You are on page 1of 116

BAB I

PENDAHULUAN

Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang


terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam
Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang
tubuh UUD 1945.
Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat
negara Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan
manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh
dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi
negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang
seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta
pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi,
dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat
itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang
sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak
terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan
terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi,
namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform
dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil
akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan
ancaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi
berupaya untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu
sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan
melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang
Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila sebagai
satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut
sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden
atas kewenangan untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan
asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi kepentingan
kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian
dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan
pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu
memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para
penguasa pada masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik
serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan
label politik Orde Baru. Sehingga mengembangkan serta mengkaji
Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde Baru.
Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideology Pancasila berakibat
fatal yaitu melemahkan kepercayaan rakyat yang akhirnya mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di
Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua, dll.
Berdasarkan alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita
bersama sebagai warga negara untuk selalu mengkaji dan
mengembangkan Pancasila setingkat dengan idelogi/paham yang ada
seperti Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.

1
A. Landasan Pendidikan Pancasila
a. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai
jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah.
Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai
bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam
pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas,
sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para
pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana
namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama
Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan
pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-
ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana
dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila
Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara
Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia
sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari
bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis Pancasila.

b. Landasan Kultural

Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam


bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural
yang dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan
dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila
bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan
merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat
dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para
pendiri negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama kalangan
intelektual kampus sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji
karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan secara dinamis
dalam arti mengembangkan sesuai dengan tuntutan jaman.

c. Landasan Yuridis

Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di


Perguruan Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis,
jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000,
tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa
kelompok Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan
dalam kurikulum setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi
mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang
Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian

2
(MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata
kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional
dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual. Adapun
rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas segi
historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara
serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar
mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya,
mengenali masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali
perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya
demi persatuan bangsa.

d. Landasan Filosofis

Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis


bangsa Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan
moral untuk secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara
adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini
berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan
YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada
nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam
proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa
Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan,
baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial
budaya, maupun pertahanan keamanan.

B. Tujuan Pendidikan Pancasila

Dengan mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk


menghasilkan peserta didik dengan sikap dan perilaku :
1. Beriman dan takwa kepada Tuhan YME
2. Berkemanusiaan yang adil dan beradab
3. Mendukung persatuan bangsa
4. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama
diatas kepentingan individu/golongan
5. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam
masyarakat.
Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia
diharapkan mampu memahami, menganalisa dan menjawab masalah-
masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara
berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional
dalam Pembukaan UUD 1945.

C. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah

Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian


ilmiah harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno
dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat
ilmiah sebagai berikut :
- berobyek

3
- bermetode
- bersistem
- bersifat universal

1. Berobyek
Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma
dan obyek materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut
pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat
dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila),
Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat
Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang
merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang
bersifat empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa
materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek materia
pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek
budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek materia
empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda
sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan,
dsb. Obyek materia non empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya,
nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian,
sifat, karakter dan pola-pola budaya.

2. Bermetode
Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam
rangka pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran
yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat
tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah
satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode
analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak berkaitan
dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan
metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna
dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis” serta metode
“pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut
senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan
kesimpulan.

3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat
dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan
suatu kesatuan antara bagian-bagian saling berhubungan baik
hubungan interelasi (saling hubungan maupun interdependensi (saling
ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus
merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke
lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan
kesatuan dan kebulatan.

4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal
artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi,
kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau
dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila
Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.

4
Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti
tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada
karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan
ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sbb :
Deskriptif suatu pertanyaan “bagaimana”
Kausal suatu pertanyaan “mengapa”
Normatif suatu pertanyaan “ kemana”
Essensial suatu pertanyaan “ apa “

1. Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang
memberikan suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila
secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila,
nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.

2. Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang
memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara
kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila
yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa
efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila
sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.

3. Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan
dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian
normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang
seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari
Pancasila yang bersifat dinamis.

4. Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk
menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang
hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya
untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang
terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).

Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan

Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila


dalam kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia,
sehingga meliputi pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan.
Realisasi Pancasila dalam aspek penyelenggaraan negara secara resmi
baik yang menyangkut norma hukum maupun norma moral dalam
kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara.
Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan Pancasila
yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan pengetahuan deskriptif,
kausal dan normatif. Sedangkan tingkat pengetahuan essensial dibahas
dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila

5
sampai inti sarinya, makna yang terdalam atau membahas sila-sila
Pancasila sampai tingkat hakikatnya.

D. Beberapa Pengertian Pancasila

Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah


memiliki pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar
negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai
kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai
macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh
karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik
menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian
Pancasila meliputi :

1. Pengertian Pancasila secara Etimologis


Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut
Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki
dua macam arti secara leksikal, yaitu :
Panca artinya lima
Syila artinya batu sendi, alas, dasar
Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang
memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur.
Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di
India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai
nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai
kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah
Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral
principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri,
berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras.
Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India
masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan
Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara
Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan
dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh
dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha
(Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo
limo/M5) : mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina),
mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).

2. Pengertian Pancasila Secara Historis


Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang
akan diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M.
Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar
negara Indonesia disebut Pancasila.
Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk
Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip
sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak
termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara
Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas
interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan

6
dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang
BPUPKI secara bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila
adalah :
a. Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato
mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis
mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan
lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

b. Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo
mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengusulkan dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila
secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas
menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan
Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan
Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi
menjadi Eka Sila yang intinya adalah “gotong royong”
.
d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota
BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan
didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia

7
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis


Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai
dasar negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia
mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-
rumusan Pancasila sebagai berikut :
a. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17
Agustus 1950)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial

b. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)


1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial

c. Dalam kalangan masyarakat luas


1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan Sosial

Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar


adalah rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945
sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan
MPR No. III/MPR/2000.

8
BAB II

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

A. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologi, filsafat adalah istilah atau kata yang berasal
dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Kata itu terdiri dari dua kata yaitu
philo, philos, philein, yang mempunyai arti cinta/ pecinta/ mencintai dan
sophia yang berarti kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran. Jadi
secara harafiah istilah filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan atau
kebenaran yang hakiki.
Berfilsafat berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung)
terhadap sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh dan universal
untuk mencari hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu
yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaandan
cinta akan kebijakan.
Kata filsafat untuk pertama kali digunakan oleh Phythagoras
(582 – 496 SM). Dia adalah seorang ahli pikir dan pelopor matematika
yang menganggap bahwa intisari dan hakikat dari semesta ini adalah
bilangan. Namun demikian, banyaknya pengertian filsafat sebagaimana
yang diketahui sekarang ini adalah sebanyak tafsiran para filsuf itu
sendiri. Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu :
1. Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa adanya kata heran
merupakan asal dari filsafat. Rasa heran itu akan mendorong untuk
menyelidiki.
2. Kesangsian, merupakan sumber utama bagi pemikiran manusia
yang akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat berguna
untuk menemukan titik pangkal yang kemudian tidak disangsikan
lagi.
3. Kesadaran akan keterbatasan, manusia mulai berfilsafat jika ia
menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama bila
dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Kemudian muncul
kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada
sesuatu yang tdak terbatas.
Pada umumnya terdapat dua pengertian filsafat yaitu filsafat
dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk. Selain itu, ada

9
pengertian lain, yaitu filsafat sebagai ilmu dan filsafat sebagai
pandangan hidup. Disamping itu, dikenal pula filsafat dalam arti teoritis
dan filsafat dalam arti praktis.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk,
filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dalam arti praktis. Hal itu
berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman
dan pegangan dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.

1. Obyek Filsafat
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni
(tidak terikat langsung dengan suatu obyek), yang mendalam dan daya
pikir subyek manusia dalam memahami segala sesuatu untuk mencari
kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan
fungsi kepribadian manusia. Ajaran filsafat merupakan hasil pemikiran
yang sedalam-dalamnya tentang kesemestaan, secara mendasar
(fundamental dan hakiki). Filsafat sebagai hasil pemikiran pemikir (filsuf)
merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik berwujud pandangan
hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut suatu
masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian, telah tumbuh
dan berkembang menjadi suatu tata nilai yang melembaga sebagai
suatu paham (isme) seperti kapitalisme, komunisme, fasisme dan
sebagainya yang cukup mempengaruhi kehidupan bangsa dan negara
modern.
Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek
yang tidak terbatas yang ditinjau dari dari sudut isi atau substansinya
dapat dibedakan menjadi :
a. obyek material filsafat : yaitu obyek pembahasan filsafat yang
mencakup segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit
seperti manusia, alam, benda, binatang dan lain-lain, maupun
sesuatu yang bersifat abstrak spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide,
ideologi, moral, pandangan hidup dan lain sebagainya.
b. obyek formal filsafat : cara memandang seorang peneliti terhadap
objek material tersebut.

10
Suatu obyek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam
sudut pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang filsafat. Adapun
cabang-cabang filsafat yang pokok adalah :
a..Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di
balik fisis yang meliputi bidang : ontologi (membicarakan teori sifat
dasar dan ragam kenyataan), kosmologi (membicarakan tentang teori
umum mengenai proses kenyataan, dan antropologi.
b. Epistemologi, adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan
atau kebenaran.
c. Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan cara/jalan untuk
memperoleh pengetahuan.
d. Logika, ádalah membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar
dapat mengambil kesimpulan yang benar.
e. Etika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia tentang baik-buruk
f. Estetika, membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan hakikat
keindahan-kejelekan.

2. Aliran-Aliran Filsafat
Aliran-aliran utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga
sekarang adalah sebagai berikut :
a. Aliran Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas
kesemestaan, termasuk mahluk hidup dan manusia ialah materi.
Semua realitas itu ditentukan oleh materi (misalnya benda ekonomi,
makanan) dan terikat pada hukum alam, yaitu hukum sebab-akibat
(hukum kausalitas) yang bersifat objektif.
b. Aliran Idealisme/Spiritualisme, aliran ini mengajarkan bahwa ide dan
spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia.
Subjek manusia sadar atas realitas dirinya dan kesemestaan
karena ada akal budi dan kesadaran rohani manusia yang tidak
sadar atau mati sama sekali tidak menyadari dirinya apalagi realitas
kesemestaan. Jadi hakikat diri dan kenyataan kesemestaan ialah
akal budi (ide dan spirit)

11
c. Aliran Realisme, aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran
diatas adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak
realistis). Sesungguhnya, realitas kesemestaan, terutama kehidupan
bukanlah benda (materi) semata-mata. Kehidupan seperti tampak
pada tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia mereka hidup
berkembang biak, kemudian tua dan akhirnya mati. Pastilah realitas
demikian lebih daripada sekadar materi. Oleh karenanya, realitas
adalah panduan benda (materi dan jasmaniah) dengan yang non
materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah). Khusus pada manusia tampak
dalam gejala daya pikir, cipta, dan budi. Jadi menurut aliran ini,
realitas merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dan
nonmateri.

B. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


1. Pancasila Sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan
konteksnya, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai
ideologi bangsa dan negara Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi
Pancasila itu bukanlah berdiri secara sendiri-sendiri namun bilamana
dikelompokan maka akan kembali pada dua kedudukan dan fungsi
Pancasila yaitu sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup
bangsa Indonesia.
Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system)
yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa
Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari unsur-unsur
kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu
menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari proses
terjadinya Pancasila yaitu melalui suatu proses yang disebut kausa
materialisme karena nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada dan hidup
sejak jaman dulu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Pandangan yang diyakini kebenarannya itu menimbulkan tekad bagi
bangsa Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tingkah laku
serta perbuatannya. Di sisi lain, pandangan itu menjadi motor
penggerak bagi tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuannya.

12
Dari pandangan inilah maka dapat diketahui cita-cita yang ingin dicapai
bangsa, gagasan kejiwaan apa saja yang akan coba diwujudkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari sepenuhnya
oleh para pendiri negara Republik Indonesia adalah :”di atas dasar
apakah negara Indonesia didirikan” ketika mereka bersidang untuk
pertama kali di lembaga BPUPKI. Mereka menyadari bahwa makna
hidup bagi bangsa Indonesia harus ditemukan dalam budaya dan
peradaban bangsa Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan dan
pengejawantahan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini dan dihayati
kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah
perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak lahirnya.
Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-
gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap
baik. Mereka menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan
sosial dan tata kehidupan kerohanian bangsa yang memberi corak,
watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya
dengan masyarakat dan bangsa lainnya. Kenyataan yang demikian itu
merupakan suatu kenyataan objektif yang merupakan jatidiri bangsa
Indonesia.
Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari
sumber nilai utama yaitu :
a. nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak, dan
abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti
kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab suci
b. nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang merupakan
intisari dari nilai-nilai yang luhur budaya masyarkat (inti
kesatuan adat-istiadat yang baik) yang tersebar di seluruh
nusantara.

2. Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem


Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan
suatu sistem filsafat. Pengertian sistem adalah suatu kesatuan bagian-
bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan

13
tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Lazimnya sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. suatu kesatuan bagian-bagian
b. bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c. saling berhubungan dan saling ketergantungan
d. kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
bersama (tujuan sistem)
e. terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pada hakikatnya setiap sila Pancasila merupakan suatu asas
sendiri-sendiri, fungsi sendiri-sendiri namun demikian secara
keseluruhan adalah suatu kesatuan yang sistematis dengan tujuan
(bersama) suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.

3. Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Bersifat Organis


Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan peradaban, dalam arti, setiap sila merupakan unsur (bagian
yang mutlak) dari kesatuan Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila
merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat
setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila
lainnya. Di samping itu, di antara sila satu dan lainnya tidak saling
bertentangan.
Kesatuan si;a-sila yang bersifat organis tersebut pada
hakikatnya secara filisofis bersumber pada hakikat dasar ontologis
manusia sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu
hakikat manusia ”monopluralis” yang memiliki unsur-unsur susunan
kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-mahluk sosial, dan
kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri-mahluk Tuhan Yang
Maha Esa. Unsur-unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat
organis harmonis.

4. Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarkhis Dan Berbentuk Piramidal.


Hirarkhis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat
matematis yang digunakan untuk menggambarkan hubungan sila-sila
Pancasila dalam hal urut-urutan luas (kuantiítas) dan juga dalam hal isi

14
sifatnya. Susunan sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian
tingkatan luas dan isi sifatnya dari sila-sila sebelumnya atau diatasnya.
Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai
ikatan yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan
Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu,
sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila-
sila Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya
pada landasan, yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh
karena itu, hakikat itu harus selalu berkaitan dengan sifat dan hakikat
negara Indonesia. Dengan demikian maka, sila pertama adalah sifat
dan keadaaan negara harus sesuai dengan hakikat Tuhan; sila kedua
sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat manusia; sila
ketiga sifat dan keadaan negara harus satu; sila keempat adalah sifat
dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat rakyat; dan sila
kelima adalah sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat
adil. Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan berbentuk
piramidal adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

5. Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang Saling


Mengisi Dan Saling Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk tunggal, hirarkhis
piramidal juga memiliki sifat saling mengisi dan salng mengkualifikasi.
Hal itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai keempat sila
lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa
dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Contoh rumusan kesatuan sila-
sila Pancasila yang mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai
berikut : sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

15
C. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM
FILSAFAT
Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut
diperhatikan, yaitu filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu
pandangan, keduanya sangat berguna untuk memahami Pancasila. Di
sisi lain, kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya
merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi
kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologi dan dasar aksiologis dari
sila-sila Pancasila.
Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang
Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan
tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mendasar
dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan secara deduktif
(dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang
komprehensif dan secara induktif (dengan mengamati gejala-gejala
sosial budaya masyarakat, merefleksikannya dan menarik arti dan
makna yang hakiki dari gejala-gejala itu). Dengan demikian, filsafat
Pancasila akan mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan
saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada
umumnya.
1. Aspek Ontologis
Ontologi menurut Runes, adalah teori tentang adanya
keberadaan atau eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya
sebagai ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya
dengan metafisika. Jadi ontologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki
makna yang ada (eksistensi dan keberadaan), sumber ada, jenis ada,
dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan
kesemestaan atau kosmologi.
Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karenanya disebut juga sebagai dasar
antropologis. Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang
berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah manusia.

16
Hal yang sama juga berlaku dalam konteks negara Indonesia, Pancasila
adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara adalah rakyat
(manusia).
2. Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki
asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.
Pengetahuan manusia sebagai hasil pengalaman dan pemikiran,
membentuk budaya. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu
atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan menjadi penyelidikan
epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang menyelidiki
makna dan nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat dan
proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori
ilmu.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah
suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila
menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan
negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia
Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah menjadi
suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system)
sehingga telah menjelma menjadi ideologi (mengandung tiga unsur
yaitu : 1. logos (rasionalitas atau penalaran), 2. pathos (penghayatan),
dan 3. ethos (kesusilaan).
3. Aspek Aksiologi
Aksiologi mempunyai arti nilai, manfaat, pikiran dan atau
ilmu/teori. Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang filsafat yang
menyelidiki :
a. tingkah laku moral, yang berwujud etika,
b. ekspresi etika, yang berwujud estetika atau seni dan
keindahan,
c. sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta
dan penegak nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan
melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi rohani

17
jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat
yang menyelidiki makna nilai, sumber nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan
hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula
bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya yang bersifat material
saja tetapi juga sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai
material relatif mudah diukur yaitu dengan menggunakan indra maupun
alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya adalah
hati nurani manusia yang dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa
serta keyakinan manusia.

D. NILAI-NILAI PANCASILA MENJADI DASAR DAN ARAH


KESEIMBANGAN ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN
Pandangan mengenai hubungan antara manusia dan
masyarakat merupakan falsafah kehidupan masyarakat yang memberi
corak dan warna bagi kehidupan masyarakat. Pancasila memandang
bahwa kebahagiaan manusia akan tercapai jika ditumbuh-kembangkan
hubungan yang serasi antara manusia dengan masyarakat serta
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan
terkandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan
keseimbangan antara hak dan kewajiban antar hubungan tersebut, yaitu
sebagai berikut :
1. Hubungan Vertikal
Adalah hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa
sebagai penjelmaan dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam
hubungannya dengan itu, manusia memiliki kewajiban-kewajiban untuk
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhkan/menghentikan larangan-
Nya, sedangkan hak-hak yang diterima manusia adalah rahmat yang
tidak terhingga yang diberikan dan pembalasan amal perbuatan di
akhirat nanti.
2. Hubungan Horisontal
Adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam
fungsinya sebagai warga masyarakat, warga bangsa maupun warga
negara. Hubungan itu melahirkan hak dan kewajiban yang seimbang.

18
3. Hubungan Alamiah
Adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi
hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam dengan segala kekayaannya.
Seluruh alam dengan segala isinya adalah untuk kebutuhan manusia.
Manusia berkewajiban untuk melestarikan karena alam mengalami
penyusutan sedangkan manusia terus bertambah. Oleh karena itu,
memelihara kelestrian alam merupakan kewajiban manusia, sedangkan
hak yang diterima manusia dari alam sudah tidak terhingga banyaknya.
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari filsafat Pancasila adalah
Pancasila memberikan jawaban yang mendasar dan menyeluruh atas
masalah-masalah asasi filsafat tentang negara Indonesia.

19
BAB III

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

A. PENGANTAR
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling
berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya
akan memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem
etika.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu nilai yang menjadi sumber dari segala penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaran
lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang
bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh
karena itu, suatu pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat
mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat
praksis atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara
maka diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi
pedoman. Norma-norma itu meliputi :
1. Norma Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur
dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak
susila.
2. Norma Hukum
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan
hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan sebagai
sumber dari segala sumber hukum.

Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan


suatu pedoman yang langsung bersifat normatif ataupun praksis
melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan
sumber norma.

20
PENGERTIAN ETIKA
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi
menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa
kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan
bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok
etika itu adalah sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi
setiap tindakan manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik
sebagai individu (etika individual) maupun mahluk sosial (etika
sosial)

B. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL


1. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada
suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang
menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu
pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu
obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan
yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk
menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk
selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang
dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar,
baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan
dengan unsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur
jasmani, rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna,
memperkaya bathin dan menyadarkan manusia akan harkat dan

21
martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai
suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping
sistem sosial dan karya. Oleh karena itu, Alport mengidentifikasikan
nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam
macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai
politik dan nilai religi.
2. Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut
pandang individu – masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya
kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai
meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak
sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat
dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1. nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra
yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
2. nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni :
jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
3. nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan
kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
4. nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai
dari yang suci.
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1. nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani
manusia,
2. nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
3. nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani
manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai
berikut :
a. nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi,
akal atau cipta manusia.
b. nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada
perasaan manusia

22
c. nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber
pada unsur kehendak manusia
d. nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat
mutlak
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma,
ukuran dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau
larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan
sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai
manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu
keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem
nilai.
3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan
kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang
baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi
itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau
prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
4. Pengertian Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan hubungan yang ideal
akan menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau norma.
Hubungan ideal yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara
vertikal (Tuhan), horizontal (masyarakat) dan alamiah (alam sekitarnya)
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk
budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran
dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh
karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama,
norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial.
Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.

23
5. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis
a. Nilai Dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui
panca indra manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan
dengan tingkah laku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam
prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat,
esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai
dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan obyektif dari
segala sesuatu. Contohnya : hakikat Tuhan, manusia, atau mahluk
lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka
nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa prima
(penyebab pertama). Segala sesuatu yang diciptakan berasal dari
kehendak Tuhan. Bila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia
maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang
dijabarkan dalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar
(hak asasi manusia). Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat
suatu benda ((kuantitas, aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu
dapat juga disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan
yang praksis, namun nilai yang bersumber dari kebendaan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran
norma itu. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia
adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman
pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna
sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau
ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan
dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka nilai itu
akan menjadi norma moral. Namun jika nilai instrumental itu berkaitan
dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang bersumber pada
nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu
merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.

24
Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai
instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar
yang merupakan penjabaran Pancasila.
c. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai
instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai
praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan
nilai-nilai instrumental. Oleh karena itu, nilai praksis dijiwai kedua nilai
tersebut diatas dan tidak bertentangan dengannya. Undang-undang
organik adalah wujud dari nilai praksis, dengan kata lain, semua
perundang-undangan yang berada di bawah UUD sampai kepada
peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
6. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan
yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan
kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang
individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang
kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna
menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan
diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia
untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya
dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan
memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu
amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu,
hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali
disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam
pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan
pihak yang memberikan ajaran moral.

C. PANCASILA SEBAGAI NILAI FUNDAMENTAL BAGI BANGSA


DAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
1. Dasar Filosofis

25
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat
hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang
bersifat sistematis. Oleh karena itu sila-sila Pancasila merupakan suatu
kesatuan yang bulat, hirarkhis dan sistematis. Dalam pengertian itu
maka Pancasila merupakan suatu sistem filsafat sehingga kelima
silanya memiliki esensi makna yang utuh.
Dasar pemikiran filosofisnya adalah sebagai berikut : Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mempunyai
makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Titik
tolaknya pandangan itu adalah negara adalah suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan manusia.
Nilai-nilai obyektif Pancasila dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya,
hakikatnya, maknanya yangterdalam menunjukkan adanya sifat-
sifat yang umum, universal dan abstrak, karena merupakan suatu
nilai.
b.Inti dari nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa
dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada
bangsa lain dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan
maupun dalam kehidupan keagamaan.
c.Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,
menurut ilmu hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah
negara yang fundamental sehingga merupakan suatu sumber
hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu, dalam hierarkhi tata
tertib hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum
tertinggi dan tidak dapat diubah secara hukum sehingga terlekat
pada kelangsungan hidup negara.
Sebaliknya nilai-nilai subyektif Pancasila dapat diartikan bahwa
keberadaannya bergantung dan atau terlekat pada bangsa Indonesia
sendiri. Hal itu dijelaskan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga
bangsa Indonesia sebagai kausa materialis. Nilai-nilai itu

26
sebagai hasil pemikiran, penilaian kritik serta hasil refleksi
filosofis bangsa Indonesia.
b. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup)
bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang
diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan
dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
c. Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai
kerokhanian yaitu nilai-nilai kebenaran, keadilan, kebaikan,
kebijaksanaan, estetis dan religius yang manifestasinya sesuai
dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa.
Nilai-nilai Pancasila tersebut bagi bangsa menjadi landasan,
dasar serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam kehidupan kenegaraan. Dengan kata lain,
bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan das sollen atau cita-cita tentang
kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das
sein.

2. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Nilai Fundamental Negara


Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan
nafas humanisme. Oleh karena itu, Pancasila dapat dengan mudah
diterima oleh siapa saja. Meskipun Pancasila mempunyai nilai universal
tetapi tidak begitu saja dengan mudah diterima oleh semua bangsa.
Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai Pancasila secara
sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi
sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dengan kata
lain, bahwa Pancasila milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus
menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa
Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental. Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat
nilai-nilai Pancasila mengandung empat pokok pikiran yang merupakan
derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

27
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia
adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham
golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila
ketiga.
Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum
bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Pokok pikiran ini adalah penjabaran dari sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan
rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.
Pokok pikiran ini menunjukkan bahwa negara Indonesia demokrasi,
yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini sesuai dengan sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama
dan kedua.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa Pancasila dan
Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah
negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-
konsep sebagai berikut.
a. Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas
politik negara (negara Indonesia republik dan berkedaulatan rakyat) dan
asas kerohanian negara (Pancasila).
b. Ketentuan diadakannya Undang – Undang Dasar 1945,
yaitu, ”.....maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.” Hal ini menunjukkan
adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental dalam hukum mempunyai hakikat
dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan
jalan hukum apa pun tidak mungkin lagi untuk diubah. Berhubung
Pembukaan UUD 1945 memuat nilai-nilai dasar yang fundamental,
maka Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya terdapat Pancasila tidak

28
dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti
pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Dalam pengertian seperti itulah maka dapat disimpulkan bahwa
Pancasila merupakan dasar yang fundamental bagi negara Indonesia
terutama dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara. Di samping
itu, nilai-nilai Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik
dalam kehidupan kenegaraan. Hal itu ditegaskan dalam pokok pikiran
keempat yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa berdasar atas kemanusiaan yang adil dan beradab.
Konsekuensinya dalam penyelenggaraan kenegaraan antara lain
operasional pemerintahan negara, pembangunan negara, pertahanan-
keamanan negara, politik negara serta pelaksanaan demokrasi negara
harus senantiasa berdasarkan pada moral ketuhanan dan
kemanusiaan.

3. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila


Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik
Indonesia merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan
masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan apabila dilihat satu per satu
dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa
lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila
sebagai satu kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan
susunannya. Namun demikian, untuk lebih memahami nilai-nilai yang
terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka berikut ini kita
uraikan :
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan
menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa
negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha esa.
Konsekuensi yang muncul kemudian adalah realisasi
kemanusiaan terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar
kemanusiaan (hak asasi manusia) bahwa setiap warga negara memiliki
kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai
dengan keimanan dan kepercayaannya masing-masing. Hal itu telah

29
dijamin dalam Pasal 29 UUD. Di samping itu, di dalam negara Indonesia
tidak boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya
Tuhan (atheisme).

b. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu mahluk yang
berbudaya dengan memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi
itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi
yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama
berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat.
Adil berarti wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban
seseorang. Beradab sinonim dengan sopan santun, berbudi luhur, dan
susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus senantiasa
berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan.
Dengan demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan
perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik
terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan
hewan.
Hakikat pengertian diatas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945
Alinea Pertama :”bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan ...”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannnya dalam
Batang Tubuh UUD.

c. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah.
Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam
corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan
Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia
ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia.
Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan
yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.

30
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan
bangsa Indonesia dan bertujuan melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia
yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham
kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, paham
kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai
bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku
bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, ” Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”.
Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam Batang Tubuh UUD
1945.

d. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia
yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini
berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang
menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang
sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan
bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan
bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan
hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian
Indonesia untuk merumuskan atau memutuskan sesuatu hal
berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai keputusan yang bulat
dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tat cara
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam
kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam
melaksanakan tugas kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan-

31
keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat
sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia
sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945
yang berbunyi :”... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”

e. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat
di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh
rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat
Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau
komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung
makna pentingnya hubungan antara manusia sebagai pribadi dan
manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi :
1. Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara
dan warganya dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi
keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk
kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup
bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiaban.
2. Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara
terhadap negara, dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib
memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan perundang-
undangan yang berlaku dalam negara
3. Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau
dengan lainnya secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan
keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan
harmonisasi akan dicapai. Hakikat sila ini dinyatakan dalam
Pembukaan UUD 1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan
kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur”.

32
BAB IV

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

A. Pengertian Asal Mula Pancasila


Kemajuan alam pikir manusia sebagai individu maupun
kelompok telah melahirkan persamaan pemikiran dan pemahaman ke
arah perbaikan nilai-nilai hidup manusia itu sendiri. Paham yang
mendasar dan konseptual mengenai cita-cita hidup manusia merupakan
hakikat ideologi. Dijadikannya manusia bersuku-suku dan berbangsa-
bangsa di dunia ternyata membawa dampak kepada ideologi yang
berbeda-beda sesuai dengan pemikiran, budaya, adat-istiadat dan nilai-
nilai yang melekat dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Indonesia terlahir melalui perjalanan yang sangat panjang mulai
dari masa kerajaan Kutai sampai masa keemasan kerajaan Majapahit
serta munculnya kerajaan-kerajaan Islam. Kemudian mengalami masa
penjajahan Belanda dan Jepang. Kondisi ini telah menimbulkan
semangat berbangsa yang satu, bertanah air satu dan berbahasa satu
yaitu Indonesia. Semangat ini akhirnya menjadi latar belakang para
pemimpin yang mewakili atas nama bangsa Indonesia memandang
pentingnya dasar filsafat negara sebagai simbol nasionalisme.
Oleh karena itu secara musyawarah mufakat berdasarkan moral
yang luhur, antara lain dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, Sidang
Panitia Sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta dan di
dalamnya memuat Pancasila untuk pertama kali, kemudian dibahas lagi
dalam sidang BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum
sidang resmi PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara
dibahas serta disempurnakan kembali dan akhirnya pada tanggal 18
Agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia. Kajian pengetahuan proses terjadinya Pancasila
dapat ditinjau dari aspek kausalitasnya dan tinjauan perspektifnya. Dari
aspek kausalitasnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu : aspek asal
mula langsung dan aspek asal mula tidak langsung.

33
1. Asal Mula Langsung
a. Asal Mula Bahan atau Kausa Materialis adalah bahwa Pancasila
bersumber dari nilai-nilai adat istiadat, budaya dan nilai religius yang
ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
b. Asal Mula Bentuk atau Kausa Formalis adalah kaitan asal mula
bentuk, rumusan dan nama Pancasila sebagaimana tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 yang merupakan pemikiran Ir. Soekarno,
Drs. Moh. Hatta dan para anggota BPUPKI.
c. Asal Mula Karya atau Kausa Effisien adalah penetapan Pancasila
sebagai calon dasar negara menjadi dasar negara yang sah oleh
PPKI.
d. Asal Mula Tujuan atau Kausa Finalis adalah tujuan yang diinginkan
BPUPKI, PPKI termasuk di dalamnya Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta dari rumusan Pancasila sebelum disahkan oleh PPKI menjadi
Dasar Negara yang sah.

2. Asal Mula Tak Langsung


Jauh sebelum proklamasi kemerdekaan, masyarakat Indonesia
telah hidup dalam tatanan kehidupan yang penuh dengan :
a. Nilai-nilai Ketuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai
Kerakyatan dan Nilai Keadilan.
b. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang memaknai adat
istiadat, kebudayaan serta nilai religius dalam kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia.
c. Oleh karena itu secara tidak langsung Pancasila merupakan
penjelmaan atau perwujudan Bangsa Indonesia itu sendiri karena
apa yang terkandung dalam Pancasila merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa Indonesia seperti yang dilukiskan oleh Ir.
Soekarno dalam tulisannya “Pancasila adalah lima mutiara galian
dari ribuan tahun sap-sapnya sejarah bangsa sendiri”.

3. Bangsa Indonesia Ber-Pancasila dalam Tri Prakara


Dengan nilai adat-istiadat, nilai budaya dan nilai religius yang
telah digali dan diwujudkan dalam rumusan Pancasila yang kemudian
disahkan sebagai dasar negara tersebut pada hakikatnya telah

34
menjadikan bangsa Indonesia ber-Pancasila dalam tiga prakara atau
tiga asas :
a. Asas Kebudayaan
Secara yuridis Pancasila telah dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam
hal adat- istiadat dan kebudayaan.
b. Asas Religius
Toleransi beragama yang didasarkan pada nilai-nilai religius telah
mengakar kuat dalam sehari-hari kehidupan masyarakat Indonesia.
c. Asas Kenegaraan
Karena Pancasila merupakan Jati Diri bangsa dan disahkan menjadi
Dasar Negara maka secara langsung Pancasila sebagai asas
kenegaraan.

B. Kedudukan dan Fungsi Pancasila


Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan
berkembang bersama bangsa Indonesia sekaligus penggerak
perjuangan bangsa pada masa kolonialisme. Hal ini sekaligus menjadi
warna dan sikap serta pandangan hidup bangsa Indonesia hingga
secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagaimana tertuang
dalam Pembukaan UUD 1945 disahkan menjadi Dasar Negara Republik
Indonesia.

1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa


Pandangan hidup terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur
merupakan suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu
sendiri.
Dan pandangan hidup ini berfungsi sebagai :
A. Kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun
dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam
sekitarnya.
B. Penuntun dan penunjuk arah bagi bangsa Indonesia dalam semua
kegiatan dan aktivitas hidup serta kehidupan disegala bidang.

Oleh karena itu dalam menempatkan Pancasila sebagai


pandangan hidupnya maka masyarakat Indonesia yang ber-Pancasila
selalu mengembangkan potensi kemanusiaannya sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial dalam rangka mewujudkan kehidupan

35
bersama menuju satu pandangan hidup bangsa dan satu pandangan
hidup Negara yaitu Pancasila.

2. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia


Pancasila sebagai dasar negara memberikan arti bahwa segala
sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan ketatanegaraan
Republik Indonesia harus berdasarkan Pancasila. Juga berarti bahwa
semua peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus
bersumber pada Pancasila. Atau dengan kata lain, Pancasila adalah
sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu semua tindakan
kekuasaan atau kekuatan dalam masyarakat harus berdasarkan
peraturan hukum. Dan hukum pulalah yang berlaku sebagai norma di
dalam negara. Sehingga negara Indonesia harus dibangun menjadi
sebuah negara hukum.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai
sumber tertib hukum maka Pancasila tercantum dalam ketentuan
tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijabarkan lebih lanjut
dalam pokok-pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD
1945, serta hukum positip lainnya.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci
sebagai berikut :
a. Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari
segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
b. Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang
dalam Pembukaan UUD 1945 dijabarkan dalam empat pokok
pikiran.
c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum
dasar tertulis maupun tidak tertulis.
d. Pancasila mengandung norma yang mengharuskan UUD
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara termasuk para penyelenggara partai dan
golongan fungsional memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur.

36
e. Pancasila merupakan sumber semangat bagi UUD 1945,
Penelenggara Negara, Pelaksana Pemerintah termasuk
penyelenggara partai dan golongan fungsional.

3. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia


A. Pengertian Ideologi
Berdasarkan etimologinya, Ideologi berasal dari bahasa Yunani
yang terdiri dari dua kata yaitu Idea berarti raut muka, perawakan,
gagasan dan buah pikiran dan Logia berarti ajaran. Dengan demikian
ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran atau
science des ideas.
Pengertian Ideologi secara umum adalah suatu kumpulan
gagasan, ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis
yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang
kehidupan seperti:
1. Bidang politik, termasuk bidang hukum, pertahanan dan
keamanaan.
2. Bidang sosial
3. Bidang kebudayaan
4. Bidang keagamaan
Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita
yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk
seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakekatnya
merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohaniaan, pandangan
dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang
dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarisakan kepada
generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan
kesediaan berkorban.

37
B. Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup

Ideologi
Terbuka Tertutup

Aspek
-Nilai-nilai dan cita-cita digali -Nilai-nilai dan cita-cita
Ciri khas dari kekayaan adat istiadat, dihasilkan dari pemikiran
budaya dan religius individu atau kelompok
masyarakatnya. yang berkuasa dan
-Menerima reformasi masyarakat berkorban
demi ideologinya.
-Menolak reformasi

Hubungan Rakyat dan -Penguasa bertanggung jawab -Masyarakat harus taat


Penguasa pada masyarakat sebagai kepada ideologi elite
pengemban amanah rakyat penguasa.
-Totaliter

C. Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif


Menurut Karl Manheim yang beraliran Mark secara sosiologis
ideologi dibedakan menjadi dua yaitu ideologi yang bersifat Partikular
dan ideologi yang bersifat Komprehensif.

Ideologi
Partikular Komprehensif

Aspek
-Nilai-nilai dan Cita-cita -Mengakomodasi nilai-nilai
Ciri khas merupakan suatu keyakin dan cita-cita yang bersifat
an-keyakinan yang tersu menyeluruh tanpa berpihak
sun secara sistematis dan pada golongan tertentu atau
terkait erat dengan kepen melakukan transformasi so
tingan kelas sosial tertentu. sial secara besar-besaran me
nuju bentuk tertentu.

Hubungan Rakyat dan -Negara Komunis membela -Negara mengakomodasi

38
Penguasa kaum proletar. berbagai idealisme yang
-Negara liberal membela berkembang dalam masya
kebebasan individu. rakat yang bersifat majemuk
seperti Indonesia dengan
Ideologi Pancasila.

Menurut Alfian kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga


dimensi yang ada pada ideologi tersebut yaitu :
 Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di
dalam ideologi tersebut secara riil hidup di dalam serta bersumber dari
budaya dan pengalaman sejarah masyarakat atau bangsanya.
 Dimensi idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut
mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan
yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama
sehari-hari.
 Dimensi fleksibilitas/dimensi pengembangan, yaitu ideologi
tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang
pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan
ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari jati diri
yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Dengan demikian Pancasila memenuhi ketiga syarat tersebut
sehingga ideologi Pancasila senantiasa hidup, tahan uji dan fleksibel
terhadap perubahan jaman dari masa ke masa.
Karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan
nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan bangsa
Indonesia sebagai Pandangan hidup dan kepribadiannya maka
menempatkan Pancasila sebagai ideologi bangsa sekaligus sebagai
ideologi negara. Pancasila sebagai ideologi negara memiliki makna :
 Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan.
 Mewujudkan satu azas kerohanian pandangan dunia, pandangan
hidup yang harus dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan
kepada generasi penerus bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan
dengan semangat nasionalisme.

39
Dalam proses Reformasi, MPR melalui sidang istimewa tahun
1998, kembali menegaskan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia yang tertuang dalam TAP MPR No.
XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses
reformasi, yang meliputi rakyat (Sila keempat) juga harus mendasarkan
pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi tidak
mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan ,
Kerakyatan dan Keadilan
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup,
namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan
bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan
senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman, ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi
masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah
nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan
wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang
reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang selalu
berkembang.

C. Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Ideologi Lain


Ideologi erat sekali hubungannya dengan filsafat. Karena filsafat
merupakan dasar dari gagasan yang berupa ideologi. Filsafat
memberikan dasar renungan atas ideologi itu sehingga dapat
dijelmakan menjadi suatu gagasan untuk pedoman bertindak. Dari sudut
etimologinya, filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dua buah
kata, yaitu Filos berarti cinta dan Sophia berarti kebenaran atau
kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta akan kebenaran atau
kebijaksanaan. Arti kata inilah yang kemudian dirangkumkan menjadi
suatu makna bahwa filsafat adalah suatu renungan atau pemikiran yang
sedalam-dalamnya untuk mencari kebenaran.
Karena filsafat itu tersusun dalam suatu keseluruhan, kebulatan
dan sistematis, maka pemikiran filsafat harus berdasarkan kejujuran
dalam penemuan hakikat dari suatu obyek yang menjadi titik sentral
pemikiran.

40
Di sini jelas bahwa hubungan ideologi dan filsafat itu sukar
dipisahkan. Ideologi berdiri berdasarkan landasan tertentu yaitu filsafat.
Dan masalah ideologi adalah masalah pilihan. Ketepatannya tergantung
kepada jiwa bangsa itu sendiri. Ideologi yang dianggapnya benar dan
sesuai dengan jiwa bangsa, apa lagi yang telah terbukti tetap dapat
bertahan dari segala godaan dan cobaan dari ideologi lain melalui
gerakan-gerakan atau pemberontakan akan memperkuat keyakinan
pentingnya mempertahankan ideologi.
Kemudian permasalahannya adalah bagaimana implementasi
ideologi tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam
kerangka ini, ideologi itu tidak saja sesuai dengan filsafat yang
mendasarinya, tetapi juga harus sesuai dengan kepribadiaannya.
Individu atau masyarakat akan selalu mengukur sesuatu dari
kepribadiannya sebab eksistensi dirinya adalah eksistensi pribadinya.

Ideologi Pancasila
Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu
dalam ideologi Pancasila mengakui atas kebebasan hak-hak
masyarakat. Selain itu bahwa manusia menurut Pancasila memiliki
kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha
Esa. Sehingga nilai-nilai Ketuhanan senantiasa menjiwai kehidupan
manusia dalam hidup negara dan masyarakat. Kebebasan manusia
dalam rangka demokrasi tidak melampaui hakikat nilai-nilai Ketuhanan,
bahkan nilai Ketuhanan terjelma dalam bentuk moral dalam ekspresi
kebebasan manusia.
Berdasarkan sifatnya ideologi Pancasila bersifat terbuka yang
berarti senantiasa mengantisifasi perkembangan aspirasi rakyat sebagai
pendukung ideologi serta menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
Ideologi Pancasila senantiasa merupakan wahana bagi tercapainya
tujuan bangsa.

Negara Pancasila
Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan
martabatnya tidak mungkin dapat memenuhinya sendiri, oleh karena itu

41
manusia sebagai makhluk sosial senantiasa membutuhkan orang lain
dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu
persekutuan hidup yang disebut negara. Namun demikian dalam
kenyataannya sifat-sifat negara satu dengan lainnya memiliki perbedaan
dan hal ini sangat ditentukan oleh pemahaman ontologis hakikat
manusia sebagai pendukung pokok negara, sekaligus sebagai tujuan
adanya suatu negara.
Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya negara di
dunia memiliki suatu ciri khas yaitu dengan mengangkat nilai-nilai yang
telah dimilikinya sebelum membentuk suatu negara modern. Nilai-nilai
tersebut adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai
religius yang kemudian dikristalisasikan menjadi suatu sistem nilai yang
disebut Pancasila. Dalam upayanya untuk membentuk suatu
persekutuan hidup yang disebut negara, maka bangsa Indonesia
mendasarkan pada suatu pandangan hidup yang telah dimilikinya yaitu
Pancasila.
Berdasarkan ciri khas serta proses dalam rangka membentuk
suatu negara, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang
memiliki suatu karakteristik, ciri khas dengan keanekaragaman, sifat dan
karakternya, maka bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang
mendasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu
Negara Kebangsaan serta suatu negara yang bersifat Integralistik.
Hakikat serta pengertian sifat-sifat Negara tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Paham Negara Persatuan

Hamparan pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke,


dengan kekayaan adat istiadat, bahasa, budaya dan nilai religiusnya
namun secara keseluruhan merupakan satu kesatuan, maka Negara
Indonesia adalah Negara Persatuan sebagaimana termuat dalam
Pembukaan UUD 1945, Negara Persatuan Republik yang
berkedaulatan rakyat.
Aliran Persatuan Indonesia mempunyai pengertian negara yang
mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan. Jadi
pemahaman Negara Persatuan dapat dirinci sebagai berikut :

42
a. Bukan negara yang berdasarkan individualisme sebagaimana
diterapkan di negara Liberal dimana negara hanya merupakan suatu
ikatan individu saja.
b. Bukan negara yang berdasarkan Klass atau Klass Staat yang
hanya mendasarkan pada satu golongan saja.
c. Negara Persatuan adalah negara yang melindungi seluruh
warganya yang terdiri atas berbagai macam golongan dan paham
yang berbeda-beda di dalamnya, namun walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu sebagaimana disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun
1951 dan diundangkan tanggal 28 Nopember 1951 dan termuat
dalam Lembaran Negara No. II Tahun 1951 yaitu dengan lambang
Negara dan Bangsa yaitu Burung Garuda Pancasila dengan seloka
Bhinneka Tunggal Ika.
Hakikat Bhinneka Tunggal Ika menurut Notonegoro:
Perbedaan itu adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, namun perbedaan itu
bukannya untuk dipertentangkan dan diperuncingkan melainkan
perbedaan itu untuk dipersatukan disintesakan dalam suatu sintesa
yang positif dalam suatu negara kebersamaan, Negara Persatuan
Indonesia.

2. Paham Negara Kebangsaan

Menurut Muhammad Yamin bangsa Indonesia dalam merintis


terbentuknya suatu bangsa dalam politik Internasional adalah
menempatkan diri sebagai bangsa yang modern yang memiliki
kemerdekaan dan kebebasan dengan melalui tiga fase yaitu :
a. Jaman kerajaan Sriwijaya
b. Jaman negara kebangsaan Majapahit
c. Negara kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan
kekeluargaan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
serta Kemanusiaan yang hingga sekarang menjadi
Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Manusia membentuk suatu bangsa karena untuk memenuhi hak
kodratnya yaitu sebagai individu dan makhluk sosial, oleh karena itu
deklarasi Bangsa Indonesia tidak mendasarkan pada deklarasi
kemerdekaan individu tetapi sebuah deklarasi yang menyatakan

43
tuntutan hak kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial.
Dalam tumbuh dan kembangnya suatu bangsa terdapat berbagai
macam teori besar yang merupakan bahan komparasi bagi para pendiri
Negara Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat
dan karakter tersendiri. Teori kebangsaan itu adalah sebagai berikut :

a. Teori Hans Kohn


Bangsa terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama,
peradapan, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Suatu bangsa
tumbuh dan berkembang dari anasir-anasir serta akar-akar yang
terbentuk melalui proses sejarah. Namun teori kebangsaan yang
didasarkan pada ras, bahasa serta unsur lain yang bersifat primordial
tidak mendapatkan tempat dikalangan bangsa-bangsa di dunia.
b. Teori Kebangsaan Ernest Renan
Menurut Renan dalam kajian ilmiah tentang bangsa
berdasarkan psikologis etnis pokok-pokok pikiran tentang bangsa
adalah sebagai berikut :
1. Bangsa adalah suatu jiwa, suatu azas kerohanian.
2. Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar.
3. Bangsa adalah suatu hasil sejarah.
Oleh karena sejarah berkembang terus maka kemudian menurut
Renan bahwa Bangsa bukan sesuatu yang abadi dan wilayah serta ras
bukan suatu penyebab timbulnya bangsa. Wilayah hanya memberikan
ruang hidup bangsa, sedangkan manusia membentuk jiwanya.
Pada akhirnya Renan menyimpulkan bahwa Bangsa adalah
suatu jiwa, suatu asas kerohanian dan menurut Renan ada beberapa
faktor yang membentuk jiwa bangsa yaitu : Kejayaan dan kemuliaan di
masa lampau serta penderitaan-penderitaan bersama yang
mengakibatkan pembentukan modal sosial, persetujuan bersama untuk
hidup bersama dan berani untuk memberikan pengorbanan.
c. Teori Geopolitik oleh Frederich Ratzel
Suatu teori kebangsaan yang menghubungkan antara wilayah
geografi dengan bangsa yang dikembangkan oleh Frederich Ratzel.
Menurutnya negara merupakan suatu organisme yang hidup. Agar

44
bangsa itu hidup subur dan kuat maka memerlukan suatu ruangan untuk
hidup. Negara-negara besar menurutnya memiliki semangat ekspansi,
militerisme serta optimisme. Teori ini di Jerman mendapat sambutan
hangat, namun sisi negatipnya menimbulkan semangat kebangsaan
yang chauvinistis.
d. Negara Kebangsaan Pancasila
Kebhinekaan adat-istiadat, budaya, bahasa dan nilai religius
merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, namun hal itu
tidak mengakhibatkan suatu perbedaan yang harus dipertentangkan,
Akan tetapi keadaan yang beraneka ragam ini merupakan suatu daya
penarik kearah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu
sintesa dan resultan, sehingga keanekaragaman itu justru terwujud
dalam suatu kerjasama yang luhur.
Sintesa persatuan dan kesatuan tersebut kemudian dituangkan
dalam suatu asas kerohanian yang merupakan suatu kepribadian serta
jiwa bersama yaitu Pancasila. Oleh karena itu prinsip-prinsip
nasionalisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bersifat
Majemuk Tunggal. Adapun yang membentuk nasionalisme bangsa
Indonesia adalah sebagai berikut : kesatuan sejarah, kesatuan nasib,
kesatuan kebudayaan, kesatuan wilayah dan kesatuan asas
kerohanian.

3. Paham Negara Integralistik


Melalui sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Supomo
mengusulkan paham Integralistik yang menurutnya paham ini berakar
pada keanekaragaman budaya bangsa namun hal itu justru
mempersatukan dalam suatu kesatuan integral yang disebut Negara
Indonesia.
Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila
meletakkan asas kebersamaan hidup, mendambakan keselarasan
dalam hubungan antar individu maupun masyarakat. Dalam pengertian
ini paham negara integralistik tidak memihak kepada yang kuat, tidak
mengenal dominasi mayoritas dan juga tidak mengenal tirani minoritas.
Maka di dalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, ke
“binneka tunggal ika” an, nilai religiusitas serta selaras. Bila dirinci maka
paham Negara Integralistik memiliki pandangan sebagai berikut :

45
a. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.
b. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat
satu dengan lainnya.
c. Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan
masyarakat yang organis.
d. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan
bangsa seluruhnya.
e. Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau
perseorangan.
f. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.
g. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau
golongan saja.
h. Negara menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai
suatu kesatuan integral.
i. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai
suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.

4. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang


Berketuhanan Yang Maha Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang
berdasarkan Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan
bangsa dan negara, maka memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan
serta religiusitas. Dalam pengertian inilah maka Negara Pancasila pada
hakikatnya adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha
Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas
kepada Negara Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara
sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara demikian juga
bukan merupakan negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas
agama tertentu.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena
agama adalah merupakan suatu keyakinan bathin yang tercermin dalam
hati sanubari dan tidak dapat dipaksakan. Kebebasan beragama dan
kebebasan agama adalah merupakan hak asasi manusia yang paling

46
mutlak, karena langsung bersumber pada martabat manusia yang
berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan pemberian negara atau
golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama merupakan
pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.
Hubungan negara dengan agama menurut Negara Pancasila
adalah sebagai berikut :
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang
Maha Esa.
c. Tidak ada tempat bagi Atheisme dan Sekulerisme karena hakikatnya
manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan
inter pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu
bukan hasil paksaan bagi siapapun juga.
f. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain
dalam menjalankan agama dan negara.
g. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara
harus sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama
norma-norma hukum positip maupun norma moral baik moral
negara maupun moral para penyelenggara negara.
h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “ . . . . .berkat Rahmat
Allah Yang Maha Esa.

Menurut paham Theokrasi hubungan negara dengan agama


merupakan hubungan yang tidak dapat dipisahkan karena negara
menyatu dengan agama dan pemerintahan dijalankan berdasarkan
firman-firman Tuhan. Dengan demikian agama menguasai masyarakat
politis..
Dalam praktik kenegaraan, terdapat dua macam pengertian
negara Theokrasi yaitu Theokrasi Langsung dan Negara Theokrasi
Tidak Langsung.
a. Theokrasi Langsung

47
Dalam sistem negara theokrasi langsung kekuasaan adalah
langsung merupakan otoritas Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah
atas kehendak Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam
sejarah Perang Dunia II, rakyat Jepang rela mati berperang demi
Kaisarnya, karena menurut kepercayaannya Kaisar adalah sebagai
anak Tuhan. Negara Tibet dimana pernah terjadi perebutan kekuasaan
antara Pancen Lama dan Dalai Lama adalah sebagai penjelmaan
otoritas Tuhan dalam negara dunia.
b. Theokrasi Tidak Langsung
Negara Theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang
memerintah dalam negara, melainkan kepala negara atau raja, yang
memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara atau Raja
memerintah atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara
merupakan suatu karunia dari Tuhan.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Negara Pancasila adalah
negara yang melindungi seluruh agama di seluruh wilayah tumpah
darah. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 29 ayat (2) memberikan
kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan
menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketakwaan masing-
masing. Negara kebangsaan yang berketuhanan yang Maha Esa adalah
negara yang merupakan penjelmaan dari hakikat kodrat manusia
sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah pribadi dan
makhluk Tuhan yang Maha Esa.

48
Perbandingan Ideologi Pancasila Dengan Ideologi Lain

IDEOLOGI AGAMA LIBERALISME KOMUNISME SOSIALISME FASISME PANCASILA


ASPEK
POLITIK HUKUM - Teokrasi - Demokrasi liberal - Demokrasi rakyat - Demokrasi untuk - Tidak setuju de -Demokrasi Panca
- Kitab suci seba - Hukum untuk me - Berkuasa mutlak kolektivitas ngan demokrasi sila
gai dasar hukum lindungi individu satu parpol -Diutamakan ke - Kekuasaan ada -Hukum untuk
-Pemaksaan aga -Dalam politik me - Hukum untuk me bersamaan ditangan pemim menjunjung tinggi
ma penguasa ter mentingkan indi langgengkan ko -Masyarakat sama pin yang dijalan keadilan dan ke
hadap individu vidu munis dengan negara kan dengan ke beradaan indi
kerasan vidu dan masya
- Hukum untuk me rakat
lindungi pemimpin
EKONOMI - Tergantung pada -Peran negara - Peran negara -Peran negara ada - Peran negara ke -Peran negara ada
pertanian / per kecil dominan untuk pemerataan cil untuk tidak tidak
dagangan yang -Swasta mendo - Demi kolektivitas -Keadilan distribu - Kapitalisme terjadi monopoli
ditentukan oleh minasi berarti demi tif yang diutama - Monopolisme dll yang merugi
alam dan - Kapitalisme negara kan kan rakyat
keadaan alam - Monopolisme - Monopoli negara
ditentukan oleh -Persaingan bebas
Tuhan

49
IDEOLOGI AGAMA LIBERALISME KOMUNISME SOSIALISME FASISME PANCASILA
ASPEK
AGAMA - Setiap individu - Agama urusan - Agama candu - Agama harus - Agama candu - Bebas memilih
harus beragama pribadi masyarakat mendorong masyarakat salah satu
dan menjalan - Bebas beragama - Agama harus di berkembangnya - Agama harus di agama
kan ibadah aga *Bebas memilih jauhkan dari kebersamaan jauhkan dari ma - Agama harus
ma kepada agama masyarakat - Diutamakan syarakat menjiwai dalam
Tuhan nya kare *Bebas tidak - Atheis kebersamaan - Atheis kehidupan ber-
na Tuhan ada beragama -Masyarakat sama masyarakat, ber-
lah tempat ber dengan negara bangsa dan ber-
gantungnya se negara
mua makhluk.
PANDANGAN - Kemuliaan indi - Individu lebih pen - Individu tidak - Masyarakat lebih - Individu tidak - Individu diakui
TERHADAP INDIVIDU vidu dan masya ting dari pada penting penting dari pa penting keberadaannya
DAN MASYARAKAT rakat dinilai dari masyarakat - Masyarakat tidak da individu - masyarakat tidak -hubungan indivi
tingkat keimanan -Masyarakat diab penting penting du dan masyara
nya dimata dikan bagi indi - Kolektivitas yang - Sosial budaya di kat dilandasi 3 S
Tuhan sebagai vidu dibentuk negara tentukan oleh pro (selaras, serasi,
mana yang di lebih penting paganda pengu seimbang)
amanahkan lewat asa sehingga da - Masyarakat ada
Kitab-Nya. ya kritis masya karena ada indi
rakat menjadi vidu
mundur -Individu akan pu
nya arti apabila
hidup di tengah
masyarakat

50
IDEOLOGI AGAMA LIBERALISME KOMUNISME SOSIALISME FASISME PANCASILA
ASPEK
CIRI KHAS - Negara berdasar - Penghargaan - Atheisme - Kebersamaan - Rasialisme - Bebas memilih
Kitab Suci atas HAM - Dogmatis - Akomodasi - Diktator salah satu aga
-Hukum bersum - Demokrasi - Otoriter - Jalan tengah - Totaliterisme ma
ber pada Kitab - Negara hukum - Ingkar HAM - Imperialisme - Agama harus
Suci - Menolak dogma - Reaksi terhadap menjiwai dalam
- Pemimpin agama tis liberalisme dan kehidupan ber-
memiliki peran - Reaksi terhadap kapitalisme masyarakat, ber-
besar dalam ne absolutisme bangsa dan ber-
gara sebagai pe negara
mimpin agama
atau bahkan se
bagai pemimpin
politik seperti di
masa kekhalifah
an di Timur
Tengah.

51
BAB V

PANCASILA DALAM KONTEKS


SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

A. Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


Pancasila yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945 merupakan dasar filsafat negara Republik Indonesia, menurut M.
Yamin bahwa berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan yang ada, seperti kerajaan Kutai,
Sriwijaya, Majapahit, sampai datangnya bangsa-bangsa lain ke
Indonesia untuk menjajah dan menguasai beratus-ratus tahun lamanya.
Kerajaan Kutai memberikan andil terhadap nilai-nilai Pancasila seperti
nilai-nilai sosial politik dalam bentuk kerajaan dan nilai Ketuhanan dalam
bentuk kenduri, sedekah pada brahmana. Kerajaan Sriwijaya
merupakan kerajaan maritim yang mengandalkan kekuatan laut, juga
mengembangkan bidang pendidikan terbukti Sriwijaya memiliki
semacam universitas agama Budha yang sangat terkenal di Asia. Masa
kejayaan kerajaan Majapahit pada waktu rajanya Hayam Wuruk dan
patihnya Gajah Mada, hidup dan berkembang dua agama yaitu Hindu
dan Budha. Majapahit melahirkan beberapa empu seperti empu
Prapanca yang menulis buku Negara Kertagama (1365) yang
didalamnya terdapat istilah “Pancasila”, sedangkan empu Tantular
mengarang buku Sutasoma yang didalamnya tercantum seloka
persatuan nasional “Bhinneka Tunggal Ika” yang artinya walaupun
berbeda namun satu jua. Pada tahun 1331 Mahapatih Gajah Mada
mengucapkan sumpah Palapa yang berisi cita-cita mempersatukan
seluruh nusantara raya. Dengan berjalannya waktu, Majapahit runtuh
pada permulaan abad XVI dengan masuk dan berkembangnya agama
Islam. Setelah itu mulai berdatangan bangsa Eropa seperti Portugis,
Spanyol untuk mencari rempah-rempah. Pada akhir abad XVI Belanda
datang ke Indonesia dengan membawa bendera VOC (Verenigde Oast
Indische Compagnie) atau perkumpulan dagang.

1. Kebangkitan Nasional

53
Dengan kebangkitan dunia timur pada abad XX di panggung
politik internasional tumbuh kesadaran akan kekuatan sendiri, seperti
Philipina (1839) yang dipelopori Joze Rizal, kemenangan Jepang atas
Rusia di Tsunia (1905), adapun Indonesia diawali dengan berdirinya
Budi Utomo yang dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo pada 20 Mei
1908. Kemudian berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1909, Partai
Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, Cipto
Mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Sejak itu perjuangan
nasional Indonesia mempunyai tujuan yang jelas yaitu Indonesia
merdeka. Perjuangan nasional diteruskan dengan adanya gerakan
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan satu
bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia.

2. Penjajahan Jepang
Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah
suatu kebohongan belaka, sehingga tidak pernah menjadi kenyataan
sampai akhir penjajahan Belanda tanggal 10 Maret 1940. Kemudian
penjajah Jepang masuk ke Indonesia dengan propaganda “Jepang
pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa Indonesia”. Pada tanggal
29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, penjajah
Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, janji
ini diberikan karena Jepang terdesak oleh tentara Sekutu. Bangsa
Indonesia diperbolehkan memperjuangkan kemerdekaannya, dan untuk
mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia maka Jepang
menganjurkan untuk membentuk suatu badan yang bertugas untuk
menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
atau Dokuritsu Zyumbi Tioosakai. Pada hari itu juga diumumkan sebagai
Ketua (Kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat, yang kemudian
mengusulkan bahwa agenda pada sidang BPUPKI adalah membahas
tentang dasar negara.

3. Kronologi Perumusan Pancasila, Naskah Proklamasi dan


Pembacaan Teks Proklamasi.

54
Tanggal Peristiwa

29 Mei 1945 Perumusan materi Pancasila oleh Mr. M. Yamin


(sidang I BPUPKI)

31 Mei 1945 Perumusan materi Pancasila oleh Mr. Supomo


(sidang I BPUPKI)

Ir. Soekarno pertama kali mengusulkan


1 Juni 1945
nama/istilah Pancasila untuk dasar negara
(sidang I BPUPKI)
Indonesia. Beliau mengatakan bahwa nama
Pancasila itu atas petunjuk teman kita ahli
bahasa.

Piagam Jakarta disusun oleh Panitia Kecil yang


22 Juni 1945
terdiri 9 orang yaitu : M.Hatta, A.Soebardjo,
A.A.Maramis, Soekarno, Abdul Kahar Muzakir,
Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso, A.Salim,
M. Yamin.

- Dibentuk Panitia Perancang UUD yang


10 - 16 Juni 1945
diketuai oleh Soekarno dan beranggotakan
(sidang II BPUPKI)
19 orang yaitu : Soekarno, AA. Maramis, Otto
Iskandardinata, Purbojo, A. Salim, A.
Soebardjo, Soepomo, Maria Ulfah Santoso,
Wachid Hasjim, Parada Harahap,
J.Latuharary, Susanto Tirtoprodjo, Sartono,
Wongsonegoro, Wuryaningrat, RP. Singgih,
Tan Eng Hoat, Hoesein Djajadiningrat,
Sukiman.
- Panitia Perancang UUD kemudian
membentuk Panitia Kecil Perancang UUD
yang beranggotakan 7 orang yaitu : Soepomo,
Wongsonegoro, Soebardjo, AA. Maramis,
RP.Singgih, A.Salim, Sukiman.

55
- Dibentuk Panitia Penghalus Bahasa, terdiri
16 Agustus 1945 dari Soepomo dan Hosein Djajadiningrat.
Jam 04.30
- Perumusan terakhir materi Pancasila disahkan
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) sebagai bagian dari
Pembukaan UUD 1945.

- Pengamanan (“penculikan”) Ir. Soekarno dan


Jam 18.00 Drs.Moh. Hatta ke Rengasdengklok oleh
tokoh-tokoh pemuda dengan tujuan
menghindari pengaruh dan siasat Jepang dan
mendesak bangsa Indonesia harus segera
merdeka. Tokoh pemuda terdiri : Sukarni,
Winoto Danu Asmoro, Abdulrochman dan
Yusuf Kunto.

Rombongan yang terdiri dari Mr. A.Soebardjo,


Jam 23.30 Sudiro dan Yusuf Kunto tiba di Rengasdengklok
dengan tujuan untuk menjemput Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta.
Rombongan dari Rengasdengklok tiba di Jakarta
langsung menuju rumah Laksamana Maeda di
jln. Imam Bonjol no. 1.
Di tempat ini tokoh-tokoh bangsa Indonesia
berkumpul untuk menyusun teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia.
Teks versi terakhir proklamasi yang telah diketik
ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.Moh
Hatta.

17 Agustus 1945 Pembacaan teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno di


Pegangsaan Timur no. 56 (sekarang gedung
Pola).

Sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menghasilkan


keputusan sebagai berikut :
a. mengesahkan berlakunya UUD 1945
b. memilih Presiden dan Wakil Presiden
c. menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
sebagai badan musyawarah darurat.
Pembentukan KNIP dalam masa transisi dari pemerintah jajahan
kepada pemerintah nasional seperti yang diatur dalam pasal IV Aturan
Peralihan UUD 1945.

B. Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan

56
Proklamasi kemerdekaan secara ilmiah mengandung pengertian
sebagai berikut :
a. dari sudut ilmu hukum (Yuridis), proklamasi merupakan saat tidak
berlakunya tertib hukum kolonial dan saat berlakunya hukum
nasional.
b. secara politis ideologis, proklamasi mengandung arti bangsa
Indonesia terbebas dari penjajahan bangsa asing dan memiliki
kedaulatan untuk menentukan nasib sendiri.

Setelah proklamasi kiemerdekaan 17 Agustus 1945, negara


Indonesia masih menghadapi tentara sekutu yang berupaya
menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia, yaitu
pemaksaan untuk mengakui pemerintahan NICA (Netherlands Indies
Civil Administration). Selain itu Belanda secara licik mempropagandakan
kepada dunia luar bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari
Jepang.
Untuk melawan propaganda tersebut, pemerintah Indonesia
mengeluarkan tiga buah maklumat sebagai berikut :

1. Maklumat Wakil Presiden No. x (iks) tanggal 16 Oktober 1945 yang


menghentikan kekuasaan luar biasa dari Presiden sebelum masa
waktunya (seharusnya selama 6 bulan). Kemudian maklumat
tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula
dipegang oleh Presiden kepada KNIP.
2 Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang
pembentukan partai politik sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini
sebagai akibat dari anggapan bahwa salah satu cirri demokrasi
adalah multi partai. Maklumat ini juga sebagai upaya agar dunia luar
menilai bahwa negara Indonesia sebagai negara yang demokratis.
3 Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, intinya maklumat
ini mengubah sistem kabinet Presidensial menjadi system kabinet
Parlementer berdasarkan asas demokrasi liberal.

Keluarnya tiga maklumat tersebut mengakibatkan ketidakstabilan


di bidang politik karena sistem demokrasi liberal bertentangan dengan
UUD 1945, serta secara ideologis bertentangan dengan Pancasila.
Akibat penerapan sistem kabinet parlementer maka
pemerintahan Negara Indonesia mengalami jatuh bangun sehingga
membawa konsekuensi serius terhadap kedaulatan negara Indonesia.

Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)


Konferensi Meja Bundar di Den Haag tanggal 27 Desember
1949 merupakan suatu persetujuan yang ditandatangani antara Ratu
Belanda Yuliana dan Pemerintah Indonesia yang menghasilkan
keputusan antara lain :
a. Konstitusi RIS menentukan bantuk negara serikat (federal) yang
membagi negara Indonesia terdiri dari 16 negara bagian.
b. Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan berdasarkan asas
demokrasi liberal, para menteri bertanggung jawab kepada
parlemen.
c. Mukadimah Konstitusi RIS menghapuskan jiwa dan isi Pembukaan
UUD 1945.

57
Sebelum persetujuan KMB, bengsa Indonesia telah memiliki
kedaulatan, oleh karena itu persetujuan KMB bukan penyerahan
kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan”.

Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia 1950.


Berdirinya negara RIS dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia
adalah sebagai satu taktik secara politis, untuk tetap konsisten terhadap
deklarasi proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945
yaitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana dalam alinea
keempat, bahwa pemerintah negara “………., yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia……….” ,
yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan
unitaristis secara spontan dan rakyat membentuk negara kesatuan
menggabungkan diri dengan negara proklamasi RI yang berpusat di
Jogyakarta. Pada suatu ketika negara bagian RIS tinggal tiga buah saja
yaitu Negara Bagian RI Proklamasi, Negara Indonesia Timur (NIT),
dan Negara Sumatra Timur (NST). Akhirnya berdasarkan persetujuan
RIS dengan negara RI tanggal 19 Mei 1950 seluruh negara bersatu
dalam negara kesatuan dengan konstitusi sementara yang berlaku sejak
17 Agustus 1950 dengan nama UUD Sementara 1950.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959


Hasil Pemilu 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi
keinginan masyarakat bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada
bidang poleksosbudhankam, keadaan ini disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:
a. Makin berkuasanya modal-modal raksasa terhadap perekonomian
Indonesia.
b. Akibat sering bergantinya sistem kabinet
c. Sistem liberal pada UUD Sementara 1950 mengakibatkan jatuh
bangunnya kabinet/pemerintahan.
d. DPR hasil Pemilu 1955 tidak mampu mencerminkan perimbangan
kekuatan politik yang ada.
e. Faktor yang menentukan adanya dekrit presiden adalah gagalnya
Konstituante untuk membentuk UUD yang baru.

Dari kegagalan tersebut diatas presiden akhirnya mengeluarkan


Dekrit 5 Juli 1959 yang isinya :
1. Membubarkan Konstituante
2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya
UUDS 1950.
3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Dengan berlakunya UUD 1945 selanjutnya terjadi pelaksanaan


pemerintahan Orde Lama sampai tahun 1966 akibat adanya
pemberontakan PKI 1 Oktober 1965 atau yang dikenal dengan G.30 S/
PKI. Setelah pemberontakan dapat dikuasai oleh penerima Supersemar
yaitu Letjen Suharto maka pemerintahan melaksanakan ketentuan UUD
1945 secara murni dan konsekuen, pemerintahan ini disebut sebagai
pemerintahan Orde Baru yang berkuasa sampai tahun 1998, kemudian
digantikan dengan pemerintahan Reformasi sampai saat sekarang.

58
BAB VI

PANCASILA DALAM KONTEKS


KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

A. Undang-Undang Dasar 1945


Dalam perkembangan dunia dan ilmu pengetahuan dan
teknologi memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami
perubahan yang mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap
Undang – Undang Dasar 1945, perubahan (amandemen)
dimaksud sampai empat kali, yang dimulai pada tanggal 19
Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal, amandemen kedua pada
tanggal 18 Agustus 2000 sejumlah 10 pasal, sedangkan
amandemen ketiga pada tanggal 10 November 2001 sejumlah 10
pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002
sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan
Tambahan 2 pasal, apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang
– Undang Dasar 1945 adalah berjumlah 37 pasal, akan tetapi
setelah diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37 pasal, yaitu
menjadi 39 pasal hal ini terjadi karena ada pasal – pasal yang
diamandemen ulang seperti pasal 6 A ayat 4, pasal 23 C.

1. Struktur Pemerintahan Indonesia Berdasarkan UUD 1945


Demokrasi Indonesia merupakan sistem pemerintahan dari
rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara
sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan suatu cita – citanya.
Demokrasi di Indonesia sebagaiman tertuang dalam UUD
1945 mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak juga
mengakui perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia
adalah “ Bhineka Tunggal Ika “. Secara filosofi bahwa Demokrasi
Indonesia mendasarkan pada rakyat.
Secara umum sistem pemerintahan yang demokratis
mengandung unsur – unsur penting yaitu :
a. Ketertiban warga negara dalam pembuatan keputusan politik.

59
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui
dan dipakai oleh warga negara.
d. Suatu sistem perwakilan.
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan unsur – unsur diatas maka demokrasi
mengandung ciri yang merupakan patokan bahwa warga negara
dalam hal tertentu pembuatan keputusan – keputusan politik, baik
secara langsung maupun tidak langsung adanya keterlibatan atau
partisipasi.
Oleh karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang
menganut sistem demokrasi, selalu menemukan adanya supra
struktur politik dan infra struktur politik sebagai pendukung
tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montesquiue
maka supra struktur politik meliputi lembaga legislatif, lembaga
eksekutif, dan lembaga yudikatif. Di Indonesia dibawah sistem
UUD 1945 lembaga – lembaga negara atau alat – alat
perlengkapan negara adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah Agung
e. Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan diatas juga dinyatakan sebagai Supra Struktur
Politik. Adapun Infra Struktur Politik suatu negara terdiri lima
komponen sebagai berikut :
a. Partai Politik
b. Golongan Kepentingan (Interest Group)
c. Golongan Penekan (Preassure Group)
d. Alat Komunikasi Politik (Mass Media)
e. Tokoh – tokoh Politik

2. Pembagian Kekuasaan

60
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dan
dilakukan menurut Undang - Undang Dasar sebagaimana
tercantum dalam Undang – Undang Dasar 1945 adalah sebagai
berikut :
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4
ayat 1 UUD 1945)
b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan
DPR dan DPD (pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD
1945).
c. Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah
Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada
Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), hal ini dimuat pada pasal 20 A
ayat 1.
e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan
Konsultatif, sebelum UUD diamandemen kekuasaan tersebut
dipegang oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil


Amandemen
Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945, dikenal
dengan Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara, namun
tujuh kunci pokok tersebut mengalami suatu perubahan. Oleh
karena itu sebagai Studi Komparatif sistem pemerintahan Negara
menurut UUD 1945 mengalami perubahan.
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum
(Rechtstaat ).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( Rechtstaat ),
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka ( Machtstaat ),
mengandung arti bahwa negara, termasuk didalamnya
pemerintahan dan lembaga – lembaga negara lainnya dalam
melaksanakan tindakan apapun.

61
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar),
tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian
pemerintahan dibatasi oleh ketentuan – ketentuan konstitusi
dan juga oleh ketentuan – ketentuan hukum lain merupakan
produk konstitusional.
c. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang
tertinggi disamping MPR dan DPR.
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, Presiden
penyelenggara pemerintahan tertinggi disamping MPR dan
DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945
pasal 6 A ayat 1, jadi menurut UUD 1945 ini Preiden tidak lagi
merupakan mandataris MPR, melainkan dipilih oleh rakyat.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
d. Menteri Negara ialah pembantu Presiden, Menteri Negara
tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam
melaksanakan tugas dibantu oleh menteri – menteri negara,
pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen).
e. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, meskipun
Kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia
bukan “ Diktator “ artinya kekuasaan tidak terbatas, disini
Presiden adalah sudah tidak lagi merupakan mandataris MPR,
namun demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR.
f. Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum
berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri – ciri suatu negara hukum adalah :
a. Pengakuan dan perlindungan hak – hak asasi yang
mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau
kekuatan lain dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum.

62
g. Kekuasaan Pemerintahan Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh seorang Wakil
Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945
hasil amandemen 2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh
rakyat secara legitimasi. Presiden kedudukannya kuat, disini
kekuasaan Presiden tidak lagi berada dibawah MPR selaku
mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam melaksanakan
tugas menyimpang dari Konstitusi, maka MPR melakukan
Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan dipertegas oleh
pasal 7A. Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif
harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B
ayat 4 dan 5, dan jika Mahkamah Konstitusi memutuskan
bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar hukum, maka
MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari
jumlah anggota dan 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal
7B ayat 7.
h. Pemerintahan Daerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara Republik
Indonesia dibagi atas daerah – daerah propinsi, kabupaten,
dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang – undang. Pasal 18 ayat 2 mengatur otonomi
pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa
pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan, atau pengertian otonomi
sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
i. Pemilihan Umum

63
Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit
mengatur tentang Pemilihan Umum dilakukan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun
sekali, diatur pasal 22E ayat 1. Untuk memilih anggota DPR,
DPD, Presiden dan Wakil Presiden pasal 22 E ayat 2.
Dalam pemilu tersebut landasan yang dipergunakan adalah
Undang – Undang UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
j. Wilayah Negara
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat
ketentuan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara
dengan wilayah yang batas – batas dan hak – haknya
ditetapkan dengan Undang – Undang.
h. Hak Asasi Manusia Menurut UUD 1945
Hak asasi manusia tidaklah lahir mendadak sebagaimana kita
lihat dalam “ Universal Declaration of Human Right “ pada
tanggal 10 Desember 1948 yang ditanda-tangani oleh PBB.
Hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan
filosofis manusia yang melatarbelakangi.
Bangsa Indonesia didalam hak asasi manusia terlihat lebih
dahulu sudah memiliki aturan hukumnya seperti dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa : “
kemerdekaan adalah hak segala bangsa “. Sebagai contoh
didalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan : “ Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak memepertahankan hidup dan
kehidupannya “.
Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang hak
asasi manusia didalam UUD 1945.

B. Memahami Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan


Pancasila Dan UUD 1945

Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia,


selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945,

64
juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan
bahwa kaidah – kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya
terdapat pada hukum dasar. Kaidah – kaidah hukum
ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan
ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan
sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD
1945 adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan
hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan ( dalam teori ) mengenai Konvensi dari
AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana
seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “ Discretionary
Plowers “.
Dicretionary Plowers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak
bertindak yang semata – mata didasarkan kebijaksanaan atau
pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal diatas yang mula – mula mengemukakan yaitu Dicey
dikalangan sarjana di Inggris pendapat tersebut dapat diterima,
lebih lanjut beliau memperinci konvensi ketatanegaraan
merupakan hal – hal sebagai berikut :
a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi)
yang tumbuh, diikuti dan ditaati dalam praktek
penyelenggaraan negara.
b. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat
dipaksakan oleh ( melalui ) pengadilan.
c. Konvensi ditaati semata – mata didorong oleh tuntutan etika,
akhlak atau politik dalam penyelenggaraan negara.
d. Konvensi adalah ketentuan – ketentuan mengenai bagaimana
seharusnya ( sebaliknya ) discretionary plowers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari
organisasi negara, disini muncul pertanyaan yaitu : apakah negara
itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam “ Teori

65
Kekelompokan “ yang dikemukakan oleh ; Prof. Mr. R. Kranenburg
adalah sebagai berikut :
“ Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan
yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa
dengan tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan mereka
bersama “
Maka disini yang primer adalah kelompok manusianya, sedangkan
organisasinya, yaitu negara bersifat sekunder.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem
pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut pengertian
ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu : Monarchie dan Republik,
jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau
keturunan maka bentuk negara disebut Monarchie dan kepala
negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala negara dipilih
untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut
Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan
dan Batang Tumbuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak
menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam
menggunakan istilah bentuk negara ( lihat alinea ke 4 ), “………
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam
suatu Undang – Undang Dasar Negara Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, ………dst. Negara Indonesia adalah negara kesatuan
yang berbentuk Republik “.
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui
kebiasaan ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu
pengertian Konstitusi, Konstitusi mengandung dua hal yaitu :
Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut
konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melalui
ilmu hukum yang membedakan dalam arti materiil dan sumber
hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah
sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum

66
sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah hukum yang
dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan
hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah Undang –
Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain –
lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah
hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara,
untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan
mendinamisasi kaidah – kaidah hukum perundang – undangan.
Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui merupakan salah
satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2
kelompok yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat
pasal–pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan
dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang–
Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila
merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata urutan
peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/
2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan peraturan
perundang-undangan.

TAP MPR NO XX/MPRS/1966 TAP MPR NO. III/MPR/2000


Tata Urutannya sebagai berikut : Tata Urutannya sebagai berikut :
1. UUD 1945 1. UUD 1945
2. TAP MPR 2. TAP MPR RI
3. Undang-Undang / Peraturan 3. Undang – Undang
Pemerintah Pengganti UU 4. Peraturan Pemerintah Peng
4. Peraturan Pemerintah ganti Undang–Undang (Perpu)
5. Keputusan Presiden 5. Peraturan Pemerintah
6. Peraturan Pelaksanaan lainnya 6. Keputusan Presiden
seperti 7. Peraturan Daerah
- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri

Sifat Undang – Undang Dasar 1945, singkat namun supel,


namun harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan

67
Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal – hal sebagai
berikut :
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok – pokoknya
saja, berisi instruksi kepada penyelenggara negara dan
pimpinan pemerintah untuk :
- Menyelenggarakan pemerintahan negara dan
- Kesejahteraan Sosial
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang
lebih rendah yakni Undang – Undang, yang lebih mudah cara
membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan
pemerintah dalam praktek pelaksanaan.
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel
seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara
kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan
untuk menjelaskan ungkapan “ Pancasila merupakan
ideologi terbuka “ serta membuatnya operasional.
e. Dapat kini ungkapan “ Pancasila merupakan ideologi terbuka “
dioperasionalkan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam
tataran nilai. Pasal – pasal yang mengandung nilai – nilai
Pancasila ( nilai dasar ) yakni aturan pokok didalam UUD 1945
yang ada kaitannya dengan pokok – pokok pikiran atau ciri
khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen
Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok
itu ( TAP MPR, UU, PP, dsb ).
Fungsi dari Undang – Undang Dasar merupakan suatu alat
untuk menguji peraturan perundang - undangan dibawahnya
apakah bertentangan dengan UUD disamping juga merupakan
sebagai fungsi pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari
motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia
yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin
ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam

68
hubungan pergaulan bangsa – bangsa di dunia. Pembukaan yang
telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam 4 alinea itu,
setiap alinea dan kata – katanya mengandung arti dan makna
yang sangat mendalam, mempunyai nilai – nilai yang dijunjung
oleh bangsa – bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan
tersebut dirumuskan menjadi 4 alinea.
Pokok – pokok pikiran ; alinea pertama berbunyi “ Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan
oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan “.
Makna yang terkandung dalam alinea pertama ini ialah :
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia
membela kemerdekaan melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap
berdiri dibarisan yang paling depan untuk menentang dan
menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan
tidak sesuai dengan perkemanusiaan dan perikeadilan;
penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa / pemerintah Indonesia untuk
senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan
mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi : “ Dan perjuangan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur, makna yang terkandung disini adalah
:
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu
bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan
pergerakkan bangsa Indonesia.

69
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada
tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut harus
dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi
masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang
bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain
adalah merupakan cita – cita bangsa Indonesia ( cita – cita
nasional ).
Alinea ke tiga berbunyi : “ Atas berkat Rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya “. Hal ini mengandung
makna adanya :
1. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah
berkat ridho Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Imdonesia
terhadap suatu kehidupan didunia dan akhirat.
3. Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea ke-empat berbunyi : “ Kemudian daripada itu untuk
membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia “.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu :

70
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam
sila – sila yang terkandung didalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan
bahwa sungguh tepat apa yang telah dirumuskan didalam
Pembukaan UUD 1945 yaitu : Pancasila merupakan landasan
ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan
spiritual didalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan
demokratif.
Sebelum menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur ketatanegaraan
pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan disini adalah
terjemahan dari istilah Inggris “The Structure of Government “.
Pada umumnya struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi
dua suasana, yaitu : supra struktur politik dan infra struktur
politik, yang dimaksud dengan supra struktur politik disini adalah
segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat–
alat perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan
dengannya. Hal – hal yang termasuk dalam supra struktur politik
ini adalah ; mengenai kedudukannya, kekuasaan dan
wewenangnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan
antara alat – alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra
struktur politik meliputi lima macam komponen, yaitu : komponen
Partai Politik; Komponen golongan kepentingan, Komponen alat

71
komunikasi politik, Komponen golongan penekan, Komponen
tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia
sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai
pendapat – pendapat secara umum yang berpengaruh ( dominan )
berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan, upaya
pelestarian ditempuh dengan cara antara lain tidak
memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya
tersebut diatur sebagai berikut :
1. MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD
1945 seperti tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983,
pasal 104 berbunyi sebagai berikut “ Majelis berketetapan
untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan
tidak akan melakukan perubahan terhadap serta akan
melaksanakannya secara murni dan konsekuen “.
2. Diperkenalkannya “ referendum “ dalam sistem ketatanegaraan
RI. Kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih
dahulu disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak
itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum secara
formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945
secara nyata, lembaga ini justru bertujuan untuk
mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945 hal ini
dapat diketahui pada bunyi konsideran “ TAP MPR No.
IV/MPR/1983 huruf e yang berbunyi “ Bahwa dalam rangka
makin menumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan
keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah
anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal
37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD
1945 “.
Kata “ melestarikan “ dan “ mempertahankan “ UUD 1945
secara formal adalah dengan tidak mengubah kaidah – kaidah
yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD

72
1945 seperti yang terdapat didalam penjelasan adalah sebagai
berikut :
“ Memang sifat aturan itu mengikat oleh karena itu makin “supel “
( elastic ) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga
supaya sistem UUD jangan sampai ketinggalan jaman “.
Dari uraian diatas dapat diketahui adanya dua prinsip yang
berbeda yaitu : yang pertama berkeinginan mempertahankan,
sedangkan prinsip yang kedua menyatakan UUD jangan sampai
ketinggalan jaman, yang artinya adanya “ perubahan “, mengikuti
perkembangan jaman dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk
memperjelas atau kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan
keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan yang mengatur
cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi
merupakan condition sine quanon (keadaan sesungguhnya)
untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau
mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 mampu
menyesuaikan dengan perkembangan jaman sedangkan larangan
mengubah UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis (mandeg)
dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan – alasan diatas kehadiran konvensi dalam
sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh :
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di
setiap negara.
2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat.
Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin
pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Didalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di
Indonesia pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat
pada bagan lampiran tersendiri. Dan setelah UUD 1945 dilakukan
amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober
1999, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9
November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002 dari
perubahan atau amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya

73
perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya didalam
struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu
Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur kedalam UUD 1945
yang diamandemen pasal 7B ayat 1 - 5 yang intinya adalah
menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden, dan apablia
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, dll harus diajukan terlebih dahulu ke
Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan
memutuskan seadil – adilnya terhadap pendapat DPR kepada
penyalahgunaan Presiden / Wakil Presiden. Dalam hal ini DPR
mengajukannya masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya
diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah – langkah
selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut
UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia tentang
kewarganegaraan pada Undang – Undang Dasar 1945 sebagai
mana pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa “ Yang menjadi warga
negara ialah orang – orang bangsa Indonesia asli dan orang
bangsa lain yang disahkan dengan Undang – Undang sebagai
warga negara”, sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa “ Syarat –
syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang –
Undang “. Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik
Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, masalah hak
asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit, ada yang
mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan kedalam ide
tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan
kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD
dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk kedalam pasal – pasal :
27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi
adalah kewajiban setiap pribadi untuk berbuat agar eksistensi
negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara
memiliki kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya.
Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada

74
diri manusia itu sejak lahir terlihat dari uraian diatas mengenai
hubungan antar negara dan warga negara masing – masing
memiliki hak dan kewajiban.

75
STRUKTUR KETATANEGARAAN
SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945

MPR
UUD 1945

DPR PRESIDEN BPK DPA MA

STRUKTUR KETATANEGARAAN
SETELAH PERUBAHAN UUD 1945

MPR
UUD 1945

BPK MPR KEKUASAAN KEHAKIMAN


PRESIDEN

DPD DPR WAPRES MK MA KY

LEGISLATIF EKSEKUTIF YUDIKATIF

Keterangan :
MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat MK = Mahkamah Konstitusi
DPR = Dewan Perwakilan Rakyat MA = Mahkamah Agung
UUD = Undang – Undang Dasar KY = Komisi Yudikatif
BPK = Badan Pemeriksa Keuangan
DPD = Dewan Perwakilan Daerah

76
Proses Dalam Tahapan – Tahapan
Pasal – Pasal UUD 1945 Yang Diamandemen
PERTAMA Kedua KETIGA KEEMPAT
( 19-10-1999 ) ( 18-08-2000 ) ( 10-11-2001 ) ( 10-08-2002 )
Pasal 5 ayat 1 Pasal 18 Pasal 1 ayat 2 dan 3 Pasal 2 ayat 1
Pasal 7 Pasal 18 A Pasal 3 ayat 1, ayat 3, ayat 4 Pasal 6 A ayat 4
Pasal 9 Pasal 18 B Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 Pasal 8 ayat 3
Pasal 13 ayat 2, 3 Pasal 19 Pasal 6 A ayat 1, 2, 3, dan 5 Pasal 23 B
Pasal 14 Pasal 20 ayat 5 Pasal 7 A Pasal 23 D
Pasal 15 Pasal 20 A Pasal 7Bayat 1,2,3,4,5,6,dan 7 Pasal 24 ayat 3
Pasal 17 ayat 2 Pasal 22 A Pasal 7 C Pasal 31 ayat 1,2,3,4, dan 5
Pasal 17 ayat 3 Pasal 22 B Pasal 8 ayat 1 dan 2 Pasal 32 ayat 1 dan 2
Pasal 20 Bab IX A Pasal 25 E Pasal 11 ayat 2 dan 3 Pasal 33 ayat 4 dan 5
Pasal 21 Bab X Pasal 26 ayat 2 dan 3 Pasal 17 ayat 4 Pasal 34 ayat 1,2,3, dan 4
Pasal 27 ayat 3 Bab VII A Pasal 22 C ayat 1,2,3 dan 4 Pasal 37 ayat 1,2,3,4, dan 5
Bab X a pasal 28 A, 28 B, 28 C, Pasal 22 D ayat 1, 2, 3, dan 4 Aturan Peralihan
28 D, 28 F, 28 G, 28 H, 28 I, 28 J Pasal 22 E ayat 1, 2, dan 3 Pasal I, II, dan III
Bab XII Pasal 30 Pasal 23 ayat 1, 2, dan 3 Aturan Tambahan Pasal I dan II
Bab XV Pasal 36 A Pasal 23 A
Bab XV Pasal 36 B, 26 C Pasal 23 C
Bab VII A Pasal 23 B ayat 1, 2, dan 3
Pasal 23 F ayat 1 dan 2
Pasal 23 G ayat 1 dan 2
Pasal 24 ayat 1 dan 2
Pasal 24 ayat 1,2,3,4, dan 5
Pasal 24 B ayat 1,2,3, dan 4
Pasal 24 B ayat 1,2,3,4,5, dan 6

77
C. MEMAHAMI DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
Setelah ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dalam
pelaksanaannya, Undang – Undang Dasar 1945 mengalami masa
berlaku dalam dua kurun waktu yaitu :
1. Kurun pertama sejak tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan
tanggal 27 Desember 1949.
2. Kurun waktu kedua sejak tanggal 5 Juli 1959 ( Dekrit Presiden )
sampai sekarang dan ini terbagi lagi menjadi ketiga
masa yaitu : Orde Lama, Orde Baru dan masa
Reformasi.
Sedangkan antara akhir tahun 1949 sampai dengan tahun 1959
berlaku Konstitusi RIS dan UUDS 1945. Dalam kurun waktu pertama
tersebut sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 belum dapat
berjalan sebagaimana mestinya, karena pada masa tersebut seluruh
potensi bangsa dan negara sedang tercurahkan kepada upaya untuk
membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dimana kondisi pemerintah sedang diwarnai gejolak politik dan
keamanan. Gejolak tersebut diantaranya terjadi pemberontakan dimana
– mana, dan terjadi agresi Belanda kedua.
Pada pelaksanaan UUD 1945 kurun waktu diatas mengenai
kelembagaan negara seperti yang ditentukan dalam UUD 1945 belum
dapat dibentuk sebagaimana mestinya, sehingga sistem
pemerintahanya belum dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam kurun
waktu ini sempat diangkat anggota Dewan Pertimbangan Agung
Sementara sedangkan MPR dan DPR belum dapat dibentuk sesuai
dengan ketentuan pasal IV aturan peralihan, sebelum MPR, DPR, dan
DPA dibentuk segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan
bantuan Komite Nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden
mempunyai kekuasaan yang sangat besar.
Penyimpangan konstitusional yang sangat prisipil yang terjadi
dalam kurun waktu ini adalah perubahan Sistem Kabinet Presidensial
menjadi Kabinet Parlementer. Atas usul Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat ( BPKNIP ) tanggal 11 November 1945 kemudian
disetujui Presiden diumumkan maklumat pemerintah tanggal 14

79
November 1945 isinya mengenai sistem Kabinet Presidensial menjadi
Kabinet Parlementer. Sejak saat ini kekuasaan pemerintahan dipegang
oleh Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet. Perdana Menteri dan
para menteri baik secara bersama – sama atau sendiri – sendiri
bertanggung jawab kepada BPKNIP yang berfungsi sebagai Dewan
Perwakilan Rakyat. Dengan demikian maklumat pemerintah tanggal 14
November 1945 jelas merupakan penyimpangan dari ketentuan UUD
1945. Penyimpangan ini sangat mempengaruhi stabilitas politik maupun
pemerintahan, dalam kondisi seperti ini kemudian berdiri Negara RIS,
dimana Negara Indonesia merupakan bagian dari Negara RIS tersebut,
secara de facto Negara RI memiliki kekuasaan hanya sebagian pulau
Jawa dan Sumatera, pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Negara federal RIS tidak bertahan lama mulai tanggal 17
Agustus 1950 susunan negara federal RIS berubah menjadi susunan
Negara Kesatuan RI. Tetapi menggunakan Undang – Undang Dasar
yang lain yaitu menggunakan UUD Sementara 1950, menurut UUDS
sistem pemerintahan yang dianut adalah parlementer bukan sistem
pemerintahan Presidensial, pertanggungjawaban para menteri itu juga
kepada parlemen yaitu DPR. Kedudukan Presiden tidak dapat diganggu
gugat. Landasan pemikiran sistem pemerintahan itu didasarkan kepada
Demokrasi Liberal yang dianut oleh negara – negara barat sedangkan
sistem Presidensial berpijak pada landasan Demokrasi Pancasila yang
berintikan kerakyatan dan Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
UUD 1945 merupakan hukum dasar terpilih yang bersifat
mengikat bagi pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat dan
setiap warga negra Indonesia, sehingga semua produk hukum seperti
Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, serta kebijaksanaan
Pemerintah harus selalu berdasarkan dan bersumber kepada norma,
aturan dan ketentuan yang diberlakukan oleh UUD 1945 disamping
hukum dasar yang tertulis terdapat juga hukum dasar yang tidak tertulis,
yaitu aturan – aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara yang disebut Konvensi, dimana dalam
pelaksannanya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang
disebabkan oleh tidak terjaminnya stabilitas politik, keamanan maupun

80
ekonomi, Konstituante (hasil Pemilu 1955) yang mempunyai tugas untuk
membuat UUD pengganti UUDS 1950 gagal menyusun dan
menetapkan Undang – Undang Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
mengandung beberapa diktum yang sangat penting, yaitu :
a. Menetapkan pembubaran konstituante.
b. Menetapkan Undang – Undang Dasar 1945 berlaku lagi.
c. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota – anggota Dewan
Perwakilan Rakyat ditambah utusan – utusan dari daerah – daerah
dan golongan serta DPA sementara akan diselenggarakan sidang
sesingkat – singkatnya.
Masa antara tahun 1959 sampai 1965 ( Orde Lama ) lembaga –
lembaga negara belum dibentuk seperti ; MPR, DPR, DPA, dan Badan
Pemeriksa Keuangan sebagaimana yang ditentukan oleh UUD 1945.
Lembaga – lembaga tersebut diatas sifatnya masih sementara dan
fungsinya lembaga – lembaga tersebut juga masih belum sesuai dengan
UUD 1945 misalnya:
1. Presiden telah mengeluarkan produk – produk legislatif yang
mestinya berbentuk Undang – Undang ( dengan persetujuan DPR )
dalam bentuk penetapan Presiden tanpa persetujuan DPR.
2. MPRS melalui ketetapan MPR No. II/MPR/1963 mengangkat
Presiden Soekarno seumur hidup disini bertentangan dengan UUD
1945 yang menyatakan masa jabatan Presiden 5 tahun dan
sesudahnya dipilih kembali.
3. Hak budjet DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan
RUU APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Bahkan pada
tahun 1960, karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan
oleh pemerintah maka, Presiden lalu membubarkan DPR.
4. Kekuasaan peradilan menjadi tidak bebas campur tangan
pemerintah hal ini terlihat dalam Undang – Undang No. 19 tahun
1964 tentang ketentuan – ketentuan pokok kekuasaan kehakiman
dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden dapat turun atau
campur tangan dalam soal – soal peradilan.
Beberapa akibat kasus penyimpangan UUD 1945 tersebut
membawa buruknya keadaan politik dan keamanan serta kemerosotan

81
dibidang ekonomi. Keadaan demikian mencapai puncaknya pada
pemberontakan G 30 S PKI yang gagal pada tahun 1965.
Kurun waktu Orde Baru tahun 1966 sampai 1998 yang
mempunyai tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Karena telah terbukti bahwa pemberontakan G
30 S yang didalangi oleh PKI maka rakyat menghendaki dan menuntut
PKI dibubarkan. Namun pada waktu itu pimpinan negara tidak mau
memenuhi tuntutan rakyat sehingga timbul “ situasi konflik “ antara
rakyat satu pihak dan Presiden dilain pihak. Keadaan dibidang politik,
ekonomi, dan keamanan semakin tidak terkendali, oleh karena itu rakyat
dengan dipelopori oleh pemuda / mahasiswa menyampaikan
tuntutannya yaitu Tri Tuntutan Rakyat ( TRITURA ) yaitu :
1. Bubarkan PKI.
2. Bersihkan kabinet dari unsur – unsur PKI.
3. Turunkan harga – harga / perbaikan ekonomi.
Gerakan TRITURA semakin meningkat sehingga Presiden
mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kepada Letnan
Jenderal TNI Soeharto, dengan lahirnya SUPERSEMAR oleh rakyat
dianggap sebagai lahirnya Orde Baru.
Dengan berlandaskan pada Surat Perintah 11 Maret 1966,
pengemban SUPERSEMAR pada tanggal 12 Maret 1966 membubarkan
PKI dan ormas – ormasnya jadi dengan demikian tanggal 19 Maret 1966
dinyatakan sebagai titik awal Orde baru. Dalam masa ini telah dapat
berhasil melaksanakan Undang – Undang Dasar 1945 dalam hal
pembentukan lembaga – lembaga Negara dan lain – lain, namun
perkembangan lebih lanjut Orde Baru didalam melaksanakan
kekuasaan negara / pemerintah, sejalan dengan proses yang dihadapi
ternyata terjadi penyimpangan – penyimpangan yang terlihat kepada
pelaksanaan kekuasaan pemerintah mengarah otoriter. Dari pemerintah
otoriter ini muncul terjadinya konflik horisontal maupun vertikal yang
diakhiri oleh lengsernya Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998,
kemudian beralih kepada Pemerintah beraliran Reformasi.
UUD 1945 pada masa era globalisasi yang ditandai oleh
reformasi berawal dari ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang
GBHN kemudian disusul oleh Tap – Tap MPR yang lain. Dari segi

82
pengembangan hukum terlihat pada Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang
sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangan.
Sejak adanya perubahan / amandemen UUD 1945 yang pertama
tersirat materi muatan konstitusi hanya diatur dalam UUD 1945
kemudian amandemen tersebut sampai perubahan keempat, secara
lengkap proses amandemen pasal – pasal dimaksud dapat diperhatikan
pada lampiran. Didalam era reformasi ini Pancasila tetap dipertahankan
sebagai Dasar Negara dan Pancasila sebagai idiologi nasional yang
merupakan cita – cita dari tujuan negara. Didalam pengembangan lebih
lanjut bahwa Pancasila sebagai paradigma yaitu merupakan pola pikir
atau kerangka berpikir, disini menunjukkan bahwa pembukaan UUD
1945 memiliki peranan penting yang menjadi satu kesatuan bersama
UUD 1945. Menyangkut perubahan / amandemen UUD 1945 dimaksud
diantaranya adalah untuk menghadapi perkembangan yang begitu cepat
terjadi didunia ini.
.

83
BAB VII

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN DALAM


MASYARAKAT BERBANGSA DAN BERNEGARA

A. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu
pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah
tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam
bukunya yang berjudul “The Structure Of Scientific Revolution”,
paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum
(merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber
hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga
sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan
pada suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode
kuantitatif yang mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada
sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik, maka hasil dari
ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu
aspek saja dari obyek ilmu pengetahuan yaitu manusia.
Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber
nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta tujuan dari suatu
perkembangan, perubahan serta proses dari suatu bidang tertentu
termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam
pendidikan.

B. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan


Tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945
adalah sebagai berikut “Melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia” hal ini merupakan tujuan negara hukum
formal, adapun rumusan “Memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini merupakan tujuan negara
hukum material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau
nasional. Adapun tujuan umum atau internasional adalah “ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam
segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada
hakikat nilai-nilai Pancasila. Karena nilai-nilai Pancasila mendasarkan
diri pada dasar ontologis manusia sebagai subyek pendukung Pancasila
sekaligus sebagai subyek pendukung negara. Unsur-unsur hakikat
manusia “monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia, terdiri rokhani
(jiwa) dan jasmani (raga), sifat kodrat manusia terdiri makhluk individu
dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan YME.

84
1. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (Iptek) pada hakikatnya
merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa)
manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan
potensi rohaniah manusia dalam hubungannya dengan intelektualitas,
rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moral (etika).
Tujuan yang esensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat
manusia, sehingga Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun
terikat oleh nilai. Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia
harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu
pengetahuan, mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional,
antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia
dengan sekitarnya.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-
dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek harus
bersifat beradab. Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang
beradab dan bermoral.
Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia
dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain.
Pengembangan Iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa
nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai
bagian dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara
demokratis. Artinya setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk
mengembangkan Iptek juga harus menghormati dan menghargai
kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka untuk
dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan
lainnya.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
mengkomplementasikan pengembangan Iptek haruslah menjaga
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu
keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri,
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia
dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam
lingkungannya.

2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan


POLEKSOSBUDHANKAM
Hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan
POLEKSOSBUDHANKAM. Pembangunan hakikatnya membangun
manusia secara lengkap, secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat
manusia monopluralis, atau dengan kata lain membangun martabat
manusia.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik

85
Pengembangan dan pembangunan bidang politik harus
mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam
istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada
kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai
individu – mahluk sosial yang terjelma sebagai rakyat. Selain sistem
politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik
negara. Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa “negara berdasarkan atas
Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan
beradab”. Hal ini menurutnya agar memberikan dasar-dasar moral
supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis,
bahwa dalam politik negara harus mendasarkan pada kerakyatan (sila
IV), adapun pengembangan dan aktualisasi politik negara berdasarkan
pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan, moral kemanusiaan (sila
II) dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa
(sila III). Adapun aktualisasi dan pengembangan politik negara demi
tercapainya keadilan dalam hidup bersama (sila V).

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi


Mubyarto mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi
humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat
secara luas. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas
kekeluargaan seluruh bangsa. Tujuan ekonomi itu sendiri adalah untuk
memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera.
Ekonomi harus mendasarkan pada kemanusiaan yaitu demi
kesejahteraan manusia, sehingga harus menghindarkan diri dari
pengembangan ekonomi yang hanya mendasarkan persaingan bebas,
monopoli dan lainnya yang menimbulkan penderitaan pada manusia,
penindasan atas manusia satu dengan lainnya.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya


Dalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi
dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa
Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri.
Prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik, artinya
nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Dalam
rangka pengembangan sosial budaya, Pancasila sebagai kerangka
kesadaran yang dapat mendorong untuk universalisasi, yaitu
melepaskan simbol-simbol dari keterikatan struktur, dan
transendentalisasi. yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia,
kebebasan spiritual.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam


Pertahanan dan Keamanan negara harus mendasarkan pada
tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa. Pertahanan dan Keamanan negara haruslah
mendasarkan pada tujuan demi kepentingan rakyat sebagai warga
negara. Pertahanan dan keamanan harus menjamin hak-hak dasar,
persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan Hankam
diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam masyarakat agar
negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai

86
suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan
kekuasaan.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama


Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental
bagi bangsa Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan
beragama di negara Indonesia. Dalam pengertian ini maka negara
menegaskan dalam pokok pikiran ke IV bahwa “Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa “, ini berarti bahwa kehidupan dalam negara
mendasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan.

C. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi


Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu
menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya
masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat
kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat
yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral
kemanusiaan dan beradab.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan
bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi
kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde
baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi
total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan
arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta
platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah
yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.

1. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan Jangka Panjang
II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu
dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga
menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.
Sistem politik dikembangkan kearah sistem “Birokratik
Otoritarian” dan suatu sistem “Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan
konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-
keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan
penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan
kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat
bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang
kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J.
Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan
pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie
inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan
rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh,
terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti
dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum.
Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan

87
tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan
sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya.

c. Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila


Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation
dengan akar kata reform yang artinya “make or become better by
removing or putting right what is bad or wrong”. Secara harfiah reformasi
memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau
menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada
format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-
citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu
penyimpangan-penyimpangan. Misalnya pada masa orde baru,
asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi, dan korupsi yang
tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita
yang jelas (landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu
kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka
acuan reformasi.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan
yang lebih baik dalam segala aspek antara lain bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai
manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya
persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi


Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap
diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-
cita dan ideologi sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka
suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi,
anarkisme,brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa
dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada
hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif
artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu
menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi
perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.

2. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum


Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde
baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah
bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya

88
dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan
serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan
dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya
maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata
kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.

Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum


Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok
kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum
tata negara disebut staatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah
Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat,
maka hukum harus selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan
keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam
pembaruan hukum yang terus-menerus tersebut Pancasila harus tetap
sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan sumber nilai.
Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi
konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila
menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi
hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila
maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu
sendiri. Fungsi regulatif Pancasila menentukan apakah suatu hukum
positif sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagai
staatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi
(sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD
1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum disebut
sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum
formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara
penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya
UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material yaitu
suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma
hukum.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma
hukum dengan norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi
apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi
inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidak legalan (illegality)
dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan
benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkat harkat dan
martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan
beradab.

Dasar Yuridis Reformasi Hukum


Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan
perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian
maka kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya,
masyarakat tanpa hukum, yang menurut Hobbes disebut keadaan
“homo homini lupus”, manusia akan menjadi serigala manusia lainnya
dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.

89
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan
negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan
porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy).
Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta
mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945,
Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang
dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok
pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan
merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis
(UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi
hukum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,
yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum
yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara
eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia
yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang
telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah
- UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum
melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang
menghasilkan ketetapan-ketetapan:
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi
Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum


Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada
suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya
untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula
yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Negara pada hakikatnya secara formal harus melindungi hak-hak
warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang
merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap

90
hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar
filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan,
pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain
sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar
dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum.
Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas
terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan
antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang
pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga
negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah
(pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap
warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi
seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta
keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat
penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung
tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.

3.Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik


Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia
adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi
“……maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat
dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara
dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan
bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila
IV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki
dasar-dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan.
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila
sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri
negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan
suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan
semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
1. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam
negara.
2. Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
3. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan karenanya harus tunduk dan
bertanggungjawab kepada MPR.
4. Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik
sendiri maupun bersama-sama lembaga lain kekuatannya
berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau
produk-produknya

91
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan
pada nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan
tertinggi negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula
kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus merupakan
dasar pijakan dalam reformasi.
Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan
cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan
waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan
datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistik sebagai unsur
yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi
serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk
menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di negara Indonesia.
karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi
dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus
diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.

4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi


Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan
pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan
bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh
kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era
ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan.
Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia
mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang
diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu
bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu
ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang
luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya
dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat,
sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah
yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada
masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu
pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi
ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-
nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa
adalah sebagai berikut :
1. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu
dilakukan dengan program “social safety net” yang popular dengan
program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk
mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka
pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta
mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan
pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian
usaha.
2. Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan
dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan
diwujudkan perlindungan hukum serta undang-undang persaingan
yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor
perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan
jantung perekonomian.

92
3. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka
perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan
struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini
meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi
modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari
ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada
kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut
dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus
segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada
upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan
kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga
dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.

D. Aktualisasi Pancasila
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu
aktualisasi obyektif dan subyektif. Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu
aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan
yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif
maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi
lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke
dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan
maupun bidang kenegaraan lainnya. Adapun aktualisasi Pancasila
subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama
dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan
masyarakat. Aktualisasi yang subyektif tersebut tidak terkecuali baik
warga negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara,
terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri
agar memiliki moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sebagaimana
terkandung dalam Pancasila.

E. Tridharma Perguruan Tinggi


Pendidikan Tinggi sebagai institusi dalam masyarakat bukanlah
merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat
melainkan senantiasa mengemban dan mengabdi kepada masyarakat.
Menurut PP No. 60 Th. 1999, perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok
yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi :
1. Pendidikan Tinggi
Lembaga pendidikan tinggi memiliki tugas melaksanakan
pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumber
daya yang berkualitas. Tugas pendidikan tinggi adalah :
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi dan kesenian serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Pengembangan ilmu di perguruan tinggi bukanlah value
free (bebas nilai), melainkan senantiasa terikat nilai yaitu nilai ketuhahan
dan kemanusiaan. Oleh karena itu pendidikan tinggi haruslah

93
menghasilkan ilmuwan, intelektual serta pakar yang bermoral ketuhanan
yang mengabdi pada kemanusiaan.

2. Penelitian
Penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah,
bersifat obyektif dalam upaya untuk menemukan kebenaran dan
menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian.
Dalam suatu kegiatan penelitian seluruh unsur dalam penelitian
senantiasa mendasarkan pada suatu paradigma tertentu, baik
permasalahan, hipotesis, landasan teori maupun metode yang
dikembangkannya. Dalam khasanah ilmu pengetahuan terdapat
berbagai macam bidang ilmu pengetahuan yang masing-masing
memiliki karakteristik sendiri-sendiri, karena paradigma yang berbeda.
Bahkan dalam suatu bidang ilmu terutama ilmu sosial, antropologi dan
politik terdapat beberapa pendekatan dengan paradigma yang berbeda,
misalnya pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif.
Dasar-dasar nilai dalam Pancasila menjiwai moral peneliti
sehingga suatu penelitian harus bersifat obyektif dan ilmiah. Seorang
peneliti harus berpegangan pada moral kejujuran yang bersumber pada
ketuhanan dan kemanusiaan. Suatu hasil penelitian tidak boleh karena
motivasi uang, kekuasaan, ambisi atau bahkan kepentingan primordial
tertentu. Selain itu asas manfaat penelitian harus demi kesejahteraan
umat manusia, sehingga dengan demikian suatu kegiatan penelitian
senantiasa harus diperhitungkan manfaatnya bagi masyarakat luas
serta peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan.

3. Pengabdian kepada Masyarakat


Pengabdian kepada masyarakat adalah suatu kegiatan yang
memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan
demi kemajuan masyarakat.
Realisasi pengabdian kepada masyarakat dengan sendirinya
disesuaikan dengan ciri khas, sifat serta karakteristik bidang ilmu yang
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Aktualisasi
pengabdian kepada masyarakat ini pada hakikatnya merupakan suatu
aktualisasi pengembangan ilmu pengetahuan demi kesejahteraan umat
manusia. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebenarnya
merupakan suatu aktualisasi kegiatan masyarakat ilmiah perguruan
tinggi yang dijiwai oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan
sebagaimana terkandung dalam Pancasila.

F. Budaya Akademik
Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang
memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat
akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang
merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi. Terdapat
sejumlah ciri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik sebagai
berikut :
a. Kritis, senantiasa mengembangkan sikap ingin tahu segala sesuatu
untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahannya melalui
suatu kegiatan ilmiah penelitian.
b. Kreatif, senantiasa mengembangkan sikap inovatif, berupaya untuk
menemukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi masyarakat.

94
c. Obyektif, kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar
berdasarkan pada suatu kebenaran ilmiah, bukan karena
kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.
d. Analitis, suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu
metode ilmiah yang merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya
suatu kebenaran ilmiah.
e. Konstruktif, harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya
baru yang memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat.
f. Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan
terus-menerus.
g. Dialogis, dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam
masyarakat akademik harus memberikan ruang pada peserta didik
untuk mengembangkan diri, melakukan kritik serta
mendiskusikannya.
h. Menerima kritik, sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu
setiap insan akademik senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
i. Menghargai prestasi ilmiah/akademik, masyarakat intelektual
akademik harus menghargai prestasi akademik, yaitu prestasi dari
suatu kegiatan ilmiah.
j. Bebas dari prasangka, budaya akademik harus mengembangkan
moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan kebenaran pada suatu
kebenaran ilmiah.
k. Menghargai waktu, senantiasa memanfaatkan waktu seefektif dan
seefisien mungkin, terutama demi kegiatan ilmiah dan prestasi.
l. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, memiliki karakter
ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik
m. Berorientasi ke masa depan, mampu mengantisipasi suatu kegiatan
ilmiah ke masa depan dengan suatu perhitungan yang cermat,
realistis dan rasional.
n. Kesejawatan/kemitraan, memiliki rasa persaudaraan yang kuat
untuk mewujudkan suatu kerja sama yang baik. Oleh karena itu
budaya akademik senantiasa memegang dan menghargai tradisi
almamater sebagai suatu tanggung jawab moral masyarakat
intelektual akademik.

G. Kampus sebagai Moral Force Pengembangan Hukum dan


HAM
Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara
moral atas kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap masyarakat
bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan
kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh
tercemar oleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur
dan mulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus
adalah kebenaran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan.
Indonesia dalam melaksanakan reformasi dewasa ini, agenda
yang mendesak untuk diwujudkan adalah reformasi dalam bidang
hukum dan peraturan perundang-undangan. Negara Indonesia adalah
negara yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu dalam rangka
melakukan penataan negara untuk mewujudkan masyarakat yang
demokratis maka harus menegakkan supremasi hukum. Agenda
reformasi yang pokok segera direalisasikan adalah untuk melakukan
reformasi dalam bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan

95
suatu tatanan hukum yang demokratis, maka harus dilakukan
pengembangan hukum positif.
Dalam reformasi bidang hukum, bangsa Indonesia telah
mewujudkan Undang-undang Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 39
Th.1999. Sebagaimana terkandung dalam konsideran bahwa yang
dimaksud Hak asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Disamping hak asasi manusia, undang-undang ini juga menentukan
Kewajiban Dasar Manusia, yaitu seperangkat kewajiban yang apabila
tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak
asasi manusia.
Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut mahasiswa
sebagai kekuatan moral harus bersifat obyektif dan benar-benar
berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia,
bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuatan politik
dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan
negara Indonesia. Perlu disadari bahwa dalam menegakkan hak asasi
manusia pelanggaran terhadap hak asasi manusia dapat dilakukan oleh
seseorang, kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara
baik disengaja maupun tidak disengaja.

96
DAFTAR PUSTAKA

Darmodihardjo Dardji, 1983, Pancasila Dalam Beberapa Perspektif,


Aries Lima, Jakarta.
Dirjen Pendidikan Tinggi, Depdiknas, 2002, Kapita Selekta Pendidikan
Pancasila (untuk mahasiswa) Bagian I, Jakarta.
Dirjen Pendidikan Tinggi, Depdiknas, 2002, Kapita Selekta Pendidikan
Pancasila (untuk mahasiswa) Bagian II, Jakarta.
Elly M. Setiadi,2005, Pendidikan Pancasila, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Ismaun, 1997, Pendidikan Pancasila, CV. Yulianti, Bandung.
Kaelan, 2004,Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi, Paradigma,
Yogyakarta.
Kaelan, 1996, Filsafat Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Kaelan, 1995, “Hakikat Sila-sila Pancasila”, Dalam Ensiklopedia
Pancasila Pariata Westra (Ed), Penerbit BPA,
Yogyakarta.
Kaelan, 1983, Proses Perumusan Pancasila dan UUD 1945,
Liberty, Yogyakarta.
Kranenburg, Prof.Mr. 1957, Ilmu Negara Umum, diterjemahkan
oleh Mr.TK. B. Sabaroedin, Cetakan ke dua, JB.
Wolters, Jakarta.
Kusnardi, Moh. SH dan Harmaily Ibrahim, SH.,1980, Pengantar
Hukum Tatanegara Indonesia, CV. Sinar Bakti,
Jakarta.
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1993, Pendidikan Pancasila,
Edisi ke tiga, Malang.
Lasiyo dan Yuwono, 1985, Pengantar Ilmu Filsafat, Liberty,
Yogyakarta.
Manan, Bagir, 1987, Konvensi Ketatanegaraan, CV. Armico,
Bandung.
Notonagoro, 1975, Pancasila secara Ilmiah Populer, Pantjuran
Tujuh, Jakarta.
Pustaka Setia, 2000, GBHN 1999-2004, Cetakan ke dua,
Bandung.
Soehino, SH., 1980, Ilmu Negara, Liberti, Yogyakarta.
Sri Soemantri Marto Soewignjo, Dr., 1981, Pengantar
Perbandingan Antara Hukum Tatanegara, CV.
Rajawali, Jakarta.
Sekretaris Negara Republik Indonesia, 1995, Risalah Sidang
BPUPKI dan PPKI, Jakarta.
Sinar Grafika, 1998, Garis-Garis Besar Haluan Negara 1998-
2003, Tap MPR No. II/MPR/1998, Jakarta.
Sinar Grafika, 1999, Tiga Undang-undang Politik 1999, Sinar
Grafika, Jakarta.
Sinar Grafika, 1999, Undang-Undang Otonomi Daerah, Sinar
Grafika, Jakarta.

97
Sri Sultan Hamengkubuwono X, 1998, Pancasila: Sumber
Inspirasi, Visi dan Agenda Aksi Reformasi, Makalah
Diskusi Panel “Pancasila dalam Perspektif
Reformasi”, Pusat Studi Pancasila UGM, 15 Juni
1998, Yogyakarta.
Utrecht, E. 1983, Pengantar dalam Hukum Indonesia, disadur dan
direvisi oleh Moh.Saleh Djidang,SH., PT. Ichtiar
Baru, Jakarta.
Wahyono, Padmo, Prof. SH.,1980, Negara Republik Indonesia,
Academica, Jakarta.
Yamin Muhammad, 1982, Proklamasi dan Konstitusi Republik
Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Yamin Muhammad, 1971, Naskah Persiapan Undang-Undang
Dasar 1945, Indonesia, Vol.II dan III, Siguntang,
Jakarta.

98
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN
( P r e a m b u l e)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan


oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka
rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

UNDANG-UNDANG DASAR

BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar.***)
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)

BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui
pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.****)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima
tahun di ibukota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara
yang terbanyak.

Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar. ***)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden. ***/****)

99
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang
Dasar. ***/****)

BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil
Presiden.

Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. *)
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya.

Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah
mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
***)
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut
dengan undang-undang. ***)

Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat.***)
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik
atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum. ***)
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara
lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum
dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar
di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi
Presiden dan Wakil Presiden. ***)
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih,
dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan
kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan
pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai
Presiden dan Wakil Presiden. ****)
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut
diatur dalam undang-undang. ***)

Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun,
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk
satu kali masa jabatan.*)

Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan
Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat

100
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)

Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah
Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;
dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah
dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
***)
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah
Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam
sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan
seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut
paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan
Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna
untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga
puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
***)
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya
3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna
Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)

Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan
Perwakilan Rakyat. ***)

Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden
sampai habis masa jabatannya. ***)
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam
waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat

101
menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon
yang diusulkan oleh Presiden. ***)
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara
bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri,
Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan
Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan
calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama
dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa
jabatannya. ****)

Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :

Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :


Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-
baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.

Janji Presiden (Wakil Presiden) :


Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa. *)

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak
dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan
pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh
Pimpinan Mahkamah Agung. *)

Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang
terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan
undang-undang. ***)
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya
keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 13

102
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat. *)
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

Pasal 14
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung. *)
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)

Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan
yang diatur dengan undang-undang. *)

Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya
diatur dalam undang-undang. ****)

BAB V
KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. *)
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. *)
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur
dalam undang-undang. ***)

BAB VI
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang. **)
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. **)
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum. **)
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. **)
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat. **)
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. **)
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
dalam undang-undang. **)

Pasal 18A
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan
kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan
dan keragaman daerah. **)

103
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan
undang-undang. **)

Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-
undang. **)
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. **)

BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. **)
(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang. **)
(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. **)

Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-
undang. *)
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. *)
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,
rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *)
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama untuk menjadi undang-undang. *)
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan
undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan. **)

Pasal 20A
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan. **)
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal
lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. **)
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini,
setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. **)
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak
anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang. **)

Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul
rancangan undang-undang.*)
Jika rancangan itu, meskipun oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak
disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Pasal 22

104
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus
dicabut.

Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang
diatur dengan undang-undang. **)

Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari
jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
**)

BAB VIIA***)
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui
pemilihan umum. ***)
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama
dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari
sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. ***)
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-
undang. ***)

Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah. ***)
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. ***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan,
dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. ***)
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya,
yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang. ***)

BAB VIIB***)
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. ***)

105
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. ***)
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. ***)
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah
adalah perseorangan. ***)
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri. ***)
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-
undang. ***)

BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. ***)
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
***)

Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. ****)

Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-
undang. ****)

BAB VIIIA***)
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri. ***)
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
sesuai dengan kewenangannya. ***)
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan
dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. ***)

Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah
dan diresmikan oleh Presiden. ***)

106
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota. ***)

Pasal 23G
Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi ***)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur
dengan undang-undang ***)

BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. ***)
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. ***)
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang. ****)

Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang. ***)
(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. ***)
(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan
sebagai hakim agung oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
***)
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung
serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. ***)
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman
di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela. ***)
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-undang.***)

Pasal 24C
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. ***)

107
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. ***)
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi
yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang
oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga
orang oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim
konstitusi. ***)
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan,
serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. ***)
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-
undang. ***)

BAB IXA**)
WILAYAH NEGARA
Pasal 25A ****)
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang. **)

BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK**)
Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara.
Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia. **)
(2) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-
undang. **)

Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara. **)

Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

BAB XA**)
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya. **)

Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah. **)

108
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. **)

Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. **)
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negaranya. **)

Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja. **)
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan. **)
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)

Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali. **)
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.**)

Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)

Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas
rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain. **)

Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan. **)
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan. **)
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **)

109
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apa pun. **)
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu. **)
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban. **)
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **)
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan
prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan. **)

Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **)
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)

BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu

BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA**)
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara. **)
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan
utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. **)
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,
dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. **)
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. **)
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia
dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya,
syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan diatur dengan undang-undang. **)

110
BAB XIII
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN****)
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ****)
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya. ****)
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang. ****)
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. ****)
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia. ****)

Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya. ****)
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional. ****)

BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. ****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang. ****)

Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. ****)
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan. ****)
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum yang layak. ****)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang. ****)

BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,
SERTA LAGU KEBANGSAAN**)
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

Pasal 36

111
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal
Ika. **)

Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. **)

Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang. **)

BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan
dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat. ****)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara
tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah
beserta alasannya. ****)
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan
dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu
anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. ****)
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan. ****)

ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)
Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang
untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****)
Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus
2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah
Agung. ****)

ATURAN TAMBAHAN
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan
terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil
putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003. ****)
Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan
dan pasal-pasal. ****)

Perubahan Pertama : *)

112
Perubahan Kedua : **)
Perubahan Ketiga : ***)
Perubahan Keempat : ****)

113
114
115
116

You might also like