You are on page 1of 13

2010

Masyarakat Madani
Civil Society

Anggota Kelompok :
1. Angger Kwarazmi Khamaisya
( 02 )
2. Arizal Bondan Sawega ( 03 )
3. Erdina Hana Jelita ( 09 )
4. Fandy Ahmad ( 11 )
5. Fedra Helmi Pamungkas B.
( 12 )
6. M. Iqbal Mahardika ( 15 )
7. Naufan Azka Habibullah
( 18 )
8. Viola Rachma Safitri ( 28 )
A. PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI
Masyarakat madani atau civil society secara umum bisa diartikan sebagai suatu
masyarakat atau institusi sosial yang memiliki ciri - ciri antara lain : kemandirian, toleransi,
keswadayaan, kerelaan menolong satu samalain, dan menjunjung tinggi norma dan etika
yang disepakati secara bersama - sama (Din Syamsudin, 1998 : 12). Sebenarnya
masyarakat madani secara substansial sudah ada sejak zaman Aristoteles, yakni suatu
masyarakat yang dipimpin dan tunduk pada hukum. Penguasa, rakyat dan siapapun harus
taat dan patuh pada hukum yang telah dibuat secara bersama-sama. Bagi Aristoteles,
siapapun bisa memimpin negara secara bergiliran dengan syarat ia bisa berbuat adil. Dan
keadilan baru bisa ditegakkan apabila setiap tindakan didasarkan pada hukum. Jadi hukum
merupakan ikatan moral yang bisa membimbing manusia agar senantiasa berbuat adil.
Dalam mendefinisikan teRma masyarakat madani ini sangat tergantung pada kondisi sosio
- kultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan
bangunan terma yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat. Sebagai titik tolak,
disini akan dikemukakan beberapa definisi masyarakat dari berbagai pakar di berbagai
negara yang menganalisa dan mengkaji fenomena masyarakat madani ini(Tim ICCE, 2003):
1. Menurut Zbigniew Rau, masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang
berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan
perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-
nilai yang mereka yakini. Ruang ini timbul di antara hubungan-hubungan yang
merupakan hasil komitmen keluarga dan hubungan-hubungan yang menyangkut
kewajiban mereka terhadap negara. Lebih tegasnya terdapat ruang hidup dalam
kehidupan sehari-hari serta memberikan integritas sistem nilai yang harus ada dalam
masyarakat madani, yakni individualisme,pasar dan pluralisme.
2. Menurut Han Sung-joo, masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang
melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang
terbebas dari negara, suatu ruang pablik yang mampu mengartikulasikan isu-isu
politik, gerakan warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang
secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan
solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalamnya.
3. Menurut Kim Sunhyuk, masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari

kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan


dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan-
satuan dasar dari reproduksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan
politik dalam ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan
kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan
pengelolaan yang mandiri.

Dari berbagai batasan di atas, jelas merupakan suatu analisa dari kajian
kontekstual terhadap performa yang diinginkan dalam mewujudkan masyarakat madani.
Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan penekanan dalam mensyaratkan idealisme
masyarakat madani. Akan tetapi secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik
benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok
atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan negara,
memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang
mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Menurut Rahardjo (1996) masyarakat madani identik dengan citacita Islam
membangun ummah. Masyarakat madani adalah suatu ruang (realm) partisipasi
masyarakat melalui perkumpulan-perkumpulan sukarela (voluntary association) melalui
organisai-organisasi masa. Masyarakat madani dan negara bergantung mana yang
dianggap primer dan mana yang sekunder. Sepertinya menurut pendapat tersebut, hak
berserikat merupakan prinsip dalam kehidupan bermasyarakat.
Sementara itu secara filosofis Yusuf (1998) memandang masyarakat madani
membangun kehidupan masyarakat beradab yang ditegakkan di atas akhlakul karimah,
masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis dengan landasan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, Allah SWT. Kualitas manusia bertaqwa secara essensial adalah manusia
yang memelihara hubungan dengan Allah SWT (habl min Allah) dan hubungannya dengan
sesama manusia (habl min al-nas)
Masyarakat madani jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan
sosial yang mengedepankan semangat demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak
asasi manusia. Dalam masyarakat madani, warga negara bekerjasama membangun ikatan
sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-govermental
untuk mencapai kebaikan bersama. Karena itu, tekanan sentral masyarakat madani adalah
terletak pada independensinya terhadap negara. Masyarakat madani berkeinginan
membangun hubungan yang konsultatif bukan konfrontatif antara warga negara dan
negara. Masyarakat madani juga tidak hanya bersikap dan berperilaku sebagai citizen yang
memiliki hak dan kewajiban, melainkan juga harus menghormati equal right,
memperlakukan semua warga negara sebagai pemegang hak kebebasan yang sama
(Ramlan Surbakti, 1995).
Disinilah kemudian, masyarakat madani menjadi alternatif pemecahan, dengan
pemberdayaan dan penguatan daya kontrol masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah yang pada akhirnya nanti terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu
merealisasikan dan mampu menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai
hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani dipercaya sebagai alternatif paling tepat bagi
demokratisasi, terutama di negara yang demokrasinya mengalami ganjalan akibat kuatnya
hegemoni negara. Tidak hanya itu, masyarakat madani kemudian juga dipakai sebagai cara
pandang untuk memahami universalitas fenomena demokrasi di berbagai negara.

B. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI

Karakteristik ini yang merupakan prasyarat untuk merealisasikan wacana


masyarakat madani tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dan merupakan satu kesatuan
yang terintegral dan menjadi dasar serta nilai bagi masyarakat. Karakteristik menurut
Arendt dan Habermas, antara lain:

1. Free Public Sphere, adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya
yang setara mampu melakukan transaksi - transaksi wacana dan praksis politik
tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk
mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan
masyarakat, maka free publiksphere menjadi salah satu bagian yang harus
diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya ruang publik yang bebas dalam
tatanan masyarakat madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman
kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan
kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.

2. Demokratis, merupakan suatu identitas yang menjadi penegak yang menjadi


penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani kehidupan warga
negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya,
termasuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

3. Toleran, merupakan sikap yang dikembangankan dalam masyarakat madani untuk


menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan
oleh orang lain.

4. Pluralisme, adalah pertalian sejati kebhenikaan dalam ikatan - ikatan keadaban.


Bahkan pluralisme adalah suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara
lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan,

5. Keadilan Sosial, dimaksudkan adanya keseimbangan dan pembagian yang


proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup
seluruh aspek kehidupan.

C. PROGRAM REKONSTRUKSI MASYARAKAT MADANI

Aksi yang dapat dilakukan untuk rekonstruksi pengembangan masyarakat madani


di Indonesia dalam rangka menjadikan sebagai salah satu landasan bagi proses
demokratisasi. Aksi tersebut tentunya disesuaikan dengan kondisi dan keperluan kongkrit
serta kemampuan yang dimiliki oleh para pelaksana. Dalam konteks demokratisasi
diIndonesia, program rekonstruksi pengembangan masyarakat madani dapat dimulai,
misalnya dengan mempetakan secara jelas dan kritis kelompok - kelompok strategis dalam
masyarakat madani yang dapat diandalkan sebagai aktor - aktor utama di dalamnya.
Dalam hal ini bisa dilakukan penelitian mengenai elemen - elemen kelas menengah yang
memiliki potensi dan yang masih menghadapi kendala - kendala struktural maupun
kultural untuk tampil sebagai aktor masyarakat madani.
Dengan pemetaaan seperti itu akan menjadi jelas kekuatan dan kelemahan, baik
secara kualitatif dan kuantitatif, masyarakat madani di Indonesia. Seterusnya akan bisa
dilakukan proses pengembangan baikdari dalam maupun dari luar, termasuk strategi
penciptaan linkege antara elemen - elemen masyarakat madani tersebut. Di satu pihak LSM
merupakan organisasi sosial yang muncul dari bawah dan berada di luar lingkup negara,
tetapi di pihak LSM di Indonesia di kontrol oleh negara. Selanjutnya, sejauh mana LSM -
LSM di Indonesia mampu melakukan refleksi diri sehingga ia tidak menjadi bagian dari
aparat hegemoni negara. Pertanyaan yang sama dapat diajukan kepada berbagai ormas
yang sebenarnya mempunyai potensi pengembangan masyarakat tetapi masih mengalami
berbagai kendala untuk berkembang, dan bahkan sebagaian cenderung memperlemahnya.

Sembari membuat pemetahan tersebut maka bisa dilakukan juga penciptakan


program - program aksi yang ditujukan bukan saja untuk meningkatkan kemampuan dan
kemandirian aktor - aktor tersebut, tetapi juga merumuskan platform bersama sangat
penting untuk diciptakan dan disosialisasikan kepada masyarakat sebelum ia dapat
dipergunakan. Sayang sekali, kelompok pro-demokrasi di Indonesia tampaknya kurang
atau belum untuk melakukan perjuangan sendiri - sendiri dengan landasan pemahaman
dan visi demokrasi yang mereka yakini. Akibatnya, sifat perjuangan demokratisasi di
Indonesia menjadi bersifat sporadis dan tidak terorganisasi dan karenanya mudah untuk
dimanipulasi oleh kekuatan - kekuatan yang menentangnya, khususnya negara. Selain itu,
kaum prodemokrasi di Indonesia juga mudah sekali untuk terpancing oleh perkembangan
- perkembangan sesaat sehingga terkesan tidak memiliki endurance yang tinggi serta
hanya bersifat hangat - hangat tahi ayam.

Jika proses demokratisasi dilakukan melalui jalan pengembangan masyarakat,


maka tidak bisa lain kecuali harus mengikis sikap - sikap kecenderungan di atas. Untuk
menuju kearah itu, salah satu program aksi yang diperlukan adalah mensosialisasikan dan
memperkokoh gagasan dasar yang dapat diterima semua pihak dalam rangka
pengembangan sistem politik demokratis. Gagasan dasar tersebut adalah politik
kewarganegaraan aktif yang berorientasi pasa pemenuhan hak - hak azasi manusia.
Dengan adanya landasan itu, maka kendati masyarakat madani di negeri ini bersifat
pluralistik dan heterogen, akan tetapi memiliki sebuah ikatan dan orientasi perjuangan
yang sama. Dengan adanya landasan kewarganegaraan aktif dan hak - hak azasi tersebut.
Salah satu persoalan yang senantiasa muncul dalam wacana dan kiprah pengembangan
masyarakat madani, adalah bagaimana mengembangkan strategi yang paling tepat.
Persoalan ini sangat layak untuk dijawab dan dikaji terus menerus sehingga akan
menghasilkan semakin banyak alternatif yang dapat dipilih. Keberadaan sebuah
masyarakat madani di dalam masyarakat modern tentu tidak lepas dari hadirnya
komponen - komponen struktural dan kultural yang inheren didalamnya.

Komponen struktural termasuk terbentuknya negara yang berdaulat,


berkembangannya ekonomi pasar, tersedianya ruang - ruang publik bebas, tumbuh
berkembangnya kelas menengah, dan keberadaan organisai - organisasi kepentingan
dalam masyarakat. Pada saat yang sama, masyarakat madani akan berkembang dan
menjadi kuat apabila komponen - komponen kultural yang melandasinya juga kuat.
Komponen tersebut adalah pengakuan terhadap HAM dan perlindungan atasnya,
khususnya hak bicara dan berorganisasi, sikap toleran antar - individu dan kelompok
dalam masyarakat, adanya tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap pranata -
pranata sosial dan politik, serta kuatnya komitmen terhadap kemandirian pribadi dan
kelompok.

Pada tataran kultural, kita sejatinya telah memiliki landasan cukup kuat.
Pengakuan atas pentingnya hak - hak dasar secara eksplisit telah termaktub dalam
konstitusi. Begitu pula dengan berbagai ajaran agama - agama yang dipeluk oleh bangsa
Indonesia dan tradisi - tradisi yang dipraktekkan dalam hal toleransi dan penghormatan
terhadap kemajemukan. Sayangnya, kita lemah di dalam mewujudkan landasan tersebut
bahkan cenderung untuk menginterpretasikannya secara keliru. Karena itu, sejak dini para
pendiri bangsa kita, telah menekankan arti penting kemandirian pribadi sehingga perlu
adanya perlindungan terhadap hak - hak dasar mereka. Kembali pada persoalan
pengembangan masyarakat madani di negara kita, maka yang perlu menjadi perhatian
adalah bagaimana kita mempetakan secara gamblang elemen - elemenmana yang harus
ditunjang, baik pada tataran struktural maupun kultural. Dengan pemetaan yang tepat
maka diharapkan dapat dibuat strategi yang relevan serta produktif. Dalam pemberdayaan
elemen struktural, kita perlu memulainya dari pemahaman akan kekuatan dan kelemahan
struktur yang mendasari proses pembangunan dan modernisasi. Pemberdayaan atas elemen
kultural berarti melakukan penemuan kembali recovery) dan penafsiran ulang
(reinterpretation) terhadap khazanah nilai - nilai dan tradisi milik kita serta melakukan
pengambilan khazanah kultural dari luar yang relevan dengan keperluan kita.

D. STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MADANI


Satu hal yang pasti adalah pemberdayaan masyarakat madani adalah sebuah
keniscayaan apabila bangsa Indonesia ini ingin bertahan dan sekaligus menjadi bangsa
yang demokratis. Adapun strategi pemberdayaan masyarakat madani di Indonesia, menurut
Dawam (1999) ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam
memberdayakan masyarakat madani di Indonesia, antara lain :

1. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik. Strategi ini
berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam
masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat.
Bagi penganut paham ini pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan
konflik, dan karena itu menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang diperlukan
adalah stabilitas politik sebagai landasan pembangunan, karena pembangunan—
lebih terbuka terhadap perekonomian global –membutuhkan resiko politik yang
minim. Dengan demikian persatuandan kesatuan bangsa lebih diutamakan dari
pada demokrasi.

2. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi. Strategi ini
berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu
rampungnya tahap pembangunan ekonomi. Sejak awal dan secara bersama - sama
diperlukan proses demokratisasi yang pada essensinya adalah memperkuat
partisipasi politik. Jika kerangka kelembagaan ini diciptakan, maka akan dengan
sendirinya timbul masyarakat madani yang mampu mengontrol negara.
3. Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat
kearah demokratisasi. Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dari
strategi pertama dan kedua. Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan
pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang
semakinluas.
Ketiga model strategi pemberdayaan masyarakat madani tersebut dipertegas oleh
Hikam bahwa di era transisi ini harus dipikirkan prioritas - prioritas pemberdayaan
dengan cara memahami target-target group yang paling strategis serta penciptaan
pendekatan - pendekatan yang tepat didalam proses tersebut. Untuk keperluan itu, maka
keterlibatan kaum cendikia, LSM, ormas dan keagamaan dan mahasiswa, mutlak adanya.

Lebih tegasnya sebagaimana tertera dalam strategi menurut Hikam (1999) dibawah ini :
1. Pemetaan atau identifikasi permasalahan dasar menyangkut perkembangan
masyarakat madani, khususnya kelompok - kelompok strategis di dalamnya harus
mendapat prioritas. Pada tahap ini diupayakan penelitian atau pengkajian yang
mendalam baik secara umum maupun khusus terhadap potensi - potensi yang ada
dalam masyarakat untuk menumbuh - kembangkan masyarakat madani.
Umpamanya pemetaan terhadap segmen - s egmen kelas menengah yang diangap
dapat menjadi basis bagi tumbuhnya masyarakat madani berikut organisasi di
dalamnya. Kajian dan penelitian semacam ini sangat penting agar kita dapat dengan
segera melakukan proses recovery dan penataan kembali setelah munculnya
kesempatan karena jatuhnya rezim otoriter.

2. Menggerakkan potensi - potensi yang telah ditemukan tersebut sesuai dengan


bidang - bidang atau garapan masing - masing. Misalnya bagaimana
menggerakkan komunitas pesantren di wilayah - wilayah pedesaan agar mereka
ikut memperkuat basis ekonomi dan sosial lapisan bawah. Dalam tahapan ini, jelas
harus terjadi reorientasi dalam model pembangunan sehingga proses penggerakan
sumber daya dilapisan bawah tidak lagi berupa eksploitasi karena pola top - down.
Justru dalam tahapan ini sekaligus diusahakan untuk menghidupkandan
mengaktifkan keswadayaan masyarakat yang selama ini terbungkam. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan parsipatoris karena. Pada tingkat kelas
menengah, tahapan kedua ini diarahkan kepada penumbuhan kembali jika
entrepreneur yang sejati sehingga akan muncul sebuah kelas menengah yang
mandiri dan tangguh. Potensi demikian sudah cukup besar dengan semakin
bertambah banyaknya generasi muda yang berpendidikan tinggi dan
berpengalaman dalam bisnis yang berlingkup global. Para profesional muda ini,
menurut pengamatan akan menjadi tulang punggung utama kelas menengah baru
yang memiliki kepedulian besar terhadap kemandirian dan pemberdayan. Hal ini
terbukti antara lain dengan munculnya kelompok solidaritas profesional muda yang
mendukung gerakan reformasi. Mereka menuntut transparansi dan kemandirian
dalam dunia bisnis di samping menunjukkan kepedulian terhadap nasib rakyat
jelata di lapisan bawah. Hal yang sama berlaku juga bagi organisasi kemasyarakatan
yang telah berjasa menjadi saluran aspirasi masyarakat selama ini, seperti organisasi
- organisasi sosial keagamaan dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Pengembangan
kelompok ini sangat penting artinya karena merekalah yang biasanya berada di
garis depan dalam membela nasib kaum tertindas. Melalui aktivitas - aktivitas
mereka, misalnya, permasalahan sosial seperti kemiskinan. Kelompok inilah yang
menyuarakan aspirasi masyarakat tertindas baik secara langsung kepada
pemerintah ataupun kepada publik secara keseluruhan. Pihak lain yang penting
untuk dilibatkan pada tahapan ini adalah media massa yang berperan sebagai
wilayah publik bebas yang menjadi tempat transaksi wacana publik. Media massa
yang tidak terkontrol secara ketat dan selalu dalam ancaman pemberangusan oleh
negara merupakan instrumen bagi proses pengembangan masyarakat madani.
Sebab disana dimungkinkan penyaluran aspirasi dan pembentukan opini mengenai
permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan - kepentingan publik, di
samping sebagai alat kontrol terhadap kekuasaan negara. Dengan tumbuhnya
media massa yang memiliki kebebasan cukup luas, maka kehidupan publik akan
senantiasa mengalami penyegaran dan masyarakat pun memiliki ruang untuk
mengutarakan aspirasinya. Tentu saja, media massa juga memerlukan pengawasan
dari publik sehingga ia tidak menjadi alat manipulasi kepentingan si pemilik, baik
bagi penyebaran gagasan - gagasan dan informasi tertentu maupun sebagai bagian
dari bisnis. Media massa yang tidak terkontrol sama sekali justru akan memiliki
kemampuan agenda setting yang sangat kuat sehinga bisa mendistorsi kehidupan
politik.

3. Dalam upaya pengembangan jangka panjang adalah mengupayakan agar seluruh


elemen masyarakat madani memiliki kapasitas kemandirian yang tinggi sehingga
secara bersamaan dapat mempertahankan kehidupan demokrasi. Dalam kaitan ini,
agaknya kita perlu merenungkan kesimpulan John Keane dalam Democracyand
Civil Society(1988) dikutip oleh Azyumardi Azra8. bahwa ;Demokrasi bukanlah
musuh bebuyutan ataupun teman kental kekuasaan negara. Demokrasi
menghendaki pemerintah untuk memerintah masyarakat sipil secara tidak
berlebihan ataupun terlalu sedikit. Sementara itu, tatanan yang lebih demokratis
tidak bisa dibangun melalui kekuasaan negara, dan juga tidak bisa diciptakan tanpa
kekuasaan negara. Masyarakat madani yang seperti ini dapatmenjadi sumber input
bagi masyarakat politik, seperti orsospol, birokrasi, dan sebagainya dalam
pengambilan setiap keputusan publik. Pada saat yang sama, political society juga
dapat melakukan rekruitmen politik dari kelompok - kelompok dalam masarakat
madani sehingga kualitas para politisi dan elite politik akan sangat tinggi.
Hubungan antara masyarakat madani dan political society, dengan demikian adalah
simbiosis mutualisme dan satu sama lain saling memperkuat bukan menegaskan.
Tentu saja diperlukan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan hubungan
semacam ini, karena situasi ini mengadaikan telah terjadinya kesinambungan
antara negara dan rakyat. Proses pengembangan masyarakat madani akan
tergantung kesuksesannya kepada sejauh mana format politik pasca reformasi
dibuat. Jika format tersebut hanya mengulangi yang lama, kendati dengan ornamen
- ornamen berbeda, maka pengembangan masyarakat madani juga hanya berupa
angan - angan belaka. Sayangnya, justru prospek inilah yang tampaknya sedang si
atas angin. Kemungkinan terjadinya pemulihan dan konsolidasi rezim lama masih
cukup besar menyusul menguatnya pemerintah transisi.
PENUTUP

Banyak faktor yang turut menentukan dalam pemberdayaan masyarakat madani,


gambaran masyarakat berdaya yang diidamkan sangat menentukan dalam perencanaan
strategis dan operasionalnya. Oleh sebab itu, seluruh sektor masyarakat —terutama
gerakan, kelompok, dan individu - individu independen yang concered dan committed
pada demokratisasi dan masyarakat madani— seyogyanya mengambil strategi yang lebih
stabil, lebih halus, bukan mengambil jalan konfrontasi langsung yang tidak mustahil akan
mengorbankan aktor - aktor masyarakat madani itu sendiri.
DAFTAR RUJUKAN

Azra Azyumardi. 2000. Menuju Masyarakat Madani (Gagasan, fakta, danTantangan). Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Din Syamsuddin, 1999, Etika Agama dalam membangun Masyarakat Madani, Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Hikam Muhammad, AS. 1999. Islam, Demokratisasi, dan Pemberdayaan Civil Society. Penerbit
Erlangga, Jakarta
Rahardjo,M. Dawam, 1996, Masyarakat Madani: Agama , Kelas Menengah dan Perubahan Sosial,
Jakarta.:LP3ES, 1999.cet. ke.1.…………………...1996, Agama dan Masyarakat Madani, dalam Seri
Dialog kebudayaan

You might also like