Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
ini diindikasikan dengan naiknya jumlah udang yang diekspor oleh peternak
udang. Pada tahun 1996 jumlah udang yang diekspor adalah 162.221 ton, tahun
2000 sebesar 220.520 ton, tahun 2006 mencapai 240.000 ton dan tahun 2009
Salah satu hasil sampingan dari industri pengolahan udang adalah tepung
limbah udang. Tepung limbah udang merupakan sisa pengolahan udang yang
terdiri dari kulit dan alat pencernaan. Perolehan tepung limbah dari tubuh udang
berkisar antara 35-70%. Hasil kalkulasi jumlah tepung limbah dari industri udang
di Indonesia hingga tahun 2009 adalah sebesar 175.000 ton. Tepung limbah udang
kandungan protein yang terdapat pada tepung limbah udang ekspor Indonesia
pada tahun 2006 sebesar 92.225 ton. Protein tepung limbah udang yang berlimpah
berpotensi dijadikan sebagai sumber protein pakan ternak (Okoye et al, 2009).
Pemanfaatan tepung limbah udang yang diolah menjadi pakan ternak telah
protein limbah udang terikat dalam bentuk senyawa komplek antara protein-kitin
dan garam CaCO3. Kitin merupakan karbohidrat struktural yang disusun oleh
yang banyak ditemukan pada kulit udang dan sulit dicerna oleh hewan ternak
1
2
karena ikatannya sangat kuat. Ikatan ini mampu terputus dengan bantuan
Asetil, D-glukosamina) dan membebaskan asam amino dan nutrisi penting yang
mencerna kitin, sehingga protein yang terdapat pada limbah udang tidak dapat
fisika, kimia dan biologi. Metode fisika memperlakukan tepung limbah udang
dengan tekanan uap panas. Metode kimia melalui perendaman dengan larutan
karena dinilai paling mudah dan murah. Dekomposisi kitin tepung limbah udang
memerlukan waktu yang lama (di atas tujuh hari), meningkatkan kandungan serat
selama proses fermentasi akan meningkatkan jumlah asam nukleat. Nitrogen yang
berasal dari asam nukleat terhitung sebagai protein kasar pada analisa proksimat.
Kemampuan hewan mencerna protein yang berasal dari asam nukleat terbatas dan
tidak menghasilkan nuklease untuk mencerna asam nukleat. Selain itu dinding sel
3
bakteri juga mengandung kitin sehingga akan mempersulit proses absorbsi protein
terdapat pada tepung limbah udang belum banyak dilakukan karena produk
digunakan untuk memperbaiki kualitas nutrisi tepung limbah udang tidak efisien
dan tidak ekonomis. Hal ini dapat diatasi dengan memanfaatkan biokatalisator
kitinase ekstraseluler yang diekstrak dari bakteri yang diisolasi dari alam. Serratia
Karya tulis ini menelaah sejauh mana manfaat kitinase ekstraseluler dari
tepung limbah udang yang selanjutnya digunakan sebagai sumber nutrisi dan
ekstraseluler yang diekstrak dan diisolasi dari bakteri Serratia marcescens sebagai
marcescens sehingga dapat digunakan sebagai sumber nutrisi dan protein ransum
ternak.
dan pemahaman tentang bagaimana memberi perhatian tepat guna pada tepung
limbah udang yang selama ini menimbulkan masalah lingkungan dan hanya
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Salah satu pilihan sumber protein ternak adalah limbah udang yang secara
umum berwujud tepung. Tepung limbah udang merupakan sisa dari pengolahan
udang yang terdiri dari kulit bagian kepala, alat pencernaan, kulit bagian badan,
dan ekor udang. Proporsi kepala dan kulit udang diperkirakan antara 30-40% dari
potensi udang Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,4% per tahun.
Potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Dengan asumsi laju peningkatan
tersebut tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang sebesar 785.025 ton. Dari
proses pembekuan udang untuk ekspor, 60-70% berat udang menjadi limbah
(bagian kulit, kepala dan ekor) sehingga diperkirakan akan dihasilkan limbah
kandungan nutrisi tepung limbah udang. Suatu penelitian juga telah dilakukan
untuk memastikan tingkat penggunaan tepung limbah sebagai pakan ternak serta
5
6
Kingdom : Bakteri
Phylum : Proteobakteri
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Serratia
(bulat lonjong) dan beberapa galur membentuk kapsul. Bakteri ini termasuk
organisme yang bergerak dengan cepat (motil) karena mempunyai flagela peritrik,
dapat tumbuh dalam kisaran suhu 50°-400° C dan dalam kisaran pH 5-9. Serratia
sering dikembang biakkan dan dijual belikan di apotek. Pada suhu kamar, bakteri
patogen ini menghasilkan zat warna (pigmen) merah. Bakteri jenis ini tergolong
produknya berupa jenis asam. Serratia marcescens dibedakan dari bakteri gram
juga menunjukkan adanya triptofan dan degradasi sitrat. Salah satu produk akhir
dari degradasi triptofan adalah asam piruvat. Sitrat dan asetat dapat digunakan
sumber karbon dan nitrogen untuk pertumbuhannya. Terdapat dua macam lintasan
kitin. Endokitinase memecah bagian ikatan glikosida rantai kitin secara acak dan
monosakarida.
2.3 Biokatalisator
8
diperkenalkan pertama kali tahun 1878 oleh Kuhne yang mengisolasi senyawa
Fischer di tahun 1894 yang mempopulerkan istilah “gembok dan kunci” untuk
Saat ini lebih dari 3.000 biokatalisator telah diidentifikasi. Seperti halnya
protein, biokatalisator juga tersusun oleh rantai asam amino. Biokatalisator akan
mempercepat reaksi kimia dengan cara menempel pada substrat dan keseluruhan
kimia menjadi lebih kecil. Biokatalisator akan bekerja pada kondisi lingkungan
yang tidak mengubah struktur aslinya, yaitu paling baik pada suhu 40° C dan pH 7
(Sudarmaji, 1984).
dihasilkan oleh binatang itu sendiri maupun mikroorganisme yang ada pada alat
pencernaannya.
pencernaan normal.
c. Untuk merombak ikatan kimia khusus dalam bahan mentah yang biasanya
tepung limbah udang dengan kitinase sebagai biokatalisator dan tepung limbah
kitinase, tepung limbah udang, dan lama reaksi yang efektif meliputi A1 = 4,017
setelah pengolahan meliputi kitin, nutrisi (kadar air, bahan kering, protein kasar,
serat kasar, lemak kasar, BETN, Ca, P dan gula pereduksi), dan asam amino
esensial dan non-esensial yang menyusun protein ransum, meliputi asam aspartat,
asam glutamat, serin, glisin, histidin, arginin, threonin, alanin, prolin, tirosin,
valin, metionin, sistin, isoleusin, leusin, phenilalanin, lisin dan triptopan (Sibblad,
1976). Untuk mengamati kandungan tepung limbah udang sebelum dan sesudah
BAB III
METODOLOGI
11
data dari beberapa sumber yang menjadi unsur-unsur penyusunan karya tulis ini.
Pengumpulan data dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini meliputi metode
pokok bahasan dari buku pustaka yang berkaitan dengan obyek penelitian.
obyek yang telah didapat dan memilah-milah data yang berkaitan dengan obyek
a. Metode Deskriptif
b. Metode Deduktif
Yaitu cara pengambilan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-
c. Metode Induktif 11
12
atau membuktikan teori yang menjadi patokan dengan data yang melatar
belakangi munculnya teori tersebut. Hasil tahap analisa data kemudian disajikan
(kualitatif).
BAB IV
13
Menurut Siblad (1997), kombinasi ketiga interval unit aktivitas dan lama
10,40% pada perlakuan 4,017 unit dengan lama hidrolisis 24 jam, 10,15% dan
11% pada perlakuan 6,084 unit dan 8,034 masing-masing selama 72 jam. Sesuai
merupakan bakteri gram negatif yang sangat efektif untuk mendegradasi kitin,
sehingga nutrisi dan protein ransum yang terikat kitin dapat dibebaskan.
limbah udang dengan tekanan uap panas (3 kg/cm2 selama 20 menit) dapat
menurunkan kadar air limbah udang dari 8,72%. Pengolahan tersebut juga
kandungan kitin dan meningkatnya gula pereduksi limbah udang pasca perlakuan
artinya semakin banyak gula pereduksi yang dihasilkan dalam proses hidrolisis
oleh biokatalisator kitinase semakin banyak pula kitin yang terdegradasi menjadi
pendapat Watkins et al. (1982) bahwa serat kasar yang terdapat pada limbah
udang sebagian besar terdiri dari kitin. Penelitian Mirzah (1997) mendapatkan
limbah udang yang diolah dengan tekanan uap panas 3 kg/cm2 selama 30 menit
dapat menurunkan serat kasar limbah udang dari 14,49% menjadi 11,52% dan
menurunkan kandungan kitin dari 12,24% menjadi 9,94%. Hasil yang ditemukan
15
pada penelitian ini sama dengan hasil penelitian Mirzah (1997), bahwa terdapat
korelasi penurunan jumlah serat kasar dengan penurunan jumlah kitin setelah
dilakukan pengolahan.
limbah udang berkaitan dengan terdegradasinya kitin oleh kitinase. Kitin sebagai
salah satu komponen penyusun kulit udang dirombak oleh kitinase melalui
dari 5,14% menjadi 6,41%. Peningkatan lemak ini dapat disebabkan oleh
relatif sama dengan kandungan Ca dan P pada tepung limbah udang sesudah
perlakuan, yaitu 16,35% dan 0,83%. Menurut beberapa peneliti, total kalsium
udang pasca perlakuan yang diperoleh pada penelitian ini mendekati kandungan
4.2 Kandungan Asam Amino dalam Protein Ransum Tepung Limbah Udang
16
Pada tabel dapat dilihat bahwa masing-masing asam amino dalam protein
Asam amino aspartat, asam glutamat, serin, glisin, histidin, arginin, treonin,
Penurunan jumlah asam amino triptopan dan leusin dapat disebabkan oleh
udang setelah perlakuan disebabkan oleh protein yang terikat dengan kitin dan
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
aktivitas kitinase mampu melepaskan kandungan nutrisi dan asam amino dalam
5.2 Saran
marcescens agar tingkat aktivitas dan produk katalisasi dapat ditingkatkan. Hasil
pemberian pakan sebagai upaya diversitas pakan yang lebih alami dan efisien.
sumber pakan alternatif ternak dari tepung limbah udang untuk mengurangi
DAFTAR18
PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. 2002. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta:
Ekspor Biro Pusat Statistik.
Biro Pusat Statistik. 2009. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jakarta:
Ekspor Biro Pusat Statistik.
Brurberg, M.B., Eijsink, V.G., Haandrikman, A. J., Venema, G dan Nes, I.F.
1995. Chitinase B from Serratia marcescens BJL200 is Exported to
Periplasm without Processing. Microbiology, Vol 141, 123-131.
Corzo, A., Fritts C.A., Kidd, M.T dan Kerr, B.J. 2005. Response of Broiler Chicks
to Essensial and Non-Essensial Amino Acid Supplementation of Low
Crude Protein Diet. Animal Feed Science Technology 118: 319-327.
Gustav, V.K., Svein, J.H., Aalten, D.M.F.V., Synstad, B dan Eijsink, V.G.H.
2005. The Non-Catalytic Chitin-Binding Protein CBP21 from Serratia
marcescens is Essential for Chitin Degradation. Having a Unique Mode of
Action from Aspergillus Fumigatus YJ-407.
Hong, K. N., Mayers, S.P, dan Lee, K.S. 1989. Isolation and Characterization of
Chitin from Crawfish Shell Waste. Journal of agricultural and food.
Lowry, O.H., Rosebrough, H.P.J., Farr, A.L, dan Randall, R.J. 1951. Protein
Measurement with the Valin Phenol Reagent. J. Biochem.193:256-275.
19
Mahata, Maria Endo., dkk. 2006. Potensi Enzim Kitinase Ekstraseluler Bakteri
Serratia Marcescens dalam Meningkatkan Kualitas Limbah Udang dan
Alpikasinya Sebagai Pakan Ternak. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Mirzah, 1997. Pengaruh Pengolahan Tepung Limbah Udang Dengan Uap Panas
Terhadap Kualitas dan Pemanfaatannya Dalam Ransum Ayam Broiler.
Bandung: Disertasi Pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Park, J. K., Morita, K., Fukumoto, I., Yamasaki, Y., Nakagawa, T., Kawamukai,
M, dan iA) from Enterobacter sp G1. Biosci. Biotechnol.Biochem., 61:
684-689.
Rosenfeld, D.J., Gernat, A.G., Marcano, J.D., Murillo, J.G., Lopez, G.H, dan
Floes, J.A.1997. The Effect of Using Different Levels of Shrimp Meal in
Broiler Diet. Poult. Sci., 76: 581-587.
Steel, R.G..D, dan Torrie, T.H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu
Pendekatan Biometrik. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama.
Watkins, B.E dan Oldfield, J.E. 1982. Evaluation of Shrimp and King Crab
Processing by Product as Supplement of Mink. J. Anim. Sci. 55 (3): 578-
580.