indonesia sabagai bangsa yang ingin
menuju pada bangsa yang berkualitas harus mampu melakukan peningkatan kualitas.

sejarah perjalan bangsa Indonesia dalam dunia pembangunan kualitas manusia


yang selalu terpuruk dan tidak mampu melahirkan manusia yang handal harus
dijadikan koreksi diri atas banyak nya kegagalan yang telah dilakukan bangsa ini
dalam peningkatan kualitas sumebr daya manusia yang handal dan cakap di berbagai
bidang disiplin.

Pendidkan di Indonesia dimasa kini dan masa mendatang harus selalu


memperbaharui diri dan menjadi berkualitas, tidak boleh asal-asalan disemua segi.
Sekolah Indonesia harus memiliki citra sebagaimana citra yang dimiliki oleh
pendidikan atau sekolah antarbangsa. Sistem pendidikan yang dikembangkan pada
umunya selalu mengarah kepada penguasaan kemampuan tertentu yang dipersiapkan
untuk menjadi pegawai yang setia dan patuh bukan pengembangan kecerdasan,
kepekaan, dan kesadaran sebagai seorang enterpreneur.

2. Bangsa Mandiri
Pendidkan dimasa mendatang perlu menyingkronkan antara teori dan
aktualisasi didunia kerja agar sistem pendidikan nasional memilki jiwa kemandirian,
inovatif, kreativ di dunia internasioanl berdasarkan pada teori kasualitas yang
memiliki titik tekan pada penguatan karakter kemandirian. Oleh karena itu,
pendidikan karakter mandiri perlu dibangun dinegeri ini melalui pendidikan secara

25
serius agar para anak didik memiliki orientasi bertindak dalam menata kehidupan nya.
Tidak selalu mengalami dependensi terhadap negara asing.
Dengan pendidikan sedemikian, maka negeri ini akan mampu berdiri diatas
kaki sendiri dalam memegang sikap kemandirian nya. Bapak pendidikan Indonesia
yakni KI Hadjar Dewantara memberikan contoh berkarakter mandiri dengan bersikap
atas dasar kemandirian yang berlandaskan salah satunya pada jiwa keagamaan.

Bangsa beradab

Pendidikan memilki peran penting dan strategis dalam menjadikan sebuah


bangsa yang beradab. Bangsa yang beradab adalah bangsa yang ketika dihuni oleh
pelbagai ragam ras, agama, suku dan budaya mampu hidup berdampingan. Mereka
hidup damai tidak ada ketegangan yang justru dapat memecahkan persaudaraan.
Terkait dengan kondisi bangsa Indonesia yang pluralis dengan beragam suku agama
ras dan sebagainya maka sudah seharusnya pendidikan menjadi gerbang utama dan
terkhir untuk menyelamatkan manusia Indonesia dari pertengkaran, perkelahian,
konflik dan sebagainya. Selanjutnya menumbuhkan semangat saling menghormati
antar kelompok dengan kelompok lain pun perlu mandapatkan praksis ketat. Ada
beberapa orientasi pendidikan nasional dalam membangun bangsa yang beradab.

1) Membangun nilai-nilai toleransi antara sesama, baik dalam satu golongan


maupun yang berbeda golongan selama itu memiliki tujuan yang sama demi
tujuan pendidikan nasional.
2) Meneguhkan sikap menjunjung tinggi perbedaan yang ada sebagai bagian
dari bangsa yang berbinika tunggal ika.
3) memperkuat nilai-nilai solidaritas sebagai bangsa yang majemuk.
4) Membuka sikap hidup untuk rukun diantara golongan yang berbeda tersebut
sebagai bagian dari tujuan bangsa yang beradab.
5) Menyadari atas kelemahan dan kekuatan pada setiap kelompok yang
berbeda
6) memberiakan maaf terhadap kesalahan yang dilakukan oleh satu kelompok
terhadap kelompok lain, diminta maupun tidak diminta.
Bangsa Berdaya Saing Tinggi

Untuk menjadikan bangsa ini agar menjadi bangsa yang berdaya saing tinggi
dapat dilakukan dengan mencoba menggali potensi yang dimiliki oleh bangsa ini.
Salah satu upaya untuk menggali potensi yang dimiliki oleh bangsa ini dengan jalan
pendidikan. Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyatakan bahwa agar
mengembangkan kemampuan agar berdaya saing tinggi sehingga bangsa Indonesia
dapat unggul dengan sikap yang produktif dan inovatif, maka pendidikan menjadi
tumpuan harapan. Ada beberapa hal agar bangsa ini berdaya saing tinggi :

Ciptakan pendidikan yang menekankan pada kemampuan dan inovasi diri


sehingga dapat membangkitkan etos kerja yang tinggi, selalu melahirkan
gagasan besar dan bermanfaat untuk bangsa dan negara.
Bangkitkan semangat untuk menata pendidikan yang lebih serius. Kita jangan
terus menerus menjadi bangsa yang terbelakang, terpinggirkan dan terbuang
karena kesalahan demi kesalahan yang selalu di ulang-ulang. Semoga kita
semua mau belajar dari kegagalan demi kegagalan yang telah dialami sebelum
nya.

MERDEKA BANGSA KU, MAJU BANGSA KU !!!

27

You might also like