You are on page 1of 98

1

P R O B A R L I N G
PEDOMAN PRODUKSI BERSIH AMAN
DAN RAMAH LINGKUNGAN

ISBN : 978-979-3864-16-7

Pengarah :
Ir. Chairul Rachman, MM
(Direktur Pengolahan Hasil Pertanian)

Penanggung Jawab :
Ir. Susanto, MM.

Penyusun :
Ir. Woro Palupi
Dede Sulaeman, ST, M.Si.
Astrit Asriningrum, SE
Muhammad Arif, SE

Kontributor :
2 Dr. Ir. TB. Benito A. Kurnani, Dipl. Est., (Universitas Padjadjaran)
Dr. Arif Wibowo, MS, (Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup)
Dra. Asnelia, Apt., (Badan Pengawas Obat dan Makanan)
Lili Nus Chalimah, S.Pt, (Dinas Perikanan dan Peternakan Kab. Bogor)
Iwan Ramkar, (PT. Hasmilk)
Endang Sri Marni Ismail, (Kelompok Wanita Tani BROSEM)

Foto :
Tim Subdit Pengelolaan Lingkungan

Penerbit :
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Departemen Pertanian
Telp/Fax : 021-78842569,7815380 ext. 5334
E-mail : subdit_pl@yahoo.co.id

© Juli 2010

P R O B A R L I N G
kata pengantar
Secara umum belum banyak agroindustri skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan
yang Baik (CPB), serta praktek sanitasi dan higiene dalam proses produksi, termasuk penanganan
limbahnya.

Para pelaku usaha umumnya hanya fokus bagaimana mengolah bahan baku dari
hasil pertanian menjadi makanan siap untuk dikonsumsi, tanpa memikirkan bagaimana cara
mengolah yang baik, sehingga makanan atau produk aman untuk dikonsumi, bernilai gizi i
tinggi dan prosesnya ramah terhadap lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu pedoman yang
dapat dijadikan acuan bagi pelaku industri pengolahan pangan khususnya skala UMKM untuk
menghasilkan produk yang berkualitas dan mampu menjaga kondisi lingkungan industrinya
yang sesuai dengan atau memenuhi standart GMP serta sanitasi dan higiene. Pedoman yang
dapat menjadi acuan tersebut yaitu Pedoman Produksi Bersih Aman dan Ramah Lingkungan
(PROBARLING).

Pedoman PROBARLING ini disusun oleh Tim Penyusun yang terdiri dari berbagai institusi
yang terkait dan pelaku usaha. Pedoman ini meliputi pendahuluan, prinsip produksi bersih, aman
dan ramah lingkungan, penerapan prinsip PROBARLING, serta strategi penerapan dan penutup.

Akhir kata, semoga dengan diterbitkannya buku Pedoman Produksi Bersih Aman dan
Ramah Lingkungan ini diharapkan para pelaku usaha pengolahan yang bersangkutan dapat
mempedomaninya sehingga diperoleh produk yang aman untuk dikonsumsi, mempunyai nilai
jual dan daya saing tinggi serta ramah lingkungan.

Jakarta, Juli 2010

Direktur Pengolahan Hasil Pertanian

Ir. Chairul Rachmanm, MM.

P R O B A R L I N G
ii

P R O B A R L I N G
daftar isi
Hal
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ v

DAFTAR TABEL .................................................................................................................................. vi iii


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 7
1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................................ 7
1.3. Ruang Lingkup ........................................................................................................ 7
1.4. Pengertian/Istilah .................................................................................................... 7

BAB II PRINSIP PROBARLING ................................................................................................... 11


2.1. Tatacara Produksi Pangan Yang Baik (GMP) .................................................. 11
2.2. Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SSOP) .................................................... 19
2.3. Produksi Bersih, Aman dan Ramah Lingkungan (PROBARLING) ............ 21
2.4. Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) .......................................................... 22
2.5. Pengelolaan Limbah ............................................................................................... 23

BAB III PENERAPAN PRINSIP PRODUKSI BERSIH DAN


RAMAH LINGKUNGAN ................................................................................................. 27
3.1. Aspek Teknis .............................................................................................................. 27
3.2. Aspek Manajemen .................................................................................................. 34
3.3. Aspek Sumberdaya Manusia ............................................................................... 37
3.4. Aspek Finansial ....................................................................................................... 37

BAB IV STRATEGI PENERAPAN ................................................................................................. 39


4.1. Sosialisasi dan Promosi ......................................................................................... 39
4.2. Pelatihan dan Seminar .......................................................................................... 40

P R O B A R L I N G
4.3. Kemitraan ................................................................................................................... 41

BAB V PENUTUP ............................................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 43

LAMPIRAN ......................................................................................................................................... 44
1. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
2. Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
3. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.5.1639
Tahun 2003 tentang Pedoman Cara Produksi Yang Baik Untuk Industri
Rumah Tangga (CPPB-IRT)
4. SNI 01-3141-1998 tentang Susu Segar
5. SNI 01-2981-2009 tentang Standar Mutu Yoghurt

iv

P R O B A R L I N G
daftar gambar
No. Daftar Gambar Halaman

1. Diagram alir minimasi limbah 10


2. Tata letak bangunan dan alur kerja 13
3. Fasilitas Sanitasi 15
4. Perlakuan Sanitasi & higiene 15
5. Peralatan Produksi 16
6. Proses pengolahan yoghurt 16 v
7. Penggunaan peralatan keamanan kerja 17
8. Penempatan label pangan pada kemasan 18
9. Perkembangan bakteri dalam susu segar 28
10. Perlakuan pengeringan milk can 30
11. Susu murni produksi HASMILK 32
12. Produk lain hasil olahan HasMilk 33
13. Milk can 35
14. Macam-macam alat pemerah susu 35
15. Alat transportasi dan penyimpanan susu segar 36
16. Penyerahan Penghargaan Ketahanan Pangan 40

P R O B A R L I N G
daftar tabel
No. Daftar Tabel Halaman

1. Profil usaha di Indonesia, 2004 3


2. Struktur Industri di Indonesia, 2004 - 2006 3
3. Syarat mutu susu segar (SNI No. 01-3141-1998) 31

vi

P R O B A R L I N G
1
pendahuluan
1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat


serta membutuhkan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh.
Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996 , Pangan adalah segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan
sebagai pangan bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan
bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, 1
pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Batasan pangan tersebut
tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan
pengobatan.

Dewasa ini agroindustri (pengolahan hasil pertanian) baik skala rumah tangga,
skala kecil maupun menengah banyak tumbuh di perkotaan maupun perdesaan.
Namun secara umum belum banyak agroindustri skala Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) yang telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) atau
Cara Pengolahan yang Baik (CPB), serta praktek sanitasi dan higiene personal dalam
proses produksi, termasuk penanganan limbahnya. Hal ini menyebabkan kegiatan
pengolahan hasil pertanian yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan nilai
tambah, memperpanjang masa simpan menjadi terhambat realisasinya.

Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus ada pada setiap
pangan yang akan dikonsumsi. Kemanan tersebut mencakup aspek keamanan
konsumen, pekerja/ produsen dan lingkungan produksinya. Selain itu, pangan yang
baik harus memperhatian aspek kemurnian dan higienisnya.

Pangan selalu melibatkan manusia dalam setiap tahapan produksinya. Setiap


pangan dikategorikan baik bila memenuhi pengamatan keamanan, kemurnian dan
higienisnya. Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada
pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua manusia. Dalam hal aman tidak hanya
memperhatikan aspek konsumennya saja, tetapi juga pekerja yang memproduksi dan
lingkungan produksinya.

P R O B A R L I N G
Makanan yang layak dikonsumsi dan tidak menimbulkan penyakit harus
memenuhi kriteria, diantaranya :
a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
b. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari
pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan
kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang
dihantarkan oleh makanan (foodborne diseases).

Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman yang akan dijadikan acuan bagi
pelaku industri pengolahan pangan khususnya skala UMKM untuk menghasilkan
produk yang berkualitas dan mampu menjaga kondisi lingkungan industrinya yang
sesuai dengan/ memenuhi standar GMP serta sanitasi dan higiene personal. Adapun
pedoman yang menjadi acuan tersebut yaitu Pedoman Produksi Bersih Aman dan
Ramah Lingkungan.

a. Karakteristik industri olahan skala UMKM


Agroindustri perdesaan mempunyai peranan besar di perdesaan dalam hal
2 penyerapan tenaga kerja, namun peranannya relatif kecil dalam hal penciptaan
nilai tambah. Hal ini dikarenakan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam
hal penguasaan teknologi. Oleh karena itu perlu adanya suatu pedoman sebagai
bahan pembinaan dari intansi terkait baik pusat maupun daerah agar agroindustri
sebagai penarik pembangunan sektor pertanian diharapkan mampu berperan
dalam menciptakan pasar bagi hasil-hasil pertanian melalui produk olahannya.

a.1. Posisi Agroindustri Perdesaan sebagai bagian dari usaha kecil


Agroindustri perdesaan sebagai bagian dari usaha kecil maupun industri
kecil telah menjadi bagian penting dari sistem perekonomian nasional, yaitu
mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan
lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat
serta ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa dan memperkokoh
struktur ekonomi nasional. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

P R O B A R L I N G
Tabel 1. Profil usaha di Indonesia, 2004

Skala Usaha
Parameter
Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar
Jumlah (unit/%) 41.301.263/99,13 361.052/0,86 2.158/0,01
Kesempatan Kerja (%) 88,92 10,54 0,54
Nilai Tambah
(% terhadap ekonomi) 43,42 15,42 44,90
Produktivitas Kecil Sedang besar
Sumber : Kementerian UKM, 2004

Keterangan : Sektor ekonomi di Indonesia meliputi pertanian, pertambangan, industri


pengolahan, listrik, gas dan air minum, bangunan, perdagangan, hotel
dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, real estate, sewa
dan jasa lainnya.

Tabel 2. Struktur Industri di Indonesia, 2004 - 2006

Uraian Satuan 2004 2005 2006


1.Tenaga Kerja Orang 10.822.076 11.390.942 11.981.002
a. Industri Kecil Orang 6.709.408 7.156.927 7.517.088
b. Industri Menengah Orang 1.640.791 1.727.038 1.827.073
c. Industri Besar Orang 2.471.877 2.506.977 2.636.841

2.PDB (hargakonstan 2000) Rp. Miliar 418.368,5 442.902,7 466.264,1


a. Industri Kecil Rp. Miliar 61.463,9 64.073,1 66.271,5
b. Industri Menegah Rp. Miliar 57.530,8 59.726,0 62.034,7
c. Industri Besar Rp. Miliar 299.373,8 319.103,6 337.957,9
Sumber : Kementerian UKM, 2007

Dari Tabel 2 terlihat bahwa industri kecil termasuk didalamnya sektor agroindustri
perdesaan, berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini berkaitan erat
dengan unit usaha yang ada. Pada tahun 2004 usaha kecil berjumlah 41.301.263
atau 99,13 % dari jumlah unit usaha yang ada termasuk usaha besar dan menengah).

P R O B A R L I N G
Namun tenaga kerja yang mendukung keberlangsungan agroindustri perdesaan
tidak didukung dengan keterampilan yang memadai. Disamping itu, umumnya para
pekerja masih memiliki ikatan persaudaraan. Hal ini yang menyebabkan tidak adanya
peraturan tertulis dan tindakan tegas bila terjadi pelanggaran.

Para tenaga kerja ini tergantung pada usaha kecil dengan penghasilan yang
pas pasan. Rendahnya kualitas atau kompetensi sumber daya manusia karena
hanya memiliki tingkat kemampuan serta tingkat penguasaan ilmu dan teknologi
yang rendah akan berdampak pada produk yang akan dihasilkannya. Untuk itu
perlu peningkatan kompetensi mereka baik melalui pelatihan atau magang, dengan
demikian diharapkan peningkatan ilmu dan penguasaan teknologi dapat mendorong
muculnya inovasi-inovasi produk.

a.2. Permasalahan, Peluang dan Pengembangan Usaha Kecil


Permasalahan, peluang dan pengembangan usaha kecil dalam ekonomi
nasional maupun global menunjukkan hal-hal apa yang perlu diperkuat dalam
percaturan bisnis dan usaha-usaha manakah yang perlu dikembangkandi
masa mendatang untuk mencapai usaha kecil yang potensial dan dinamis.
Permasalahan tersebut dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kategori berikut :
4 • Permasalahan klasik dan mendasar, misalnya keterbatasan modal, SDM,
pengembangan produk dan akses pemasaran.
• Permasalahan pada umumnya, misalnya antara peran dan fungsi instansi
terkait dalam menyelesaikan masalah dasar yang berhubungan dengan
masalah lanjutan seperti prosedur perijinan, perpajakan, agunan dan
hukum.
• Permasalahan lanjutan, misalnya pengenalan dan penetrasi pasar ekspor
yang belum optimal, kurangnya pemahaman desain produk yang sesuai
dengan karakter pasar, masalah hukum yang menyangkut perijinan, hak
paten dan prosedur kontrak.

Permasalahan usaha kecil dalam arti luas dapat dikelompokkan ke dalam 7


(tujuh) faktor/karakteristik berikut :
a. Kesulitan Pemasaran
Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum
dihadapi oleh UMKM adalah tekanan-tekanan persaingan, baik di pasar
domestikdari produk-produk serupa buatan usaha besar, maupun produk
impor di pasar ekspor.

b. Keterbatasan Finansial
UMKM menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial, yaitu
mobilisasi modal awal dan akses ke modal kerja investasiserta finansial
jangka panjang akibat skala ekonomi yang kecil. Modal yang dimiliki oleh
pengusaha kecil sering kali tidak mencukupi untuk kegiatan produksinya,
terutama untuk investasi (perluasan kapasitas produksi atau penggantian

P R O B A R L I N G
mesin-mesin tua), walaupun modal awal bersumber dari modal sendiri
atau dari sumber-sumber informal.

Banyaknya kredit perbankan saat ini tidak menjamin terpenuhinya


kebutuhan finansial UMKM sehingga sumber-sumber pendanaan dari
sektor informal masih tetap dominan di dalam pembiayaan UMKM. Hal ini
disebabkan oleh sejumlah alasan, diantaranya lokasi bank terlalu jauh bagi
pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan kredit
terlalu berat, kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang
ada beserta prosedurnya. Hal lainnya adalah sistem pembukuan yang
relatif sederhanan dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi
pembukuan standar atau kadangkala pembukuan oleh UMKM tidak up to
date sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya.

c. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)


Keterbatasan SDM merupakan merupakan salah satu kendala serius bagi
banyak UMKM, terutama dalam aspek kewirausahaan, manajemen, teknik
produksi, pengembangan produk, perancangan teknik, pengendalian
dan pengawasan mutu (quality control), organisasi bisnis akutansi,
pengolahan data, teknik pemasaran. Semua keahlian ini dibutuhkan untuk 5
mempertahankan dan atau memperbaiki mutu produk, meningkatkan
efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar
dan menembus pasar baru.

d. Masalah Bahan Baku


Keterbatasan bahan baku dan masukan lainnya sering menjadi salah
satu kendala serius bagi pertumbuhan dan kelangsungan produksi bagi
banyak UMKM.

e. Keterbatasan Teknologi
UMKM masih menggunakan teknologi dalam bentuk mesin-mesin tua
(manual). Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya menyebabkan
rendahnya total faktor produktivitas dan efisiensi di dalam proses produksi,
tetapi juga rendahnya mutu produk yang dibuat. Keterbatasan teknologi
di UMKM disebabkan oleh banyak faktor, diantara keterbatasan modal
investasi untuk membeli mesin-mesin baru guna menyempurnakan proses
produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi
(mesin-mesin dan alat-alat produksi baru), serta keterbatasan SDM yang
dapat mengoperasikan mesin-mesin baru dan melakukan inovasi-inovasi
dalam produk maupun proses produksi.

f. Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk menentukan pola menajemen


yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usahanya,
sehingga pengelolaan usahanya menjadi terbatas. Dalam hal ini,

P R O B A R L I N G
manajemen merupakan seni yang dapat digunakan atau diterapkan
dalam kegiatan apapun, karena dalam setiap kegiatan akan terdapat
unsur-unsur perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Atas dasar hal
tersebut, maka praktek-praktek manajemen dapat dilakukan dalam fungsi
yang ada dalam suatu usaha, yaitu :
1. Planning (perencanaan)
2. Organizing (pengorganisasian)
3. Actuating (pelaksanaan)
4. Controlling (pengawasan)

g. Kemitraan
Kemitraan mengacu pada pengertian bekerja sama antar pengusaha
dengan tingkatan yang berbeda, yaitu antara pengusaha kecil dengan
pengusaha besar. Istilah kemitraan sendiri mengandung arti bahwa
meskipun tingkatannya berbeda, hubungan yang terjadi merupakan
hubungan yang setara (sebagai mitra).

a.3. Peluang dan Pengembangan


Pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi (1998-2000), usaha kecil
6 menunjukkan fleksibilitas yang tinggi dan mampu bertahan dibandingkan
usaha besar dari sub-sub sektor kegiatan ekonomi yang dijadikan pusat
pertumbuhan telah mengalami kebangkrutan akibat penggunaan bahan baku
impor dan selisih kurs mata uang asing terhadap rupiah. Dengan demikian,
terlihat bahwa peran usaha kecil dalam perekonomian nasional sangat positif
terhadap pendapatan dan penyedia lapangan kerja.

Di Indonesia, jumlah UMKM meningkat secara cepat. Menurut BPS dan Kantor
Menteri Negara Koperasi dan UMKM pada tahun 2006, 98,8 % lebih usaha yang
ada di Indonesia adalah berbentuk UMKM. Pada tahun 2006, jumlah UMKM
mencapai 48.926.636 dengan pertumbuhan 9,5 %. Disamping itu, UMKM
menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja pada masa mendatang
karena jumlah tenaga kerja yang terlibat di UMKM sangat besar. Sebagai
gambaran, pada tahun 2006 mencapai lebih dari 85 juta orang atau 96,18
% dari total tenaga kerja yang terlibat di UKM dan pada periode 2005-2006,
UMKM telah mampu memberikan lapangan kerja baru sebanyak 55.700. Hal
ini membuktikan bahwa UMKM merupakan tulang punggung penyediaan
tenaga kerja di Indonesia serta sebagai dinamisator dan stabilisator
perekonomian Indonesia. Namun demikian, dalam pengembangan usahanya
masih mengalami hambatan akses ke bank dalam hal permodalan.

Perkembangan UMKM di Indonesia ditentukan oleh banyak faktor, yang secara


garis besar dapat dibedakan atas faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal
yang paling dominan adalah ”kebijakan pemerintah, pasokan bahan baku,
dan karakteristik pasar sasaran”. Faktor internal yang paling dominan adalah

P R O B A R L I N G
“kemampuan manajemen organisasi” dan “mutu produk”. Untuk memperbaiki
mutu produk UMKM diperlukan suatu metode peningkatan mutu yang sesuai
bagi UMKM, yaitu yang mampu mendukung kemampuam manajemen
organisasi UMKM, sekaligus mampu memperbaiki kinerja mutu produknya,
yang pada akhirnya dapat mendukung keunggulan bersaing UMKM, baik di
pasar nasional maupun internasional.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penyusunan pedoman produksi bersih aman dan
ramah lingkungan (PROBARLING) adalah :
• Memberikan pedoman secara umum kepada pelaku usaha olahan skala UKM
tentang produksi bersih aman dan ramah lingkungan
• Penerapan GMP dan SPO Sanitasi di agroindustri perdesaan
• Meningkatkan citra produk yang sehat, aman dan berkualitas dari agroindustri
perdesaan
• Meningkatkan daya saing dan nilai jual produk serta pangsa pasar produk
agroindustri perdesaan
• Menciptakan agroindustri perdesaan yang ramah lingkungan 7

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman produksi bersih aman dan ramah lingkungan ini
meliputi: Penerapan Good Manufacturing Practises (GMP) yang terdiri atas Lingkungan
Produksi, Bangunan, Fasilitasi Sanitasi, Peralatan Produksi, Proses Pengolahan, Produk
akhir, Karyawan, Label Pangan, Wadah dan Pembungkus, Penyimpanan, Pemeliharaan,
Penanggung Jawab, Penarikan Produk, Pencatatan dan Dokumentasi serta Standar
Prosedur Operasi Sanitasi dan Higiene Personal.

1.4. Pengertian/Istilah

Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan :


1. Agroindustri adalah kegiatan dengan ciri: (a) meningkatkan nilai tambah, (b)
menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c)
meningkatkan daya simpan, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan
produsen.
2. Agroindustri perdesaan adalah usaha produktif milik perorangan atau badan
usaha yang menangani pengolahan bahan pangan di perdesaan dengan skala
usaha dari mikro sampai menengah.
3. Bangunan adalah tempat yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi
atau penyimpanan makanan.

P R O B A R L I N G
4. Buangan adalah limbah atau bahan sisa lain yang berkaitan dengan produksi.
5. Buangan terolah adalah buangan yang diolah dengan sistem yang tepat sehingga
tidak menimbulkan pencemaran.
6. Foodborne Diseases adalah penyakit menular atau keracunan yang disebabkan
oleh mikroba atau agen yang masuk ke badan menusia melalui makanan yang
dikonsumsinya.
7. Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan Yang Baik (CPB)
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi suatu
produk olahan antara lain mencakup lokasi, bangunan, ruang dan sarana
pengolahan, proses pengolahan, peralatan pengolahan, penyimpanan, distribusi
produk olahan, kebersihan dan kesehatan pekerja, serta penanganan limbah dan
pengelolaan lingkungan.
8. Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai
usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan (Enksiklopedia
Indonesia).
9. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
10. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,
8 kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan
dan minuman.
11. Manajemen adalah suatu kegiatan pengelolaan yang diawali dengan proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan, keempat proses
tersebut saling mempunyai fungsi masing-masing untuk mencapai suatu tujuan
organisasi.
12. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai pangan bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan baku pangan dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan
makanan atau minuman (UU No. 7/1996 tentang Pangan).
13. Produksi bersih adalah aplikasi strategi perlindungan lingkungan yang terintegrasi
yang dilakukan secara kontinyu pada proses produk dan jasa untuk meningkatkan
efisiensi secara keseluruhan, dan mengurangi resiko terhadap manusia dan
lingkungan (UNEP, 1992).
14. Bagi proses produksi meliputi penghematan bahan baku, air dan energi,
mengeliminasi bahan beracun dan berbahaya, dan mengurangi jumlah dan
toksinitas seluruh emisi dan limbah di sumbernya selama proses berlangsung.
15. Bagi produk : ditekankan pada reduksi dampak negatif suatu produk terhadap
lingkungan mulai dari pengadaan bahan baku, manufaktur dan penggunaan
sampai dengan pembuangan akhir.
16. Bagi Jasa/Pelayanan : Pemasukan aspek lingkungan ke dalam proses desain dan
pemberian pelayanan.

P R O B A R L I N G
17. Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat
dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan
pangan
18. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau
metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.
19. Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain
yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya,
baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
20. Pencemaran makanan adalah peristiwa masuknya zat asing ke dalam makanan
yang seharusnya tidak ada mengakibatkan turunnya mutu makanan.
21. Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus
dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen
dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar pangan yang dihasilkan dan
dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan dan jiwa manusia.
22. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,
mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau
mengubah bentuk pangan
23. Sanitasi pangan adalah upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan
bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam 9
makanan, minumam, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membahayakan manusia.
24. Usaha mikro/rumah tangga adalah usaha produktif milik orang perorang atau
badan usaha perorangan dengan kekayaan bersih maksimal Rp. 50 juta diluar
tanah dan bangunan dengan omzet maksimal Rp. 300 juta setahun.
25. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif milik orang perorang atau badan
usaha, berdiri sendiri bukan merupakan anak atau cabang. Usaha yang dimiliki,
dikuasai atau menjadi bangian langsung maupun tidak langsung dari usaha
menengah atau besar dengan kekayaan bersih > Rp. 50 juta sampai dengan Rp.
500 juta diluar tanah dan bangunan. Omzet > Rp. 300 juta dengan maksimal
maksimal Rp. 2,5 milyar setahun. Biasanya merupakan usaha yang membuat
produk yang khusus, unik dan spesial agar tidak bersaing dengan usaha besar,
daerah pemasaran dari usaha kecil tidak terlalu luas sehinga konsumennya dapat
betul-betul dikuasai dan dengan modal yang terbatas perusahaan kecil yang
sukses bersifat luwes dan sering menghasilkan inovasi-inovasi.
26. Tindak Sanitasi merupakan usaha untuk mematikan jasad renik patogen dan
mengurangi jumlah jasad renik lain agar tidak membahayakan.
27. Agroindustri adalah industri yang bahan baku utamanya hasil pertanian atau
industri yang mengolah bagian tanaman/tumbuhan menjadi bahan lain.
Agroindustri atau pengolahan hasil pertanian meningkatkan nilai tambah karena
sudah diolah menjadi bahan setengah jadi atau bahan lain sehingga meningkatkan
nilai jual.

P R O B A R L I N G
10

P
MINIMASI LIMBAH

R
REDUKSI PADA SUMBER PEMANFAATAN LIMBAH

O
B
BAHAN BAKU: OPERASIONAL TEKNOPRO PRODUK REUSE RECYCLE RECOVERY
-Perubahan/ - Segregasi/ - Penggantian/ - Penggantian (Penggunaan (Daur Ulang) (Perolehan
Kembali) Kembali)

A
Penggantian Pemilahan Modifikasi produk/
- Pemurnian Limbah Teknologi/ reformulasi
- Pencegahan Proses - Substitusi

R
kebocoran - Redesain
- Pengaturan - Penggantian
Proses Mesin

L
- Good House
Keeping

I
LIMBAH YANG TIDAK DAPAT DIMODIFIKASI - SYSTEM PENGOLAH LIMBAH
- DISPOSAL

N
Gambar 1. Diagram Alir Minimasi Limbah

G
2
prinsip probarling
2.1. Tatacara Produksi Pangan Yang Baik (GMP)

Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) di Indonesia telah memberikan


konstribusi yang penting dalam kegiatan ekonomi nasional. Di Indonesia UMKM
mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan, hal ini sesuai dengan
salah satu kebijakan pembangunan dalam jangka panjang adalah memperkuat
perekonomian domestik berbasis keunggulan masing-masing wilayah menuju
keunggulan kompetitif. Perwujudan kebijakan ini dapat dilakukan salah satunya 11
adalah melalui pengembangan UMKM. Selain itu, dikeluarkannya Instruksi Presiden
Nomor 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM), menunjukkan makin kuatnya posisi UMKM dalam
kebijakan pembangunan nasional. Persoalan mendasar dari hal tersebut adalah
bagaimana mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tersebut, sehingga UMKM
di Indonesia betul-betul menjadi pelaku ekonomi yang mempunyai kontribusi besar
dalam memperkuat perekonomian domestik.

Namun demikian, dari sisi mutu atau kualitas produk-produk UMKM masih
banyak yang belum memenuhi kaidah-kaidah cara produksi pangan yang baik.
Sementara di sisi lain, kesadaran sebagian masyarakat akan produk yang bermutu
atau berkualitas masih rendah. Oleh karena itu, perlu adanya pembinaan dan
pendampingan dari pemerinath agar pelaku usahan UMKM mampu mewujudkan
produk pangan yang memiliki sifat aman (tidak membahayakan), sehat dan
bermanfaat bagi konsumen serta dapat bersaing secara kualitas baik dometik
maupun global.

Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang
penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk
pangan. CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik
yang berskala kecil sedang maupun yang berskala besar. Melalui CPPB ini industri
pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi, dan aman
bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk

P R O B A R L I N G
dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan
yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri
pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi,
maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan
dan bahaya yang mengancam kesehatan.

Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi ktriteria bahwa makanan


tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit. Untuk memenuhi
kriteria tersebut, dapat menerapkan Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB),
meliputi:

a. Lokasi Lingkungan Produksi


Untuk menetapkan lokasi perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi
lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial
dan telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin
dapat dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksi¬nya, misalnya
lokasi produksi tidak bersebelahan atau berdekatan dengan lokasi pembuangan
sampah. Hal ini dikarenakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sumber
kontaminan potensial secara biologi. Selain TPA, hal lain yang harus diwaspadai
12 dalam menentukan lokasi produksi adalah :
• Daerah bebas pencemaran pestisida, semak belukar dan genangan air
• Pemukiman padat penduduk (aktivitas penduduk menimbulkan
pencemaran)
• Tidak di daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor lainnya
• Lingkungan yang terawat dan bersih
• Bebas banjir dan tersedia sarana jalan yang baik
• Bebas dari kotoran dan sumber pencemaran
• Bebas dari bau yang tidak sedap, asap dan debu
• Sumber air memenuhi syarat air minum dan cukup
• Sistem pembuangan air/saluran sesuai ketentuan

b. Bangunan
Bangunan merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan kegiatan
produksi atau penyimpanan makanan. Bangunan terdiri atas ruang pokok atau
ruang yang digunakan sebagai tempat produksi dan ruang pelengkap seperti
ruangan yang digunakan sebagai tempat administrasi produksi atau ruang ganti
keryawan. Bangunan dapat menjamin bahwa pangan selama dalam proses
produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis, dan kimia, serta mudah
dibersihkan dan disanitasi. Tata letak bangunan sedemikian rupa diatur agar
tidak berdekatan atau tercampur antara bahan baku, proses olahan dan produk
beracun atau pembersih (mencegah terjadinya kontaminasi silang). Daerah
bersih dan daerah kotor dipisah secara fisik, pekerja dan alat didaerah bersih
terpisah dengan daerah kotor, pekerja daerah bersih tidak masuk ke daerah

P R O B A R L I N G
kotor dan sebaliknya. Tata letak bangunan dan alur kerjanya dapat dilihat pada
gambar sebagai berikut:

13
Gambar 2. Tata letak bangunan dan alur kerja

1) Disain dan Tata Letak


Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan
2) Lantai
a) Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak
licin, kuat mudah dibersihkan dan dibuat miring untuk memudahkan
pengaliran air.
b) Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir dan kotoran
lainnya.
3) DInding
a) Dinding seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna
terang, tahan lama, tidak mudah megelupas, kuat dan mudah
dibersihkan.
b) Dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran
lainnya.
4) Langit- langit
a) Konstruksi langit-langit seharusnya didisain dengan baik untuk
mencegah penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan,
bersarangnya hama, memperkecil terjadinya kondensasi, serta terbuat
dari bahan tahan lama dan mudah dibersihkan.
b) Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang laba-
laba dan kotoran lainnya.

P R O B A R L I N G
5) Pintu, Jendela dan Lubang Angin
a) Pintu dan jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah
pecah, rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
b) Pintu, jendela dan lubang angin seharusnya dilengkapi dengan kawat
kasa yang dapat dilepas untuk memudahkan saat pembesihan dan
perawatan.
c) Pintu seharusnya didisain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu
atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam
ruangan pengolahan
d) Pintu seharusnya dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan
tertutup.
e) Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di
ruang produksi
f ) Lubang angin harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan
tidak dipenuhi sarang laba-laba.
6) Kelengkapan ruang produksi
a) Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat
mengerjakan tugasnya dengan teliti.
b) Di ruang produksi ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam
14 keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.
c) Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (PPPK)
7) Tempat Penyimpanan
a) Tempat penyimpanan bahan pangan termasuk bumbu dan bahan
tambahan pangan (BTP) seharusnya terpisah dengan produk akhir.
b) Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-
bahan bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas dan oli.
c) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama
seperti serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung atau mikroba
dan ada sirkulasi udara.

c. Fasilitasi dan Sanitasi


Fasilitas dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar bangunan dan peralatan
selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya kontaminasi silang dari
karyawan.
1) Umum; Bangunan dilengkapi fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan
perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene.
2) Sarana penyediaan air, Sumber air, perpipaan, tempat persediaan air mampu
menyediakan air bersih sesuai kebutuhan produksi maupun perusahaan.
Pemanasan dan bahan sarana penyediaan air memenuhi ketentuan yang
berlaku.
3) Sarana toilet; Letaknya tidak langsung ke ruang pengolahan, dilengkapi bak
cuci tangan, tanda pemberitahuan untuk karyawan agar mencuci tangan
setelah keluar toilet, jumlah cukup sesuai jumlah karyawan (1 toilet untuk 20

P R O B A R L I N G
orang), dan ventilasi toilet yang baik, pintu toilet/jamban harus selalu dalam
keadaan tertutup.
4) Sarana cuci tangan; Pada tempat yang diperlukan, air mengalir dilengkapi
dengan sabun, alat pengering dan tempat sampah, jumlah cukup sesuai
karyawan.
5) Saluran pembuangan air limbah
• Ukuran memadai dengan konstruksi yang memudahkan pembersihan,
kedap air serta permukaan halus dan rata
• Diberi saringan untuk mencegah masuknya binatang pengerat
• Diberi penutup dan dilengkap bak kontrol
• Dilengkapi katup untuk mencegah masuknya air dari luar area ke dalam
unit pengolahan

15

Gambar 3. Fasilitas Sanitasi Gambar 4. Perlakuan Sanitasi & higiene

d. Peralatan Produksi
Selain itu tata letak kelengkapan ruang produksi juga diatur agar tidak terjadi
kontaminasi silang. Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan
seharusnya didesain, dikonstruksi dan diletakkan sedemikian untuk menjamin
mutu dan keamanan pangan yang dihasilkan. Seperti halnya untuk peralatan
dapur atau benda tajam di desain sesuai kebutuhan dan menggunakan bahan
anti karat.

e. Proses Pengolahan
Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi
pengolahan harus dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi
pangan industri rumahtangga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
1) Formula dasar :
• Penetapan spesifi kasi bahan baku
• Penetapan komposisi dan formulasi bahan

P R O B A R L I N G
• Penetapan cara produksi
yang baku
• Penetapan jenis, ukuran,
dan spesifikasi kemasan
• Penetapan keterangan
lengkap tentang produk
yang akan dihasilkan
termasuk nama produk,
tanggal produksi, tanggal
kadaluarsa
2) Standard Operating
Procedure (SOP). Ada
instruksi tertulis mengenai:
nama makanan, tanggal
pembuatan, kode, jenis
dan jumlah bahan
yang digunakan, tahap Gambar 5. Peralatan Produksi
pengolahan, jumlah hasil
pengolahan, dan lain-lain.
16
f. Produk Akhir
Perusahaan sangat dituntut untuk menjadi unggul dalam daya saing maupun
dalam kualitas produk. Untuk itu, perusahaan perlu melakukan pengendalian
kualitas bahan baku, proses produksi, maupun produk akhirnya. Dengan

Gambar 6. Proses pengolahan yoghurt

P R O B A R L I N G
diterapkannya pengendalian kualitas diharapkan akan diperoleh output yang
berkualitas tinggi dengan menerapkan beberapa aturan sebagai berikut :
1) Memenuhi persyaratan mutu, tidak merugikan atau membahayakan
kesehatan
2) Sesuai persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan apabila belum ada
standar yang berlaku
3) Dilakukan pemeriksaan organoleptik, fisika, kimia dan mikrobiologi sebelum
diedarkan.

g. Karyawan
Pekerja atau karyawan yang bertugas dalam operasional pengolahan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Kebersihan :
1) Sehat dan menjaga kebersihan diri
(mandi, cuci rambut)
2) Bebas luka/penyakit kulit
3) Pemeriksaan berkala
4) Menggunakann sarana kerja
5) Mencuci tangan
6) Kuku pendek dan bersih 17

Perilaku dan Kebiasaan saat bekerja :


1) Tidak menyentuh hidung, wajah,
muka, telinga dan rambut
2) Tidak memasukan jari ke dalam
mulut
3) Tidak menyandari/menduduki Gambar 7. Penggunaan peralatan
peralatan keamanan kerja
4) Tidak menggunakan make-up berlebihan
dan parfum pada area penyiapan makanan
5) Tidak makan / minum
6) Tidak merokok
7) Tidak meludah sembarang tempat
8) Tidak menggunakan perhiasan berlebihan
9) Pakaian kerja bersih, diganti setiap hari dan tidak dibawa keluar area
produksi

h. Label Pangan
Pangan yang telah diproduksi harus diberi Label Pangan, sebagai salah satu
informasi dan pengetahuan untuk konsumen dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Label memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 69
tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Label pangan harus jelas dan
informatif untuk memudahkan konsumen memilih, menyimpan, mengolah

P R O B A R L I N G
dan mengkonsumsi pangan. Dibuat dengan ukuran, kombinasi warna dan
bentuk yang berbeda.
2) Pada label sekurang-kurangnya memuat keterangan : berat bersih atau
isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi; tanggal, bulan dan
tahun kadaluarsa; nomor pendaftaran produk.
3) Kode produksi pangan diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan.

18

Gambar 8. Penempatan label pangan pada kemasan

i. Wadah dan Pembungkus


Untuk menarik konsumen akhir atau pembeli, produk akhir akan dimasukkan
atau dibungkus dalam wadah yang menarik. Namun tetap harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Dapat melindungi dan mempertahankan mutu dari pengaruh luar
2) Tidak berpengaruh terhadap isi, tidak toksik, mudah dibersihkan dan
didisfeksi
3) Bahan tidak dapat mengganggu atau mempengaruhi mutu
4) Dapat menjamin keutuhan dan keaslian isi

j. Penyimpanan
Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan
produk pangan yang diolah. Penyimpanan dapat dilakukan dengan mengacu
pada syarat-syarat sebagai berikut :
1) Bahan dan hasil produksi disimpan terpisah, bersih, bebas serangga,
binantang pengerat dan / atau binatang lain,
2) Bahan dan hasil produksi ditandai dan ditempatkan secara jelas

P R O B A R L I N G
3) Penerapan sistem First In First Out (FIFO)
4) Wadah dan atau kemasan harus disimpan ditempat bersih dan tidak
bercampur dengan bahan yang dapat menyebabkan pencemaran
5) Kondisi ruang penyimpanan disesuaikan dengan jenis produk (suhu,
kelembaban dan cahaya).

k. Pemeliharaan
Bangunan beserta seluruh isi dan fasilitasnya harus dipelihara dan disanitasi,
bersih dan berfungsi baik. Pencegahan masuknya binatang (serangga, binatang
pengerat, unggas dan binatang lainnya). Pembasmian jasad renik dan hama (pest)
dilakukan hati-hati untuk mencegah gangguan kesehatan dan pencemaran.

l. Penanggung Jawab
Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses
produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan
yang bermutu dan aman.

m. Penarikan Produk
Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan
karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan. 19
Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena
mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan.

n. Pencacatan dan Dokumentasi


Pencatatan dan dokumentasi yang baik diperlukan untuk memudahkan
penelusuran masalah yang berkaitan dengan proses produksi.

2.2. Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SSOP)

Industri pangan maupun usaha pengolahan pangan agar dapat menghasilkan


atau memproduksi pangan yang berkualitas, maka aspek sanitasi baik peralatan
maupun personil harus menjadi hal penting. Oleh karena itu industri pangan baik
skala kecil maupun besar diharapkan dapat menerapkan Standar Prosedur Operasi
Sanitasi dalam usahanya.
Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi :
1. Mempunyai dan menerapkan Program SPO secara tertulis;
2. Memonitor kondisi dan penerapan SPO Sanitasi;
3. Melakukan tindakan koreksi segera bila ada penyimpangan kondisi dan
penerapan SPO Sanitasi;
4. Memelihara rekaman.
Standar Prosedur Operasi Sanitasi (SPOS) meliputi :

P R O B A R L I N G
1. Keamanan air
• Keamanan air yang kontak dengan produk pangan
• Air untuk produksi (air yang digunakan/ditambahkan ke dalam proses
produksi)
• Tidak ada hubungan silang antara air bersih dan air kotor
Sumber-sumber air :
• PAM (mutu terstandar (sudah melalui water treatment))
• Sumur (harus dilakukan water treatment)
• Air laut (bebas dari kontaminan, tetapi harus diwaspadai kadar garam
tinggi).

2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan;


Dijaga agar permukaan yang kontak dengan bahan pangan tidak terkontaminasi
selama proses pengolahan, contoh : peralatan pengolahan, pisau, meja, talenan,
sarung tangan, baju kerja.

3. Pencegahan kontaminasi silang;


• Tindakan karyawan (karyawan sakit tidak usah masuk kerja)
• Pemisahan bahan dengan produk siap konsumsi
20 • Desain sarana – prasarana mencegah kontaminasi silang

4. Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet;


Hal ini dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kontaminasi terhadap
proses produksi pangan. Praktek Higiene Karyawan meliputi :
• Mencuci tangan
• Peraturan penggunaan perhiasan
• Kondisi rambut/janggut
• Alas kaki
• Makan, minum, merokok dll
• Pengunaan obat-obatan, komestik

5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan;


Tujuan dari kegiatan ini adalah menjamin bahwa produk pangan, bahan
pengemas, dan permukaan kontak langsung dengan pangan terlindungi dari
kontaminasi mikrobial, kimia dan fisik.
Penyimpanan bahan berbahaya :
• Akses terbatas (tidak semua orang dapat mengakses ke ruang tersebut)
• Pisahkan food grade
• Jauhkan dengan produk
Penggunaan bahan berbahaya :
• Menurut intruksi perusahaan produsen
• Prosedur tidak akan mencemari produk

P R O B A R L I N G
6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya yang benar;
Tujuan tahapan ini adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan
dan penggunaan bahan berbahaya adalah benar untuk proteksi produk dari
kontaminasi.
Pelabelan wadah bahan berbahaya.
Label wadah asal :
• Nama bahan/larutan dalam wadah
• Nama alamat produsen/distributor
• Petunjuk penggunaan
Label wadah untuk kerja :
• Nama bahan/larutan dalam wadah
• Petunjuk penggunaannya

7. Pengawasan kondisi kesehatan personil;


Pengawasan terhadap personil yang mempunyai tanda-tanda penyakit, luka
dan kondisi lain yang dapat menjadi sumber kontaminasi mikrobilogi.

8. Menghilangkan pest dari unit pengolahan.


Tujuan tahapan ini adalah menjamin tidak adanya pest dalam bangunan
pengolahan pangan terdapat 3 (tiga) fase program pest control 21
• Eliminasi tempat bersembunyi
• Menghilangkan pest dari ruang pengolahan
• Pembasmian pest dari masuknya kembali ke dalam unit pengolahan

Contoh pest :
• Lalat dan kecoa pembawa : Salmonella, Staphylococcus, Clostridium
• Binatang pengerat : Salmonella, Parasit
• Burung : Salmonella dan Listeria

2.3. Produksi Bersih, Aman dan Ramah Lingkungan


(PROBARLING)

Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat


preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan
mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya,
sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia
serta kerusakan lingkungan.

Pedoman produksi bersih aman dan ramah lingkungan, secara prinsip adalah
penerapan GMP dan SPO Sanitasi disesuaikan dengan kondisi industri olahan skala
UMKM dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas produk olahan sehingga produk

P R O B A R L I N G
tersebut aman untuk dikonsumsi, meningkat nilai jual dan daya saingnya serta
pangsa pasarnya, dan dalam proses produksinya tidak mencemari lingkungan.
Pelaku usaha olahan skala UMKM diharapkan dapat menerapkan standar
yang dipersyaratkan seperti GMP dan SOP Sanitasi disesuaikan dengan kondisi dan
skala usahanya. Minimal mereka dalam menjalankan usahanya sudah mempunyai
komitmen untuk menjalankannya.

Dalam mewujudkan produk yang bersih, aman (sesuai GMP dan SOP Sanitasi)
dan ramah lingkungan, pelaku usaha olahan juga harus memperhatikan Keamanan
dan Keselamatan Kerja (K3) serta kepedulian lingkungan dengan meminimalkan
limbah yang dihasilkan dan mengolahnya terlebih dahulu sesuai baku mutu yang
dipersyaratkan sehingga tidak mencemari lingkungan.

2.4. Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keamanan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha,


pekerja dan pemerintah dalam dunia usaha. Di antara negara-negara Asia, Indonesia
termasuk negara yang telah memberlakukan undang-undang yang paling
22 komprehensif (lengkap) tentang sistem manajemen K3.

Tujuan dari penerapan sistem K3 adalah memberikan hak perlindungan


bagi pekerja atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan atas moral dan
kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama. Sementara manfaat yang diharapkan bagi penerapan sistem K3
antara lain :
• Mengurangi angka kematian, luka-luka dan penyakit akibat kerja.
• Meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja
yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-sehari.
• Meningkatkan kinerja pekerja
• Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja

Saat ini K3 sudah semakin dipahami oleh sebagian besar masyarakat di


Indonesia. Pertanian mengandung/menimbulkan seluruh spektrum keselamatan
kerja dan risiko bahaya kesehatan. Pestisida dapat menyebabkan keracunan atau
penyakit yang serius. Mesin-mesin dan alat-alat berat yang digunakan untuk pertanian
merupakan sumber bahaya yang dapat menyebabkan cedera dan kecelakaan kerja
yang berakibat fatal. Sepatu boot untuk menghindari terinjak benda tajam atau
terpeleset pada saat pencucian. Celemek atau baju kerja melindungi terkontaminasi
bahan baku pada saat proses olahan. Penutup kepala digunakan untuk menghindari
jatuhnya benda-benda kotor yang hinggap di rambut pekerja. Di wilayah tropika,
pekerja juga berisiko terkena sengatan matahari dan hawa panas. Masker dapat
melindungi pekerja dari debu binatang dan tumbuhan hasil bumi yang dapat
mengakibatkan alergi dan penyakit pernafasan.

P R O B A R L I N G
Bahaya-bahaya lain meliputi semua jenis nyeri otot akibat keseleo atau terkilir
karena mengangkat dan membawa bahan menular. Terkena tanaman beracun/
berbahaya, gigitan serangga dan ular juga merupakan risiko bahaya yang sudah
umum diketahui, melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang, dan bekerja
dengan postur tubuh yang salah, dan berbagai masalah psikososial. Selain itu, tidak
adanya atau kurangnya air bersih untuk diminum dan higiene yang tidak memadai
dapat menimbulkan penyakit.

2.5. Pengelolaan Limbah

Agroindustri atau industri pengolahan hasil pertanian merupakan salah satu


industri yang menghasilkan air limbah yang dapat mencemari lingkungan, sehingga
perlu memperhatikan daya dukung dan kualitas lingkungan. Seperti halnya dengan
usaha peternakan sapi perah dengan skala usaha lebih dari 20 ekor dan relatif
terlokalisasi akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran ini
disebabkan oleh pengelolaan limbah yang belum dilakukan dengan baik, bila dikelola
dengan baik, limbah tersebut memberikan nilai tambah bagi usaha peternakan dan
lingkungan di sekitarnya. Sistem usaha peternakan dengan penerapan produksi
bersih merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam meminimisasi 23
limbah ternak.

Mengingat tingginya potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh air limbah


yang tidak dikelola dengan baik, maka diperlukan pemahaman dan informasi
mengenai pengelolaan air limbah secara benar. Pengelolaan limbah adalah kegiatan
terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation),
penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian
untuk mencapai hasil yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan
limbah perlu dilakukan dan tidak hanya mengandalkan kegiatan pengolahan
limbah saja. Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan
limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Air Limbah akan sangat berat,
membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan biaya
yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan,
segregasi dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban
pengolahan limbah di IPAL.

Tren pengelolaan limbah adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan


pengurangan, segregasi dan handling limbah sehingga menekan biaya dan
menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarannya.
Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai
konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste
minimization).

P R O B A R L I N G
Secara prinsip, konsep produksi bersih dan minimasi limbah mengupayakan
dihasilkannya jumlah limbah yang sedikit dan tingkat cemaran yang minimum.
Namun, terdapat beberapa penekanan yang berbeda dari kedua konsep tersebut
yaitu: produksi bersih memulai implementasi dari optimasi proses produksi,
sedangkan minimasi limbah memulai implementasi dari upaya pengurangan dan
pemanfaatan limbah yang dihasilkan.

Produksi Bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan
pencemar, limbah, minim air dan energi. Bahan pencemar atau bahan berbahaya
diminimalkan dengan pemilihan bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang
tinggi, atau bersih. Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang hemat air
dan hemat energi. Dengan kombinasi seperti itu maka limbah yang dihasilkan akan
lebih sedikit dan tingkat cemarannya juga lebih rendah. Selanjutnya limbah tersebut
diolah agar memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan.

Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan


hasil yang lebih efektif mengatasi dampak lingkungan dan memberikan beberapa
keuntungan, antara lain :
a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;
24 b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;
c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain;
d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan;
e). Mengurangi biaya penaatan hukum;
f ). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up);
g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;
h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela.

Minimasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah dan


tingkat cemaran limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara
pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan limbah. Pengurangan limbah dilakukan
melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi sarana dan
prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan kebocoran, ceceran,
dan terbuangnya bahan serta limbah.

Pemanfaatan ditujukan pada bahan atau air yang telah digunakan dalam
proses untuk digunakan kembali dalam proses yang sama atau proses lainnya.
Pemanfaatan perlu dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati
agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi atau menimbulkan
pencemaran pada lingkungan. Setelah dilakukan pengurangan dan pemanfaatan
limbah, maka limbah yang dihasilkan akan sangat minimal untuk selanjutnya diolah
dalam instalasi pengolahan limbah.

Pada kegiatan pra produksi dapat dilakukan pemilihan bahan baku yang baik,
berkualitas dan tingkat kemurnian bahannya tinggi. Saat produksi dilakukan, fungsi

P R O B A R L I N G
alat proses menjadi penting untuk menghasilkan produk dengan konsumsi air dan
energi yang minimum, selain itu diupayakan mencegah adanya bahan yang tercecer
dan keluar dari sistem produksi.
Dari tiap tahapan proses dimungkinkan dihasilkan limbah. Untuk
mempermudah pemanfaatan dan pengolahan maka limbah yang memiliki
karakteristik yang berbeda dan akan menimbulkan pertambahan tingkat cemaran
harus dipisahkan. Limbah yang memiliki kesamaan karakteristik dapat digabungkan
dalam satu aliran limbah. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan pada proses produksi
yang sama atau digunakan untuk proses produksi yang lain.

Limbah yang tidak dapat dimanfaatkan selanjutnya diolah pada unit


pengolahan limbah untuk menurunkan tingkat cemarannya sehingga sesuai dengan
baku mutuyang ditetapkan. Limbah yang telah memenuhi baku mutu tersebut
dapat dibuang ke lingkungan. Bila memungkinkan, keluaran (output) dari instalasi
pengolahan limbah dapat pula dimanfaatkan langsung atau melalui pengolahan
lanjutan.

Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah


setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta
pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat 25
cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.
Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang
berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan
juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah
yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama. Karakteristik
utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan
pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik
ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk
mengolah air limbah.

Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu


pengolahan pendahuluan (pre-treatment), pengolahan utama (primary treatment),
dan pengolahan akhir (post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk
mengkondisikan aliran, beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai untuk
masuk ke pengolahan utama. Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk
menurunkan pencemar utama dalam air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir
dilakukan proses lanjutan untuk mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu
yang ditetapkan.

Terdapat 3 (tiga) jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air
limbah yaitu: proses secara fisik, biologi dan kimia. Proses fisik dilakukan dengan
cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah seperti menyaring, mengendapkan,
atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat screening, grit chamber,
settling tank/settling pond, dan lain-lain.

P R O B A R L I N G
Proses biologi dilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses
biologi terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi
dengan lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process
dan an-aerobic process. Proses kimia dilakukan dengan cara membubuhkan bahan
kimia atau larutan kimia pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu. Untuk suatu
jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan. Pilihan mengenai teknologi
pengolahan dan alat yang digunakan seharusnya dapat mempertimbangkan aspek
teknis, ekonomi dan pengelolaannya.

26

P R O B A R L I N G
3
penerapan
prinsip probarling
3.1. Aspek Teknis

Prinsip Penerapan Produksi Bersih dan Ramah Lingkungan (PROBARLING) pada


agroindustri perdesaan adalah agar produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi
tidak mengandung penyakit, tidak terkontaminasi secara fisik, biologi maupun kimia.
Dalam proses produknya meminimalkan limbah dan memperhatikan keamanan dan
keselamatan pekerjaan.
27
Salah satu contoh produk olahan ternak adalah yoghurt. Yoghurt merupakan hasil
proses fermentasi susu murni dengan kuallitas bagus, karena jika bahan baku yoghurt
mengandung Total Plate Count (TPC) tinggi, maka yoghurt tidak akan terbentuk.

Susu segar adalah susu murni yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih,
yang diperoleh dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi
atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses
pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.

Proses pengolahan susu sangat peka terhadap cemaran kuman serta


mudah menjadi rusak atau busuk. Kerusakan susu akibat kontaminasi kuman dapat
membahayakan konsumen karena dapat terjadi penularan penyakit seperti Brucellosis
dan Tuberculosis (TBC), biasanya ditularkan melalui susu yang tidak terpasteurisasi
dengan baik.

Proses pencemaran dapat terjadi pada berbagai kesempatan antara lain, saat
susu diperah, penyimpanan pada milk-can, transportasi dari kandang ke cooling unit,
penanganan di tempat penampungan hingga pengangkutan melalui truk tanki sampai
ke industri pengolah susu.

Untuk mencegah terkontaminasinya bahan baku, baik secara fisik, biologis dan
kimia, maka perlu dikembangkan praktek sanitasi yang bertujuan untuk mencegah
dan menekan pertumbuhan mikroba kontaminan air susu.

P R O B A R L I N G
Kuman dapat dengan cepat berkembangbiak melalui pembelahan sel, berawal
dari satu buah sel selanjutnya berkembang menjadi 2 sel; kemudian menjadi 4, 8, 16 dan
seterusnya (berkembang sesuai deret ukur). Menurut Codex Allimentarius Commision
(CAC), standar yang diterapkan dalam penerimaan susu oleh industri pengolah, susu
tidak boleh mengandung kuman patogen dan benda asing yang dapat mengotori
susu.

28

Gambar 9. Perkembangan bakteri dalam susu segar

Keterangan : Pada kondisi lingkungan yang baik (normal), satu bakteri akan membelah/
berkembang menjadi 2 (dua) setiap 20 menit. Dengan demikian 1 (satu)
bakteri akan berkembang menjadi 2.097.152 dalam waktu 7 jam.

Untuk menghindari pencemaran yang terjadi pada susu, perlu dilakukan upaya
praktek sanitasi yang merupakan upaya higienis pengamanan bahan pangan dengan
cara menerapkan praktek sanitasi dan higiene personal dari penyiapan bahan baku,
proses produksi sampai pengemasan produk.
Awal penyebaran kuman biasanya berasal dari sapi, pekerja, kandang dan lantai,
peralatan susu serta waktu antara pemerahan dan penyetoran ke penampungan.

P R O B A R L I N G
Saluran susu dari sel alveoler yang berakhir pada lubang puting biasanya
tercemar oleh lantai yang kotor, sehingga air susu yang keluar akan bertambah jumlah
kumannya.Untuk menghindari hal tersebut, biasanya dilakukan pembuangan pancaran
pertama pada saat pemerahan serta melakukan teat dipping atau pencelupan puting
dada dengan cairan desinfektan sebelum pemerahan, hal ini dapat mengurangi secara
signifikan angka pertambahan kuman.

Pekerja yang melaksanakan pemerahan harus dalam keadaan sehat atau


terbebas dari penyakit menular. Pekerja tidak boleh memerah pada saat menderita
flu, batuk atau diare, tangan dan kuku harus bersih dan tidak diperkenankan meludah
saat memerah. Penggunaan pakaian harus bersih dan menggunakan masker untuk
melindung terjadinya pencemaran dari pekerja ke sapi.

Sanitasi kandang terutama pada bagian lantai harus dipelihara pada saat akan
dilakukan pemerahan. Kandang harus sudah bersih untuk menghilangkan sumber
pencemaran kuman yang disebabkan oleh kandang yang kotor, angin dan gerakan
ekor sapi, sehingga dapat memudahkan masuknya kotoran pada air susu, ventilasi
yang baik menjamin kualitas karena udara yang bersih mencegah timbulnya bau yang
mudah diserap oleh susu.
29
Waktu antara pemerahan dan penyetoran juga merupakan saat kritis air susu
terhadap pencemaran kuman. Oleh karena itu setelah susu diperah sebaiknya segera
kirim ke tempat penampungan. Dalam proses pengangkutan agar dihindari dari
sinar matahari langsung untuk mencegah kenaikan suhu susu yang berakibat pada
percepatan perkembangan bakteri.

Peralatan yang dipergunakan untuk menampung air susu harus terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan, kedap air, terbuat dari bahan yang tidak berkarat
(stainless steel/aluminium), tidak mudah mengelupas bagian-bagiannya (bercelah-
celah) yang memungkinkan kuman hidup dari sisa air susu yang tertinggal di tempat
tersebut, tidak bereaksi dengan susu, tidak merubah bau, warna dan reaksi susu serta
mudah dibersihkan/disucihamakan.

Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air bersih dilanjutkan dengan


sabun kemudian dibilas kembali dengan air bersih atau kaporit, peralatan disimpan
terbalik pada rak, dan sebaiknya terkena sinar matahari dan jangan dibersihkan dengan
kain yang dapat mengakibatkan terjadi penempelan kuman.

Mengingat pertumbuhan bakteri yang sangat cepat dapat merusak atau


menurunkan kualitas susu, perlu dilakukan penanganan awal. Salah satu cara yang
dianjurkan adalah melalui pendinginan.

Pendinginan yang umum dilakukan adalah dengan meletakan susu dalam


wadahnya atau dapat ditempatkan sementara pada suatu bak berlapis seng atau

P R O B A R L I N G
Gambar 10. Perlakuan pengeringan milk can
30
aluminium, diisi dengan timbunan es batu dibubuhi garam dapur dan serbuk gergaji,
cara ini dapat menurunkan suhu hingga lebih rendah dari 10 derajat celsius, jika
penyimpanan agak lama, diperlukan pengadukan secara berkala dengan pengaduk
berbahan stainless steel agar suhu merata.

Untuk daerah pegunungan cara yang sederhana adalah dengan mengalirkan


air dingin terus menerus pada bak dimana wadah susu ditempatkan. Suhu yang
diperoleh adalah antara 15 hingga 10 derajat celsius, sedangkan cara yang lain adalah
dengan menggunakan surface cooler, refrigerator (lemari es) dan cooling unit, teknik
pendinginan semacam ini dilakukan untuk tujuan penyimpanan atau penundaan
pengiriman. Pada suhu 12 derajat celcius, susu tahan hingga 12 jam, sedangkan untuk
suhu 8 derajat celcius tahan hingga 12-24 jam dan pada suhu 0 derajat celcius (titik
beku air) dapat disimpan hingga 72 jam.

Untuk membunuh kuman pemanasan (pasteurisasi) merupakan teknik yang


umum dipergunakan untuk mematikan kuman dalam susu, sehingga air susu
dapat disimpan lebih lama, tidak membahayakan kesehatan konsumen,Namun ini
mengakibatkan perubahan susunan gizi yang terkandung dalam air susu, tetapi
perubahan yang terjadi ini kecil artinya jika dibandingkan dengan bahaya yang
ditimbulkan oleh kuman tersebut.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia tentang Susu Segar (SNI No. 01-3141-
1998, yang merupakan revisi SNI No. 01.3141-1992, tentang Susu Segar), maka baku
mutu susu segar yang layak dikonsumsi adalah seperti tabel berikut :

P R O B A R L I N G
Karakteristik Syarat
a. Berat Jenis (pada suhu 27,5oC) minimum 1,0280
b. Kadar lemak minimum 3,0 %
c. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8,0 %
d. Kadar protein minimum 2,7%
e. Warna, bau, rasa dan kekentalan tidak ada perubahan
f. Derajat asam 6 - 7 0 SH
g. Uji alkohol (70 %) negatif
h. Uji katalase maksimum 3 (cc)
i. Angka refraksi 36 - 38
j. Angka reduktase 2 - 5 (jam)
k. Cemaran mikroba maksimum :
1. Total kuman 1 X 106 CFU/ml
2. Salmonella negatif
3. E. coli(patogen) negatif
4. Coliform 20/ml
5. Streptococcus Group B negatif
6. Staphylococus aureus 1 X 102 /ml
l. Jumlah sel radang maksimum 4 X 105 /ml 31
m. Cemaran logam berbahaya, maksimum :
1. Timbal (Pb) 0,3 ppm
2. Seng (Zn) 0,5 ppm
3. Merkuri (Hg) 0,5 ppm
4. Arsen (As) 0,5 ppm
n. Residu : sesuai dengan peraturan
- Antibiotika; Keputusan Bersama
- pestisida/insektisida Menteri Kesehatan dan
Menteri Pertanian yang
berlaku
o. Kotoran dan benda asing negatif
p. Uji pemalsuan negatif
q. Titik beku -0,520oC s/d -0,560oC
r. Uji peroxidase positif

Tabel 3. Syarat mutu susu segar (SNI No. 01-3141-1998)

Hal ini merupakan standar baku mutu susu di Indonesia yang harus dipenuhi
oleh setiap produsen susu segar, namun demikian ada kebijakan yang dikeluarkan
oleh Direktur Jenderal Peternakan melalui SK Dirjen Peternakan Nomor 17 tahun 1983,
yang mengisyaratkan kualitas susu segar yang layak dikonsumsi adalah dengan jumlah
mikroba maksimum 3 juta/ml, ketentuan ini lebih ringan daripada yang tercantum
dalam SNI susu segar.

P R O B A R L I N G
Jika dilihat dari aspek teknis dan cara sanitasi pengolahan susu pada tahap awal
(susu segar), hal ini telah dilakukan oleh perusahaan/industri pengolah susu olahan
Hasmilk yang terletak di Jl. P-11 No. 5, Cimangkok – Sukalarang, Kabupaten Sukabumi
43192, Propinsi Jawa Barat, usaha peternakan ini telah dirintis sejak tahun 1980-an
dengan jumlah ternak sebanyak 60 ekor, sedangkan usaha olahan yoghurt baru dimulai
pada tahun 2005.

32

Gambar 11. Susu murni produksi HASMILK

Kata Hasmilk berasal dari asal kata Halal, Asli, Sehat dan kata Milk berasal dari
bahasa Inggris yang berarti susu, jadi kata Hasmilk mengandung arti Susu yang Halal, Asli
dan Sehat, sehingga dengan nama tersebut diharapkan tidak menimbulkan keraguan
bagi masyarakat yang mengkonsumsinya.

Produk yang dihasilkan terdiri atas berbagai jenis usaha diantaranya adalah ;
Susu Pasteurisasi, yang telah diolah sesuai dengan standar baku susu segar dan olahan
(SNI Susu Segar) dan telah diuji oleh Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM).

Selain susu pasteurisasi, HasMilk juga memproduksi jenis produk lain yang
merupakan produk lanjutan dari susu segar yaitu berupa ; Yoghurt, Caramel, Milk Stick
dan Kolostrum Murni. Yoghurt yang dihasilkan adalah Yoghurt 100 % yang berasal dari
susu segar yang terseleksi dengan Susu TS diatas 12% tanpa penambahan maizena,
tanpa susu skim, benar-benar murni dari susu yang berkualitas tinggi. Contoh produk-
produk Hasmilk dapat dilihat pada Gambar 12.

Dalam proses pembuatannya, yoghurt tersebut diolah dengan teknologi


sederhana namun tetap memperhatikan aspek sanitasi dan higienitas produk

P R O B A R L I N G
Yoghurt Botol Es Yoghurt

33

Milk Stick Milk Caramel

Gambar 12. Produk lain hasil olahan HasMilk

diantaranya adalah dengan penyediaan fasilitas sanitasi, misalnya wastafel (tempat


untuk mencuci tangan) yang telah dilengkapi dengan sabun pencuci tangan walaupun
belum terdapat alat pengeringnya, serta alat-alat produksi yang sesuai.
Namun demikian, dalam penggunaan air, kualitasnya belum teruji, sedangkan
dalam penerapan higiene personal dilingkup karyawan/pekerja menunjukkan bahwa
kesadaran karyawan dan kontrol pihak manajemen tentang sanitasi pada proses
pengolahan bahan pangan masih rendah, seperti kebersihan tangan pekerja yang
mengolah dan memproduksi yoghurt, penggunaan seragam khusus untuk mengolah
makanan, penutup kepala, masker saat melakukan produksi kurang mendapat
perhatian dari pengurus unit pengolahan.

P R O B A R L I N G
Meskipun demikian dalam proses produksi yoghurt tersebut sudah mendekati
standar yang dipersyaratkan dalam Good Manufaturing Practicess (GMP) seperti
di antaranya adalah Lingkungan sarana pengolahan dan lokasi, bangunan dan
fasilitas unit usaha, peralatan pengolahan, fasilitas dan kegiatan sanitasi serta sistem
penyimpanan dan distribusinya. Selain itu, untuk mutu produk yoghurt, Hasmilk telah
mengacu pada standart mutu yoghurt (SNI.01-2981.2009) dengan parameter seperti
tercantum pada lampiran 5.

3.2. Aspek Manajemen

Hal yang perlu diperhatikan oleh setiap pegawai yang bekerja dalam satu
usaha adalah mempunyai visi dan misi yang sama untuk mencapai tujuan perusahaan.
Perusahaan harus memberikan informasi mengenai hal tersebut secara terus menerus
untuk menimbulkan kesadaran bagi setiap pegawai tentang tujuan perusahaan.

Sosialisasi mengenai tujuan tersebut tidak hanya perlu dilaksanakan oleh


pegawai ditingkat operasional akan tetapi semua unsur yang ada dalam perusahaan
tersebut termasuk pemilik usaha.
34
Hal penting yang harus menjadi perhatian pihak manajemen adalah
pemahaman dan kesadaran setiap pegawai atau pekerja untuk menerapkan prinsip-
prinsip GMP dan prosedur sanitasi dan higiene personal dalam mengolah susu menjadi
bahan pangan yang siap konsumsi.

Hal penting tersebut meliputi


penerapan GMP, Hiegiene dan Sanitasi
seperti yang termuat dalam Surat Keputusan
Direktur Jenderal Peternakan No. 17 Tahun
1983, yaitu mulai dari proses pemerahan
(pasca panen) hingga sampai proses siap
diolah, diantaranya adalah :

a. Peralatan Kerja
1) Ember Susu yang berfungsi sebagai
wadah penampungan susu yang
diperah secara manual
2) Saringan Susu / Strainer berfungsi
sebagai filterisasi benda-benda asing
yang terikut air susu pada waktu
pemerahan (rambut, sel ephithel,
kotoran lain), agar susu benar-benar
bersih.
Gambar 13. Milk can

P R O B A R L I N G
3) Milk Can berfungsi sebagai alat untuk menampung dan menyimpan
sementara susu hasil pemerahan, untuk segera dikirim ke Koperasi / MCC
(Milk Collecting Center) maupun ke Industri Pengolahan Susu yang jarak dan
waktu tempuhnya tidak lebih 2 jam dari proses pemerahan. Alat ini berbahan
stainless steel/aluminium, berpenutup rapat dan umumnya berkapasitas 5,
10, 20, 30, 40, 50 liter.
4) Mesin Pemerah Susu Fungsi berfungsi sebagai sarana untuk memerah susu
secara pneumatis, dimana pemerahan dilakukan dengan membuat tekanan
vakum pada penampung dan susu diperah kedalam penampung melalui
unit perah. Pemerahan dengan mesin perah akan mengurangi kontak susu
dengan tukang perah dan lingkungan kandang, sehingga susu hasil perahan
lebih bersih dan higienis.

Ada 3 (tiga) macam model mesin perah susu, yaitu :


• Portable Milking Machine, pada tipe ini semua peralatan mesin perah
(Pompa vakum s/d Bucket) ditaruh diatas Troley dan didorong ke sapi yang
akan di perah.
• Bucket Milking Machine, pada tipe ini pompa vakum terpisah dan
dihubungkan pada titik-titik tertentu dengan bucket melalui pipa vakum
sepanjang lorong kandang. Bucket, Pulsator serta teat cup mendatangi tiap 35
sapi yang akan diperah dan menyambung pulsator dengan pipa vakum.

• Flat Barn dan Herringbone Milking Machine, pada tipe ini sekelompok
sapi digiring ketempat pemerahan (milking parlour) dengan alunan
musik tertentu. Posisi sapi pada waktu diperah secara berbaris miring
(herringbone) atau tegak lurus (flat barn). Biasanya susu hasil pemerahan
serentak ini langsung dipompakan ke tangki cooling unit.

b. Peralatan Tempat Penampungan Susu (TPS)


Jenis-jenis peralatan penampungan susu diantaranya adalah :

Portable Milking Machine Bucket MilkingMachine Heringbone Milking Machine

Gambar 14. Macam-macam alat pemerah susu

P R O B A R L I N G
8) Cooling Unit; berfungsi sebagai alat untuk menampung dan menyimpan
susu segar dalam kondisi dingin (4-7o C), tertutup, dan tidak tembus cahaya.
Alat ini dilengkapi dengan termostat, display suhu susu di dalam cooling unit,
pengaduk, tombol operasi alat dan terbuat dari stainless steel dan dinding
diinsulasi dengan lapisan polyurethane (PU) dan dilengkapi dengan agitator
berkecepatan rendah serta thermometer. Dikenal 2 (dua) model/type cooling
unit, yaitu :
• Direct Expansion Cooling Unit; pada tipe ini proses pendinginan dilakukan
secara langsung, dimana cairan pendingin (freon) langsung diuapkan
pada dasar tangki melalui celah sempit (cavity plate/panel evaporator).
• Ice Bank Cooling Unit; pada tipeini terdiri atas dinding rangkap tiga
(triple wall), dimana terdapat kantong es (ice bank) didalamnya. Proses
pendinginan dilakukan secara tidak langsung, dimana air es dari ice

36

Transfer Tank

Cooling Unit

Gambar 15. Alat transportasi dan penyimpanan susu segar

P R O B A R L I N G
bank disemprotkan pada dinding tangki, sehingga luas permukaan
pendinginan lebih luas dan proses pendinginan susu lebih cepat. Teknik ini
sering dipergunakan pada beberapa industri susu yang tidak mempunyai
Cooling unit, seperti di perdesaan yang tidak mempunyai daya listrik yang
cukup besar.

3.3. Aspek Sumber Daya Manusia

Selain dari Aspek Teknis dan Manajemen, Aspek Sumber Daya Manusia
merupakan faktor utama yang harus diperhatikan, karena hampir semua kegiatan
produksi dilakukan oleh manusia yang merupakan tenaga kontrol. Untuk itu,
pemahaman dan kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip dasar sanitasi dan
higienis bagi setiap produk harus dimiliki oleh setiap pegawai.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh para karyawan dalam penerapan Sanitasi
dan Higiene industri pengolahan susu diantaranya adalah :
• Kesehatan Karyawan
• Kebersihan Karyawan
• Kebiasaan Karyawan 37
• Fasilitas higiene karyawan
• Memelihara kebersihan tempat kerja

Perlu dilakukan upaya peningkatan wawasan dan keterampilan mengenai


teknik sanitasi dan higiene tersebut seperti melalui pelatihan Hazard Analysis Critical
Point (HACCP), Teknik Good Manufacturing Practices atau Good Milking Practices (GMP)
pada setiap pegawai yang memproduksi pangan.

Dengan pelatihan tersebut diharapkan seluruh karyawan, khususnya bidang


produksi dapat memahami dengan jelas mengenai apa yang harus dilakukan dan apa
yang harus dihindari saat memproduksi susu yang Halal, Aman dan Sehat.

3.4. Aspek Finansial

Jika ditinjau dari sisi finansial, penerapan sanitasi dan higiene pada industri
pengolahan susu memang mengeluarkan anggaran atau biaya yang cukup besar,
misalnya; untuk pengolahan susu Skala Besar (Paket A) dengan produksi susu antara
500 – 2.000 liter/hari atau dengan jumlah ternak berkisar antara 100 – 300 ekor sapi
perah diperkirakan akan membutuhkan dana sekitar Rp. 3.501.000.000,-, sedangkan
untuk Skala Sedang (Paket B) dengan produksi susu antara 200 – 1.000 liter/hari atau
jumlah ternak berkisar antara 50 – 100 ekor sapi perah diperkirakan membutuhkan
dana Rp. 1.379.000.000,- dan pengolahan Skala Kecil (Paket C) dengan produksi susu
berkisar 100 – 250 liter/hari atau dengan jumlah ternak antara 20 – 50 ekor sapi perah

P R O B A R L I N G
diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp. 210.700.000,-. Dana tersebut merupakan
anggaran standar penggunaan alat penunjang industri susu, belum termasuk untuk
bahan baku utama (Sapi dan Kandang) serta pelatihan karyawan, dan lain-lain.

Namun demikian, biaya yang dikeluarkan tersebut akan berdampak positif


terhadap kemajuan industri yang telah menerapkan sistem kerja sesuai dengan
standar sanitasi dan higiene, karena jaminan mutu dan kualitas dari produk tersebut
terjamin keamanannya, sehingga konsumen tidak akan ragu terhadap produk tersebut
karena produk sudah terhindar dari kontaminasi bahan-bahan berbahaya yang dapat
menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan. Kepercayaan konsumen tersebut
akan berdampak pada peningkatan penjualan produk yang jelas akan meningkatkan
keuntungan bagi industri pengolahan tersebut.

38

P R O B A R L I N G
4
strategi penerapan
4.1. Sosialisasi dan Promosi

Produksi bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang
diterapkan untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya
perlindungan lingkungan. Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai
yang berbeda. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang
ada. Sosialisasi juga menuntut peran serta pelaku usaha untuk dapat menerapkan
standar sesuai anjuran. 39

Pemerintah khususnya Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian selaku


institusi pembina pelaku usaha olahan tidak hanya memberikan sosialisasi tetapi juga
memantau dan mengevaluasi keberhasilan dari sosialisasi tersebut. Selain itu untuk
memotivasi pelaku usaha agar menerapkan produksi bersih aman ramah lingkungan
dalam usahanya, DItjen PPHP telah memberikan penghargaan kepada pelaku usaha
pengolahan berprestasi untuk masing-masing sub sektor (empat kategori). Kegiatan
tersebut merupakan agenda tahunan DItjen PPHP dan dilaksanakan bertepatan
dengan Hari Pangan Sedunia.

Penyusunan Pedoman Umum Probarling ini diharapkan dapat membantu


para pelaku usaha untuk lebih menyadari arti pentingnya kebersihan produksi yang
dihasilkan dan keamanan bagi para pekerjanya. Dengan menerapkan probarling,
pelaku usaha dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :
• Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya
minimisasi limbah, daur ulang, pengolahan, dan pembuangan limbah yang
aman.
• Mendukung prinsip pemeliharaan lingkungan dalam rangka pelaksanaan
Pembangunan Berkelanjutan.
• Dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi yang efisien.
• Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi
sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah dan dalam proses yang

P R O B A R L I N G
akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan
Pembangunan Berkelanjutan.
• Memberi peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih terdapat
strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction and in process
recycling), yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, dengan demikian
dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan
pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan.
• Memperkuat daya saing produk di pasar global.
• Meningkatkan citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen
terhadap produk yang dihasilkan.
• Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.
• Menurunkan biaya produksi.

40

Gambar 17. Penyerahan Penghargaan Ketahanan Pangan

4.2. Pelatihan dan Seminar

Pelatihan adalah proses melatih kegiatan atau pekerjaan dan setiap usaha
untuk memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi
tanggung jawabnya. Idealnya, pelatihan harus dirancang untuk mewujudkan tujuan
organisasi, yang pada waktu bersamaan juga mewujudkan tujuan para pekerja secara
perorangan. Pelatihan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling umum dan para
pimpinan mendukung adanya pelatihan, karena melalui pelatihan para pekerja akan

P R O B A R L I N G
menjadi lebih trampil dan karenanya akan lebih produktif sekalipun manfaat – manfaat
tersebut harus diperhitungkan dengan waktu yang tersita ketika pekerja sedang dilatih.
Sedangkan seminar biasanya memiliki fokus pada suatu topik yang khusus, di mana
mereka yang hadir dapat berpartisipasi secara aktif.

Dengan melakukan pelatihan dan seminar, maka diharapkan setiap pelaku


usaha dapat menerapkan sistem probarling dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
diperoleh manfaat yang dapat meningkatkan kesejahteraannya.

4.3. Kemitraan

Kemitraan adalah sikap menjalankan bisnis yang berorientasi pada hubungan


kerjasama yang solid (kokoh dan mendalam), berjangka panjang, saling percaya dan
dalam kedudukan yang setara.

Kemitraan lebih diwarnai atas dasar hubungan mitra biasa dengan pola sederhana
dan lebih bersifat kekeluargaan tidak secara hubungan bisnis. Untuk menciptakan
kemitraan yang baik dalam hubungan usaha rekomendasi yang diusulkan adalah :
membentuk kelompok kemitraan secara lebih luas dengan menjalankan elemen– 41
elemen kemitraan sehingga didapat hasil yang baik berdasarkan bahan baku dan mesin,
tersedianya suatu pasar khusus untuk menjual hasil produksi dengan beberapa variasi
harga yang dapat terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat, penganekaragaman
bentuk–bentuk barang dengan bahan baku yang sama sehingga mengoptimalkan
tenaga–tenaga professional yang berkualitas, pendampingan manajemen terhadap
pengusaha, penyediaan teknologi informasi, pemberian pendidikan dan pelatihan
yang efektif, serta penyediaan pemasaran yang luas baik dalam dan luar negeri, salah
satunya rutin mengikusertakan pelaku usaha kecil menengah dalam pameran–pameran
usaha.

P R O B A R L I N G
5
penutup
Dengan tersusunnya pedoman produksi bersih aman dan ramah lingkungan ini
diharapkan dapat memberikan manfaat dan dampak yang positif serta sebagai bahan
acuan para pelaku usaha olahan dalam proses produksi sehingga dapat terwujud
produk yang aman untuk dikonsumsi yang mempunyai nilai jual dan daya saing tinggi
serta ramah lingkungan.

Terima kasih kepada kontributor dan semua pihak, sehingga buku pedoman
42 produksi bersih aman dan ramah lingkungan ini dapat tersusun dan diselesaikan
dengan baik. Dengan tersusunnya buku pedoman ini diharapkan kepada semua pihak
baik pelaku usaha olahan skala UKM maupun aparat pembina dapat mengaplikasikan
sehingga dapat terwujud produk yang aman untuk dikonsumsi yang mempunyai nilai
jual dan daya saing tinggi serta ramah lingkungan.

P R O B A R L I N G
daftar pustaka
1. Badan Standardisasi Nasional, 1998, SNI No. 02-3141-1998 tentang Susu Segar,
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta
2. Badan Standardisasi Nasional, 1992, SNI 01.2981-1992 tentang Standar Mutu
Yoghurt, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta
3. Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah, Cybermedia
4. Hasmilk, 2009, Profile Hasmilk, Hasmilk, Sukabumi
43
5. Institut Pertanian Bogor, Modul Mata Kuliah Regulasi UMKM, Magister Profesional
Industri Kecil – IPB, Bogor
6. Kementerian Lingkungan Hidup, 2009. Panduan Penerapan Produksi Bersih
Industri Kecil dan Menengah sektor Tapioka, Kementerian Lingkungan Hidup,
Jakarta.
7. Kementerian Lingkungan Hidup, 2003, Kebijakan Nasional Produksi Bersih,
Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta
8. Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.5-1639 tahun 2003 tentang Pedoman
Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT),
Jakarta
9. M’Brio Biotekindo, 2010, Modul Pelatihan Auditor HACCP, M’Brio Press, Bogor.
10. Pedum Pengolahan Susu, Direktorat Jenderal PPHP, Tahun 2009
11. Sinar Tani, 2009, Sanitasi dan Higiene Susu Segar, Cybermedia, Jakarta
12. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Bagian Ke Empat :
Pengamanan makanan dan minuman, Bagian Ke Dua Belas : Pengamanan
Zat Aditif, Jakarta
13. Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang PANGAN, Bab II : Keamanan Pangan,
Jakarta
14. Undang-undang RI No. 69 Tahun 19909 tentang Label dan Iklan Pangan, Jakarta

P R O B A R L I N G
44

P R O B A R L I N G
lampiran 1

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


REPUBLIK INDONESIA
45
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 7 TAHUN 1996

TENTANG

PANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. Bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi
hask asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional ;
b. Bahwa pangan yanag aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup
merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya
suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan
serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat;
c. Bahwa pangan sebagai komoditas dagang memerlukan dukungan sistem
perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab sehingga tersedia pangan
yang terjangkau oleh daya beli masyarakat serta turut berperan dalam peningkatan
pertumbuhan ekonomi nasional ;

P R O B A R L I N G
d. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada butir a, butir b dan butir c, serta
untuk mewujudkan sistem pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang efektif di
bidang pangan, maka perlu dibentuk Undangundang tentang Pangan ;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (1), pasal 27 ayat (2) dan pasal 33
Undang-undang Dasar 1945

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PANGAN

46 BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :


1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau
pembuatan makanan dan minuman ;
2. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hsil proses dengan cara atau metode
tertentu dengan atau tanpa bantuan tambahan ;
3. Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan,
pembinaan dan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan
dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia ;
4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia ;
5. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah,
membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah
bentuk pangan ;
6. Pengangkutan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam
rangka memindahkan pangan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara atau
sarana angkutan apapun dalam rangka produksi, peredaran dan atau perdagangan

P R O B A R L I N G
pangan ;
7. Peredaran pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka
penyaluran pangan kepada masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak ;
8. Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkain kegiatan dalam rangka
penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan,
dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan dengan
memperoleh imbalan ;
9. Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan
berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman,
peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia
;
10. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau
membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun
tidak ;
11. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan
menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya
pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen;
12. Rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yagn melibatkan pemindahan gen
(pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama
untuk mendaptkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk pangan yang 47
lebih unggul ;
13. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,
kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan minuman;
14. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang terdiri atas
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat
bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia ;
15. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan,
dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan
;
16. Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam
bentuk gambar, tulisan atau bentuk lain yang dilkaukan dengan berbagai cara untuk
pamasaran dan atau perdagangan pangan ;
17. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagai rumah tangga yagn
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau ;
18. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun tidak.

Pasal 2

Pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar


manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian
dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

P R O B A R L I N G
Pasal 3

Tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah :


a. Tersedianya pangan yanag memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi
kepentingan kesehatan manusia ;
B. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab ; dan
C. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

B A B II
KEAMANAN PANGAN

Bagian Pertama
Sanitasi Pangan

Pasal 4

(1) Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi,
48 penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan ;
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan persyaratan minimal
yang wajib dipenuhi dan ditetapkan serta diterapkan secara bertahap dengan
memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan.

Pasal 5

(1) Sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau tidak langsung
dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau
peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi ;
(2) Penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpangan,pengangkutan
dan atau peredaran pangan serta penggunaan sarana dan prasarana, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan persyaratan sanitasi .

Pasal 6

Setiap orang yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau


proses produksi, penyimpangan, pengangkutan dan atau peredaran pangan wajib :
a. Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia ;
b. Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala dan
c. Menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi.

Pasal 7

Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada langsung

P R O B A R L I N G
dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau
peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi.

Pasal 8

Setiap oranga dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi,


penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak
memenuhi persyaratan sanitasi.

Pasal 9

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, pasal 5, pasal 6 dan pasal 7


ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Bahan Tambahan Pangan

Pasal 10

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan 49
bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau
melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan ;
(2) Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan
sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta
ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 11

Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum
diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa
keamanannya, dan penggunaannya dalam kegiatan atau proses produksi pangan utnuk
diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah.

Pasal 12

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 ditetapkan lebih


lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan

Pasal 13

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan atau menggunakan bahan baku, bahan

P R O B A R L I N G
tambahan pangan, dan atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi
pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika wajib terlebih dahulu
memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan ;
(2) Pemerintah menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan, dan
pemanfaatan metode rekaysa genetika dalam kegiatan atau proses produksi pengan,
serta menetapkan persyaratan bagi pengujian pangan yang dihasilkan dari proses
rekayasa genetika.

Pasal 14

(1) Iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan dilakukan berdasarkan izin
Pemerintah ;
(2) Proses perizinan penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi pangan yang
dilakukan dengan menggunakan teknik dan atau metode iradiasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan
limbah dan penaggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin keamanan
pangan, keselamatan kerja dan kelestarian lingkungan.

Pasal 15
50
Ketentuan sebagaimanan dimaksud dalam pasal 13 dan pasal 14 ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Kemasan Pangan

Pasal 16

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan
bahan apapun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang
dapat melepasakan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan
manusia;
(2) Pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat
menghindarkan terjadinya kerusakan dan atau pencemaran ;
(3) Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan
dan tata cara pegnemasan pangan tertentu yang diperdagangkan.

Pasal 17

Bahan yang akan digunakan sebagai kemasan pangan, tetapi belum diketahui
dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya,
dan penggunaannya bagi pangan yang diedarkan dilakukan setelah memperoleh
persetujuan Pemerintah.

P R O B A R L I N G
Pasal 18

(1) Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan
diperdagangkan ;
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap pangan
yang pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah
kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut.

Pasal 19

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16, pasal 17 dan pasal 18


ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium

Pasal 20

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan wajib


menyelenggarakan sistem jaminan mutu, sesuai dengan jenis pangan yang 51
diproduksi ;
(2) Terhadap pangan tertentu yang diperdagangkan, pemerintah dapat menetapkan
persyaratan agar pangan tersebut terlebih dahulu diuji secara laboratoris sebelum
peredarannya ;
(3) Pengujian secara laboratoris, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan
di laboratorium yang ditunjuk oleh dan atau telah memperoleh akreditasi dari
Pemerintah;
(4) Sistem janinam nutu serta persyaratan pangujian secara laboratoris, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dan diterapkan secara bertahap
dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan;
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1, ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Pangan Tercemar

Pasal 21

Setiap orang dilarang mengedarkan :


a. Pangan yang mengandung bahan beracunm, berbahaya, atau yang dapat merugikan
atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia ;
b. Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang
ditetapkan ;
c. Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau

P R O B A R L I N G
proses produksi pangan ;
d. Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai atau mengandung
bahan nabati atau hewani yang berpenyakti atau berasal dari bangkai sehingga
menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia ;
e. Pangan yang sudah kadaluwarsa.

Pasal 22

Untuk mengawasi dan mencegah tercemarnya pangan, Pemerintah :


a. Menetapkan bahan yang dilarang digunakan alam kegiatan atau proses produksi
pangan serta ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan;
b. Mengatur dan atau menetapkan persyaratan bagi penggunaan cara, metode
dan atau bahan tertentu dalam kegiatan atau proses produksi, pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pagnan yang dapat memiliki
risiko yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia ;
c. Menetapkan bahan yang dilarang digunakan dalam memproduksi peralatan
pengolahan, penyiapan, pemasaran dan atau penyajian pangan.

Pasal 23
52
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 22 ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
MUTU DAN GIZI PANGAN
Bagian Pertama
Mutu Pangan

Pasal 24

(1) Pemerintah menetapkan standar mutu pangan ;


(2) Terhadap pangan tertentu yang diperdagangkan, Pemerintah dapat membelakukan
dan mewajibkan pemenuhan standar mutu pangan yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ;

Pasal 25

(1) Pemerintah menetapkan persyaratan sertifikasi mutu pangan yang diperdagankan;


(2) Persyaratan sertifikasi mutu pangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterapkan
secara bertahap berdasarkan jenis pangan dengan memperhatikan kesiapan dan
kebutuhan sistem pangan.

P R O B A R L I N G
Pasal 26

Setiap orang dilarang memperdagangkan :


a. Pangan tertentu, sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2), apabila tidak
memenuhi standar mutu yang ditetapkans sesuai dengan peruntukannya ;
b. Pangan yang mutu berbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan;
c. Pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25.

Bagian Kedua
Gizi Pangan

Pasal 27

(1) Pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan di bidang gizi bagi


perbaikan status gizi masyarakat ;
(2) Untuk meningkatkan kendungan gizi pangan olahan tertentu yang diperdagangka,
Pemerintah dapat menetapkan persyartan khusus mengenai komposisi pangan ;
(3) Dalam hal terjadi kekurangan dan atau penurunan status gizi masyarakat, Pemerintah
dapat menetapkan persyaratan bagi perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu 53
yang diedarkan ;
(4) Setiap orang yang memproduksi pangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3), wajib memenuhi persyaratan tentang gizi yang ditetapkan.

Pasal 28

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan
wajib menyelenggarakan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat
proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku pangan yang
digunakan ;
(2) Pangan olahan tertentu serta tata cara pengolahan pangan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

Pasal 29

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 27 dan Pasal 28
ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
LABEL DAN IKLAN PANGAN

Pasal 30

(1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia

P R O B A R L I N G
pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada,
didalam dan atau di kemasan pangan ;
(2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-kurangnya
keterangan mengenai :
a. Nama produk ;
b. Daftar bahan yang digunakan ;
c. Berat bersih atau isi bersih ;
d. Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia;
e. Keterangan tentang halal ; dan
f. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
(3) Selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemerintah dapat
menetapkan keterangan lain yang wajib atau dilarang untuk dicantumkan pada
label pangan.

Pasal 31

(1) Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, ditulis atau dicetak
atau ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga dapat mudah dimengerti oleh
54 masyarakat ;
(2) Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis atau dicetak
dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin ;
(3) Penggunaan istilah asing, selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, tidak dapat diciptakan padanannya,
atau digunakan untuk kepentingan perdagangan pangan ke luar negeri.

Pasal 32

Setiap orang dilarang mengganti, melabel kembali atu menukar tanggal, bulan
dan tahun kadaluwarsa pangan yang diedarkan.

Pasal 33

(1) Setiap label dan atau iklan tentang pangan yang diperdagangkan harus memuat
keterangan mengenai pangan denan benar dan tidak menyesatkan ;
(2) Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan
yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan label atau iklan apabila
keterangan atau pernyataan tersebut tidak benas dan atau menyesatkan ;
(3) Pemerintah mengatur, mengawasi dan melakukan tindakan yang diperlukan agar
iklan tentang pangan yang diperdagankan tidak memuat keterangan yang dapat
menyesatkan.

P R O B A R L I N G
Pasal 34

(1) Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang
diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan
tertentu bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan
agama atau kepercayaan tersebut ;
(2) Label tentang pangan olahan tertentu yang diperdagangkan untuk bayi, anak
berumur di bawah lima tahun dan ibu yang sedang hamil atau menyusui wajib
memuat keterangan tentang peruntukkan, cara penggunaan, dan atau keterangan
lain yang perlu diketahui mengenai dampak pangan terhadap kesehatan manusia.

Pasal 35

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 33 dan Pasal 34
ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PANGAN
KE DALAM DAN DARI WILAYAH INDONESIA
55
Pasal 36

(1) Setiap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan
wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini dan
peraturan pelaksanannya ;
(2) Setiap orang dilarang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia dan atau
mengedarkan di dalam wilayah Indonesia pangan yang dimasukkan ke dalam
wilayah Indonesia apabila pangan tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang ini dan peraturan pelaksanannya.

Pasal 37

Terhadap pangan yagn dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 36, Pemerintah dapat menetapkan persyaratan bahwa :
a. Pangan telah diuji dan atau diperiksa serta dinyatakan lulus dari segi keamanan,
mutu dan atau gizi oleh instansi yang berwenang di negara asal;
b. Pangan dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian dan atau pemeriksaan,
sebagaimana dimaksud pada huruf a ; dan atau
c. Pangan terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan,
mutu dan atau gizi sebelum peredarannya.

Pasal 38

Setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk

P R O B A R L I N G
diedarkan bertanggungjawab atas keamanan, mutu dan gizi pangan.

Pasal 39

Pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar pangan yang dikeluarkan dari


wilayah Indonesia untuk diedarkan terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa dari segi
keamanan, mutu, persyaratan label dan atau gizi pangan.

Pasal 40

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal 39 ditetapkan
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
TANGGUNG JAWAB INDUSTRI PANGAN

Pasal 41

(1) Badan usaha yang memproduksi pangan olahan untuk diedarkan dan atau orang
56 perseorangan dalam badan usaha yang diberi tanggung jawab terhadap jalannya
usaha tersebut bertanggung jawab atas kemanan pangan yang diproduksinya
terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut.
(2) Orang perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang yang
meninggal sebagai akibat langsung karena mengkonsumsi pangan olahan yang
diedarkan berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap badan usaha dan atau
orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ;
(3) Dalam hal terbukti bahwa pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi tersebut
mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahaykan kesehatan
manusia atau bahan lain yang dilarang, maka badan usaha dan atau orang
perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
mengganti segala kerugian yang secara nyata ditimbulkan ;
(4) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal badan usaha
dan atau orang perseorangan dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal
tersebut bukan diakibatkan kesalahan atau kelalaiannya, maka badan usaha dan
atau orang perseorangan dalam badan usaha tidak wajib mengganti kerugian ;
(5) Besarnya ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setinggi-tingginya
sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk setiap orang yang dirugikan
kesehatannya atau kematian yang ditimbulkan.

Pasal 42

Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) tidak diketahui
atau tidak berdomisili di Indonesia, ketentuan dalam pasal 41 ayat (3) dan ayat (5)
diberlakukan terhadap orang yang mengedarkan dan atau memasukkan pangan ke

P R O B A R L I N G
dalam wilayah Indonesia.

Pasal 43

(1) Dalam hal kerugian yang ditimbulkan melibatkan jumlah kerugian materi yang besar
dan atau korban yang tidak sedikit, Pemerintah berwenang mengajukan gugatan
ganti rugi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) ;
(2) Gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan untuk kepentingan
orang yang mengalami kerugian dan atau musibah.

Pasal 44
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dan pasal 43 ditetapkan lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
KETAHANAN PANGAN

Pasal 45

(1) Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan 57


pangan;
(2) Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian
dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, bergizi, beragam, merata dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat.

Pasal 46

Dalam pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45, pemerintah


:
a. Menyelenggarakan, membina dan atau mengkoordinasikan segala upaya atau
kegiatan untuk mewujudkan cadangan pangan nasional ;
b. Menyelenggarakan, mengatur dan atau mengkoodinasikan segala upaya atau
kegiatan dalam rangka penyediaan, pengadaan dan atau penyaluran pangan
tertentu yang bersifat pokok ;
c. Menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan mutu pangan nasional dan
penganekaragaman pangan ;
d. Mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan atau menanggulangai
gejala kekurangan pangan, keadaan darurat dan atau spekulasi atau manipulasi
dalam pengadaan dan peredaran pangan.

P R O B A R L I N G
Pasal 47

(1) Cadangan pangan nasional, sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 huruf a, terdiri
atas :
a. Cadangan pangan pemerintah ;
b. Cadangan pangan masyarakat .
(2) Cadangan pangan pemerintah ditetapkan secara berkala dengan memperhitungkan
tingkat kebutuhan nyata pangan masyarakat dan ketersediaan pangan, serta dengan
mengantisipasi terjadinya kekurangan pangan dan atau keadaan darurat;
(3) Dalam upaya mewujudkan cadangan pangan nasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pemerintah :
a. Mengembangkan, membina dan atau membantu penyelenggaraan cadangan
pangan masyarakat dan Pemerintah di tingkat pedesaan, perkotaan, propinsi
dan nasional ;
b. Mengembangkan, menunjang dan memberikan kesempatan seluasluasnya bagi
peran koperasi dan swasta dalam mewujudkan cadangan pangan setempat dan
atau nasional.

Pasal 48
58
Untuk mencegah dan atau menanggulangi gejolak harga pangan tertentu yang
dapat merugikan ketahanan pangan, pemerintah mengambil tindakan yang diperlukan
dalam rangka mengendalikan harga pangan tersebut.

Pasal 49

(1) Pemerintah melaksanakan pembinaan yang meliputi upaya :


a. Pengembangan sumber daya manusia di bidang pangan melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan, terutama usaha kecil ;
b. Untuk mendorong dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan
pengembangan sumber daya manusia, peningkatan kemampuan usaha kecil,
penyuluhan di bidang pangan, serta penganekaragaman pangan ;
c. Untuk mendorong dan mengarahkan peran serta asosiasi dan organisasi profesi
di bidang pangan ;
d. Untuk mendorong dan menunjanga kegiatan penelitian dan atau pengembangan
teknologi di bidang pangan ;
e. Penyebarluasan pengetahuan dan penyuluhan di bidang pangan ;
f. Pembinaan kerja sama internasional di bidang pangan, sesuai dengan
kepentingan nasional ;
g. Untuk mendorong dan meningkatkan kegiatan penganekaragaman pangan
yang dikonsumsi masyarakat serta pemantapan mutu pangan tradisional.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

P R O B A R L I N G
Pasal 50

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 dan
Pasal 49 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 51

Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam


mewujudkan perlindungan bagi orang perseorangan yang mengkonsumsi pangan,
sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya serta
peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

Pasal 52

Dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan sistem pangan, masyarakat


dapat menyampaikan permasalahan, masukan dan atau cara pemecahan mengenai hal-
hal di bidang pangan. 59

BAB IX
PENGAWASAN

Pasal 53

(1) Untuk mengawasi pemenuhan ketentuan Undang-undang ini, pemerintah


berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan terjadinya
pelanggaran hukum di bidang pangan ;
(2) Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah berwenang :
a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses
produksi, penyimpanan, pengangkutan dan perdagangan pangan untuk
memeriksa, meneliti dan mengambil contoh pangan dan segala sesuatu yang
diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan
atau perdagangan pangan ;
b. Menghentikan, memeriksa dan mencegah setiap sarana angkutan yang diduga
atau patut diduga digunakan dalam pengangkutan pangan serta mengambil
dan memeriksa contoh pangan ;
c. Membuka dan meneliti setiap kemasan pangan ;
d. Memeriksa setiap buku, dokumen atau catatan lain yang diduga memuat
keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan dan
atau perdagangan pangan termasuk menggandakan atau mengutip keterangan
tersebut ;

P R O B A R L I N G
e. Memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain sejenis.
(3) Pejabat pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilengkapi dengan surat perintah ;
(4) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan, sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), patut diduga merupakan tindak pidana di bidang pangan, segera dilakukan
tindakan penyidikan oleh penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 54

(1) Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53,
pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran
ketentuan undang-undang ini ;
(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa :
a. Peringatan secara tertulis ;
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk
menarik produk pangan dari peredaran apabila terdapat resiko tercemarnya
60 pangan atau pangan tidak aman bagi kesehatan manusia;
c. Pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia;
d. Penghentian produksi untuk sementara waktu ;
e. Pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); dan
atau
f. Pencabutan izin produksi atau izin usaha.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 55

Barangsiapa dengan sengaja :


a. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan
atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ;
b. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan
atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) ;
c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan
atau bahan apa pun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau
membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1)
;

P R O B A R L I N G
d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d atau huruf e ;
e. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi standar mutu yang diwajibkan,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf a ;
f. Memperdagangkan pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu
pangan yang dijanjikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf b ;
g. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu
pangan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 huruf c ;
h. Mengganti, melabel kembali atau menukar tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
pangan yang diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 32;

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 56

Barangsiapa karena kelalaiannya :


a. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan
atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ; 61
b. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan
atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas
maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) ;
c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan
atau bahan apapun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau
membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1)
;
d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e ;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).

Pasal 57

Ancaman pidana atas pelanggaran, sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 huruf


a, huruf b, huruf c dan huruf d serta pasal 56 ditambah seperempat apabila menimbulkan
kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan
kematian.

Pasal 58

Barangsiapa :
a. Menggunakan suatu bahan sebagai bahan tambahan pangan dan mengedarkan
pangan tersebut secara bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 11 ;

P R O B A R L I N G
b. Mengedarkan pangan yang diproduksi atau menggunakan bahan baku, bahan
tambahan pangan dan atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi
pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika, tanpa lebih dahulu
memeriksakan keamanan pangan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) ;
c. Menggunakan iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan tanpa izin,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) ;
d. Menggunakan suatu bahan sebagai kemasan pangan untuk diedarkan secara
bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 17 ;
e. Membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan memperdagangkannya,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) ;
f. Mengedarkan pangan tertentu yang diperdagankan tanpa lebih dahulu diuji secara
laboratoris, sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (2) ;
g. Memproduksi pangan tanpa memenuhi persyaratan tentang gizi pangan yang
ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (4) ;
h. Memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas
untuk diperdagangkan tanpa mencantumkan label, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 30 atau pasal 31;
i. Memberikan keterangan atau pernyataan secara tidak benar dan atau menyesatkan
mengenai pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan label dan
62 atau iklan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2) ;
j. Memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam iklan atau label
bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai menurut persyaratan agama
atau kepercayaan tertentu, sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1) ;
k. Memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia dan atau mengedarkan di dalam
wilayah Indonesia pangan yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan
peraturan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (2) ;
l. Menghambat kelancaran proses pemeriksaan, sebagaimana dimaksud dalam pasal
53;

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 360.000.000,00 (tiga ratus enam puluh juta rupiah).

Pasal 59

Barangsiapa :
a. Tidak menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan dan atau peredaran pangan yang memenuhi persyaratan sanitasi,
keamanan dan atau keselamatan manusia atau tidak menyelenggarakan program
pemantauan sanitasi secara berkala, atau tidak menyelenggarakan pengawasan atas
pemenuhan persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ;
b. Tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ;
c. Tidak melaksanakan tata cara pengemasan pangan yang ditetapkan, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 16 ayat (3) ;
d. Tidak menyelenggarakan sistem jaminan mutu yang ditetapkan dalam kegiatan

P R O B A R L I N G
atau proses produksi pangan untuk diperdagangkan, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 20 ayat (1) ;
e. Tidak memuat keterangan yang wajib dicantumkan pada label, sebagaimana
dimaksud dalam pasal 34 ayat (2) ;

Meskipun telah diperingatkan secara tertulis oleh pemerintah, dipidana


dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
480.000.000,00 (empat ratus delapan puluh juta rupiah).

BAB XI
PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS
PEMBANTUAN

Pasal 60

(1) Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang pangan kepada


pemerintah daerah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2) Pemerintah dapat menugaskan pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas
pembantuan di bidang pangan ;
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan 63
peraturan pemerintah.

BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 61

(1) Dalam hal terjadi keadaan kekurangan pangan yang sangat mendesak, pemerintah
dapata mengesampingkan untuk sementara waktu ketentuan Undang-undang
ini tentang persyaratan keamanan pangan, label, mutu dan atau persyaratan gizi
pangan;
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap
memperhatikan keselamatan dan terjaminnya kesehatan masyarakat.

Pasal 62

Bilamana dipandang perlu, pemerintah dapat menunjuk instansi untuk


mengkoordinasikan terlaksananya undangundang ini.

Pasal 63

Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaanya tidak berlaku bagi pangan yang
diproduksi dan dikonsumsi oleh kalangan rumah tangga.

P R O B A R L I N G
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 64

Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini semua peraturan perundang-


undangan tentang pangan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65

Undang-undang in mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap


orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
64 Pada tanggal 4 Nopember 1996

TTD

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Nopember 1996

MENTERI NEGARA SEKRETARIS


NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO

P R O B A R L I N G
lampiran 2
Peraturan Pemerintah no. 69 tahun 1999
tentang
Label dan Iklan Pangan

BAB II
LABEL PANGAN
Bagian Pertama
Umum 65

Pasal 2

1. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas


kedalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label
pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan.
2. Pencantuman Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian
rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau
rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan
dibaca.

Pasal 3

1. Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berisikan keterangan


mengenai pangan yang bersangkutan.
2. Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya :
a. nama produk;
b. daftar bahan yang digunakan;
c. berat bersih atau isi bersih;
d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke
dalam wilayah Indonesia.
e tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.

P R O B A R L I N G
Pasal 4

Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), untuk pangan
olahan tertentu Menteri Kesehatan dapat menetapkan pencantuman keterangan lain
yang berhubungan dengan kesehatan manusia pada label sesuai dengan Peraturan
Pemerintah ini.

Pasal 5

1. Keterangan dan atau pernyataan tentang pangan dalam Label harus benar dan
tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainnya.
2. Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan
yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan Label apabila keterangan
atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan.

Pasal 6

1. Pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan dalam


Label hanya dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat
66 dipertanggungjawabkan.
2. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan pencantuman pernyataan
tentang manfaat pangan bagi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 7

Pada Label dilarang dicantumkan pernyataan atau keterangan dalam bentuk


apapun bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.

Pasal 8

Setiap orang dilarang mencantumkan pada Label tentang nama, logo atau
identitas lembaga yang melakukan analisis tentang produk pangan tersebut.

Pasal 9

Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia


pangan yang dikemas untuk diperdagangkan, dilarang mencantumkan Label yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 10

1. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke


dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan

P R O B A R L I N G
tersebut halal bagi umat Islam, bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan
tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label.
2. Pernyataan tentang halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Label.

Pasal 11

1. Untuk mendukung kebenaran pernyataan halal sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 9 ayat (1), setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang
dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan, wajib memeriksakan
terlebih dahulu
2. Pangan tersebut pada lembaga pemeriksa yang telah diakreditasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
pedoman dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Agama dengan
memperhatikan pertimbangan dan saran lembaga keagamaan yang memiliki
kompetensi dibidang tersebut.

Bagian Kedua
Bagian Utama Label 67

Pasal 12

Dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (2), bagian utama Label
sekurangkurangnya memuat :
a. nama produk;
b. berat bersih atau isi bersih;
c. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia.

Pasal 13

1. Bagian utama Label sekurang-kurangnya memuat tulisan tentang keterangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dengan teratur, tidak berdesak-desakan,
jelas dan dapat mudah dibaca.
2. Dilarang menggunakan latar belakang, baik berupa gambar, warna maupun hiasan
lainnya, yang dapat mengaburkan tulisan pada bagian utama Label sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

Pasal 14

Bagian utama Label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 harus ditempatkan


pada sisi kemasan pangan yang paling mudah dilihat, diamati dan atau dibaca oleh
masyarakat pada umumnya.

P R O B A R L I N G
Pasal 15

Keterangan pada Label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa


Indonesia , angka Arab dan huruf lain.

Pasal 16

1. Penggunaan bahasa, angka dan huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab dan
huruf lain diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat
diciptakan padanannya, atau dalam rangka perdagangan; pangan luar negeri.
2. Huruf dan angka yang tercantum pada Label harus jelas dan mudah dibaca.

68

P R O B A R L I N G
lampiran 3

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : HK. 00.05.5.1639 69

TENTANG

PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK


INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT)

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Menimbang : a. bahwa Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah
satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu dan
persyaratan yang ditetapkan untuk pangan;
b. bahwa Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) sangat bermanfaat
bagi industri pangan berskala kecil dan besar untuk menghasilkan
pangan yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi
kesehatan;
c. bahwa Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk Industri
Rumah Tangga perlu diaplikasikan pada Industri berskala Rumah
Tangga;
d. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas perlu ditetapkan
Pedoman tentang Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) untuk
Industri Rumah Tangga (IRT) dengan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.

P R O B A R L I N G
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
2. Undag-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan
Iklan Pangan;
4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002;
5. Keputusan Presiden Nomro 110 Tahun 2001 tentang Unit
Organisasi Dan Tugas Eselon 1 Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 5 Tahun 2002.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
TENTANG PEDOMAN CARA PERODUKSI PANGAN YANG BAIK
UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (CPPB-IRT).
70 Kedua : Setiap Industri Rumah Tangga dalamseluruh aspek dan rangkaian
kegiatannya wajib berpedoman pada Cara Produksi Pangan yang
Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) sebagaimana
tecantum dalam lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan diatur lebih
lanjut.
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 April 2003
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
KEPALA,

H. SAMPURNO

P R O B A R L I N G
PEDOMAN
CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK
INDUSTRI RUMAH TANGGA
( CPPB-IRT )

PENDAHULUAN
Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang
penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk
pangan CPPB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang
berskala kecil, sedang, maupun yang bersakla besar. Melalui CPPB ini, industri
pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dkonsumsi dan aman
bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk
dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan
yang bersangkutan akan berkembang pesat. Dengan berkembangnya industri
pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dkonsumsi, maka
masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan
bahaya yang mengancam kesehatan.

RUANG LINGKUP
1 Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) ini 71
menjelaskan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan
bahan pangan di seluruh mata rantai produksi pangan mulai bahan baku sampai
produk akhir.
2 Pedoman CPPB-IRT sesuai Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.05.5.1639 tanggal 30 April 2003
3 Pedoman CPPB-IRT ini berlaku bagi semua IRT yang berada di wilayah Republik
Indonesia

PENGERTIAN
1. Pangan adalah segala sesuatau yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai pangan bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan
lain yang digunakan dalam prses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan
makanan atau minuman.
2. Aman untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut tidak mengandung bahan-bahan
yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia misalnya bahan
yang dapat menimbulkan penyakit atau keracunan.
3. Layak untuk dikonsumsi adalah pangan tersebut keadaannya normal tidak
menyimpang seperti busuk, kotor, menjijikkan dan penyimpangan lainnya.
4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari keumngkinan cemaran biologis, kimia dan fisik yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
5. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan,

P R O B A R L I N G
mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau
mengubah bentuk pangan.
6. Cara Produksi Pangan yang Baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan
bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan layak untuk
dikonsumsi.
7. Higiene pangan adalah kondisi dan perlakukan yang diperlukan untuk menjamin
keamanan pangan di semua tahap rantai pangan.
8. Sanitasi Pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertambah dan
berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam pangan,peralatan
dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia.
9. Industri Rumah Tangga (disingkat IRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki
tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual
hingga semi otomatis.

TUJUAN PENERAPAN CPPB-IRT


1. Tujuan umum adalah menghasilkan pangan yang bermutu, aman dikonsumsi
dan sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen domestik maupun
internasional.

72 2. Tujuan khusus adalah :


a. Memberikan prinsip-prinsip dasar dalam memproduksi pangan yang baik;
b. Mengarahkan IRT agar dapat memenuhi berbagai persyaratan produksi
yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan dan asilitas, peralatan
produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses dan
pengawasan.

CARA PRODUKSI PANGAN YANG BAIK UNTUK INDUSTRI RUMAH TANGGA


(CPPB-IRT)

A. LINGKUNGAN PRODUKSI

Untuk menetapkan lokasi IRT perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi


lingkungan yang mungkin dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan
telah mempertimbangkan berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat
dilakukan untuk melindungi pangan yang diproduksinya

IRT harus berada di tempat yang :


- Bebas pencemaran, semak belukar dan genangan air
- Bebas dari sarang hama, khususnya serangga dan binatang pengerat
- Tidak berada di daerah sekitar tempat pembuangan sampah baik sampah padat
maupun sampah cair atau daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor
lainnya.
IRT tidak berada di daerah pemukiman penduduk yang kumuh.
Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara

P R O B A R L I N G
- Sampah harus dibuang dan tidak menumpuk
- Tempat dampah harus selalu tertutup
- Jalan dipelihara supaya tidak berdebu dan selokannya berfungsi dengan baik

B. BANGUNAN DAN FASILITAS IRT

Bangunan dan fasilitas IRT dapat menjamin bahwa pangan selama dalam
proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik,biologis dan kimia serta mudah
dibersihkan dan disanitasi.

Ruang Produksi
a. Disain dan Tata Letak
Ruang produksi seharusnya cukup luas dan mudah dibersihkan

b. Lantai
1) Lantai seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus tetapi tidak licin,
kuat, mudah dibersihkan dan dibuat miring untuk memudahkan pengaliran
air.
2) Lantai harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir dan kotoran 73
lainnya.

c. DInding
1) Dinding seharusnya dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang,
tahan lama, tidak mudah megelupas, kuat dan mudah dibersihkan.
2) Dinding harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, dan kotoran
lainnya.

d. Langit- langit
1) Konstruksi langit-langit seharusnya didisain dengan baik untuk mencegah
penumpukan debu, pertumbuhan jamur, pengelupasan, bersarangnya hama,
memperkecil terjadinya kondensasi, serta terbuat dari bahan tahan lama dan
mudah dibersihkan.
2) Langit-langit harus selalu dalam keadaan bersih dari debu, sarang labah-labah
dan kotoran lainnya.

e. Pintu. Jendela dan Lubang Angin


1) Pintu dan jendela seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah
pecah, rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
2) Pintu, jendela dan lubang angin seharusnya dilengkapi dengan kawat kasa
yang dapat dilepas untuk memudahkan pembesihan dan perawatan.
3) Pintu seharusnya didisain membuka ke luar/ ke samping sehingga debu
atau kotoran dari luar tidak terbawa masuk melalui udara ke dalam ruangan
pengolahan

P R O B A R L I N G
4) Pintu seharusnya dapat ditutup dengan baik dan selalu dalam keadaan
tertutup.
5) Lubang angin harus cukup sehingga udara segar selalu mengalir di ruang
produksi
6) Lubang angin harus selalu dalam keadaan bersih, tidak berdebu dan tidak
dipenuhi sarang labah-labah.

f. Kelengkapan ruang produksi


1) Ruang produksi seharusnya cukup terang sehingga karyawan dapat
mengerjakan tugasnya dengan teliti.
2) Di ruang produksi ada tempat untuk mencuci tangan yang selalu dalam
keadaan bersih serta dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya.
3) Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (PPPK)

g. Tempat Penyimpanan
1) Tempat penyimpanan bahan pangan ermasuk bumbu dan bahan tambahan
pangan (BTP) seharusnya terpisah dengan produk akhir.
2) Tempat penyimpanan khusus harus tersedia untuk menyimpan bahan-bahan
74 bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas dan oli.
3) Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama seperti
serangga, binatang pengerat seperti tikus, burung atau mikroba dan ada
sirkulasi udara.

C. PERALATAN PRODUKSI

Tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang.
Peralatan produksi yang kontak langsung dengan pangan seharusnya didisain.,
dikonstruksi dan diletakkan sedemikian untuk menjamin mutu dan keamanan
pangan yang dihasilkan .

1. Peralatan produksi seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat,
mudah dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan
2. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan seharusnya halus, tidak
bercelah, tidak mengelupas dan tidak menyerap air.
3. Peralatan produksi harus diletakkan sesuai dengan urutan prosesnya sehingga
memudahkan bekerja dan mudah dibersihkan
4. Semua peralatan seharusnya diperlihara agar berfungsi dengan baik dan selalu
dalam keadaan bersih.

P R O B A R L I N G
D. SUPLAI AIR

Air yang digunakan selama proses produksi harus cukup dan memenuhi
persyaratan kualitas air bersih dan atau air minum.

1. Suplai air.
a. Air yang digunakan harus air bersih dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh
kebutuhan proses produksi
b. Sumber dan pipa air untuk keperluan selain pengolahan pangan seharusnya
terpisah dan diberi warna yang berbeda.
c. Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi
persyaratan air bersih.

E. FASILITAS DAN KEGIATAN HIGIENE DAN SANITASI

Fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi diperlukan untuk menjamin agar
bangunan dan peralatan selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya
kontaminasi silang dari karyawan.
75
Alat cuci/pembersih
a. Alat cuci /pembersih seperti sikat, pel, deterjen, dan bahan sanitasi harus tersedia
dan terawat dengan baik.
b. Air panas dapat digunakan untuk membersihkan peralatan tertentu.

Fasilitas higiene karyawan


a. Fasilitas higiene karyawan seperti tempat cuci tangan dan toilet/jamban harus
tersedia dalam jumlah yang cukup dan selalu dalam keadaan bersih.
b. Pintu toilet/jamban harus selalu dalam keadaan tertutup.

Kegiatan higiene dan sanitasi


a. Pembersihan dapat dilakukan secara fisik seperti dengan sikat atau secara kimia
seperti dengan deterjen atau gabungan keduanya.
b. Jika diperlukan, penyucihamaan dapat dilakukan dengan menggunakan kaporit
sesuai petunjuk yang dianjurkan.
c. Kegiatan pembersihan, pencucian, dan penyucihamaan peralatan harus dilakukan
secara rutin.
d. Harus ada karyawan yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pembersihan,
pencucian dan penyucihamaan.

P R O B A R L I N G
F. PENGENDALIAN HAMA

Hama (tikus, serangga, dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang
dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi
yang akan mencemari pangan.

Mencegah masuknya hama


a. Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu
dalam keadaan tertutup.
b. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam tidak boleh berkeliaran di
pekarangan IRT apalagi di ruang produksi.
c. Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama
d. IRT seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan timbulnya sarang
hama.

Pemberantasan hama
a. Hama harus diberantas dengan cara yang tidak mempengaruhi mutu dan
keamanan pangan.
76 b. Pemberantasan hama dapat dilakukan secara fisik seperti dengan perangkap tikus
atau secara kimia seperti dengan racun tikus.
c. Perlakuan dengan bahan kimia harus dilakukan dengan pertimbangan tidak
mencemari pangan.

G. KESEHATAN DAN HIGIENE KARYAWAN

Kesehatan dan higiene karyawan yang baik dapat menjamin bahwa pekerja yang
kontak langsung maupun tidak langsung dengan pangan tidak menjadi sumber
pencemaran

1. Kesehatan karyawan
Karyawan yang bekerja di ruang produksi harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Dalam keadaan sehat. Karyawan yang sakit atau baru sembuh dari sakit dan
diduga masih membawa penyakit tidak diperkenankan bekerja di pengolahan
pangan.
b. Karyawan yang menunjukkan gejala atau sakit misalnya sakit kuning (virus
hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit
(gatal, kudis, luka, dan lain-lain), keluarnya cairan dari telinga (congek), sakit
mata (belekan), dan atau pilek tidak diperkenankan mengolah panagn.
c. Karyawan harus diperiksa dan diawasi kesehatannya secara berkala.

2. Kebersihan karyawan
a. Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badannya.

P R O B A R L I N G
b. Karyawan seharusnya mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap dengan
penutup kepala, sarung tangan dan sepatu kerja. Pakaian dan perlengkapannya
hanya dipakai untuk bekerja.
c. Karyawan harus menutup luka dan perban.
d. Karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai
kegiatan mengolah pangan, sesudah menangani bahan mentah atau bahan/
alat yang kotor dan sesudah ke luar dari toilet/jamban;

3. Kebiasaan karyawan
Karyawan tidak boleh bekerja sambil mengunyah, makan dan minum, merokok,
tidak boleh meludah, tidak boleh bersin atau batuk ke arah pangan, tidak boleh
mengenakan perhiasan seperti giwang, cincin, gelang, kalung, arloji dan peniti.

H. PENGENDALIAN PROSES

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus
dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah
tangga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
(1) Penetapan spesifikasi bahan baku;
(2) Penetapan komposisi dan formulasi bahan; 77
(3) Penetapan cara produksi yang baku;
(4) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan
(5) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk
nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa.

1. Penetapan spesifikasi bahan baku


a. Harus menentukan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan baku dan bahan
penolong untuk memproduksi pangan yang akan dihasilkan.
b. Tidak menerima bahan pangan yang rusak
c. Menggunakan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan sesuai batas
maksimum penggunaannya.
2. Penetapan komposisi dan formulasi bahan
a. Harus menentukan komposisi bahan yang digunakan dan komposisi formula
untuk memproduksi jenis pangan yang akan dihasilkan.
b. Harus mencatat dan menggunakan komposisi yang telah ditentukan secara
baku setiap saat secara konsisten.
3. Penetapan cara produksi yang baku
a. Harus menentukan proses produksi pangan yang baku
b. Harus membuat bagan alirnya atau urut-urutan prosesnya secara jelas.
4. Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan
a. Harus menentukan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan yang digunakan.
b. Harus menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk pangan
c. Harus mencatat dan menggunakan informasi ini untuk pemantauan
5. Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk

P R O B A R L I N G
nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa.
a. Harus menentukan karakteristik produk pangan yang dihasilkan.
b. Harus menentukan tanggal kadaluarsa
c. Harus mencatat tanggal produksi.

I. LABEL PANGAN

Label pangan harus jelas dan informatif untuk memudahkan konsumen memilih,
menyimpan, mengolah dan mengkonsumsi pangan. Kode produksi pangan
diperlukan untuk penarikan produk, jika diperlukan.

1. Label pangan yang dihasilkan IRT harus memenuhi ketentuan Peraturan


Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
2. Keterangan pada label sekurang-kurangnya :
- nama produk
- daftar bahan yang dihasilkan
- berat bersih atau isi bersih
- nama dan alamat pihak yang memproduksi
- tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa
78 - nomor Sertifikasi Produksi (P-IRT)
3. Kode produksi harus dicantumkan pada setiap label pangan.

J. PENYIMPANAN

Penyimpanan yang baik dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan produk
pangan yang diolah

1. Penyimpanan bahan dan produk


a. Penyimpanan bahan dan produk pangan dilakukan di tempat yang bersih.
b. Bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), bahan penolong dan produk
akhir masing-masing harus disimpan terpisah.
c. Penyimpanan bahan baku dan produk pangan harus sesuai dengan suhu
penyimpanannya
d. Bahan-bahan yang mudah menyerap air harus disimpan di tempat kering,
misalnya garam, gula, dan rempah-rempah bubuk
e. Bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), bahan penolong dan produk
akhir diberi tanda untuk membedakan yang memenuhi syarat dengan yang
tidakmemenuhi syarat.
f. Bahan yang lebih dahulu masuk harus digunakan terlebih dahulu
g. Produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus digunakan / diedarkan
terlebih dahulu.

2. Penyimpanan bahan berbahaya


Bahan berbahaya seperti pemberantas serangga, tikus, kecoa, bakteri dan bahan

P R O B A R L I N G
berbahaya lainnya harus disimpan dalam ruangan terpisah dan harus selalu
diawasi penggunaannya.

3. Penyimpanan label dan kemasan


a. Kemasan dan label harus disimpan di tempat yang bersih dan jauh dari
pencemaran.
b. Label harus disimpan secara rapih dan teratur supaya tidak terjadi kesalahan
dalam penggunaannya.

4. Penyimpanan peralatan
Peralatan yang telah dibersihkan dan disanitasi harus disimpan di tempat bersih.
Sebaiknya permukaan peralatan menghadap ke bawah, supaya terlindung dari
debu, kotoran atau pencemaran lainnya.

K. PENANGGUNG JAWAB

Seorang penanggung jawab diperlukan untuk mengawasi seluruh tahap proses


produksi serta pengendaliannya untuk menjamin dihasilkannya produk pangan
yang bermutu dan aman.
79
1. Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip
prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan
yang ditanganinya.
2. Kegiatan pengawasan hendaknya dilakukan secara rutin.

L. PENARIKAN PRODUK

Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan


karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan.
Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena
mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan.

1. Pemilik IRT harus menarik produk pangan dari peredaran jika diduga menimbulkan
penyakit atau keracunan pangan
2. Pemilik IRT harus menghentikan produksinya sampai masalah terkait diatasi.
3. Pemilik IRT harus melaporkan penarikan produknya ke Pemerintah Kabupaten/
Kota setempat dengan tembusan kepada Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan
Makanan setempat
4. Pangan yang terbukti berbahaya bagi konsumen harus dimusnahkan.

P R O B A R L I N G
M. PENCATATAN DAN DOKUMENTASI

Pencatatan dan dokumentasiyang baik diperlukan untuk memudahkan penelusuran


masalah yang berkaitan dengan proses produksi

1. Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan :


a. Penerimaan bahan baku, bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong
sekurang-kurangnya
b. Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk, tanggal
produksi, kode produksi dan jumlah produksi.

2. Catatan dan dokumen harus disimpan selama 2 (dua) kali umur simpan produk
pangan yang dihasilkan.

N. PELATIHAN KARYAWAN

Pimpinan dan karyawan IRT harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai prinsip-
prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses pengolahan pangan
yang ditanganinya agar dapat memproduksi pangan yang bermutu dan aman.
80
1. Pemilik/penanggung jawab harus sudah pernah mengikuti penyuluhan tentang
Cara Produksi pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).
2. Pemilik/penanggung jawab tersebut harus menerapkannya serta mengajarkan
pengetahuan dan ketrampilannya kepada karyawan yang lain.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 30 April 2003
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
KEPALA,

H. SAMPURNO

P R O B A R L I N G
lampiran 4
Standar Nasional Indonesia

SNI 01-3141-1998

81

Susu Segar

Badan Standardisasi Nasional - BSN

P R O B A R L I N G
DAFTAR ISI

Pendahuluan
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
JUDUL .............................................................................................................. 1
1 Ruang Lingkup ........................................................................................ 1
2 Definisi .................................................................................................... 1
3 Syarat Mutu ........................................................................................... 1
4 Cara Pengambilan Contoh ..................................................................... 2
5 Cara Uji ............. .................................................................................... 3
6 Syarat Penandaan ............ ..................................................................... 3
7 Cara Pengemasan .................................................................................. 3

82

Halaman | i

P R O B A R L I N G
SUSU SEGAR

1 Ruang Lingkup
Standar ini meliputi definisi, syarat mutu, cara uji, syarat penandaan, dan cara pengemasan
susu segar.

2 Definisi
Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh
dengan cara yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu
apapun dan belum mendapat perlakuan apapun.

Susu segar adalah susu murni yang disebutkan diatas dan tidak mendapat perlakuan apapun
kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.

3 Syarat Mutu
83
Syarat mutu susu segar seperti tabel dibawah ini :

Tabel 1
Syarat mutu susu segar
Karakteristik Syarat
a. Berat Jenis (pada suhu 27,5oC) minimum 1,0280
b. Kadar lemak minimum 3,0 %
c. Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 8,0 %
d. Kadar protein minimum 2,7%
e. Warna, bau, rasa dan kekentalan tidak ada perubahan
f. Derajat asam 6 - 7 0 SH
g. Uji alkohol (70 %) negatif
h. Uji katalase maksimum 3 (cc)
i. Angka refraksi 36 - 38
j. Angka reduktase 2 - 5 (jam)
k. Cemaran mikroba maksimum :
1. Total kuman 1 X 106 CFU/ml
2. Salmonella negatif
3. E. coli(patogen) negatif
4. Coliform 20/ml
5. Streptococcus Group B negatif
6. Staphylococus aureus 1 X 102 /ml

Halaman | 1

P R O B A R L I N G
Karakteristik Syarat
l. Jumlah sel radang maksimum 4 X 105 /ml
m. Cemaran logam berbahaya, maksimum :
1. Timbal (Pb) 0,3 ppm
2. Seng (Zn) 0,5 ppm
3. Merkuri (Hg) 0,5 ppm
4. Arsen (As) 0,5 ppm
n. Residu : sesuai dengan peraturan
- Antibiotika; Keputusan Bersama Menteri
- pestisida/insektisida Kesehatan dan Menteri
Pertanian yang berlaku
o. Kotoran dan benda asing negatif
p. Uji pemalsuan negatif
q. Titik beku -0,520oC s/d -0,560oC
r. Uji peroxidase positif

4 Cara Pengambilan Contoh


Cara pengambilan contoh sesuai dengan Peraturan Departemen Pertanian yang berlaku
mengenai Petunjuk Teknis Pengawasan Peredaran dan Pengujian Kualitas Susu Produksi

84 Dalam Negeri dan Susu yang Beredar.

5 Cara Uji
Cara uji susu sesuai dengan Peraturan Departemen Pertanian yang berlaku mengenai
Petunjuk Teknis Pengawasan Peredaran dan Pengujian Kualitas Susu Produksi Dalam Negeri
dan Susu yang Beredar.

6 Syarat Penandaan
Sesuai dengan peraturan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang berlaku tentang
label dan periklanan makanan.

7 Cara Pengemasan
Susu segar dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, aman selama penyimpanan dan
pengangkutan, tidak dipengaruhi dan mempengaruhi isi.

Halaman | 2

P R O B A R L I N G
lampiran 5
SNI 2981:2009

Standar Nasional Indonesia

85

Yogurt

ICS 67.100.10 Badan Standardisasi Nasional

P R O B A R L I N G
SNI 2981:2009

Prakata

Standar Nasional Indonesia (SNI) Yogurt ini merupakan revisi dari SNI 01-2981-1992,
Yogurt.

Tujuan penyusunan standar ini adalah :


- Melindungi kesehatan konsumen;
- Menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;
- Diversifikasi produk atau pengembangan produk;
- Mendukung perkembangan industri yogurt.

Dalam merumuskan SNI ini tim telah memperhatikan hal-hal yang tertera dalam:
1. Undang Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
2. Undang Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
3. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
4. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No.03725/B/SK/VII/89
tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan dan Minuman atau revisinya.
5. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
No. 03726/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan dan
86 Minuman atau revisinya.

Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 67 - 04 Makanan dan minuman. Standar ini telah
dibahas melalui rapat teknis dan disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal 30
November 2007 di Departemen Perindustrian. Hadir dalam rapat tersebut wakil dari
konsumen, produsen, lembaga pengujian, Lembaga IPTEK, dan instansi terkait lainnya.

Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal 4 Agustus 2008 sampai dengan
dengan 4 Oktober 2008 namun untuk mencapai kuorum diperpanjang sampai dengan
tanggal 4 November 2008 dengan hasil RASNI.

iii
P R O B A R L I N G
SNI 2981:2009

Yogurt

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan syarat mutu, pengambilan contoh, dan cara uji yogurt. Standar ini
hanya berlaku untuk yogurt yang siap konsumsi.

2 Istilah dan definisi

2.1
yogurt
produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan
menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau
bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan/atau tanpa penambahan bahan pangan lain
dan bahan tambahan pangan yang diizinkan

2.2
yogurt rendah lemak
yogurt dengan bahan baku susu rendah lemak atau susu rendah lemak rekonstitusi 87
2.3
yogurt tanpa lemak
produk yang diperoleh dari fermentasi susu skim atau susu skim rekonstitusi

3 Klasifikasi

3.1 Yogurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi


a) Yogurt.
b) Yogurt rendah lemak.
c) Yogurt tanpa lemak.

3.2 Yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi


a) Yogurt.
b) Yogurt rendah lemak.
c) Yogurt tanpa lemak.

4 Komposisi

4.1 Bahan baku utama


Susu dan/atau susu rekonstitusi; dengan atau tanpa lemak

4.2 Bahan pangan lain yang dapat ditambahkan


Bahan pangan yang diizinkan;

4.3 Bahan tambahan pangan


Bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk produk yogurt sesuai sesuai dengan
ketentuan tentang Bahan Tambahan Pangan.

1 dari 51
P R O B A R L I N G
SNI 2981:2009

5 Syarat mutu

Syarat mutu yogurt sesuai Tabel 1 di bawah ini

Tabel 1 - Syarat mutu yogurt

Yogurt tanpa perlakuan Yogurt dengan perlakuan


panas setelah fermentasi panas setelah fermentasi
No. Kriteria Uji Satuan Yogurt Yogurt Yogurt Yogurt
Yogurt rendah tanpa Yogurt rendah tanpa
lemak lemak lemak lemak
1 Keadaan
1.1 Penampakan - cairan kental - padat cairan kental - padat
1.2 Bau - normal/khas normal/khas
1.3 Rasa - asam/khas asam/khas
1.4 Konsistensi - homogen homogen
2 Kadar lemak % min. 3,0 0,6 - 2,9 maks. min. 0,6 - 2,9 maks.
(b/b) 0,5 3,0 0,5
3 Total padatan % min. 8,2 min. 8,2
susu bukan
lemak (b/b)
4 Protein (Nx6,38) % min. 2,7 min. 2,7
88 (b/b)
5 Kadar abu (b/b) % maks. 1,0 maks. 1,0
6 Keasaman % 0,5-2,0 0,5-2,0
(dihitung
sebagai asam
laktat) (b/b)
7 Cemaran logam
7.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3 maks. 0,3
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 20,0 maks. 20,0
7.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 maks. 40,0
7.4 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,03 maks. 0,03
8 Arsen mg/kg maks. 0,1 maks. 0,1
9 Cemaran
mikroba
9.1 Bakteri coliform APM/g maks. 10 maks. 10
atau
koloni/
g
9.2 Salmonella - negatif/25 g negatif/25 g
9.3 Listeria - negatif/25 g negatif/25 g
monocytogenes
10 Jumlah bakteri koloni/ min. 107 -
starter* g
* sesuai dengan Pasal 2 (istilah dan definisi)

6 Pengambilan contoh

Cara pengambilan contoh sesuai Lampiran A.

2 dari 51

P R O B A R L I N G
B.10.2.1
- Cara uji bakteri coliform metode tuang sesuai Lampiran B.10.2.2.
m) Cara uji Salmonella sesuai Lampiran B.10.3.
n) Cara uji Listeria monocytogenes sesuai Lampiran B.10.4.
o) Cara uji jumlah bakteri starter sesuai Lampiran B.11

67 Syarat lulus uji

Produk dinyatakan lulus uji apabila memenuhi syarat mutu sesuai Pasal 5.

78 Higiene

Cara memproduksi produk yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya
mengacu pada peraturan tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik.

89 Pengemasan

Yogurt dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi,
aman selama penyimpanan dan pengangkutan.

910 Syarat penandaan

Syarat penandaan sesuai dengan peraturan tentang label dan iklan pangan. Produk yogurt
dengan perlakuan panas setelah fermentasi pada label harus dicantumkan tulisan
”Perlakuan panas”.

89
3 dari 51

P R O B A R L I N G
90

P R O B A R L I N G

You might also like