Professional Documents
Culture Documents
Kata moral berasal dari bahasa Latin yang berarti kebiasaan. Moral juga berarti ajaran
tentang baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban. Moral
berfungsi sebagai standar ukuran perbuatan baik dan buruk menurut adat isitiadat atau
pandangan umum suatu masyarakat, jadi bersifat lokal.
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti kebiasaan, bias kebiasaan baik atau
kebiasaan buruk. Akan tetapi antara moral dan etika ada perbedaannya. Etika lebih dipandang
sebaga iilmu atau filsafat. Disebutkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral. Dengan demikian standar baik dan buruk
ditentukan akal, bukan adat istiadat suatu masyarakat.
Bersusila identik dengan moralis, artinya orang yang baik perilakunya, orang yang memilki
tatakrama, orang sopan. Moralis atau susila jika dikaitkan dengan etika laksana fondasi dan
bagunan. Etika sebagai ilmu landasan berperilaku untuk menjadi manusia moralis.
Berkaitan dengan term moral, etika, dan susila, dalam Islam dikenal istilah akhlaq. Akhlak
menjadi salah satu kerangka dasar Islam disamping aqidah dan syari’ah. Dengan demikian akhlak
menempati posisi penting di dalam islam.
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq dan berarti tingkahlaku, perangai,
dan tabiat. Secara etimologis akhlak berarti kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan secara
spontan tanpa dipikirkan lebih dahulu. Dengan demikian akhlak berarti kualitas pribadi yang telah
melekat pada jiwa. Apabila dorongan ini menurut akal maupun agama dikatakan baik, maka
akhlaknya dikatakanbaik pula. Ia di sebut orang yang memilki akhlakulkarimah. Sebaliknya, jika
dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan buruk, maka perbuatan itu disebut ber-
akhlakalmazmumah.
Baik buruk akhlak didasarkan pada sumber nilai, dalam hal ini akhlak identik dengan
filsafat tingkah laku. Hanya saja sumber nilai akhlak didasarkan pada Al Quran dan Hadis Nabi
Muhammad SAW. Di sinilah letak perbedaan antara etika dengan akhlak. Pertimbangan baik
buruk dalam akhlak didasarkan pada wahyu, sementara etika didasarkan pada rasio, dan moral
didasarkan pada kesepakatan bersama yang bersifat lokal.
B. Ruang Lingkup
Moral, etika, maupun akhlak sesungguhnya berbeda dari segi titik tolak penilaian, namun
ketiganya adalah sama-sama menjelaskan mengenai baik dan buruk suatu perbuatan manusia.
Dengan demikian, ruang lingkup moral, etika, susila, dan akhlak adalah ajaran baik dan buruknya
suatu pebuatan manusia, bagaimana supaya manusia mau berbuat baik, dan bagaimana supaya
manusia tidak mau berbuat tidak baik dalam semua lapangan kehidupan.
Manusia sebagai makhluk yang bermobilitas tinggi, dimanapun ia pastiberbuat. Disaat ia berbuat,
ia dapat diteropong dari segi baik dan buruk perbuatannya. Tidak ada satu pun yang lolos dari
penilaian baik atau buruk.
Salah satu bagian dari kehidupan adalah moral. Dengan demikian perbuatan manusia iitu
ketika dinilai baik atau buruk, sumber penilaian itu haruslah dari Al Qur’an dan Assunah. Artinya
Al Qur’an dan Assunah menjadi sumber nilai perbuatan manusia. Pengertian sumber nilai tidak
hanya suatu perbuatan itu dinilai baik atau buruk, melainkan juga menjadi acuan untuk berbuat
sesuai dengan yang dikatakan baik oleh Al Qur’an dan Assunnah, dan berdiam diri tidak
melakukan sesuatu karena Al Qur’an dan Assunnah mengatakannya tidak baik.
“Hai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk
pahala), mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
2. Allah SWT juga melarang manusia untuk makan makanan yang haram dan menganjurkan
agar memakan makanan yang halalan thayyiban karena itu adalah baik seperti dalam
firman Allah dalam Q.S. Al Baqarah 168 yang artinya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh nyata bagimu”
Di dalam Al Qur’an begitu banyak apa saja yang dikatak baik dan apa saja yang dikatakan
buruk. Perbedaan baik dan buruk, halal dan haram, hak dan batal dijelaskan kriterianya masing-
masing oleh Al Qur’an. Itulah sebabnya salah satu dari nama Al Qur’an adalah al furqon yang
berarti Pembeda benar dan salah.
Salah satu criteria sesuatu dikatakan tidak baik karena akan berakibat dosa dan temapt
kembalinya ke neraka, sedangkan yang baik akan mendapatkan pahala dan tempat kembalinya
adalah surge dan ampunan Allah. Contohnya adalah seorang muslim kawin degan wanita musyrik
atau seorang muslimah kawin dengan laki-laki musyrik, baik laki-laki maupun wanita musyrik
keduanya mengajak ke neraka. Jika seorang muslim hanya kawin dengan wanita muslimah,
perkawinan itu diajak oleh Allah kepada ampunan-Nya dan surga. Sebaimana firman Allah dalam
Q.S. Al Baqarah 221, yang artinya:
“dan jangan kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu, dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik
hatimu, mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surge dan ampunan dengan izin-
Nya, dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran.”
Karena Al Quran dan Assunnah sebagai sumber akhlak, agar setiap muslim bisa ber-
akhalakulkarimah, pertama mereka harus mengetahui setiap yang dikatakan baik atau buruk oleh
Al Quran maupun Assunnah. Ketidaktahuan apa yang dikatakan baik atau buruk oleh Al Quran
maupun Assunnah menyebabkan ketidaktahuan pula perbuatan (perasaan, pikiran, keyakinan,
maupun perbuatan fisik) yang dilakukan itu baik atau buruk, masuk kategori akhlaqul karimah
atau akhlaqul mazmumah. Persoalannya adalah, seberapa banyak yang sudah diketahui yang
termasuk baik dan yang termasuk buruk menurut Al Quran dan Assunnah, dan seberapa banyak
pula yang diketahui baik telah menjadi tabiat seorang muslim. Dari sinilah setiap muslim telah
dapat diukur atau mengukur dirinya sendiri telah termasuk ber-akhlaqula karimah atau belum,
masih jauh dari kriteria itu atau telah mendekatinya. Secara umum termasuk orang yang ber-
akhlaqul karimah atau orang yang termasuk ber-akhlaqul mazmumah.
Langkah selanjutnya adalah menyatakan komitmen atas dasar keyakinan “keharusan”
untuk menjadi orang baik, orang bermanfaat, serta orang yang ber-akhlaqul karimah. Agar
komitmen itu memliki energi sehingga mampu melahirkan perbuatan konkrit.
Kata akhlak berasal dari kata khilqun, yang mengandung segi-segi persesuaian kata khaliq
dan makhluq. Dalam Bahasa Indonesia yang lebih mendekati maknanya dengan akhlak adalah
budi pekerti. Baik budi pekerti maupun akhlak mengandung makna yang ideal, tergantung pada
pelaksanaan atau penerapannya melalui tingkah laku yang mungkin positif atau baik, seperti
amanah, sabar, pemaaf, rendah hati dll. Dan mungkin negatif atau buruk, seperti sombong,
dendam, dengki, hianat dll.
Suri teladan yang diberikan Rasulullah SAW selama hidup beliau merupakan contoh
akhlak yang tercantum dalam Al-Qur’an. Butir-butir akhlak yang baik yang disebut dalam ayat
yang ada di dalam Al-Qur’an terdapat juga dalam Al-Hadits yang memuat perkataan, tindakan dan
sikap diam Nabi Muhammad SAW selama kerasulan beliau 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di
Madinah. Menurut Siti ‘Aisyah RA (Isteri Rasulullah SAW), bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah
Al-Qur’an. Dan di dalam Al-Qur’an pun Rasulullah SAW dipuji oleh Allah SWT dengan Firman-Nya
“Dan engkau Muhammad, sungguh memiliki akhlak yang agung”. (QS. Al-Qalam ayat 4).
Suatu perbuatan baru dapat disebut sebagai cerminan akhlak, jika memenuhi syarat :
1. Dilakukan berulang-ulang sehingga hampir menjadi suatu kebiasaan.
2. Timbul dengan sendirinya, tanpa pertimbangan yang lama dan di pikir pikir terlebih dahulu.
Baik secara global maupun detail, dalam semua bidang kehidupan Islam menghendaki harus baik.
Untuk diktum yang pertama Allah SWT berfirman :
“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu
mohonlah ampunan-Nya , kemudian bertobatlah kepada-Nya , Sesungguhnya Tuhankuamat
dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan(doa hamba-Nya).” (QS. Hud : 61)
Kebaikan yang di ajarkan Islam tidak hanya terbatas di dunia, melainkan mencakup
kehidupan akhirat. Tuntunan doa untuk ini sebagaimana firman Allah :
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan Kami,berilah Kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Al Baqarah : 201).
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia
akan mellihat (balasan)nya pula”. (QS. Az-Zalzalah: 7-8)
Ada jalan khusus untuk menjadi orang yang memiliki akhlaqul karimah atau insan kamil.
Arti dari akhlaqul karimah adalah orang yang dalam hidupnya senantiasa berusaha berbuat baik,
berlomba dalam kebaikan, sekuat tenaga menghindari dari kejahatan ( fahsya’ wal munkar ).
Sebagaimana yang di tempuh oleh kaum sufi (kaum yang senantiasa mengupayakan
kesucian jiwa untuk secara rohani mendekat kepada Allah SWT). Jalan itu disebut maqamat atau
tingkatan dalam tangga. Secara kronologis, tingkatan tangga menurut Mohammad Iqbal meliputi :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal.”
Disusun oleh :
Kelompok A11.4701