Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
A. Landasan Pendidikan Pancasila
a. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai
jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah.
Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai
bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam
pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas,
sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para
pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana
namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama
Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan
pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-
ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana
dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila
Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara
Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia
sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari
bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis Pancasila.
b. Landasan Kultural
c. Landasan Yuridis
2
(MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata
kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional
dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun
rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas segi
historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara
serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar
mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya,
mengenali masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali
perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya
demi persatuan bangsa.
d. Landasan Filosofis
3
- bermetode
- bersistem
- bersifat universal
1. Berobyek
Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma
dan obyek materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut
pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat
dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila),
Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat
Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang
merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang
bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa
materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek materia
pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek
budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia
empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda
sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan,
dsb. Obyek materia non empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya,
nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian,
sifat, karakter dan pola-pola budaya.
2. Bermetode
Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam
rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran
yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat
tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah
satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode
analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak berkaitan
dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan
metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna
dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis” serta metode
“pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut
senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan
kesimpulan.
3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat
dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan
suatu kesatuan antara bagian-bagian saling berhubungan baik
hubungan interelasi (saling hubungan maupun interdependensi (saling
ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus
merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke
lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan
kesatuan dan kebulatan.
4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal
artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi,
kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau
dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila
Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.
4
Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti
tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada
karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan
ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sbb :
Deskriptif suatu pertanyaan “bagaimana”
Kausal suatu pertanyaan “mengapa”
Normatif suatu pertanyaan “ kemana”
Essensial suatu pertanyaan “ apa “
1. Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang
memberikan suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila
secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila,
nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.
2. Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang
memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara
kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila
yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa
efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila
sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.
3. Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan
dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian
normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang
seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari
Pancasila yang bersifat dinamis.
4. Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk
menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang
hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya
untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang
terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).
5
sampai inti sarinya, makna yang terdalam atau membahas sila-sila
Pancasila sampai tingkat hakikatnya.
6
dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang
BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila
adalah :
a. Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato
mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis
mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan
lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
b. Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo
mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila
secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas
menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan
Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan
Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi
menjadi Eka Sila yang intinya adalah “gotong royong”
.
d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota
BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan
didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
7
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
8
BAB II
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologi, filsafat adalah istilah atau kata yang berasal
dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Kata itu terdiri dari dua kata yaitu
philo, philos, philein, yang mempunyai arti cinta/ pecinta/ mencintai dan
sophia yang berarti kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran. Jadi
secara harafiah istilah filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan atau
kebenaran yang hakiki.
Berfilsafat berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung)
terhadap sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal
untuk mencari hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu
yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaandan
cinta akan kebijakan.
Kata filsafat untuk pertama kali digunakan oleh Phythagoras
(582 – 496 SM). Dia adalah seorang ahli pikir dan pelopor matematika
yang menganggap bahwa intisari dan hakikat dari semesta ini adalah
bilangan. Namun demikian, banyaknya pengertian filsafat sebagaimana
yang diketahui sekarang ini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu
sendiri. Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu :
1. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran
merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk
menyelidiki.
2. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia
yang akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna
untuk menemukan titik pangkal yang kemudian tidak disangsikan
lagi.
3. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia
menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila
dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Kemudian muncul
kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada
sesuatu yang tdak terbatas.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat
dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada
9
pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai
pandangan hidup. Disamping itu, dikenal pula filsafat dalam arti teoritis
dan filsafat dalam arti praktis.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk,
filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu
berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman
dan pegangan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.
1. Obyek Filsafat
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni
(tidak terikat langsung dengan suatu obyek), yang mendalam dan daya
pikir subyek manusia dalam memahami segala sesuatu untuk mencari
kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan
fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran
yang sedalam-dalamnya tentang kesemestaan, secara mendasar
(fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil pemikiran pemikir (filsuf)
merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik berwujud pandangan
hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut suatu
masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian, telah tumbuh
dan berkembang menjadi suatu tata nilai yang melembaga sebagai
suatu paham (isme) seperti kapitalisme, komunisme, fasisme dan
sebagainya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara
modern.
Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek
yang tidak terbatas yang ditinjau dari dari sudut isi atau substansinya
dapat dibedakan menjadi :
a. obyek material filsafat : yaitu obyek pembahasan filsafat yang
mencakup segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit
seperti manusia, alam, benda, binatang dan lain-lain, maupun
sesuatu yang bersifat abstrak spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide,
ideologi, moral, pandangan hidup dan lain sebagainya.
b. obyek formal filsafat : cara memandang seorang peneliti terhadap
objek material tersebut.
10
Suatu obyek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam
sudut pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat. Adapun
cabang-cabang filsafat yang pokok adalah :
a..Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di
balik fisis yang meliputi bidang : ontologi (membicarakan teori sifat
dasar dan ragam kenyataan), kosmologi (membicarakan tentang teori
umum mengenai proses kenyataan, dan antropologi.
b. Epistemologi, adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan
atau kebenaran.
c. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk
memperoleh pengetahuan.
d. Logika, ádalah membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar
dapat mengambil kesimpulan yang benar.
e. Etika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia tentang baik-buruk
f. Estetika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hakikat
keindahan-kejelekan.
2. Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga
sekarang adalah sebagai berikut :
a. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas
kesemestaan, termasuk mahluk hidup dan manusia ialah materi.
Semua realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi,
makanan) dan terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat
(hukum kausalitas) yang bersifat objektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme, aliran ini mengajarkan bahwa ide dan
spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia.
Subjek manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan
karena ada akal budi dan kesadaran rohani manusia yang tidak
sadar atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas
kesemestaan. Jadi hakikat diri dan kenyataan kesemestaan ialah
akal budi (ide dan spirit)
11
c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran
diatas adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak
realistis). Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan
bukanlah benda (materi) semata-mata. Kehidupan seperti tampak
pada tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia mereka hidup
berkembang biak, kemudian tua dan akhirnya mati. Pastilah realitas
demikian lebih daripada sekadar materi. Oleh karenanya, realitas
adalah panduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang non
materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah). Khusus pada manusia tampak
dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi menurut aliran ini,
realitas merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dan
nonmateri.
12
Dari pandangan inilah maka dapat diketahui cita-cita yang ingin dicapai
bangsa, gagasan kejiwaan apa saja yang akan coba diwujudkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari sepenuhnya
oleh para pendiri negara Republik Indonesia adalah :”di atas dasar
apakah negara Indonesia didirikan” ketika mereka bersidang untuk
pertama kali di lembaga BPUPKI. Mereka menyadari bahwa makna
hidup bagi bangsa Indonesia harus ditemukan dalam budaya dan
peradaban bangsa Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan dan
pengejawantahan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini dan dihayati
kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah
perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak lahirnya.
Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-
gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap
baik. Mereka menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan
sosial dan tata kehidupan kerohanian bangsa yang memberi corak,
watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya
dengan masyarakat dan bangsa lainnya. Kenyataan yang demikian itu
merupakan suatu kenyataan objektif yang merupakan jatidiri bangsa
Indonesia.
Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari
sumber nilai utama yaitu :
a. nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan
abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti
kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab suci
b. nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan
intisari dari nilai-nilai yang luhur budaya masyarkat (inti
kesatuan adat-istiadat yang baik) yang tersebar di seluruh
nusantara.
13
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Lazimnya sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. suatu kesatuan bagian-bagian
b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c. saling berhubungan dan saling ketergantungan
d. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
bersama (tujuan sistem)
e. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas
sendiri-sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun demikian secara
keseluruhan adalah suatu kesatuan yang sistematis dengan tujuan
(bersama) suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
14
sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian
tingkatan luas dan isi sifatnya dari sila-sila sebelumnya atau diatasnya.
Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai
ikatan yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan
Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu,
sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila-
sila Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya
pada landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh
karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat
negara Indonesia. Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat
dan keadaaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua
sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat manusia; sila
ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila keempat adalah sifat
dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila
kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat
adil. Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk
piramidal adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
15
C. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM
FILSAFAT
Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut
diperhatikan, yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu
pandangan, keduanya sangat berguna untuk memahami Pancasila. Di
sisi lain, kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya
merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi
kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologi dan dasar aksiologis dari
sila-sila Pancasila.
Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan
tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar
dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif
(dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang
komprehensif dan secara induktif (dengan mengamati gejala-gejala
sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan
makna yang hakiki dari gejala-gejala itu). Dengan demikian, filsafat
Pancasila akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan
saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada
umumnya.
1. Aspek Ontologis
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya
keberadaan atau eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya
sebagai ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya
dengan metafisika. Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki
makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada,
dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan
kesemestaan atau kosmologi.
Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar
antropologis. Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang
berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia.
16
Hal yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia, Pancasila
adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat
(manusia).
2. Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki
asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Pengetahuan manusia sebagai hasil pengalaman dan pemikiran,
membentuk budaya. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu
atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan menjadi penyelidikan
epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang menyelidiki
makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan
proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori
ilmu.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah
suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila
menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan
negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia
Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi
suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system)
sehingga telah menjelma menjadi ideologi (mengandung tiga unsur
yaitu : 1. logos (rasionalitas atau penalaran), 2. pathos (penghayatan),
dan 3. ethos (kesusilaan).
3. Aspek Aksiologi
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau
ilmu/teori. Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki :
a. tingkah laku moral, yang berwujud etika,
b. ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan
keindahan,
c. sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta
dan penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan
melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani
17
jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat
yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan
hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula
bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat material
saja tetapi juga sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai
material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun
alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya adalah
hati nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa
serta keyakinan manusia.
18
3. Hubungan Alamiah
Adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi
hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaannya.
Seluruh alam dengan segala isinya adalah untuk kebutuhan manusia.
Manusia berkewajiban untuk melestarikan karena alam mengalami
penyusutan sedangkan manusia terus bertambah. Oleh karena itu,
memelihara kelestrian alam merupakan kewajiban manusia, sedangkan
hak yang diterima manusia dari alam sudah tidak terhingga banyaknya.
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari filsafat Pancasila adalah
Pancasila memberikan jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas
masalah-masalah asasi filsafat tentang negara Indonesia.
19
BAB III
A. PENGANTAR
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling
berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya
akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem
etika.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran
lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang
bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh
karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat
mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat
praksis atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara
maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi
pedoman. Norma-norma itu meliputi :
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur
dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak
susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan
hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai
sumber dari segala sumber hukum.
20
PENGERTIAN ETIKA
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi
menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa
kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan
bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok
etika itu adalah sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi
setiap tindakan manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik
sebagai individu (etika individual) maupun mahluk sosial (etika
sosial)
21
martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai
suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping
sistem sosial dan karya. Oleh karena itu, Alport mengidentifikasikan
nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam
macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai
politik dan nilai religi.
2. Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut
pandang individu – masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya
kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai
meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak
sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat
dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1. nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra
yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
2. nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni :
jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
3. nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan
kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
4. nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai
dari yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1. nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani
manusia,
2. nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
3. nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani
manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai
berikut :
a. nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi,
akal atau cipta manusia.
b. nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada
perasaan manusia
22
c. nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber
pada unsur kehendak manusia
d. nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat
mutlak
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma,
ukuran dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau
larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan
sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai
manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu
keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem
nilai.
3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan
kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang
baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi
itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau
prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
4. Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal
akan menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma.
Hubungan ideal yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara
vertikal (Tuhan), horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya)
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk
budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran
dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh
karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama,
norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial.
Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
23
5. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
a. Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui
panca indra manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan
dengan tingkah laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam
prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat,
esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai
dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan obyektif dari
segala sesuatu. Contohnya : hakikat Tuhan, manusia, atau mahluk
lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka
nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa prima
(penyebab pertama). Segala sesuatu yang diciptakan berasal dari
kehendak Tuhan. Bila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia
maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang
dijabarkan dalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar
(hak asasi manusia). Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat
suatu benda ((kuantitas, aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu
dapat juga disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan
yang praksis, namun nilai yang bersumber dari kebendaan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran
norma itu. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia
adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman
pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna
sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau
ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan
dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka nilai itu
akan menjadi norma moral. Namun jika nilai instrumental itu berkaitan
dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang bersumber pada
nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu
merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
24
Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai
instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar
yang merupakan penjabaran Pancasila.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai
instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai
praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan
nilai-nilai instrumental. Oleh karena itu, nilai praksis dijiwai kedua nilai
tersebut diatas dan tidak bertentangan dengannya. Undang-undang
organik adalah wujud dari nilai praksis, dengan kata lain, semua
perundang-undangan yang berada di bawah UUD sampai kepada
peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
6. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan
yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan
kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang
individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang
kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna
menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan
diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia
untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya
dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan
memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu
amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu,
hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali
disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam
pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan
pihak yang memberikan ajaran moral.
25
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat
hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang
bersifat sistematis. Oleh karena itu sila-sila Pancasila merupakan suatu
kesatuan yang bulat, hirarkhis dan sistematis. Dalam pengertian itu
maka Pancasila merupakan suatu sistem filsafat sehingga kelima
silanya memiliki esensi makna yang utuh.
Dasar pemikiran filosofisnya adalah sebagai berikut : Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mempunyai
makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Titik
tolaknya pandangan itu adalah negara adalah suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan manusia.
Nilai-nilai obyektif Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya,
hakikatnya, maknanya yangterdalam menunjukkan adanya sifat-
sifat yang umum, universal dan abstrak, karena merupakan suatu
nilai.
b.Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa
dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada
bangsa lain dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan
maupun dalam kehidupan keagamaan.
c.Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,
menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah
negara yang fundamental sehingga merupakan suatu sumber
hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu, dalam hierarkhi tata
tertib hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum
tertinggi dan tidak dapat diubah secara hukum sehingga terlekat
pada kelangsungan hidup negara.
Sebaliknya nilai-nilai subyektif Pancasila dapat diartikan bahwa
keberadaannya bergantung dan atau terlekat pada bangsa Indonesia
sendiri. Hal itu dijelaskan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga
bangsa Indonesia sebagai kausa materialis. Nilai-nilai itu
26
sebagai hasil pemikiran, penilaian kritik serta hasil refleksi
filosofis bangsa Indonesia.
b. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup)
bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang
diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan
dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
c. Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai
kerokhanian yaitu nilai-nilai kebenaran, keadilan, kebaikan,
kebijaksanaan, estetis dan religius yang manifestasinya sesuai
dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa.
Nilai-nilai Pancasila tersebut bagi bangsa menjadi landasan,
dasar serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraan. Dengan kata lain,
bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan das sollen atau cita-cita tentang
kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das
sein.
27
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia
adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham
golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila
ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum
bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah penjabaran dari sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan
rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.
Pokok pikiran ini menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi,
yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini sesuai dengan sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama
dan kedua.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah
negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-
konsep sebagai berikut.
a. Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas
politik negara (negara Indonesia republik dan berkedaulatan rakyat) dan
asas kerohanian negara (Pancasila).
b. Ketentuan diadakannya Undang – Undang Dasar 1945,
yaitu, ”.....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.” Hal ini menunjukkan
adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental dalam hukum mempunyai hakikat
dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan
jalan hukum apa pun tidak mungkin lagi untuk diubah. Berhubung
Pembukaan UUD 1945 memuat nilai-nilai dasar yang fundamental,
maka Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat Pancasila tidak
28
dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti
pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Dalam pengertian seperti itulah maka dapat disimpulkan bahwa
Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia
terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Di samping
itu, nilai-nilai Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik
dalam kehidupan kenegaraan. Hal itu ditegaskan dalam pokok pikiran
keempat yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa berdasar atas kemanusiaan yang adil dan beradab.
Konsekuensinya dalam penyelenggaraan kenegaraan antara lain
operasional pemerintahan negara, pembangunan negara, pertahanan-
keamanan negara, politik negara serta pelaksanaan demokrasi negara
harus senantiasa berdasarkan pada moral ketuhanan dan
kemanusiaan.
29
dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia
tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya
Tuhan (atheisme).
c. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah.
Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam
corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan
Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia
ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia.
Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan
yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
30
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan
bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia
yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham
kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham
kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai
bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku
bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”.
Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD
1945.
31
keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat
sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia
sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945
yang berbunyi :”... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”
32
BAB IV
33
1. Asal Mula Langsung
a. Asal Mula Bahan atau Kausa Materialis adalah bahwa Pancasila
bersumber dari nilai-nilai adat istiadat, budaya dan nilai religius yang
ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
b. Asal Mula Bentuk atau Kausa Formalis adalah kaitan asal mula
bentuk, rumusan dan nama Pancasila sebagaimana tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 yang merupakan pemikiran Ir. Soekarno,
Drs. Moh. Hatta dan para anggota BPUPKI.
c. Asal Mula Karya atau Kausa Effisien adalah penetapan Pancasila
sebagai calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah oleh
PPKI.
d. Asal Mula Tujuan atau Kausa Finalis adalah tujuan yang diinginkan
BPUPKI, PPKI termasuk di dalamnya Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta dari rumusan Pancasila sebelum disahkan oleh PPKI menjadi
Dasar Negara yang sah.
34
menjadikan bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam tiga prakara atau
tiga asas :
a. Asas Kebudayaan
Secara yuridis Pancasila telah dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam
hal adat- istiadat dan kebudayaan.
b. Asas Religius
Toleransi beragama yang didasarkan pada nilai-nilai religius telah
mengakar kuat dalam sehari-hari kehidupan masyarakat Indonesia.
c. Asas Kenegaraan
Karena Pancasila merupakan Jati Diri bangsa dan disahkan menjadi
Dasar Negara maka secara langsung Pancasila sebagai asas
kenegaraan.
35
bersama menuju satu pandangan hidup bangsa dan satu pandangan
hidup Negara yaitu Pancasila.
36
e. Pancasila merupakan sumber semangat bagi UUD 1945,
Penelenggara Negara, Pelaksana Pemerintah termasuk
penyelenggara partai dan golongan fungsional.
37
B. Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
Ideologi
Terbuka Tertutup
Aspek
-Nilai-nilai dan cita-cita digali -Nilai-nilai dan cita-cita
Ciri khas dari kekayaan adat istiadat, dihasilkan dari pemikiran
budaya dan religius individu atau kelompok
masyarakatnya. yang berkuasa dan
-Menerima reformasi masyarakat berkorban
demi ideologinya.
-Menolak reformasi
Ideologi
Partikular Komprehensif
Aspek
-Nilai-nilai dan Cita-cita -Mengakomodasi nilai-nilai
Ciri khas merupakan suatu keyakin dan cita-cita yang bersifat
an-keyakinan yang tersu menyeluruh tanpa berpihak
sun secara sistematis dan pada golongan tertentu atau
terkait erat dengan kepen melakukan transformasi so
tingan kelas sosial tertentu. sial secara besar-besaran me
nuju bentuk tertentu.
38
Penguasa kaum proletar. berbagai idealisme yang
-Negara liberal membela berkembang dalam masya
kebebasan individu. rakat yang bersifat majemuk
seperti Indonesia dengan
Ideologi Pancasila.
39
Dalam proses Reformasi, MPR melalui sidang istimewa tahun
1998, kembali menegaskan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia yang tertuang dalam TAP MPR No.
XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses
reformasi, yang meliputi rakyat (Sila keempat) juga harus mendasarkan
pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi tidak
mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan ,
Kerakyatan dan Keadilan
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup,
namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan
bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan
senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi
masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah
nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan
wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang
reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang selalu
berkembang.
40
Di sini jelas bahwa hubungan ideologi dan filsafat itu sukar
dipisahkan. Ideologi berdiri berdasarkan landasan tertentu yaitu filsafat.
Dan masalah ideologi adalah masalah pilihan. Ketepatannya tergantung
kepada jiwa bangsa itu sendiri. Ideologi yang dianggapnya benar dan
sesuai dengan jiwa bangsa, apa lagi yang telah terbukti tetap dapat
bertahan dari segala godaan dan cobaan dari ideologi lain melalui
gerakan-gerakan atau pemberontakan akan memperkuat keyakinan
pentingnya mempertahankan ideologi.
Kemudian permasalahannya adalah bagaimana implementasi
ideologi tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam
kerangka ini, ideologi itu tidak saja sesuai dengan filsafat yang
mendasarinya, tetapi juga harus sesuai dengan kepribadiaannya.
Individu atau masyarakat akan selalu mengukur sesuatu dari
kepribadiannya sebab eksistensi dirinya adalah eksistensi pribadinya.
Ideologi Pancasila
Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu
dalam ideologi Pancasila mengakui atas kebebasan hak-hak
masyarakat. Selain itu bahwa manusia menurut Pancasila memiliki
kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha
Esa. Sehingga nilai-nilai Ketuhanan senantiasa menjiwai kehidupan
manusia dalam hidup negara dan masyarakat. Kebebasan manusia
dalam rangka demokrasi tidak melampaui hakikat nilai-nilai Ketuhanan,
bahkan nilai Ketuhanan terjelma dalam bentuk moral dalam ekspresi
kebebasan manusia.
Berdasarkan sifatnya ideologi Pancasila bersifat terbuka yang
berarti senantiasa mengantisifasi perkembangan aspirasi rakyat sebagai
pendukung ideologi serta menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
Ideologi Pancasila senantiasa merupakan wahana bagi tercapainya
tujuan bangsa.
Negara Pancasila
Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan
martabatnya tidak mungkin dapat memenuhinya sendiri, oleh karena itu
41
manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain
dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu
persekutuan hidup yang disebut negara. Namun demikian dalam
kenyataannya sifat-sifat negara satu dengan lainnya memiliki perbedaan
dan hal ini sangat ditentukan oleh pemahaman ontologis hakikat
manusia sebagai pendukung pokok negara, sekaligus sebagai tujuan
adanya suatu negara.
Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya negara di
dunia memiliki suatu ciri khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang
telah dimilikinya sebelum membentuk suatu negara modern. Nilai-nilai
tersebut adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai
religius yang kemudian dikristalisasikan menjadi suatu sistem nilai yang
disebut Pancasila. Dalam upayanya untuk membentuk suatu
persekutuan hidup yang disebut negara, maka bangsa Indonesia
mendasarkan pada suatu pandangan hidup yang telah dimilikinya yaitu
Pancasila.
Berdasarkan ciri khas serta proses dalam rangka membentuk
suatu negara, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang
memiliki suatu karakteristik, ciri khas dengan keanekaragaman, sifat dan
karakternya, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang
mendasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu
Negara Kebangsaan serta suatu negara yang bersifat Integralistik.
Hakikat serta pengertian sifat-sifat Negara tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Paham Negara Persatuan
42
a. Bukan negara yang berdasarkan individualisme sebagaimana
diterapkan di negara Liberal dimana negara hanya merupakan suatu
ikatan individu saja.
b. Bukan negara yang berdasarkan Klass atau Klass Staat yang
hanya mendasarkan pada satu golongan saja.
c. Negara Persatuan adalah negara yang melindungi seluruh
warganya yang terdiri atas berbagai macam golongan dan paham
yang berbeda-beda di dalamnya, namun walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu sebagaimana disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun
1951 dan diundangkan tanggal 28 Nopember 1951 dan termuat
dalam Lembaran Negara No. II Tahun 1951 yaitu dengan lambang
Negara dan Bangsa yaitu Burung Garuda Pancasila dengan seloka
Bhinneka Tunggal Ika.
Hakikat Bhinneka Tunggal Ika menurut Notonegoro:
Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, namun perbedaan itu
bukannya untuk dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan
perbedaan itu untuk dipersatukan disintesakan dalam suatu sintesa
yang positif dalam suatu negara kebersamaan, Negara Persatuan
Indonesia.
43
tuntutan hak kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial.
Dalam tumbuh dan kembangnya suatu bangsa terdapat berbagai
macam teori besar yang merupakan bahan komparasi bagi para pendiri
Negara Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat
dan karakter tersendiri. Teori kebangsaan itu adalah sebagai berikut :
44
bangsa itu hidup subur dan kuat maka memerlukan suatu ruangan untuk
hidup. Negara-negara besar menurutnya memiliki semangat ekspansi,
militerisme serta optimisme. Teori ini di Jerman mendapat sambutan
hangat, namun sisi negatipnya menimbulkan semangat kebangsaan
yang chauvinistis.
d. Negara Kebangsaan Pancasila
Kebhinekaan adat-istiadat, budaya, bahasa dan nilai religius
merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, namun hal itu
tidak mengakhibatkan suatu perbedaan yang harus dipertentangkan,
Akan tetapi keadaan yang beraneka ragam ini merupakan suatu daya
penarik kearah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu
sintesa dan resultan, sehingga keanekaragaman itu justru terwujud
dalam suatu kerjasama yang luhur.
Sintesa persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan
dalam suatu asas kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta
jiwa bersama yaitu Pancasila. Oleh karena itu prinsip-prinsip
nasionalisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bersifat
Majemuk Tunggal. Adapun yang membentuk nasionalisme bangsa
Indonesia adalah sebagai berikut : kesatuan sejarah, kesatuan nasib,
kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah dan kesatuan asas
kerohanian.
45
a. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
b. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat
satu dengan lainnya.
c. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan
masyarakat yang organis.
d. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan
bangsa seluruhnya.
e. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau
perseorangan.
f. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
g. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau
golongan saja.
h. Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai
suatu kesatuan integral.
i. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai
suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
46
mutlak, karena langsung bersumber pada martabat manusia yang
berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan pemberian negara atau
golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama merupakan
pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.
Hubungan negara dengan agama menurut Negara Pancasila
adalah sebagai berikut :
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang
Maha Esa.
c. Tidak ada tempat bagi Atheisme dan Sekulerisme karena hakikatnya
manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan
inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu
bukan hasil paksaan bagi siapapun juga.
f. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain
dalam menjalankan agama dan negara.
g. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama
norma-norma hukum positip maupun norma moral baik moral
negara maupun moral para penyelenggara negara.
h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “ . . . . .berkat Rahmat
Allah Yang Maha Esa.
47
Dalam sistem negara theokrasi langsung kekuasaan adalah
langsung merupakan otoritas Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah
atas kehendak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam
sejarah Perang Dunia II, rakyat Jepang rela mati berperang demi
Kaisarnya, karena menurut kepercayaannya Kaisar adalah sebagai
anak Tuhan. Negara Tibet dimana pernah terjadi perebutan kekuasaan
antara Pancen Lama dan Dalai Lama adalah sebagai penjelmaan
otoritas Tuhan dalam negara dunia.
b. Theokrasi Tidak Langsung
Negara Theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang
memerintah dalam negara, melainkan kepala negara atau raja, yang
memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau Raja
memerintah atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara
merupakan suatu karunia dari Tuhan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Negara Pancasila adalah
negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah
darah. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 ayat (2) memberikan
kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan
menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-
masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah
negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia
sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah pribadi dan
makhluk Tuhan yang Maha Esa.
48
Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Ideologi Lain
49
IDEOLOGI AGAMA LIBERALISME KOMUNISME SOSIALISME FASISME PANCASILA
ASPEK
AGAMA - Setiap individu - Agama urusan - Agama candu - Agama harus - Agama candu - Bebas memilih
harus beragama pribadi masyarakat mendorong masyarakat salah satu
dan menjalan - Bebas beragama - Agama harus di berkembangnya - Agama harus di agama
kan ibadah aga *Bebas memilih jauhkan dari kebersamaan jauhkan dari ma - Agama harus
ma kepada agama masyarakat - Diutamakan syarakat menjiwai dalam
Tuhan nya kare *Bebas tidak - Atheis kebersamaan - Atheis kehidupan ber-
na Tuhan ada beragama -Masyarakat sama masyarakat, ber-
lah tempat ber dengan negara bangsa dan ber-
gantungnya se negara
mua makhluk.
PANDANGAN - Kemuliaan indi - Individu lebih pen - Individu tidak - Masyarakat lebih - Individu tidak - Individu diakui
TERHADAP INDIVIDU vidu dan masya ting dari pada penting penting dari pa penting keberadaannya
DAN MASYARAKAT rakat dinilai dari masyarakat - Masyarakat tidak da individu - masyarakat tidak -hubungan indivi
tingkat keimanan -Masyarakat diab penting penting du dan masyara
nya dimata dikan bagi indi - Kolektivitas yang - Sosial budaya di kat dilandasi 3 S
Tuhan sebagai vidu dibentuk negara tentukan oleh pro (selaras, serasi,
mana yang di lebih penting paganda pengu seimbang)
amanahkan lewat asa sehingga da - Masyarakat ada
Kitab-Nya. ya kritis masya karena ada indi
rakat menjadi vidu
mundur -Individu akan pu
nya arti apabila
hidup di tengah
masyarakat
50
IDEOLOGI AGAMA LIBERALISME KOMUNISME SOSIALISME FASISME PANCASILA
ASPEK
CIRI KHAS - Negara berdasar - Penghargaan - Atheisme - Kebersamaan - Rasialisme - Bebas memilih
Kitab Suci atas HAM - Dogmatis - Akomodasi - Diktator salah satu aga
-Hukum bersum - Demokrasi - Otoriter - Jalan tengah - Totaliterisme ma
ber pada Kitab - Negara hukum - Ingkar HAM - Imperialisme - Agama harus
Suci - Menolak dogma - Reaksi terhadap menjiwai dalam
- Pemimpin agama tis liberalisme dan kehidupan ber-
memiliki peran - Reaksi terhadap kapitalisme masyarakat, ber-
besar dalam ne absolutisme bangsa dan ber-
gara sebagai pe negara
mimpin agama
atau bahkan se
bagai pemimpin
politik seperti di
masa kekhalifah
an di Timur
Tengah.
51
BAB V
1. Kebangkitan Nasional
53
Dengan kebangkitan dunia timur pada abad XX di panggung
politik internasional tumbuh kesadaran akan kekuatan sendiri, seperti
Philipina (1839) yang dipelopori Joze Rizal, kemenangan Jepang atas
Rusia di Tsunia (1905), adapun Indonesia diawali dengan berdirinya
Budi Utomo yang dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo pada 20 Mei
1908. Kemudian berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1909, Partai
Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, Cipto
Mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Sejak itu perjuangan
nasional Indonesia mempunyai tujuan yang jelas yaitu Indonesia
merdeka. Perjuangan nasional diteruskan dengan adanya gerakan
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan satu
bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia.
2. Penjajahan Jepang
Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah
suatu kebohongan belaka, sehingga tidak pernah menjadi kenyataan
sampai akhir penjajahan Belanda tanggal 10 Maret 1940. Kemudian
penjajah Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang
pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”. Pada tanggal
29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah
Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, janji
ini diberikan karena Jepang terdesak oleh tentara Sekutu. Bangsa
Indonesia diperbolehkan memperjuangkan kemerdekaannya, dan untuk
mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia maka Jepang
menganjurkan untuk membentuk suatu badan yang bertugas untuk
menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
atau Dokuritsu Zyumbi Tioosakai. Pada hari itu juga diumumkan sebagai
Ketua (Kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat, yang kemudian
mengusulkan bahwa agenda pada sidang BPUPKI adalah membahas
tentang dasar negara.
54
Tanggal Peristiwa
55
- Dibentuk Panitia Penghalus Bahasa, terdiri
16 Agustus 1945 dari Soepomo dan Hosein Djajadiningrat.
Jam 04.30
- Perumusan terakhir materi Pancasila disahkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) sebagai bagian dari
Pembukaan UUD 1945.
56
Proklamasi kemerdekaan secara ilmiah mengandung pengertian
sebagai berikut :
a. dari sudut ilmu hukum (Yuridis), proklamasi merupakan saat tidak
berlakunya tertib hukum kolonial dan saat berlakunya hukum
nasional.
b. secara politis ideologis, proklamasi mengandung arti bangsa
Indonesia terbebas dari penjajahan bangsa asing dan memiliki
kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri.
57
Sebelum persetujuan KMB, bengsa Indonesia telah memiliki
kedaulatan, oleh karena itu persetujuan KMB bukan penyerahan
kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan”.
58
BAB VI
59
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui
dan dipakai oleh warga negara.
d. Suatu sistem perwakilan.
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan unsur – unsur diatas maka demokrasi
mengandung ciri yang merupakan patokan bahwa warga negara
dalam hal tertentu pembuatan keputusan – keputusan politik, baik
secara langsung maupun tidak langsung adanya keterlibatan atau
partisipasi.
Oleh karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang
menganut sistem demokrasi, selalu menemukan adanya supra
struktur politik dan infra struktur politik sebagai pendukung
tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue
maka supra struktur politik meliputi lembaga legislatif, lembaga
eksekutif, dan lembaga yudikatif. Di Indonesia dibawah sistem
UUD 1945 lembaga – lembaga negara atau alat – alat
perlengkapan negara adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah Agung
e. Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan diatas juga dinyatakan sebagai Supra Struktur
Politik. Adapun Infra Struktur Politik suatu negara terdiri lima
komponen sebagai berikut :
a. Partai Politik
b. Golongan Kepentingan (Interest Group)
c. Golongan Penekan (Preassure Group)
d. Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e. Tokoh – tokoh Politik
2. Pembagian Kekuasaan
60
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dan
dilakukan menurut Undang - Undang Dasar sebagaimana
tercantum dalam Undang – Undang Dasar 1945 adalah sebagai
berikut :
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4
ayat 1 UUD 1945)
b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan
DPR dan DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD
1945).
c. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah
Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada
Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), hal ini dimuat pada pasal 20 A
ayat 1.
e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan
Konsultatif, sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut
dipegang oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
61
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar),
tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian
pemerintahan dibatasi oleh ketentuan – ketentuan konstitusi
dan juga oleh ketentuan – ketentuan hukum lain merupakan
produk konstitusional.
c. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang
tertinggi disamping MPR dan DPR.
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, Presiden
penyelenggara pemerintahan tertinggi disamping MPR dan
DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945
pasal 6 A ayat 1, jadi menurut UUD 1945 ini Preiden tidak lagi
merupakan mandataris MPR, melainkan dipilih oleh rakyat.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
d. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara
tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam
melaksanakan tugas dibantu oleh menteri – menteri negara,
pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen).
e. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, meskipun
Kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia
bukan “ Diktator “ artinya kekuasaan tidak terbatas, disini
Presiden adalah sudah tidak lagi merupakan mandataris MPR,
namun demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR.
f. Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum
berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri – ciri suatu negara hukum adalah :
a. Pengakuan dan perlindungan hak – hak asasi yang
mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau
kekuatan lain dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum.
62
g. Kekuasaan Pemerintahan Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh seorang Wakil
Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945
hasil amandemen 2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh
rakyat secara legitimasi. Presiden kedudukannya kuat, disini
kekuasaan Presiden tidak lagi berada dibawah MPR selaku
mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam melaksanakan
tugas menyimpang dari Konstitusi, maka MPR melakukan
Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan dipertegas oleh
pasal 7A. Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif
harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B
ayat 4 dan 5, dan jika Mahkamah Konstitusi memutuskan
bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar hukum, maka
MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari
jumlah anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal
7B ayat 7.
h. Pemerintahan Daerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik
Indonesia dibagi atas daerah – daerah propinsi, kabupaten,
dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang – undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi
pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa
pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan, atau pengertian otonomi
sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
i. Pemilihan Umum
63
Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit
mengatur tentang Pemilihan Umum dilakukan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun
sekali, diatur pasal 22E ayat 1. Untuk memilih anggota DPR,
DPD, Presiden dan Wakil Presiden pasal 22 E ayat 2.
Dalam pemilu tersebut landasan yang dipergunakan adalah
Undang – Undang UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
j. Wilayah Negara
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat
ketentuan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara
dengan wilayah yang batas – batas dan hak – haknya
ditetapkan dengan Undang – Undang.
h. Hak Asasi Manusia Menurut UUD 1945
Hak asasi manusia tidaklah lahir mendadak sebagaimana kita
lihat dalam “ Universal Declaration of Human Right “ pada
tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda-tangani oleh PBB.
Hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan
filosofis manusia yang melatarbelakangi.
Bangsa Indonesia didalam hak asasi manusia terlihat lebih
dahulu sudah memiliki aturan hukumnya seperti dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa : “
kemerdekaan adalah hak segala bangsa “. Sebagai contoh
didalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan : “ Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak memepertahankan hidup dan
kehidupannya “.
Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang hak
asasi manusia didalam UUD 1945.
64
juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan
bahwa kaidah – kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya
terdapat pada hukum dasar. Kaidah – kaidah hukum
ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan
ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan
sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD
1945 adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan
hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan ( dalam teori ) mengenai Konvensi dari
AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana
seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “ Discretionary
Plowers “.
Dicretionary Plowers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak
bertindak yang semata – mata didasarkan kebijaksanaan atau
pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal diatas yang mula – mula mengemukakan yaitu Dicey
dikalangan sarjana di Inggris pendapat tersebut dapat diterima,
lebih lanjut beliau memperinci konvensi ketatanegaraan
merupakan hal – hal sebagai berikut :
a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi)
yang tumbuh, diikuti dan ditaati dalam praktek
penyelenggaraan negara.
b. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat
dipaksakan oleh ( melalui ) pengadilan.
c. Konvensi ditaati semata – mata didorong oleh tuntutan etika,
akhlak atau politik dalam penyelenggaraan negara.
d. Konvensi adalah ketentuan – ketentuan mengenai bagaimana
seharusnya ( sebaliknya ) discretionary plowers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari
organisasi negara, disini muncul pertanyaan yaitu : apakah negara
itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam “ Teori
65
Kekelompokan “ yang dikemukakan oleh ; Prof. Mr. R. Kranenburg
adalah sebagai berikut :
“ Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan
yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa
dengan tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan mereka
bersama “
Maka disini yang primer adalah kelompok manusianya, sedangkan
organisasinya, yaitu negara bersifat sekunder.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem
pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut pengertian
ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu : Monarchie dan Republik,
jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau
keturunan maka bentuk negara disebut Monarchie dan kepala
negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala negara dipilih
untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut
Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan
dan Batang Tumbuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak
menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam
menggunakan istilah bentuk negara ( lihat alinea ke 4 ), “………
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam
suatu Undang – Undang Dasar Negara Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, ………dst. Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk Republik “.
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui
kebiasaan ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu
pengertian Konstitusi, Konstitusi mengandung dua hal yaitu :
Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut
konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melalui
ilmu hukum yang membedakan dalam arti materiil dan sumber
hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah
sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum
66
sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah hukum yang
dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan
hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah Undang –
Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain –
lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah
hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara,
untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan
mendinamisasi kaidah – kaidah hukum perundang – undangan.
Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui merupakan salah
satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2
kelompok yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat
pasal–pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan
dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang–
Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila
merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata urutan
peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/
2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan peraturan
perundang-undangan.
67
Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal – hal sebagai
berikut :
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok – pokoknya
saja, berisi instruksi kepada penyelenggara negara dan
pimpinan pemerintah untuk :
- Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
- Kesejahteraan Sosial
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang
lebih rendah yakni Undang – Undang, yang lebih mudah cara
membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan
pemerintah dalam praktek pelaksanaan.
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel
seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara
kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan
untuk menjelaskan ungkapan “ Pancasila merupakan
ideologi terbuka “ serta membuatnya operasional.
e. Dapat kini ungkapan “ Pancasila merupakan ideologi terbuka “
dioperasionalkan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam
tataran nilai. Pasal – pasal yang mengandung nilai – nilai
Pancasila ( nilai dasar ) yakni aturan pokok didalam UUD 1945
yang ada kaitannya dengan pokok – pokok pikiran atau ciri
khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen
Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok
itu ( TAP MPR, UU, PP, dsb ).
Fungsi dari Undang – Undang Dasar merupakan suatu alat
untuk menguji peraturan perundang - undangan dibawahnya
apakah bertentangan dengan UUD disamping juga merupakan
sebagai fungsi pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari
motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia
yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin
ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam
68
hubungan pergaulan bangsa – bangsa di dunia. Pembukaan yang
telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam 4 alinea itu,
setiap alinea dan kata – katanya mengandung arti dan makna
yang sangat mendalam, mempunyai nilai – nilai yang dijunjung
oleh bangsa – bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan
tersebut dirumuskan menjadi 4 alinea.
Pokok – pokok pikiran ; alinea pertama berbunyi “ Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan
oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan “.
Makna yang terkandung dalam alinea pertama ini ialah :
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia
membela kemerdekaan melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap
berdiri dibarisan yang paling depan untuk menentang dan
menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan
tidak sesuai dengan perkemanusiaan dan perikeadilan;
penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk
senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan
mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi : “ Dan perjuangan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur, makna yang terkandung disini adalah
:
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu
bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan
pergerakkan bangsa Indonesia.
69
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada
tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut harus
dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi
masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang
bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain
adalah merupakan cita – cita bangsa Indonesia ( cita – cita
nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi : “ Atas berkat Rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Hal ini mengandung
makna adanya :
1. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah
berkat ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Imdonesia
terhadap suatu kehidupan didunia dan akhirat.
3. Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea ke-empat berbunyi : “ Kemudian daripada itu untuk
membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu :
70
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam
sila – sila yang terkandung didalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan
bahwa sungguh tepat apa yang telah dirumuskan didalam
Pembukaan UUD 1945 yaitu : Pancasila merupakan landasan
ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan
spiritual didalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan
demokratif.
Sebelum menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur ketatanegaraan
pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan disini adalah
terjemahan dari istilah Inggris “The Structure of Government “.
Pada umumnya struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi
dua suasana, yaitu : supra struktur politik dan infra struktur
politik, yang dimaksud dengan supra struktur politik disini adalah
segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat–
alat perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan
dengannya. Hal – hal yang termasuk dalam supra struktur politik
ini adalah ; mengenai kedudukannya, kekuasaan dan
wewenangnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan
antara alat – alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra
struktur politik meliputi lima macam komponen, yaitu : komponen
Partai Politik; Komponen golongan kepentingan, Komponen alat
71
komunikasi politik, Komponen golongan penekan, Komponen
tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia
sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai
pendapat – pendapat secara umum yang berpengaruh ( dominan )
berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan, upaya
pelestarian ditempuh dengan cara antara lain tidak
memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya
tersebut diatur sebagai berikut :
1. MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD
1945 seperti tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983,
pasal 104 berbunyi sebagai berikut “ Majelis berketetapan
untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan
tidak akan melakukan perubahan terhadap serta akan
melaksanakannya secara murni dan konsekuen “.
2. Diperkenalkannya “ referendum “ dalam sistem ketatanegaraan
RI. Kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih
dahulu disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak
itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum secara
formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945
secara nyata, lembaga ini justru bertujuan untuk
mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945 hal ini
dapat diketahui pada bunyi konsideran “ TAP MPR No.
IV/MPR/1983 huruf e yang berbunyi “ Bahwa dalam rangka
makin menumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan
keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah
anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal
37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD
1945 “.
Kata “ melestarikan “ dan “ mempertahankan “ UUD 1945
secara formal adalah dengan tidak mengubah kaidah – kaidah
yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD
72
1945 seperti yang terdapat didalam penjelasan adalah sebagai
berikut :
“ Memang sifat aturan itu mengikat oleh karena itu makin “supel “
( elastic ) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga
supaya sistem UUD jangan sampai ketinggalan jaman “.
Dari uraian diatas dapat diketahui adanya dua prinsip yang
berbeda yaitu : yang pertama berkeinginan mempertahankan,
sedangkan prinsip yang kedua menyatakan UUD jangan sampai
ketinggalan jaman, yang artinya adanya “ perubahan “, mengikuti
perkembangan jaman dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk
memperjelas atau kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan
keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan yang mengatur
cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi
merupakan condition sine quanon (keadaan sesungguhnya)
untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau
mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 mampu
menyesuaikan dengan perkembangan jaman sedangkan larangan
mengubah UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis (mandeg)
dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan – alasan diatas kehadiran konvensi dalam
sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh :
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di
setiap negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat.
Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin
pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Didalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di
Indonesia pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat
pada bagan lampiran tersendiri. Dan setelah UUD 1945 dilakukan
amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober
1999, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9
November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002 dari
perubahan atau amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya
73
perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya didalam
struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu
Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur kedalam UUD 1945
yang diamandemen pasal 7B ayat 1 - 5 yang intinya adalah
menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden, dan apablia
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, dll harus diajukan terlebih dahulu ke
Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan
memutuskan seadil – adilnya terhadap pendapat DPR kepada
penyalahgunaan Presiden / Wakil Presiden. Dalam hal ini DPR
mengajukannya masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya
diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah – langkah
selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut
UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia tentang
kewarganegaraan pada Undang – Undang Dasar 1945 sebagai
mana pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “ Yang menjadi warga
negara ialah orang – orang bangsa Indonesia asli dan orang
bangsa lain yang disahkan dengan Undang – Undang sebagai
warga negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa “ Syarat –
syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang –
Undang “. Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik
Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, masalah hak
asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit, ada yang
mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan kedalam ide
tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan
kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD
dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk kedalam pasal – pasal :
27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi
adalah kewajiban setiap pribadi untuk berbuat agar eksistensi
negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara
memiliki kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya.
Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada
74
diri manusia itu sejak lahir terlihat dari uraian diatas mengenai
hubungan antar negara dan warga negara masing – masing
memiliki hak dan kewajiban.
75
STRUKTUR KETATANEGARAAN
SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
MPR
UUD 1945
STRUKTUR KETATANEGARAAN
SETELAH PERUBAHAN UUD 1945
MPR
UUD 1945
Keterangan :
MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat MK = Mahkamah Konstitusi
DPR = Dewan Perwakilan Rakyat MA = Mahkamah Agung
UUD = Undang – Undang Dasar KY = Komisi Yudikatif
BPK = Badan Pemeriksa Keuangan
DPD = Dewan Perwakilan Daerah
76
Proses Dalam Tahapan – Tahapan
Pasal – Pasal UUD 1945 Yang Diamandemen
PERTAMA Kedua KETIGA KEEMPAT
( 19-10-1999 ) ( 18-08-2000 ) ( 10-11-2001 ) ( 10-08-2002 )
Pasal 5 ayat 1 Pasal 18 Pasal 1 ayat 2 dan 3 Pasal 2 ayat 1
Pasal 7 Pasal 18 A Pasal 3 ayat 1, ayat 3, ayat 4 Pasal 6 A ayat 4
Pasal 9 Pasal 18 B Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 Pasal 8 ayat 3
Pasal 13 ayat 2, 3 Pasal 19 Pasal 6 A ayat 1, 2, 3, dan 5 Pasal 23 B
Pasal 14 Pasal 20 ayat 5 Pasal 7 A Pasal 23 D
Pasal 15 Pasal 20 A Pasal 7Bayat 1,2,3,4,5,6,dan 7 Pasal 24 ayat 3
Pasal 17 ayat 2 Pasal 22 A Pasal 7 C Pasal 31 ayat 1,2,3,4, dan 5
Pasal 17 ayat 3 Pasal 22 B Pasal 8 ayat 1 dan 2 Pasal 32 ayat 1 dan 2
Pasal 20 Bab IX A Pasal 25 E Pasal 11 ayat 2 dan 3 Pasal 33 ayat 4 dan 5
Pasal 21 Bab X Pasal 26 ayat 2 dan 3 Pasal 17 ayat 4 Pasal 34 ayat 1,2,3, dan 4
Pasal 27 ayat 3 Bab VII A Pasal 22 C ayat 1,2,3 dan 4 Pasal 37 ayat 1,2,3,4, dan 5
Bab X a pasal 28 A, 28 B, 28 C, Pasal 22 D ayat 1, 2, 3, dan 4 Aturan Peralihan
28 D, 28 F, 28 G, 28 H, 28 I, 28 J Pasal 22 E ayat 1, 2, dan 3 Pasal I, II, dan III
Bab XII Pasal 30 Pasal 23 ayat 1, 2, dan 3 Aturan Tambahan Pasal I dan II
Bab XV Pasal 36 A Pasal 23 A
Bab XV Pasal 36 B, 26 C Pasal 23 C
Bab VII A Pasal 23 B ayat 1, 2, dan 3
Pasal 23 F ayat 1 dan 2
Pasal 23 G ayat 1 dan 2
Pasal 24 ayat 1 dan 2
Pasal 24 ayat 1,2,3,4, dan 5
Pasal 24 B ayat 1,2,3, dan 4
Pasal 24 B ayat 1,2,3,4,5, dan 6
77
C. MEMAHAMI DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
Setelah ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dalam
pelaksanaannya, Undang – Undang Dasar 1945 mengalami masa
berlaku dalam dua kurun waktu yaitu :
1. Kurun pertama sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan
tanggal 27 Desember 1949.
2. Kurun waktu kedua sejak tanggal 5 Juli 1959 ( Dekrit Presiden )
sampai sekarang dan ini terbagi lagi menjadi ketiga
masa yaitu : Orde Lama, Orde Baru dan masa
Reformasi.
Sedangkan antara akhir tahun 1949 sampai dengan tahun 1959
berlaku Konstitusi RIS dan UUDS 1945. Dalam kurun waktu pertama
tersebut sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 belum dapat
berjalan sebagaimana mestinya, karena pada masa tersebut seluruh
potensi bangsa dan negara sedang tercurahkan kepada upaya untuk
membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dimana kondisi pemerintah sedang diwarnai gejolak politik dan
keamanan. Gejolak tersebut diantaranya terjadi pemberontakan dimana
– mana, dan terjadi agresi Belanda kedua.
Pada pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu diatas mengenai
kelembagaan negara seperti yang ditentukan dalam UUD 1945 belum
dapat dibentuk sebagaimana mestinya, sehingga sistem
pemerintahanya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam kurun
waktu ini sempat diangkat anggota Dewan Pertimbangan Agung
Sementara sedangkan MPR dan DPR belum dapat dibentuk sesuai
dengan ketentuan pasal IV aturan peralihan, sebelum MPR, DPR, dan
DPA dibentuk segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan
bantuan Komite Nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden
mempunyai kekuasaan yang sangat besar.
Penyimpangan konstitusional yang sangat prisipil yang terjadi
dalam kurun waktu ini adalah perubahan Sistem Kabinet Presidensial
menjadi Kabinet Parlementer. Atas usul Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat ( BPKNIP ) tanggal 11 November 1945 kemudian
disetujui Presiden diumumkan maklumat pemerintah tanggal 14
79
November 1945 isinya mengenai sistem Kabinet Presidensial menjadi
Kabinet Parlementer. Sejak saat ini kekuasaan pemerintahan dipegang
oleh Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet. Perdana Menteri dan
para menteri baik secara bersama – sama atau sendiri – sendiri
bertanggung jawab kepada BPKNIP yang berfungsi sebagai Dewan
Perwakilan Rakyat. Dengan demikian maklumat pemerintah tanggal 14
November 1945 jelas merupakan penyimpangan dari ketentuan UUD
1945. Penyimpangan ini sangat mempengaruhi stabilitas politik maupun
pemerintahan, dalam kondisi seperti ini kemudian berdiri Negara RIS,
dimana Negara Indonesia merupakan bagian dari Negara RIS tersebut,
secara de facto Negara RI memiliki kekuasaan hanya sebagian pulau
Jawa dan Sumatera, pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Negara federal RIS tidak bertahan lama mulai tanggal 17
Agustus 1950 susunan negara federal RIS berubah menjadi susunan
Negara Kesatuan RI. Tetapi menggunakan Undang – Undang Dasar
yang lain yaitu menggunakan UUD Sementara 1950, menurut UUDS
sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer bukan sistem
pemerintahan Presidensial, pertanggungjawaban para menteri itu juga
kepada parlemen yaitu DPR. Kedudukan Presiden tidak dapat diganggu
gugat. Landasan pemikiran sistem pemerintahan itu didasarkan kepada
Demokrasi Liberal yang dianut oleh negara – negara barat sedangkan
sistem Presidensial berpijak pada landasan Demokrasi Pancasila yang
berintikan kerakyatan dan Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
UUD 1945 merupakan hukum dasar terpilih yang bersifat
mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat dan
setiap warga negra Indonesia, sehingga semua produk hukum seperti
Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, serta kebijaksanaan
Pemerintah harus selalu berdasarkan dan bersumber kepada norma,
aturan dan ketentuan yang diberlakukan oleh UUD 1945 disamping
hukum dasar yang tertulis terdapat juga hukum dasar yang tidak tertulis,
yaitu aturan – aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara yang disebut Konvensi, dimana dalam
pelaksannanya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang
disebabkan oleh tidak terjaminnya stabilitas politik, keamanan maupun
80
ekonomi, Konstituante (hasil Pemilu 1955) yang mempunyai tugas untuk
membuat UUD pengganti UUDS 1950 gagal menyusun dan
menetapkan Undang – Undang Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
mengandung beberapa diktum yang sangat penting, yaitu :
a. Menetapkan pembubaran konstituante.
b. Menetapkan Undang – Undang Dasar 1945 berlaku lagi.
c. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota – anggota Dewan
Perwakilan Rakyat ditambah utusan – utusan dari daerah – daerah
dan golongan serta DPA sementara akan diselenggarakan sidang
sesingkat – singkatnya.
Masa antara tahun 1959 sampai 1965 ( Orde Lama ) lembaga –
lembaga negara belum dibentuk seperti ; MPR, DPR, DPA, dan Badan
Pemeriksa Keuangan sebagaimana yang ditentukan oleh UUD 1945.
Lembaga – lembaga tersebut diatas sifatnya masih sementara dan
fungsinya lembaga – lembaga tersebut juga masih belum sesuai dengan
UUD 1945 misalnya:
1. Presiden telah mengeluarkan produk – produk legislatif yang
mestinya berbentuk Undang – Undang ( dengan persetujuan DPR )
dalam bentuk penetapan Presiden tanpa persetujuan DPR.
2. MPRS melalui ketetapan MPR No. II/MPR/1963 mengangkat
Presiden Soekarno seumur hidup disini bertentangan dengan UUD
1945 yang menyatakan masa jabatan Presiden 5 tahun dan
sesudahnya dipilih kembali.
3. Hak budjet DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan
RUU APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Bahkan pada
tahun 1960, karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan
oleh pemerintah maka, Presiden lalu membubarkan DPR.
4. Kekuasaan peradilan menjadi tidak bebas campur tangan
pemerintah hal ini terlihat dalam Undang – Undang No. 19 tahun
1964 tentang ketentuan – ketentuan pokok kekuasaan kehakiman
dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden dapat turun atau
campur tangan dalam soal – soal peradilan.
Beberapa akibat kasus penyimpangan UUD 1945 tersebut
membawa buruknya keadaan politik dan keamanan serta kemerosotan
81
dibidang ekonomi. Keadaan demikian mencapai puncaknya pada
pemberontakan G 30 S PKI yang gagal pada tahun 1965.
Kurun waktu Orde Baru tahun 1966 sampai 1998 yang
mempunyai tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Karena telah terbukti bahwa pemberontakan G
30 S yang didalangi oleh PKI maka rakyat menghendaki dan menuntut
PKI dibubarkan. Namun pada waktu itu pimpinan negara tidak mau
memenuhi tuntutan rakyat sehingga timbul “ situasi konflik “ antara
rakyat satu pihak dan Presiden dilain pihak. Keadaan dibidang politik,
ekonomi, dan keamanan semakin tidak terkendali, oleh karena itu rakyat
dengan dipelopori oleh pemuda / mahasiswa menyampaikan
tuntutannya yaitu Tri Tuntutan Rakyat ( TRITURA ) yaitu :
1. Bubarkan PKI.
2. Bersihkan kabinet dari unsur – unsur PKI.
3. Turunkan harga – harga / perbaikan ekonomi.
Gerakan TRITURA semakin meningkat sehingga Presiden
mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kepada Letnan
Jenderal TNI Soeharto, dengan lahirnya SUPERSEMAR oleh rakyat
dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
Dengan berlandaskan pada Surat Perintah 11 Maret 1966,
pengemban SUPERSEMAR pada tanggal 12 Maret 1966 membubarkan
PKI dan ormas – ormasnya jadi dengan demikian tanggal 19 Maret 1966
dinyatakan sebagai titik awal Orde baru. Dalam masa ini telah dapat
berhasil melaksanakan Undang – Undang Dasar 1945 dalam hal
pembentukan lembaga – lembaga Negara dan lain – lain, namun
perkembangan lebih lanjut Orde Baru didalam melaksanakan
kekuasaan negara / pemerintah, sejalan dengan proses yang dihadapi
ternyata terjadi penyimpangan – penyimpangan yang terlihat kepada
pelaksanaan kekuasaan pemerintah mengarah otoriter. Dari pemerintah
otoriter ini muncul terjadinya konflik horisontal maupun vertikal yang
diakhiri oleh lengsernya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998,
kemudian beralih kepada Pemerintah beraliran Reformasi.
UUD 1945 pada masa era globalisasi yang ditandai oleh
reformasi berawal dari ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang
GBHN kemudian disusul oleh Tap – Tap MPR yang lain. Dari segi
82
pengembangan hukum terlihat pada Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang
sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangan.
Sejak adanya perubahan / amandemen UUD 1945 yang pertama
tersirat materi muatan konstitusi hanya diatur dalam UUD 1945
kemudian amandemen tersebut sampai perubahan keempat, secara
lengkap proses amandemen pasal – pasal dimaksud dapat diperhatikan
pada lampiran. Didalam era reformasi ini Pancasila tetap dipertahankan
sebagai Dasar Negara dan Pancasila sebagai idiologi nasional yang
merupakan cita – cita dari tujuan negara. Didalam pengembangan lebih
lanjut bahwa Pancasila sebagai paradigma yaitu merupakan pola pikir
atau kerangka berpikir, disini menunjukkan bahwa pembukaan UUD
1945 memiliki peranan penting yang menjadi satu kesatuan bersama
UUD 1945. Menyangkut perubahan / amandemen UUD 1945 dimaksud
diantaranya adalah untuk menghadapi perkembangan yang begitu cepat
terjadi didunia ini.
.
83
BAB VII
A. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu
pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah
tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam
bukunya yang berjudul “The Structure Of Scientific Revolution”,
paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum
(merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber
hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga
sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan
pada suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode
kuantitatif yang mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada
sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik, maka hasil dari
ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu
aspek saja dari obyek ilmu pengetahuan yaitu manusia.
Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber
nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan serta proses dari suatu bidang tertentu
termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam
pendidikan.
84
1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (Iptek) pada hakikatnya
merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa)
manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan
potensi rohaniah manusia dalam hubungannya dengan intelektualitas,
rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moral (etika).
Tujuan yang esensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat
manusia, sehingga Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun
terikat oleh nilai. Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia
harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu
pengetahuan, mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional,
antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia
dengan sekitarnya.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-
dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek harus
bersifat beradab. Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang
beradab dan bermoral.
Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia
dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain.
Pengembangan Iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa
nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai
bagian dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara
demokratis. Artinya setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk
mengembangkan Iptek juga harus menghormati dan menghargai
kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka untuk
dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan
lainnya.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
mengkomplementasikan pengembangan Iptek haruslah menjaga
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu
keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri,
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia
dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam
lingkungannya.
85
Pengembangan dan pembangunan bidang politik harus
mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam
istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada
kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai
individu – mahluk sosial yang terjelma sebagai rakyat. Selain sistem
politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik
negara. Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa “negara berdasarkan atas
Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Hal ini menurutnya agar memberikan dasar-dasar moral
supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis,
bahwa dalam politik negara harus mendasarkan pada kerakyatan (sila
IV), adapun pengembangan dan aktualisasi politik negara berdasarkan
pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan, moral kemanusiaan (sila
II) dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa
(sila III). Adapun aktualisasi dan pengembangan politik negara demi
tercapainya keadilan dalam hidup bersama (sila V).
86
suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan
kekuasaan.
1. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan Jangka Panjang
II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu
dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga
menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.
Sistem politik dikembangkan kearah sistem “Birokratik
Otoritarian” dan suatu sistem “Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan
konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-
keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan
penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan
kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat
bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang
kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J.
Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan
pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie
inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan
rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh,
terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti
dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum.
Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan
87
tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan
sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya.
88
dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan
serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan
dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya
maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata
kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.
89
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan
negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan
porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy).
Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta
mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945,
Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang
dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok
pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan
merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis
(UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi
hukum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,
yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum
yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara
eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia
yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang
telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah
- UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum
melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang
menghasilkan ketetapan-ketetapan:
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi
Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
90
hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar
filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan,
pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain
sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar
dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum.
Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas
terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan
antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang
pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga
negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah
(pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap
warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi
seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta
keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat
penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung
tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.
91
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan
pada nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan
tertinggi negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula
kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus merupakan
dasar pijakan dalam reformasi.
Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan
cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan
waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan
datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistik sebagai unsur
yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi
serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk
menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di negara Indonesia.
karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi
dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus
diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.
92
3. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka
perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan
struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini
meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi
modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari
ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada
kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut
dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus
segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada
upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan
kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga
dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
D. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu
aktualisasi obyektif dan subyektif. Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu
aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan
yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif
maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi
lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke
dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan
maupun bidang kenegaraan lainnya. Adapun aktualisasi Pancasila
subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama
dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan
masyarakat. Aktualisasi yang subyektif tersebut tidak terkecuali baik
warga negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara,
terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri
agar memiliki moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagaimana
terkandung dalam Pancasila.
93
menghasilkan ilmuwan, intelektual serta pakar yang bermoral ketuhanan
yang mengabdi pada kemanusiaan.
2. Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah,
bersifat obyektif dalam upaya untuk menemukan kebenaran dan
menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian.
Dalam suatu kegiatan penelitian seluruh unsur dalam penelitian
senantiasa mendasarkan pada suatu paradigma tertentu, baik
permasalahan, hipotesis, landasan teori maupun metode yang
dikembangkannya. Dalam khasanah ilmu pengetahuan terdapat
berbagai macam bidang ilmu pengetahuan yang masing-masing
memiliki karakteristik sendiri-sendiri, karena paradigma yang berbeda.
Bahkan dalam suatu bidang ilmu terutama ilmu sosial, antropologi dan
politik terdapat beberapa pendekatan dengan paradigma yang berbeda,
misalnya pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.
Dasar-dasar nilai dalam Pancasila menjiwai moral peneliti
sehingga suatu penelitian harus bersifat obyektif dan ilmiah. Seorang
peneliti harus berpegangan pada moral kejujuran yang bersumber pada
ketuhanan dan kemanusiaan. Suatu hasil penelitian tidak boleh karena
motivasi uang, kekuasaan, ambisi atau bahkan kepentingan primordial
tertentu. Selain itu asas manfaat penelitian harus demi kesejahteraan
umat manusia, sehingga dengan demikian suatu kegiatan penelitian
senantiasa harus diperhitungkan manfaatnya bagi masyarakat luas
serta peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan.
F. Budaya Akademik
Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang
memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat
akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang
merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat
sejumlah ciri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik sebagai
berikut :
a. Kritis, senantiasa mengembangkan sikap ingin tahu segala sesuatu
untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui
suatu kegiatan ilmiah penelitian.
b. Kreatif, senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk
menemukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat.
94
c. Obyektif, kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar
berdasarkan pada suatu kebenaran ilmiah, bukan karena
kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.
d. Analitis, suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu
metode ilmiah yang merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya
suatu kebenaran ilmiah.
e. Konstruktif, harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya
baru yang memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat.
f. Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan
terus-menerus.
g. Dialogis, dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam
masyarakat akademik harus memberikan ruang pada peserta didik
untuk mengembangkan diri, melakukan kritik serta
mendiskusikannya.
h. Menerima kritik, sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu
setiap insan akademik senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
i. Menghargai prestasi ilmiah/akademik, masyarakat intelektual
akademik harus menghargai prestasi akademik, yaitu prestasi dari
suatu kegiatan ilmiah.
j. Bebas dari prasangka, budaya akademik harus mengembangkan
moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan kebenaran pada suatu
kebenaran ilmiah.
k. Menghargai waktu, senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan
seefisien mungkin, terutama demi kegiatan ilmiah dan prestasi.
l. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, memiliki karakter
ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik
m. Berorientasi ke masa depan, mampu mengantisipasi suatu kegiatan
ilmiah ke masa depan dengan suatu perhitungan yang cermat,
realistis dan rasional.
n. Kesejawatan/kemitraan, memiliki rasa persaudaraan yang kuat
untuk mewujudkan suatu kerja sama yang baik. Oleh karena itu
budaya akademik senantiasa memegang dan menghargai tradisi
almamater sebagai suatu tanggung jawab moral masyarakat
intelektual akademik.
95
suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus dilakukan
pengembangan hukum positif.
Dalam reformasi bidang hukum, bangsa Indonesia telah
mewujudkan Undang-undang Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 39
Th.1999. Sebagaimana terkandung dalam konsideran bahwa yang
dimaksud Hak asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Disamping hak asasi manusia, undang-undang ini juga menentukan
Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila
tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak
asasi manusia.
Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut mahasiswa
sebagai kekuatan moral harus bersifat obyektif dan benar-benar
berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia,
bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuatan politik
dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan
negara Indonesia. Perlu disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi
manusia pelanggaran terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan oleh
seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara
baik disengaja maupun tidak disengaja.
96
DAFTAR PUSTAKA
97
Sri Sultan Hamengkubuwono X, 1998, Pancasila: Sumber
Inspirasi, Visi dan Agenda Aksi Reformasi, Makalah
Diskusi Panel “Pancasila dalam Perspektif
Reformasi”, Pusat Studi Pancasila UGM, 15 Juni
1998, Yogyakarta.
Utrecht, E. 1983, Pengantar dalam Hukum Indonesia, disadur dan
direvisi oleh Moh.Saleh Djidang,SH., PT. Ichtiar
Baru, Jakarta.
Wahyono, Padmo, Prof. SH.,1980, Negara Republik Indonesia,
Academica, Jakarta.
Yamin Muhammad, 1982, Proklamasi dan Konstitusi Republik
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Yamin Muhammad, 1971, Naskah Persiapan Undang-Undang
Dasar 1945, Indonesia, Vol.II dan III, Siguntang,
Jakarta.
98
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
( P r e a m b u l e)
UNDANG-UNDANG DASAR
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar.***)
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)
BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui
pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima
tahun di ibukota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara
yang terbanyak.
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar. ***)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden. ***/****)
99
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang
Dasar. ***/****)
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil
Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. *)
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah
mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
***)
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut
dengan undang-undang. ***)
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat.***)
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum. ***)
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara
lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum
dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar
di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi
Presiden dan Wakil Presiden. ***)
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih,
dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan
kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan
pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai
Presiden dan Wakil Presiden. ****)
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut
diatur dalam undang-undang. ***)
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun,
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk
satu kali masa jabatan.*)
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
100
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah
Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;
dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah
dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
***)
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah
Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam
sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan
seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut
paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan
Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna
untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga
puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
***)
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya
3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan
Perwakilan Rakyat. ***)
Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden
sampai habis masa jabatannya. ***)
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam
waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat
101
menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon
yang diusulkan oleh Presiden. ***)
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri,
Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan
Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan
calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa
jabatannya. ****)
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak
dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh
Pimpinan Mahkamah Agung. *)
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan
undang-undang. ***)
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya
keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 13
102
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat. *)
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
Pasal 14
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung. *)
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan
yang diatur dengan undang-undang. *)
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya
diatur dalam undang-undang. ****)
BAB V
KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. *)
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. *)
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur
dalam undang-undang. ***)
BAB VI
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang. **)
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. **)
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum. **)
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. **)
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat. **)
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. **)
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
dalam undang-undang. **)
Pasal 18A
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan
kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan
dan keragaman daerah. **)
103
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan
undang-undang. **)
Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-
undang. **)
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. **)
BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. **)
(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang. **)
(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. **)
Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-
undang. *)
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. *)
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,
rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *)
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi undang-undang. *)
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan
undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan. **)
Pasal 20A
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan. **)
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal
lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. **)
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini,
setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. **)
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak
anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang. **)
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul
rancangan undang-undang.*)
Jika rancangan itu, meskipun oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak
disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Pasal 22
104
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus
dicabut.
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang
diatur dengan undang-undang. **)
Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari
jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
**)
BAB VIIA***)
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui
pemilihan umum. ***)
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama
dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari
sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. ***)
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-
undang. ***)
Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah. ***)
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan,
dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***)
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya,
yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. ***)
BAB VIIB***)
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***)
105
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ***)
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. ***)
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah
adalah perseorangan. ***)
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri. ***)
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-
undang. ***)
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. ***)
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
***)
Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. ****)
Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-
undang. ****)
BAB VIIIA***)
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri. ***)
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
sesuai dengan kewenangannya. ***)
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan
dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. ***)
Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
dan diresmikan oleh Presiden. ***)
106
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota. ***)
Pasal 23G
Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi ***)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur
dengan undang-undang ***)
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***)
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. ***)
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang. ****)
Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang. ***)
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. ***)
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan
sebagai hakim agung oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
***)
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung
serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. ***)
Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. ***)
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman
di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela. ***)
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-undang.***)
Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. ***)
107
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. ***)
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi
yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang
oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga
orang oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim
konstitusi. ***)
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan,
serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. ***)
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-
undang. ***)
BAB IXA**)
WILAYAH NEGARA
Pasal 25A ****)
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang. **)
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK**)
Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara.
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia. **)
(2) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-
undang. **)
Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara. **)
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
BAB XA**)
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya. **)
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah. **)
108
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. **)
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negaranya. **)
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja. **)
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan. **)
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali. **)
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain. **)
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. **)
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan. **)
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **)
109
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun. **)
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu. **)
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban. **)
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **)
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan. **)
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **)
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu
BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA**)
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara. **)
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan
utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. **)
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. **)
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. **)
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya,
syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan diatur dengan undang-undang. **)
110
BAB XIII
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ****)
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya. ****)
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang. ****)
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. ****)
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia. ****)
Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya. ****)
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional. ****)
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. ****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang. ****)
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. ****)
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan. ****)
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak. ****)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang. ****)
BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN**)
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36
111
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal
Ika. **)
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. **)
Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang. **)
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat. ****)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara
tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah
beserta alasannya. ****)
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan
dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu
anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan. ****)
ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)
Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang
untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)
Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus
2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah
Agung. ****)
ATURAN TAMBAHAN
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan
terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil
putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003. ****)
Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan
dan pasal-pasal. ****)
Perubahan Pertama : *)
112
Perubahan Kedua : **)
Perubahan Ketiga : ***)
Perubahan Keempat : ****)
113
114
115
116