You are on page 1of 15

TUGAS HIDROLOGI

AKTIVITAS MANUSIA DAN PENCEMARAN AIR


TANAH

disusun oleh:
Marizha A.J.
K5409037

PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010.

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini sektor industri dan transportasi berkembang dengan sangat


cepat. Baik itu industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri
logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya. Perkembangan
sektor industri ini selain membawa dampak positif juga membawa dampak
negatif pada lingkungan yaitu pencemaran yang terjadi baik pada air, tanah
maupun udara.
Salah satu pencemaran udara yang perlu diketahui adalah hujan asam
(acid rain). Hujan asam merupakan hujan yang bersifat asam, disebabkan oleh
polutan belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil
serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur
dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx). Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan

bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah
larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan
meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti
berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman.

Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung
berapi dan dari proses biologis di tanah, rawa, dan laut. Akan tetapi, mayoritas
hujan asam disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit
tenaga listrik, kendaraan bermotor dan pabrik pengolahan pertanian (terutama
amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga
ratusan kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terakumulasi
di tanah.

Selain berdampak pada lingkungan biotik, hujan asam juga berdampak

2
pada lingkungan abiotik. Hujan asam menyebabkan korosi pada logam dan
marmer, bahkan dapat mengakibatkan berubahnya warna benda dan kerapuhan
pada plastik, karet dan kertas.

Karena dampak hujan asam bagi lingkungan sangat besar, sudah


selayaknya kita sebagai warga bumi mengetahui mekanisme yang terjadi di
balik hujan asam sehingga dapat menarapkan langkah – langkah untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah hujan asam itu?

2. Bagaimana proses terjadinya hujan asam?

3. Apa dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam?

4. Bagaimana langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk


meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam?

C. Tujuan Penulisan

1. Memberi pengertian tentang hujan asam.

2. Menjelaskan proses terjadinya hujan asam.

3. Mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam.

4. Mendeskripsikan langkah – langkah yang dapat dilakukan untuk


meminimalisir dampak yang ditimbulakan oleh hujan asam.

3
BAB II

ISI

A. Pengertian Hujan Asam

Hujan pada dasarnya memiliki tingkat keasaman berkisar pH 5, apabila


hujan terkontaminasi dengan zat – zat yang bersifat asam (misalnya oksida
belerang dan oksida nitrogen) yang bereaksi serta bercampur di atmosfer
sehingga tingkat keasaman lebih rendah dari pH 5, disebut dengan hujan asam.
Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung api
dan proses biologis di tanah, rawa, serta laut. Akan tetapi, mayoritas hujan asam
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik,
kendaraan bermotor (transportasi) dan pabrik pengolahan pertanian (terutama
amonia). Gas-gas yang dihasilkan oleh proses ini dapat terbawa angin hingga
ratusan kilometer di atmosfer sebelum berubah menjadi asam dan terdeposit ke
tanah.

Sejak dimulainya Revolusi Industri, jumlah emisi sulfur dioksida dan


nitrogen oksida ke atmosfer turut meningkat. Industri yang menggunakan bahan
bakar fosil, terutama batu bara, merupakan sumber utama meningkatnya oksida
belerang ini. Pengukuran pH di area industri terkadang tercatat hingga 2,4
(tingkat keasaman cuka).

Pada tahun 1872, Angus Smith menerbitkan sebuah buku di Inggris


yang berjudul Air and Rain: The Beginnings of Chemical Climatology, yang
didalamnya ia menjabarkan dua puluh tahun observasi dan riset lapangan
mengenai masalah yang diberi nama “hujan asam’. Ia membahas banyak
permasalahan yang kita hadapi dalam kajian tentang persoalan tentang hujan
asam dewasa ini, dan menjabarkan bagaimana asam belerang di udara
mengkorosi logam-logam. Smith juga mengajukan prosedur untuk
mengumpulkan dan menganalisis air hujan. Tiga puluh tahun kemudian,

4
ilmuwan Inggris lainnya menunjukkan bahwa hujan asam menghambat
pertumbuhan tanaman dan kecambah, serta pengikatan nitrogen dalam tanah
(Firor:1990). Angus Smith merupakan orang pertama yang memperkenalkan
istilah hujan asam.

John Firor (1990) dalam bukunya yang dalam Bahasa Indonesia


berjudul Perubahan Atmosfer: Sebuah Tantangan Global (The Changing of
Atmosphere: A Global Challenge), mencatat beberapa peristiwa hujan asam
yang pernah terjadi. Di antaranya, pada tahun delapanpuluhan polutan belerang
telah merusak sebuah daerah di Copper Hills, Tennese, Amerika Serikat yang
merupakan daerah peleburan timah. Emisi gas sulfur dioksida dihasilkan dari
proses peleburan ini yang merupakan faktor perusak vegetasi terbesar.

B. Proses Terjadinya Hujan Asam

Hujan asam pada dasarnya disebabkan oleh belerang oksida (sulphur


oxides) dan nitrogen oksida (nitrogen oxides) yang merupakan pengotor dalam
bahan bakar fosil.
Gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx, terdiri dari gas SO2

(sulfat dioksida) dan gas SO3 (sulfat trioksida) yang keduanya mempunyai sifat

berbeda. Gas SO2 berbau sangat tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas

SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada di

udara untuk membentuk asam sulfat atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat reaktif,

mudah bereaksi (memakan) benda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan,


seperti proses pengkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya. Konsentrasi
gas SO2 di udara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya)

ketika konsentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm (part per million yang berarti
0.3 – 1 mg SO2 dalam setiap 1 liter udara).

5
Mekanisme pembentukan SOx di udara dapat dituliskan dalam dua

tahap sebagai berikut:


S + O2 ———- > SO2

2SO2 + O2 ————> 2SO3

SO3 biasanya diproduksi dalam jumlah kecil selama pembakaran, yang

disebabkan karena reaksi pembentukan SO3 berlangsung sangat lambat dan

pada suhu yang relatif rendah, tetapi kecepatan reaksi akan meningkat dengan
meningkatnya suhu. Adanya SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin

jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah
cukup, biasanya SO3 dan air akan segera bereaksi membentuk droplet asam

sulfat (H2SO4), menurut reaksi sebagai berikut:

SO3 + H2O ————> H2SO4

(Kristanto:2002).
Sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh dunia terjadi secara

alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara
alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia, misalnya akibat
pembakaran bahan baker fosil, peleburan logam dan pembangkit listrik. Minyak
bumi mengadung belerang antara 0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai
5%. Ketika bahan baker fosil dibakar, belerang tersebut beroksidasi menjadi
belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya
berubah menjadi asam sulfat (Soemarwoto:1992).
Polutan nitrogen oksida di udara biasanya dalam bentuk nitrogen
dioksida (NO2) yang apabila bereaksi dengan asam lemah di udara (OH) akan

membentuk asam nitrat (nitric acid) yang terbentuk sebagai berikut:


NO2 + OH → HNO3

6
Menurut Soemarwoto (1992), 50% oksida nitrogen (NOx) terdapat di

atmosfer secara alami, dan 50% lagi juga terbentuk akibat kegiatan manusia,
terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil. Pembakaran bahan bakar fosil
mengoksidasi 5-50% nitrogen dalam batubara , 40-50% nitrogen dalam minyak
berat dan 100% nitrogen dalam minyak ringan dan gas. Makin tinggi suhu
pembakaran, makin banyak NOx yang terbentuk.

Selain itu, (NOx) juga berasal dari aktifitas jasad renik yang

menggunakan senyawa organik yang mengandung nitrogen (N). Oksida


nitrogen merupakan hasil samping aktivitas jasad renik itu. Di dalam tanah,
pupuk nitrogen yang tidak terserap tumbuhan juga mengalami proses kimia-
fisika dan biologi sehingga menghasilkan oksida nitrogen. Karena itu semakin
banyak penggunaan pupuk nitrogen, semakin tinggi pula produksi oksida
nitrogen tersebut.
Senyawa SOx dan NOx akan terkumpul di udara dan melakukan

perjalanan ribuan kilometer di atmosfer. Ketika bercampur dengan uap air,


seperti yang telah dijabarkan pada reaksi di atas akan terbentuk asam sulfat dan
asam nitrat. Saat hujan turun, air yang mengandung senyawa ini bersifat asam.
Sifat asam inilah yang berbahaya bagi kehidupan makhluk di bumi.

C. Dampak yang Ditimbulkan oleh Hujan Asam


Hujan asam telah memperlihatkan dampak nyata yang terjadi pada
hutan-hutan, tanah, terbunuhnya serangga, rusaknya ekosistem perairan,
kerusakan pada bangunan dan terganggunya kesehatan manusia.

1. Pencemaran pada ekosistem danau


Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan sedikitnya spesies
yang bertahan hidup. Jenis plankton dan invertebrata merupakan mahkluk yang
paling pertama mati akibat pengaruh pengasaman. Satu hal yang pasti terjadi
jika sebuah danau memiliki pH dibawah 5, lebih dari 75 % dari spesies ikan

7
akan hilang. Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara
langsung berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua
danau yang terkena hujan asam akan mengalami pengasaman. Hal ini
dikarenakan air hujan yang meresap ke dalam tanah telah melewati bermacam –
macam lapisan tanah dan batuan. Ketika tanah yang dilewati bersifat mampu
menetralisir asam maka air yang terakumulasi di danau juga tidak akan bersifat
terlalu asam.

2. Mengganggu Kehidupan Tumbuhan dan Hewan


Hujan asam yang meresap ke dalam tanah dan cukup lama berada di
dalamnya dapat mengeluarkan zat kimia beracun seperti aluminium. Pada
akhirnya zat aluminium ini akan larut bersama dengan nutrisi-nutrisi tanah yang
akan diserap oleh tumbuh-tumbuhan. Sehingga apabila nutrisi-nutrisi ini
diserap oleh tumbuhan maka pertumbuhan tanaman akan terhambat dan
mempercepat gugurnya dedaunan, selebihnya pohon-pohon akan terserang
penyakit, kekeringan kemudian mati. Seperti halnya danau, Hutan juga
mempunyai kemampuan untuk menetralisir hujan asam dengan jenis batuan dan
tanah yang dapat mengurangi tingkat keasaman.
Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan mobilisasi hasil
fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun.
Sebagai akibatnya akar kekurangan energi karena hasil fotosintesis tertahan di
tajuk. Sebaliknya tajuk mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut.
Dengan demikian, pertumbuhan akar terhambat dan daun pun berguguran.
Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan hama. Penurunan pH
tanah akibat hujan asam juga menyebabkan terlepasnya aluminium dari tanah
dan keracunan. Akar yang halus akan mengalami nekrosis sehingga penyerapan
hara terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta
akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah
tersebut, hal ini akan berakibat pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti
bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin menurun.

8
Kadar SO2 yang tinggi di hutan menyebabkan noda putih atau coklat
pada permukaan daun, jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan kematian tumbuhan tersebut. Menurut Soemarwoto (1992), dari
analisis daun yang terkena deposisi asam menunjukkan kadar magnesium yang
rendah. Sedangkan magnesium merupakan salah satu nutrisi esensial bagi
tanaman. Kekurangan magnesium disebabkan oleh pencucian magnesium dari
tanah karena pH tanah yang rendah. Kerusakan yang terjadi pada daun
disebabkan oleh pencucian magnesium pada daun.
Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi
terhadap hujan asam. Spesies mikroorganisme tanah akan langsung mati saat
pH tanah menurun, karena sifat hewan mikroskopis yang sangat rentan terhadap
perubahan lingkungan yang ekstrim. Spesies hewan yang lain juga akan
terancam karena jumlah produsen (tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai
penyakit juga akan terjadi pada hewan karena kulitnya terkena air dengan
derajad keasaman tinggi. Hal ini jelas akan menyebabkan kepunahan spesies.

3. Menggangu Kesehatan Manusia


Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun
belum ada yang benar-benar berhubungan langsung dengan pencemaran udara
khususnya oleh senyawa SOx dan NOx. Kesulitan yang dihadapi dikarenakan

banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang, termasuk faktor


kepekaan seseorang terhadap pencemaran yang terjadi. Misalnya balita, orang
berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk relatif lebih rentan terhadap
pencemaran udara dibandingkan dengan orang yang sehat.
Kristanto (2002) mengemukakan akibat utama polutan SOx terhadap

manusia adalah terjadinya gangguan pada sistem pernapasan. SO2 dianggap

sebagai polutan yang berbahaya terutama pada manusia usia lanjut dan
penderita yang mengalami penyakit kronis pada pernapasan dan system
kardiovaskuler.

9
3. Menyebabkan Korosi
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa
material seperti batu kapur, pasir besi, marmer, batu pada dinding beton serta
logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta monumen
termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan (terutama yang
mengandung karbonat). Karbonat di dalam bahan-bahan tersebut akan diubah
menjadi sulfat yang larut di dalam air. Bahan tersebut menjadi berlubang-
lubang dan merapuh karena sulfat yang larut dapat terbawa oleh air hujan.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
CaCO3 (s) + H2SO4 (aq) → CaSO4 (aq) + CO2 (g) + H2O (l)

D. Upaya-Upaya Meminimalisir Hujan Asam

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak


hujan asam. Upaya tersebut tentu saja dilakukan dengan mengurangi emisi gas
Sox dan NOx .

a. Penggunaan Bahan Bakar dengan kandungan Belerang Rendah


Penggunaan bahan bakar bersulfur rendah mungkin dapat dilakukan,
tetapi biaya yang diperlukan lebih mahal daripada biaya untuk bahan bakar
bersulfur tinggi karena bahan bakar bersulfur tinggi nilai kalorinya lebih tinggi
sehingga akan meminimalkan bahan bakar dan biaya yang digunakan.

b. Mengurangi Kandungan Belerang sebelum Pembakaran


Kadar belerang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan
menggunakan teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara,
batubara biasanya dicuci untuk membersihkan batubara dari pasir, tanah dan
kotoran lain, serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang

10
dalam bentuk besi sulfida) sebanyak 50 sampai 90% (Soemarwoto, 1992).

c. Pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran


Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan NOx pada waktu

pembakaran telah dikembangkan. Salah satu teknologi yang digunakan ialah


Lime Injection in Multiple Burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO2

dapat dikurangi sampai 80% dan NOx 50%.Caranya dengan menginjeksikan

kapur dalam dapur pembakaran dan suhu pembakaran diturunkan dengan alat
pembakar khusus. Kapur akan bereaksi dengan belerang dan membentuk
gipsum (kalsium sulfat dihidrat). Penurunan suhu mengakibatkan penurunan
pembentukan NOx baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari

nitrogen udara.
Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan penyerap batu kapur
atau Ca(OH)2.Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas FGD

(Flue Gas Desulfurization). Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara


sehingga SO2 dalam gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas

buang selanjutnya "didinginkan" dengan air, sehingga SO3 bereaksi dengan air

(H2O) membentuk asam sulfat (H2 SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan

dengan Ca(OH)2 sehingga diperoleh hasil pemisahan berupa gypsum. Gas

buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari oksida sulfur. Hasil
samping proses FGD disebut gypsum sintetis karena memiliki senyawa kimia
yang sama dengan gypsum alam.

d. Pengendalian Setelah Pembakaran


Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas hasil pembakaran.
Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah Flue Gas Desulfurization (FGD).

11
(http://www.wikipedia.org). Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di

dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing
(http://www.wikipedia.org). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat

diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu
dapat pula diubah menjadi gypsum yang dapat digunakan dalam berbagai
industri. Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya
sehingga limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk.
Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gypsum
yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi
karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal untuk bahan
bangunan. Sebagai bahan bangunan, gypsum tampil dalam bentuk papan
gypsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai plafon atau langit-
langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan
(partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).
Produksi gypsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mampu
mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu produk
baru yang bernilai ekonomi. Sebagai bahan wallboard, gipsum sintetis yang
diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang lebih baik
dibandingkan gypsum yang diperoleh dari penambangan. Gypsum hasil proses
FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat dampak positifnya
cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu bara akan
dilengkapi dengan pabrik gypsum sintetis.

e. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)


Hendaknya prinsip 3 R ini dijadikan landasan saat memproduksi suatu
barang, dimana produk itu harus dapat digunakan kembali (reuse) atau dapat
didaur ulang (recycle) sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan
dapat dikurangi. Teknologi yang digunakan juga harus diperhatikan, teknologi
yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi yang

12
lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan
perubahan gaya hidup dengan mengurangi jumlah konsumsi (reduce), kita
sering kali berlomba membeli kendaraan pribadi, padahal transportasilah yang
merupakan penyebab tertinggi pencemaran udara.

13
BAB III

PENUTUP

Dari uraian tentang hujan asam di atas dapat ditarik beberapa


kesimpulan, yaitu:

1. Hujan asam adalah hujan yang memiliki derajad keasaman (pH) kurang
dari 5 yang terutama disebabkan oleh polutan belerang dan nitrogen.
Karena sifat asamnya, hujan asam berpotensi merusak ekosistem dan
menimbulkan penyakit pada manusia.

2. Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh hujan asam antara lain:

a Pencemaran pada ekosistem danau

b Mengganggu Kehidupan Tumbuhan dan Hewan

c Menggangu Kesehatan Manusia

d Menyebabkan korosi

3. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak


hujan asam:

a. Penggunaan Bahan Bakar dengan kandungan Belerang Rendah

b. Mengurangi Kandungan Belerang sebelum Pembakaran

c. Pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran

d. Pengendalian Setelah Pembakaran

e. Mengaplikasikan prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)

14
DAFTAR PUSTAKA

Firor, John.1995.Perubahan atmosfer: Sebuah Tantangan Global.Alih bahasa:


Yuliani liputo.Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Kristanto, Philip.2002.Ekologi Industri.2002.Yogyakarta: Andi Offset.

Internet:
http://anafio.multiply.com
http://id.wikipedia.org
http://putraprabu.wordpress.com
http://www.wikipedia.org

15

You might also like