You are on page 1of 28

Kajian Bulanan LINGKARAN SURVEI INDONESIA

EDISI 03 - Juli 2007

Pilkada dan Penguasaan Partai Politik

T
ULISAN ini tidak memfokuskan pada analisis atas
kemenangan partai—seperti seberapa banyak partai
tertentu berhasil mengantarkan kandidat menjadi kepala
daerah. Atau partai mana yang paling banyak memenangkan
PILKADA DAN
PENGUASAAN Pilkada. Tulisan ini berfokus pada seberapa berhasil partai politik
PARTAI POLITIK mempertahankan basis suara yang diperoleh dalam Pemilu
Kemenangan dalam Pemilu Legislatif 2004. Apakah partai yang berhasil menjadi pemenang
Legislatif, tidak otomatis (peraih suara mayoritas) dalam Pemilu Legislatif di suatu daerah
menjadi jaminan bagi partai
politik untuk berhasil otomatis akan berhasil juga memenangkan calon kepala daerah.
mengusung calon kepala Seberapa berhasil calon kepala daerah yang didukung oleh
daerah memenangkan partai terbesar di suatu wilayah, memenangkan Pilkada.
Pilkada. Lebih dari separoh
wilayah yang telah
Dari Pilkada yang telah lewat, sebanyak 43.1% wilayah ditandai
melangsungkan Pilkada
ditandai kekalahan partai dengan kemenangan calon yang diusung oleh pemenang Pemilu
pemenang Pemilu. Hlm 1 Legislatif. Pemenang Pemilu Legislatif di sini sekaligus menang
dalam Pilkada. Sementara sisanya (56.9%) wilayah ditandai oleh
SIASAT PARTAI POLITIK kekalahan calon yang diusung oleh pemenang Pemilu Legislatif.
DAN STRATEGI
PENCALONAN Dengan kata lain, lebih dari separoh wilayah yang telah melang-
Tahap paling krusial dari partai sungkan Pilkada ditandai oleh gejala kekalahan partai peme-
politik dalam Pilkada adalah nang Pemilu Legislatif.Kemenangan dalam Pemilu Legislatif,
penjaringan dan pemilihan tidak otomatis menjadi jaminan bagi partai politik untuk berhasil
calon kepala daerah. Karena
pentingnya tahap ini, partai mengusung calon kepala daerah memenangkan Pilkada. Gejala
politik membuat suatu ini tidak hanya dialami oleh partai besar (seperti Golkar dan PDIP).
mekanisme yang menjamin Hal ini juga dialami oleh partai-partai lain—seperti PAN, PKS,
mereka bisa mendukung PKB dan PPP.
calon yang secara potensial
bakal memenangkan Pilkada.
Hlm 17
BARU-BARU ini, dunia politik nasional dikejutkan dengan”silaturahmi politik” antara
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar di Medan.
Pertemuan ini ditanggapi secara beragam oleh politisi dan pengamat. Ada yang
menilai pertemuan itu positif dan merupakan hal yang wajar—tidak perlu diributkan.
Sementara ada yang menyesalkan adanya pertemuan itu karena seakan menga-
burkan posisi masing-masing partai. Partai Golkar adalah partai pemerintah,
sementara PDIP sebelum pertemuan di Medan itu dikenal mengambil posisi

www.lsi.co.id
2 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

berseberangan (oposisi) terhadap pemerintah. Tidak ada Kegagalan Mempertahankan Basis Suara
kisahnya suatu partai yang memposisikan diri sebagai Salah satu gejala menarik dari Pilkada hingga saat ini adalah
oposisi mengikat diri dengan partai yang mengambil sikap ketidakmampuan partai politik dalam mempertahankan
sebagai pendukung pemerintah. basis suara. Dominasi partai politik di suatu wilayah ternyata
bukan jaminan memenangkan Pilkada. Ini ditandai dengan
Media massa memberitakan pertamuan itu sebagai awal banyaknya kegagalan calon yang diusung oleh partai
dari koalisi antara PDIP dan Golkar. Meski kemudian elit di pemenang Pemilu Legislatif di suatu wilayah dalam Pilkada.
Partai Golkar dan PDIP buru-buru membantah bahwa Grafik 1 memperlihatkan dengan jelas gejala ini. Hingga
pertemuan itu hanya silaturahmi biasa dan belum ada Desember 2006, telah dilangsungkan 296 Pilkada di seluruh
rencana membentuk koalisi yang permanen. Yang pasti, Indonesia. Dari Pilkada yang telah lewat tersebut, sebanyak
dalam jangka pendek koalisi PDIP dan Partai Golkar itu akan 43.1% wilayah ditandai dengan kemenangan calon yang
digunakan untuk kepentingan praktis memenangkan diusung oleh pemenang Pemilu Legislatif. Pemenang Pemi-
Pilkada. Golkar dan PDIP bisa bekerjasama dengan lu Legislatif di sini sekaligus menang dalam Pilkada.
membentuk koalisi dan mengusung calon yang sama agar Sementara sisanya (56.9%) wilayah ditandai oleh kekalahan
bisa memenangkan Pilkada. Hal ini masuk akal mengingat calon yang diusung oleh pemenang Pemilu Legislatif.
kedua partai ini mempunyai kepentingan yang sama dalam Dengan kata lain, lebih dari separoh wilayah yang telah
Pilkada. Partai Golkar dan PDIP adalah peraih suara terbesar melangsungkan Pilkada ditandai oleh gejala kekalahan
dalam Pemilu Legislatif. Hampir semua wilayah (provinsi, partai pemenang Pemilu Legislatif.
kabupaten, kotamadya) Partai Golkar dan PDIP meraih suara
terbesar. Kedua partai ini menghadapi persoalan yang sama, Banyak penjelasan yang dikemukakan berkaitan dengan
yakni menjaga agar dominasi dalam Pemilu Legislatif dapat gejala ini. Salah satu penjelasan yang banyak dikemukakan
diteruskan dalam Pilkada. oleh pengamat adalah karakteristik Pilkada yang berbeda

Grafik 1: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada

56.9%

43.1%

Pemenang Pemilu Legislatif Pemenang Pemilu Legislatif


Sekaligus Menang dalam Pilkada Kalah dalam Pilkada

Keterangan : Data didasarkan pada hasil Pilkada sampai Bulan Desember 2006. Hingga Desember 2006, menurut Departemen Dalam
Negeri ( www.depdagri.go.id), Pilkada telah dilangsungkan di 296 wilayah di seluruh Indonesia. Data dalam tulisan ini menyertakan
Pilkada di 290 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006. Terdapat 5 wilayah yang tidak didapat datanya. Ada
1 wilayah ( Provinsi Sulawesi Barat) yang mengalami pemekaran pasca Pemilu Legislatif 2004. Sehingga tidak bisa dibandingkan
antara hasil Pilkada dengan hasil Pemilu Legislatif 2004. Sumber: Diolah dari database Lingkaran Survei Indonesia.
KAJIAN BULANAN 3

dengan Pemilu Legislatif. Dalam Pemilu Legislatif, pemilih ini bukan hanya terjadi di partai besar. Gejala ini juga terjadi
memilih partai politik, sementara dalam Pilkada pemilih di partai lain—seperti PKB, PAN, PKS PPP dan PDS.
memilih orang (kandidat). Dalam Pilkada, kandidat yang
mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli Misalnya yang terjadi pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
berasal dari partai mana. Dari total 6 wilayah dimana PKS menjadi peraih suara
terbesar dalam Pemilu Legislatif 2004, hanya 2 wilayah
Gejala banyaknya kekalahan calon yang diusung oleh partai (33.3%) yang berhasil dimenangkan oleh PKS dalam
pemenang Pemilu Legislatif ini adalah gejala umum yang Pilkada.1 Kemenangan PKS dalam Pemilu Legislatif di 6
terjadi di semua partai politik. Partai politik tidak berhasil wilayah ini dihitung dari 290 wilayah yang telah melang-
menjaga dominasi suara seperti yang diperoleh dalam sungkan Pilkada hingga Desember 2006. Partai Amanat
Pemilu Legislatif. Menjadi pemenang Pemilu Legislatif Nasional (PAN) hanya berhasil mengantarkan calonnya
ternyata tidak menjadi jaminan kesuksesan ketika menang di 2 wilayah—dari 4 wilayah dimana PAN dalam
mengusung seorang calon kepala daerah. Gejala ini terjadi Pemilu Legislatif 2004 lalu menjadi peraih suara terbanyak.2
di partai besar (Partai Golkar dan PDIP). Dari wilayah yang Gejala yang sama juga terjadi di Partai Damai Sejahtera
telah melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006, (PDS). Selama Pemilu Legislatif 2004, PDS berhasil menjadi
Partai Golkar menjadi pemenang Pemilu Legislatif di 200 peraih suara terbesar di 2 wilayah—dari total 290 wilayah.
wilayah. Dari 200 wilayah tersebut, lebih dari separoh (56.5%) Dari 2 wilayah itu, PDS hanya berhasil menang di satu
ditandai oleh kekalahan calon yang diusung oleh Partai wilayah selama Pilkada. 3 Partai Persatuan Pembangunan
Golkar. Sementara sisanya (43.5%) wilayah ditandai oleh (PPP) bahkan tidak berhasil memenangkan seorang pun
kemenangan calon yang diusung oleh partai Golkar. Hal calon di 5 wilayah dimana partai ini berhasil menguasai
yang sama juga dialami oleh PDIP. Partai ini menjadi perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2004.4
pemenang (memperoleh suara terbesar) Pemilu Legislatif
di 55 wilayah—dari wilayah yang telah melangsungkan Gejala ini juga menimpa Partai Kebangkitan Bangasa (PKB).
Pilkada. Dari 55 wilayah tersebut, PDIP hanya berhasil Hanya dibandingkan dengan partai lain, partai ini relatif lebih
separoh saja (50.9%) mengantarkan calonnya sebagai baik dalam mempertahankan dominasi penguasaan Pemilu
kepala daerah. Sisanya (49.1%) calon yang diusung oleh Legislatif di Pilkada. Partai ini dikenal mempunyai basis
PDIP kalah dari calon yang diusung oleh partai lain. massa yang kuat terutama di Jawa Timur. Dalam Pemilu
Legislatif 2004 lalu, PKB memperoleh suara terbesar di 11
Yang menarik, gejala banyaknya kekalahan calon kepala kabupaten / kota5, yakni Kabupaten Sumenep, Banyuwangi,
daerah yang diusung oleh partai pemenang Pemilu Legislatif Situbondo, Jember, Gresik, Lamongan, Trenggalek, Mojo-

1
Calon yang diusung oleh PKS berhasil menjadi pemenang Pilkada di Kota Depok (pasangan Nurmahmudi Ismail dan Yuyun Wirasaputra)
dan Kota Batam (pasangan Ahmad Dahlan dan Ria Saptarika). Di Batam, PKS berkoalisi dengan Partai Golkar. Sementara di wilayah lain,
calon yang diusung oleh PKS kalah dari pasangan lain. Di Kota Medan, calon yang diusung oleh PKS (Maulan P dan Sigit PA) kalah dari
pasangan calon yang didukung oleh koalisi partai Golkar, PDIP, Partai Demokrat, PAN, PDS, PPP, PP Pancasila, PBR (Abdillah dan Ramli).
Di Hulu Sungai Tengah, pasangan kepala daerah dari PKS (Karyasuda dan Faqih Jarjani) kalah dari calon yang diusung oleh Golkar dan
PBB (Syaiful Rasyid dan Iriansyah). Sementara di Banda Aceh, Pilkada dimenangkan oleh calon yang diusung oleh koalisi PPP, PBR dan
Partai Demokrat (Mawardi Nurdin dan Illiza Sa‘aduddin Djamal).
2
Dalam Pemilu Legislatif 2004, PAN berhasil menjadi peraih suara terbesar di Tanjung Jabung Timur, Kota Lhokseumawe, Aceh Barat dan
Aceh Barat Daya. Dari 4 wilayah tersebut, calon yang diusung oleh PAN berhasil menang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Abdullah
Hich dan M. Juber). PAN dalam Pilkada Tanjung Jabung Timur berkoalisi dengan sejumlah partai, yakni Golkar, PAN, PBB, Demokrat,
PPDK, PBR, PNIM. Calon dari PAN juga berhasil menang di Aceh Barat Daya (Akmal Ibrahim dan Syamsurizal). Tetapi di Kota
Lhokseumawe dan Aceh Barat, calon yang diusung oleh PAN ( baik sendiri atau koalisi dengam partai lain) kalah dari calon lain. Di Kota
Lhokseumawe dan Aceh Barat, Pilkada dimenangkan oleh calon yang diusung oleh GAM—masing-masing pasangan Munir Usman dan
Suaidi Ya (Kota Lhokseumawe) dan pasangan Ramli MS dan Fuadi (Aceh Barat).
3
PDS berhasil menjadi peraih suara terbesar di 2 wilayah, yakni Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Poso. Di Kabupaten Poso,
calon yang diusung oleh PDS ( Piet Inkiriwang dan Muthalib Rimi) berhasil memenangkan Pilkada. Sementara di Halmahera Utara, calon
dari PDS (Djidon Hangewa dan Basri Amal), kalah dari pasangan yang diusung oleh Partai Golkar (Hein Mamotemo dan Arifin Meka).
4
Dalam Pemilu Legislatif 2004, PPP unggul dalam perolehan suara di Kota Pekalongan, Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara dan
Aceh Jaya. Di Kota Pekalongan, calon yang diusung oleh PPP ( pasangan Timur Susilo Achmad dan Urip Sunaryo) kalah dari pasangan
yang diusung oleh Partai Golkar (Moh. Basyir Ahmad dan Abu Almafachir). Di Kabupaten Aceh Besar calon yang diusung oleh PPP kalah
dari calon yang diusung oleh PAN dan PBR (Buchari Daud dan Anwar Ahmad). Sementara di 3 wilayah lain, calon PPP kalah dari calon
yang disung oleh GAM, yakni di Pidie (Mirza Ismail dan Nazir Adam), Aceh Utara (Ilyas A Hamid dan Syarifuddin) dan Aceh Jaya (Azhar
Abdurrahman dan Zamzami A. Rani).
5
Perlu dicatat, tulisan ini hanya menganalisis 290 wilayah yang hingga Desember 2006 telah melangsungkan Pilkada. Kemenangan 11
wilayah ini dihitung dari 290 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006.
4 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Tabel 1: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada Menurut Partai Politik

Partai Pemenang
Pemilu Legislatif 2004 Menang / Kalah Dalam Pilkada?
di Wilayah Pilkada Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total
Golkar 118 59.0 82 41.0 200
PAN 2 50.0 2 50.0 4
Partai Demokrat 0 0.0 1 100.0 1
Partai Pelopor 1 50.0 1 50.0 2
PBB 1 100.0 0 0.0 1
PBSD 1 100.0 0 0.0 1
PDIP 26 47.3 29 52.7 55
PDS 1 50.0 1 50.0 2
PKB 4 36.4 7 63.6 11
PKPI 1 100.0 0 0.0 1
PKS 4 66.7 2 33.3 6
PPDK 1 100.0 0 0.0 1
PPP 5 100.0 0 0.0 5
TOTAL 165 56.9 125 43.1 290

Keterangan : (a) Pemenang Pemilu Legislatif di sini adalah partai yang memperoleh suara terbesar untuk pemilihan DPRD—tanpa
memperhitungkan besar suara yang diperoleh atau kursi yang didapat. (b) Partai pemenang Pilkada yang dimaksud adalah partai yang
berhasil mengantarkan calon yang diusung memenangkan Pilkada. Di sini diabaikan apakah partai itu mencalonkan kepala daerah itu
sendirian ( tanpa koalisi) ataukah dengan berkoalisi dengan partai lain. Dengan demikian, partai yang berkoalisi dengan sejumlah partai
lain tetap dihitung sebagai pemenang Pilkada jikalau calon yang diusung berhasil memenangkan Pilkada.
Sumber: diolah dari database Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan data perolehan suara Pemilu legislatif dari KPU.

kerto, Pasuruan, Sidoarjo, dan Pekalongan. Dari 11 wilayah


tersebut, PKB berhasil mengantarkan calon kepala daerah
yang diusung (baik sendiri atau koalisi dengan partai lain)
memenangkan Pilkada di 7 wilayah (63.6%)6. Tetapi PKB
kalah di 4 wilayah (36.4%) yang selama ini menjadi basis
suara PKB dalam Pemilu Legislatif7.

6
Calon dari PKB yang menang dalam Pilkada masing-masing di
Kabupaten Gresik (pasangan Robbach Maksum dan Sastro),
Mojokerto (pasangan Achmady dan Suwandi), Pasuruan
(pasangan Aminurohman dan Pudjo Basuki), Sidoarjo (pasangan
Win Hendrarso dan Saiful Ilah), Pekalongan (pasangan Siti
Qomariyah dan Wahyudi Ponco Nugroho), Trenggalek (Suharto
dan Maksum Ismail) dan Jember (MZA Djalal dan Kusen Andalas).
7
Di Kabupaten Sumenep, calon yang diusung oleh PKB (Abuya
B. Kasrim dan Moch Ramli S) kalah dari pasangan yang diusung
oleh PPP dan PPNUI (Moh. Ramdlan Siraj dan Moch Dahlan).
Di Banyuwangi, pasangan yang didukung oleh PKB (Achmad
Wahyudi dan Eko Sukartono) kalah dari pasangan dari partai
kecil yang tidak mempunyai kursi di DPRD (Ratna Ani Lestari dan
Yusuf Nuris). Hal yang sama terjadi di Situbondo. Pasangan dari
PKB (Aqiq Zaman dan Edi Kusnadi) kalah tipis dari pasangan
yang diusung oleh PPP (Ismunarso dan Suroso). Sementara di
Lamongan, pasangan dari PKB (Taufikurrachman Saleh dan
Soetarto) kalah dari calon PAN (Masfuk dan Tsalits Fahami).
KAJIAN BULANAN 5

Tabel 2: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dalam Pilkada Menurut Provinsi

PROVINSI Menang / Kalah Dalam Pilkada?


Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Bangka Belitung 2 50.0 2 50.0 4


Bali 3 50.0 3 50.0 6
Banten 2 50.0 2 50.0 4
Bengkulu 7 87.5 1 12.5 8
Daerah Istimewa Yogyakarta 2 40.0 3 60.0 5
Gorontalo 3 60.0 2 40.0 5
Irian Jaya Barat 7 77.8 2 22.2 9
Jawa Barat 3 42.9 4 57.1 7
Jambi 4 50.0 4 50.0 8
Jawa Tengah 15 60.0 10 40.0 25
Jawa Timur 5 26.3 14 73.7 19
Kalimantan Barat 4 50.0 4 50.0 8
Kalimantan Selatan 8 100.0 0 0.0 8
Kalimantan Tengah 3 75.0 1 25.0 4
Kalimantan Timur 5 45.5 6 54.5 11
Kepulauan Riau 1 16.7 5 83.3 6
Lampung 4 66.7 2 33.3 6
Maluku 4 66.7 2 33.3 6
Maluku Utara 5 71.4 2 28.6 7
Nanggroe Aceh Darussalam 13 65.0 7 35.0 20
Nusa Tenggara Barat 2 33.3 4 66.7 6
Nusa Tenggara Timur 6 75.0 2 25.0 8
Papua 9 60.0 6 40.0 15
Riau 5 50.0 5 50.0 10
Sulawesi Barat 1 100.0 0 0.0 1
Sulawesi Selatan 7 58.3 5 41.7 12
Sulawesi Tengah 3 42.9 4 57.1 7
Sulawesi tenggara 3 50.0 3 50.0 6
Sulawesi Utara 4 50.0 4 50.0 8
Sumatera Barat 11 73.3 4 26.7 15
Sumatera Selatan 3 50.0 3 50.0 6
Sumatera Utara 11 55.0 9 45.0 20
TOTAL 165 56.9 125 43.1 290

Keterangan: Data didasarkan pada hasil Pilkada sampai Bulan Desember 2006. Hingga Desember 2006, menurut Departemen Dalam
Negeri (www.depdagri.go.id), Pilkada telah dilangsungkan di 296 wilayah di seluruh Indonesia. Data dalam tulisan ini menyertakan
Pilkada di 290 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006. Terdapat 5 wilayah yang tidak didapat datanya. Ada
1 wilayah ( Provinsi Sulawesi Barat) yang mengalami pemekaran pasca Pemilu Legislatif 2004. Sehingga tidak bisa dibandingkan
antara hasil Pilkada dengan hasil Pemilu Legislatif 2004. Sumber: Diolah dari database Lingkaran Survei Indonesia.
6 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Tabel 2 merinci keberhasilan dan kegagalan partai kandidat dalam Pilkada. Sementara ada sejumlah provinsi
pemenang Pemilu Legislatif dalam Pilkada menurut provinsi. dimana partai pemenang Pemilu Legislatif di provinsi ini
Dari tabel tersebut terlihat, sebagian besar provinsi ditandai lebih banyak berhasil dalam memenangkan calon kepala
dengan kekalahan partai pemenang Pemilu Legislatif dalam daerah yang diusung. Provinsi itu adalah Jawa Timur14 dan
Pilkada. Meskipun masing-masing provinsi mempunyai Kepulauan Riau.15 Di provinsi ini, partai pemenang Pemilu
derajat gradasi yang berlainan. Gejala kekalahan partai Legislatif sebagian besar berhasil juga memenangkan
pemenang Pemilu Legislatif dalam Pilkada dalam tarap Pilkada.
yang besar terdapat di provinsi Irian Jaya Barat8, Kalimantan
Selatan9, Kalimantan Tengah10, Sumatera Barat11, Maluku Tabel 3 merinci keberhasilan dan kegagalan partai peme-
Utara12 dan Nusa Tenggara Timur13. Partai-partai yang nang Pemilu Legislatif dalam Pilkada menurut provinsi
berada di provinsi-provinsi ini relatif gagal dalam secara lebih detil. Tabel ini memperlihatkan di provinsi mana
mengusung calon dalam Pilkada. Basis suara dan modal saja suatu partai menjadi pemenang Pemilu Legislatif dan
pendukung yang telah mereka raih selama Pemilu Legislatif apakah di provinsi tersebut, partai menang atau kalah dalam
tidak menjamin keberhasilan ketika mengusung seorang Pilkada. Yang menarik kalau kita memperhatikan lebih

8
Irian Jaya Barat adalah basis dari Partai Golkar. Dari 9 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada di Irian Jaya Barat, 8 wilayah
(Kabupaten Fak-Fak, Teluk Wondama, Raja Ampat, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, Manokwari, dan Provinsi Irian Jaya Barat) adalah basis
dari Partai Golkar. Kecuali Kabupaten Kaimana dimana dalam Pemilu Legislatif 2004 dimenangkan oleh Partai PBSD. Tetapi dalam
Pilkada, Partai Golkar hanya berhasil memenangkan calon kepala daerah di Kabupaten Teluk Wondama dan Manokwari.
9
Semua partai yang menjadi peraih suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif, yakni Golkar (Provinsi Kalimantan Selatan, Kota Banjarmasin,
Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Balangan, Tanah Bumbu, Kota Baru) dan PKS (Kabupaten Hulu Sungai Tengah), tidak ada yang berhasil
memenangkan calon kepala daerah yang diusung partai bersangkutan. Calon yang diusung oleh Partai Golkar dan PKS dikalahkan oleh
calon yang diusung oleh partai lain—yang notabene bukan partai peraih suara mayoritas dalam Pemilu Legislatif.
10
Dari 4 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006, keempatnya adalah basis dari Partai Golkar (Provinsi Kalimantan
Tengah, Kabupaten Kabupaten Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat dan Barito Selatan). Tetapi hanya di Barito Selatan, calon yang
diusung oleh Partai Golkar berhasil memenangkan Pilkada (Baharudin H.Lisa dan lrawansyah).
11
Provinsi Sumatera Barat, selama Pemilu Legislatif dikuasai oleh Partai Golkar dan PDIP. Dari 15 wilayah yang melangsungkan Pilkada
hingga Desember 2006, Partai Golkar memperoleh suara mayoritas dalam Pemilu Legislatif di 14 wilayah (Provinsi Sumatera Barat, Kota
Bukit Tinggi, Kabupaten Dharmasraya, Solok, Padang Pariaman, Agam, Lima Puluh Kota, Pasaman Barat, Solok Selatan, Pasaman,
Sawahlunto Sijunjung, Pesisir Selatan, Tanah Datar, dan Kota Solok) dan PDIP di 1 wilayah (Kabupaten Mentawai). Tetapi dari 15 wilayah
tersebut, hanya di 4 wilayah saja, pemenang Pemilu Legislatif sekaligus berhasil mengantarkan kemenangan calon kepala daerah—yakni
masing-masing di Kabupaten Mentawai, Kabupaten Solok, Kota Solok dan Kabupaten Tanah Datar.
12
Di Provinsi Maluku Utara, peraih suara mayoritas dalam Pemilu Legislatif lebih beragam. Dari 7 wilayah yang melangsungkan Pilkada
hingga Desember 2006, Partai Golkar menguasai suara mayoritas Pemilu Legislatif di 4 wilayah (Kabupaten Kepulauan Sula, Halmahera
Timur, Halmahera Barat dan Kota Tidore) PKS 1 wilayah (Kabupaten Halmahera Selatan), PDS 1 wilayah (Kabupaten Halmahera Utara),
dan PPDK 1 wilayah (Kota Ternate). Tetapi dari 7 wilayah yang telah melangsungkan Pilkada tersebut, hanya 2 wilayah saja yang ditandai
dengan kemenangan calon kepala daerah yang diusung oleh partai pemenang Pemilu Legislatif—yakni di Kabupaten Kepulauan Sula
dan Kota Tidore.
13
Wilayah di Nusa Tenggara Timur sejak lama adalah basis bagi Partai Golkar dan PDIP. Dari 8 kabupaten/kota di Provinsi NTT yang telah
melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006, ada 4 wilayah yang saat Pemilu Legislatif dimenangkan oleh Golkar (Kabupaten Timor
Tengah Utara, Lembata, Ngada, Manggarai, Sumba Timur, Flores Timur) dan 4 wilayah lain dimenangkan oleh PDIP (Kabupaten
Manggarai Barat, Sumba Barat). Tetapi dari 8 wilayah tersebut hanya di 2 wilayah (Kabupaten Lembata dan Sumba Timur), calon yang
diusung oleh partai peraih suara mayoritas dalam Pemilu Legislatif, berhasil memenangkan Pilkada.
14
Provinsi Jawa Timur adalah basis dari partai PKB dan PDIP. Dari 19 kabupaten/kota di Jawa Timur yang telah melangsungkan Pilkada
hingga Desember 2006, mayoritas adalah basis dari PKB (Kabupaten Lamongan, Trenggalek, Sumenep, Banyuwangi, Situbondo,
Jember, Gresik, Mojokerto, Sidoarjo, dan Kota Pasuruan) dan PDIP (Kabupaten Malang, Ngawi, Ponorogo, Kediri, Kota Surabaya, Blitar).
Sisanya, adalah kabupaten basis dari Partai Demokrat (Kabupaten Pacitan) dan Golkar (Kabupaten Tuban). Dari 19 kabupaten/kota yang
telah melangsungkan Pilkada di Jawa Timur hingga Desember 2006, sebagian besar (73.7%) partai pemenang Pemilu Legislatif berhasil
menang juga dalam Pilkada. Calon kepala daerah yang diusung oleh partai pemenang Pemilu Legislatif berhasil mengalahkan calon
lain. Kekalahan hanya terjadi di 5 kabupaten/kota—masing-masing Kabupaten Lamongan, Ponorogo, Sumenep, Banyuwangi dan
Situbondo. Di Lamongan, Pemenang Pemilu Legislatif adalah PKB, sementara partai pemenang Pilkada adalah PAN. Ponorogo adalah
basis dari PDIP, sementara pemenang Pilkada adalah PKB. Sumenep dan Banyuwangi dan Situbondo adalah basis dari PKB, tetapi
pemenang bukan PKB. Untuk Sumenep pemenang Pilkada adalah PPP dan PPNUI. Untuk Kabupaten Banyuwangi, pemenang Pilkada
adalah calon yang diusung oleh partai non parlemen (PAN, PBR, PNBK dan parpol lain). Sementara di Situbondo, pemenang Pilkada
adalah PPP.
15
Kepulauan Riau adalah basis dari Partai Golkar. Dari 6 wilayah di Provinsi Kepulauan Riau yang telah melangsungkan Pilkada, Partai
Golkar meraih suara mayoritas di 5 kabupaten/kota (Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Kepulauan Riau, Lingga, Karimun dan Natuna).
Satu wilayah lain (Kota Batam), peraih suara mayoritas dalam Pemilu Legislatif adalah PKS. Dari 6 wilayah tersebut, hampir semua
wilayah berhasil direbut oleh calon kepala daerah yang diusung oleh partai pemenang Pemilu Legislatif. Kecuali di Kabupaten Lingga.
Di Kabupaten ini, calon yang diusung oleh Partai Golkar (Pemenang Pemilu Legislatif) kalah dari pasangan calon yang diusung oleh
partai Demokrat dan PPIB.
KAJIAN BULANAN 7

Tabel 3: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif Dirinci Menurut Partai dan Provinsi

PROVINSI Partai Pemenang


Pemilu Legislatif 2004 Menang / Kalah Dalam Pilkada?
di Wilayah Pilkada Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Bangka Belitung Golkar 0 0.0 1 100.0 1


PBB 1 100.0 0 0.0 1
PDIP 1 50.0 1 50.0 2
Total 2 50.0 2 50.0 4
Bali PDIP 3 50.0 3 50.0 6
Total 3 50.0 3 50.0 6
Banten Golkar 2 50.0 2 50.0 4
Total 2 50.0 2 50.0 4
Bengkulu Golkar 7 87.5 1 12.5 8
Total 7 87.5 1 12.5 8
Yogyakarta (DIY) PDIP 2 40.0 3 60.0 5
Total 2 40.0 3 60.0 5
Gorontalo Golkar 3 60.0 2 40.0 5
Total 3 60.0 2 40.0 5
Irian Jaya Barat Golkar 6 75.0 2 25.0 8
PBSD 1 100.0 0 0.0 1
Total 7 77.8 2 22.2 9
Jawa Barat Golkar 3 50.0 3 50.0 6
PKS 0 0.0 1 100.0 1
Total 3 42.9 4 57.1 7
Jambi Golkar 4 57.1 3 42.9 7
PAN 0 0.0 1 100.0 1
Total 4 50.0 4 50.0 8
Jawa Tengah Golkar 2 100.0 0 0.0 2
PDIP 12 57.1 9 42.9 21
PKB 0 0.0 1 100.0 1
PPP 1 100.0 0 0.0 1
Total 15 60.0 10 40.0 25
Jawa Timur Golkar 0 0.0 1 100.0 1
Partai Demokrat 0 0.0 1 100.0 1
PDIP 1 14.3 6 85.7 7
PKB 4 40.0 6 60.0 10
Total 5 26.3 14 73.7 19
Kalimantan Barat Golkar 4 66.7 2 33.3 6
PDIP 0 0.0 2 100.0 2
Total 4 50.0 4 50.0 8
Kalimantan Selatan Golkar 7 100.0 0 0.0 7
PKS 1 100.0 0 0.0 1
Total 8 100.0 0 0.0 8
Kalimantan Tengah Golkar 3 75.0 1 25.0 4
Total 3 75.0 1 25.0 4
Kalimantan Timur Golkar 5 55.6 4 44.4 9
PDIP 0 0.0 2 100.0 2
Total 5 45.5 6 54.5 11
Kepulauan Riau Golkar 1 20.0 4 80.0 5
PKS 0 0.0 1 100.0 1
Total 1 16.7 5 83.3 6
8 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Lampung Golkar 3 60.0 2 40.0 5


PDIP 1 100.0 0 0.0 1
Total 4 66.7 2 33.3 6
Maluku Golkar 3 75.0 1 25.0 4
PDIP 1 50.0 1 50.0 2
Total 4 66.7 2 33.3 6
Maluku Utara Golkar 2 50.0 2 50.0 4
PDS 1 100.0 0 0.0 1
PKS 1 100.0 0 0.0 1
PPDK 1 100.0 0 0.0 1
Total 5 71.4 2 28.6 7
Aceh (NAD) Golkar 6 50.0 6 50.0 12
PAN 2 66.7 1 33.3 3
PKS 1 100.0 0 0.0 1
PPP 4 100.0 0 0.0 4
Total 13 65.0 7 35.0 20
Nusa Tenggara Barat Golkar 2 33.3 4 66.7 6
Total 2 33.3 4 66.7 6
Nusa Tenggara Timur Golkar 4 66.7 2 33.3 6
PDIP 2 100.0 0 0.0 2
Total 6 75.0 2 25.0 8
Papua Golkar 7 53.8 6 46.2 13
PDIP 1 100.0 0 0.0 1
PKPI 1 100.0 0 0.0 1
Total 9 60.0 6 40.0 15
Riau Golkar 5 50.0 5 50.0 10
Total 5 50.0 5 50.0 10
Sulawesi Barat Golkar 1 100.0 0 0.0 1
Total 1 100.0 0 0.0 1
Sulawesi Selatan Golkar 7 58.3 5 41.7 12
Total 7 58.3 5 41.7 12
Sulawesi Tengah Golkar 3 50.0 3 50.0 6
PDS 0 0.0 1 100.0 1
Total 3 42.9 4 57.1 7
Sulawesi Tenggara Golkar 3 50.0 3 50.0 6
Total 3 50.0 3 50.0 6
Sulawesi Utara Golkar 4 57.1 3 42.9 7
PDIP 0 0.0 1 100.0 1
Total 4 50.0 4 50.0 8
Sumatera Barat Golkar 11 78.6 3 21.4 14
PDIP 0 0.0 1 100.0 1
Total 11 73.3 4 26.7 15
Sumatera Selatan Golkar 3 50.0 3 50.0 6
Total 3 50.0 3 50.0 6
Sumatera Utara Golkar 7 46.7 8 53.3 15
Partai Pelopor 1 50.0 1 50.0 2
PDIP 2 100.0 0 0.0 2
PKS 1 100.0 0 0.0 1
Total 11 55.0 9 45.0 20

Sumber: Diolah dari database Lingkaran Survei Indonesia. Data perolehan suara Pemilu Legislatif diolah dari KPU
KAJIAN BULANAN 9

seksama tabel 3 ini adalah adanya wilayah-wilayah yang Secara teoritis, dominasi kekuatan partai dalam Pemilu
selama ini dikenal menjadi basis massa suatu partai dan Legislatif akan menentukan tingkat kemenangan suatu partai
mempunyai pendukung yang fanatik, tidak lantas menjadi dalam Pilkada. Makin tinggi dominasi suatu partai, makin
jalan kemenangan ketika mengusung calon dalam Pilkada. besar pula peluang suatu partai dalam memenangkan
Sulawesi Selatan misalnya. Provinsi ini sejak lama dikenal Pilkada. Hal ini karena dominasi partai menunjukkan basis
sebagai basis dari Partai Golkar. Di provinsi ini, banyak massa yang kuat dan kekuatan dari mesin politik dari partai
ditemukan pendukung fanatik dari Golkar. Banyak tokoh- politik. Partai yang memperoleh suara besar dalam Pemilu
tokoh Golkar di pusat berasal dari provinsi ini. Dari 12 wilayah Legislatif (dengan perolehan suara misalnya di atas 50%)
yang melangsungkan Pilkada hingga Desember 2006, menggambarkan basis massa yang kuat dari partai itu,
semua wilayah itu adalah basis suara Partai Golkar—di sekaligus juga memperlihatkan mesin politik yang bekerja
mana Golkar menjadi peraih suara terbanyak dalam Pemilu secara optimal di suatu wilayah. Tetapi hasil Pilkada
Legislatif. Meski demikian, Partai Golkar hanya berhasil memperlihatkan, tidak ada hubungan antara dominasi
memenangkan calon di 5 wilayah. Yang lebih banyak terjadi, kemenangan partai dengan kemenangan atau kegagalan
justru calon yang diusung oleh Partai Golkar mengalami suatu partai dalam Pilkada. Partai dengan perolehan suara
kekalahan.16 sangat dominan selama Pemilu Legislatif 2004 tidak
otomatis membuat potensi kemenangan partai menjadi
Wilayah lain yang menarik adalah provinsi Bali. Provinsi ini besar. Tabel 5 memperlihatkan uji statistik (menggunakan
sejak lama dikenal sebagai basis partai PDIP. Partai ini chi square) yang menggambarkan tidak ada perbedaan
selalu memenangkan Pilkada di berbagai kabupaten / kota dalam hal keberhasilan atau kegagalan partai dalam Pilkada
di Bali, kerap kali dengan kemenangan telak. Dari 6 wilayah antara partai yang sangat dominan, dominan dan kurang
yang telah melangsungkan Pilkada di Provinsi Bali hingga dominan selama Pemilu legislatif 2004.
Desember 2006, semua wilayah itu adalah basis PDIP—
PDIP menjadi peraih suara terbanyak dalam Pemilu Tabel 6 merinci lebih detil dominasi kemenangan partai
Legislatif. Tetapi dalam Pilkada, PDIP hanya berhasil dalam Pemilu Legislatif dan tingkat keberhasilan partai
mengantarkan calonnya menang di 3 wilayah. Wilayah dalam mengusung calon di Pilkada yang dirinci menurut
lainnya, calon yang diusung oleh PDIP (baik sendiri atau provinsi. Persentase suara yang diperoleh partai dalam
Pemilu Legislatif menunjukkan derajat dominasi suatu
koalisi dengan partai lain) mengalami kekalahan. 17
partai di suatu wilayah. Dari tabel 6 ini terlihat, sebagian
besar kemenangan partai dalam Pemilu Legislatif
Dominasi Perolehan Suara Selama Pemilu Legislatif, Bukan berada pada kategori dominan——perolehan suara partai
Jaminan pemenang Pemilu Legislatif antara 25-50%.
Hasil Pilkada yang telah lewat juga menunjukkan dominasi
suara partai dalam Pemilu Legislatif ternyata bukan jaminan Yang menarik ada sejumlah provinsi yang ditandai
berhasil menang dalam Pilkada. Jika Pemilu Legislatif 2004 dengan banyaknya kemenangan partai dalam Pemilu
dijadikan sebagai dasar, kita bisa membagi dominasi Legislatif di kategori kurang dominan—— Sumatera Utara,
kekuatan partai di suatu wilayah ke dalam tiga kategori: Sumatera Selatan, Papua, Irian Jaya Barat, Kalimantan
Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku,
sangat dominan (perolehan suara partai pemenang Pemilu
Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur dan Nanggroe Aceh
Legislatif lebih dari 50%), dominan (perolehan suara partai Darussalam (NAD). Hal ini menggambarkan, di provinsi-
pemenang Pemilu Legislatif antara 25-50%) dan kurang provinsi ini tidak ada partai yang dominan, terdapat
dominan ( perolehan suara partai pemenang Pemilu sejumlah partai yang mempunyai kekuatan relatif
Legislatif kurang dari 25%). Tabel 4 merinci dominasi seimbang. Gejala yang tampak dari tabel 6 ini adalah
kekuatan partai dalam Pemilu Legislatif 2004. Dari tabel provinsi dengan pemenang Pemilu Legislatif yang kurang
terlihat, sebagian besar partai pemenang Pemilu Legislatif dominan, ditandai oleh kecenderungan kekalahan partai
di suatu wilayah memperoleh suara antara 25% hingga 50%. pemenang Pemilu Legislatif itu ketika bertarung dalam
Yang menarik, ada 11 wilayah yang ditandai dengan Pilkada. Ini terjadi di Provinsi Papua, Irian Jaya Barat,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
kemenangan telak suatu partai dalam Pemilu Legislatif
2004—partai pemenang Pemilu Legislatif memperoleh
suara lebih dari 50%.

16
Golkar berhasil menang di Kabupaten Gowa, Maros, Pangkep, Barru dan Luwu Timur. Di 5 kabupaten ini, calon yang diusung oleh Golkar
(baik sendiri atau koalisi dengan partai lain) berhasil memenangkan Pilkada. Sementara di Kabupaten Luwu Utara, Bulukumba, Selayar,
Tanah Toraja, Soppeng, Mamuju dan Mamuju Utara, calon yang diusung oleh Partai Golkar mengalami kekalahan.
17
PDIP berhasil menang dalam Pilkada di Kota Denpasar, Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Jembrana. Di 3 kabupaten ini, calon yang
diusung oleh Golkar ( baik sendiri atau koalisi dengan partai lain) berhasil memenangkan Pilkada. Sementara di Kabupaten Karang Asem,
Bangli dan Badung, calon yang diusung oleh PDIP mengalami kekalahan.
10 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur dan mengusung calon dalam Pilkada. Gejala paling ekstrim
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Di provinsi ini, partai terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan. Semua calon yang
pemenang Pemilu Legislatif yang menang tipis (kurang diajukan oleh partai yang menang kurang dominan dalam
dominan) lebih banyak yang kalah ketika Pemilu Legislatif, tidak ada satu pun yang memenangkan
Pilkada.

Tabel 4: Kategori Dominasi Partai Dalam Pemilu Legislatif 2004

PARTAI Kategori Dominasi Kemenangan Partai Dalam Pemilu Legislatif


Dominan ( 25- 50%) Kurang Dominan (< 25%) Sangat dominan (>50%)
Jumlah Persen (%) Jumlah Persen (%) Jumlah Persen (%) Total

Golkar 100 50.0 94 47.0 6 3.0 200


PAN 1 25.0 3 75.0 0 0.0 4
Partai Demokrat 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1
Partai Pelopor 0 0.0 2 100.0 0 0.0 2
PBB 1 100.0 0 0.0 0 0.0 1
PBSD 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1
PDIP 40 72.7 10 18.2 5 9.1 55
PDS 2 100.0 0 0.0 0 0.0 2
PKB 11 100.0 0 0.0 0 0.0 11
PKPI 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1
PKS 0 0.0 6 100.0 0 0.0 6
PPDK 0 0.0 1 100.0 0 0.0 1
PPP 1 20.0 4 80.0 0 0.0 5
Total 156 53.8 123 42.4 11 3.8 290

Sumber: Diolah dari database Lingkaran Survei Indonesia. Data perolehan suara Pemilu Legislatif diolah dari KPU.

Tabel 5: Hubungan Dominasi Kekuatan Partai Dalam Pemilu Legislatif dan Kemenangan Dalam Pilkada

Kategori Dominasi Kemenangan Menang / Kalah Dalam Pilkada?


Partai Dalam Pemilu Legislatif Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Kurang Dominan (<25%) 77 62.6 46 37.4 123


Dominan (25-50%) 84 53.8 72 46.2 156
Sangat dominan (>50%) 4 36.4 7 63.6 11
Total 165 56.9 125 43.1 290

N = 290, χ²/df =4.115/2 (tidak signifikan)


KAJIAN BULANAN 11

Dari 290 wilayah yang dianalisis dalam tulisan ini, ada 11 dalam Pilkada. Dalam Pilkada Kabupaten Boalemo, calon
wilayah yang ditandai dengan suara pemenang Pemilu yang diusung oleh partai Golkar kalah dari pasangan yang
Legislatif di atas angka 50%. Kesebalas wilayah ini selama diusung oleh PPP (Iwan Bokings dan La Ode Haimuddin).
ini memang dikenal sebagai basis utama dari Partai Golkar
(Kabupaten Barru, Gorontalo, Sarmi, Sangihe, Boalemo, Tabel 7 merinci lebih detil kemenangan dan kegagalan
Provinsi Gorontalo) dan PDIP (Kabupaten Tabanan, pemenang Pemilu Legislatif menurut kategori dominasi
Badung, Bangli, Wonogiri, Jembrana). Tetapi dari 11 kemenangan. Dari tabel ini terlihat, dominasi kemenangan
wilayah tersebut, terdapat 4 wilayah yang ditandai dengan
partai selama Pemilu Legislatif 2004, tidaklah menjadi
kekalahan partai pemenang Pemilu Legislatif ketika
jaminan kemenangan dalam Pilkada. Tidak ada perbedaan
mengusung calon kepala daerah dalam Pilkada——
masing-masing Kabupaten Badung, Bangli, Gorontalo yang mencolok antara dominasi kemenangan dengan
keberhasilan dan kegagalan partai ketika mengusung calon
dan Boalemo.
dalam Pilkada. Data ini menarik karena kerap kali partai
politik menggunakan dasar perolehan suara dalam Pemilu
Badung adalah salah satu basis kekuatan PDIP. Dalam Legislatif dalam merumuskan kebijakan pencalonan dalam
Pemilu Legislatif 2004, PDIP menang telak di kabupaten ini Pilkada.
dengan perolehan suara 54%. Dalam Pilkada Kabupaten
Badung (24 Juni 2005), PDIP mencalonkan pasangan I Made Partai Golkar misalnya. Dalam kebijakan resmi yang
Sumer dan I Gusti Ngarah Oka. Pasangan ini kalah dari dikeluarkan oleh Partai Golkar disebutkan, jika di suatu
pasangan yang dicalonkan oleh Partai Golkar dan koalisi wilayah kemenangan Golkar telak ( di atas 50%), Golkar
sejumlah partai lain yakni pasangan Anak Agung Gde Agung akan mengusung calon kepala daerah dan wakil kepala
dan I Ketut Sudikerta. Pasangan Made Sumer dan I Gusti daerah dari kader Golkar sendiri, tanpa harus berkoalisi
Ngarah Oka memperoleh suara 45.84%, sementara dengan partai lain. Apabila di suatu wilayah Golkar menang
lawannya mendapatkan suara 54.16%. Hal yang sama juga dalam Pemilu Legislatif tetapi prosentase kemenangan
terjadi di Kabupaten Bangli. Sama seperti Badung, Bangli antara 15-50%, Golkar akan mengincar calon kepala daerah,
(dan kabupaten lain di Provinsi Bali) adalah basis utama sementara calon wakil kepala daerah dari partai lain.
dari PDIP. Saat Pemilu Legislatif 2004, di Kabupaten Bangli Sementara kalau dalam Pemilu Legislatif Golkar
PDIP meraih suara mayoritas dengan suara 54.14%. memperoleh suara kurang dari 15% atau bukan menjadi
Kemenangan yang telak ini tidak menjamin kemenangan pemenang pertama, Golkar hanya akan mengincar kursi
PDIP ketika mengusung calon kepala daerah dalam wakil kepala daerah. Kebijakan yang dibuat oleh Golkar ini
Pilkada. Pasangan yang diusung oleh PDIP (I Wayan secara jelas menggunakan dasar dominasi kekuatan partai
Gunawan dan I Wayan Wirata) kalah dari pasangan yang dalam Pemilu Legislatif sebagai strategi pencalonan dalam
diusung oleh Partai Golkar, PPP dan Partai Demokrat (I Pilkada Pilkada. Lihat tulisan “ Siasat Partai Politik dan
Nengah Arwana dan I Made Gianyar). Pilkada di Bangli ini Strategi Pencalonan” dalam Kajian Bulanan Nomor ini.
menarik, karena pasangan yang diusung oleh Partai
Golkar ini menang dengan angka cukup telak, 69.59%. Anomali
Sementara pasangan calon yang diusung oleh PDIP Tulisan ini memperlihatkan kemenangan partai dalam
hanya memperoleh suara 30.41%. Pemilu Legislatif bukanlah jaminan kemenangan dalam
Pilkada. Tetapi perlu dicatat, tulisan ini tidak memfokuskan
Dominasi partai yang sangat kuat di satu wilayah dan diiringi pada analisis atas kemenangan partai—seperti seberapa
dengan kegagalan memenangkan calon yang diusung banyak partai tertentu berhasil mengantarkan kandidat
dalam Pilkada juga dialami oleh Golkar. Di Kabupaten menjadi kepala daerah. Atau partai mana yang paling banyak
Gorontalo, Partai Golkar menang telak saat Pemilu Legislatif memenangkan Pilada. Tulisan ini berfokus pada seberapa
2004 dengan perolehan suara 58.16%. Kemenangan saat berhasil partai politik mempertahankan basis suara yang
Pemilu Legislatif ini tidak berjalan beriringan dalam Pilkada diperoleh dalam Pemilu Legislatif 2004. Apakah partai yang
Kabupaten Gorontalo (27 Juni 2005). Calon yang diusung berhasil menjadi pemenang (peraih suara mayoritas) dalam
oleh Partai Golkar (Sun Biki dan Rustam A) kalah cukup Pemilu Legislatif di suatu daerah otomatis akan berhasil
telak dari pasangan koalisi PPP, PAN, PDIP, PBB, PBR (David juga memenangkan calon kepala daerah. Seberapa ber-
Bobihoe dan Sofyan Puhi). hasil calon kepala daerah yang didukung oleh partai terbesar
di suatu wilayah, memenangkan Pilkada.
Pasangan yang diusung oleh Partai Golkar hanya
memperoleh suara 36.43%, sementara lawannya menda- Dari wilayah yang telah melangsungkan Pilkada hingga
patkan suara 63.57%. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Desember 2006, kecenderungan yang terjadi adalah lebih
Boalemo. Meski dalam Pemilu Legislatif 2004, Partai Golkar banyak ditandai oleh kegagalan partai pemenang Pemilu
mendapat suara 57.51%, tidak menjamin kemenangan Legislatif 2004 untuk memenangkan calon yang diusung
12 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Tabel 6: Dominasi Kekuatan Partai Dalam Pemilu Legislatif dan Kemenangan Dalam Pilkada Dirinci Menurut Provinsi

Kategori Dominasi
PROVINSI Kemenangan Partai Menang / Kalah Dalam Pilkada?
Dalam Pemilu Legislatif Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Bangka Belitung Dominan (25-50%) 2 50.0 2 50.0 4


Total 2 50.0 2 50.0 4
Bali Dominan (25- 50%) 1 50.0 1 50.0 2
Sangat dominan (>50%) 2 50.0 2 50.0 4
Total 3 50.0 3 50.0 6
Banten Dominan (25-50%) 1 50.0 1 50.0 2
Kurang Dominan (< 25%) 1 50.0 1 50.0 2
Total 2 50.0 2 50.0 4
Bengkulu Dominan (25-50%) 4 80.0 1 20.0 5
Kurang Dominan (< 25%) 3 100.0 0 0.0 3
Total 7 87.5 1 12.5 8
Yogyakarta (DIY) Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3
Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 2 100.0 2
Total 2 40.0 3 60.0 5
Gorontalo Dominan (25-50%) 1 50.0 1 50.0 2
Sangat dominan (>50%) 2 66.7 1 33.3 3
Total 3 60.0 2 40.0 5
Irian Jaya Barat Dominan (25-50%) 3 75.0 1 25.0 4
Kurang Dominan (< 25%) 4 80.0 1 20.0 5
Total 7 77.8 2 22.2 9
Jawa Barat Dominan (25-50%) 3 50.0 3 50.0 6
Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 1 100.0 1
Total 3 42.9 4 57.1 7
Jambi Dominan (25-50%) 2 50.0 2 50.0 4
Kurang Dominan (< 25%) 2 50.0 2 50.0 4
Total 4 50.0 4 50.0 8
Jawa Tengah Dominan (25-50%) 11 55.0 9 45.0 20
Kurang Dominan (< 25%) 4 100.0 0 0.0 4
Sangat dominan (>50%) 0 0.0 1 100.0 1
Total 15 60.0 10 40.0 25
Jawa Timur Dominan (25-50%) 5 27.8 13 72.2 18
Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 1 100.0 1
Total 5 26.3 14 73.7 19
Kalimantan Barat Dominan (25-50%) 0 0.0 3 100.0 3
Kurang Dominan (< 25%) 4 80.0 1 20.0 5
Total 4 50.0 4 50.0 8
Kalimantan Selatan Dominan (25-50%) 2 100.0 0 0.0 2
Kurang Dominan (< 25%) 6 100.0 0 0.0 6
Total 8 100.0 0 0.0 8
Kalimantan Tengah Dominan (25-50%) 3 100.0 0 0.0 3
Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 1 100.0 1
Total 3 75.0 1 25.0 4
Kalimantan Timur Dominan (25-50%) 1 20.0 4 80.0 5
Kurang Dominan (< 25%) 4 66.7 2 33.3 6
Total 5 45.5 6 54.5 11
KAJIAN BULANAN 13

Kepulauan Riau Kurang Dominan (< 25%) 1 16.7 5 83.3 6


Total 1 16.7 5 83.3 6
Lampung Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3
Kurang Dominan (< 25%) 2 66.7 1 33.3 3
Total 4 66.7 2 33.3 6
Maluku Dominan (25-50%) 1 100.0 0 0.0 1
Kurang Dominan (< 25%) 3 60.0 2 40.0 5
Total 4 66.7 2 33.3 6
Maluku Utara Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3
Kurang Dominan (< 25%) 3 75.0 1 25.0 4
Total 5 71.4 2 28.6 7
Aceh (NAD) Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3
Kurang Dominan (< 25%) 11 64.7 6 35.3 17
Total 13 65.0 7 35.0 20
Nusa Tenggara Barat Dominan (25-50%) 1 33.3 2 66.7 3
Kurang Dominan (< 25%) 1 33.3 2 66.7 3
Total 2 33.3 4 66.7 6
Nusa Tenggara Timur Dominan (25-50%) 2 66.7 1 33.3 3
Kurang Dominan (< 25%) 4 80.0 1 20.0 5
Total 6 75.0 2 25.0 8
Papua Dominan (25-50%) 3 60.0 2 40.0 5
Kurang Dominan (< 25%) 6 66.7 3 33.3 9
Sangat dominan (>50%) 0 0.0 1 100.0 1
Total 9 60.0 6 40.0 15
Riau Dominan (25-50%) 3 50.0 3 50.0 6
Kurang Dominan ( <25%) 2 50.0 2 50.0 4
Total 5 50.0 5 50.0 10
Sulawesi Barat Dominan (25-50%) 1 100.0 0.0 1
Total 1 100.0 0.0 1
Sulawesi Selatan Dominan (25-50%) 7 63.6 4 36.4 11
Sangat dominan (>50%) 0 0.0 1 100.0 1
Total 7 58.3 5 41.7 12
Sulawesi Tengah Dominan (25-50%) 1 20.0 4 80.0 5
Kurang Dominan (< 25%) 2 100.0 0 0.0 2
Total 3 42.9 4 57.1 7
Sulawesi Tenggara Dominan (25-50%) 1 33.3 2 66.7 3
Kurang Dominan (< 25%) 2 66.7 1 33.3 3
Total 3 50.0 3 50.0 6
Sulawesi Utara Dominan (25-50%) 4 66.7 2 33.3 6
Kurang Dominan (< 25%) 0 0.0 1 100.0 1
Sangat dominan (>50%) 0 0.0 1 100.0 1
Total 4 50.0 4 50.0 8
Sumatera Barat Dominan (25-50%) 8 72.7 3 27.3 11
Kurang Dominan (< 25%) 3 75.0 1 25.0 4
Total 11 73.3 4 26.7 15
Sumatera Selatan Dominan (25-50%) 1 50.0 1 50.0 2
Kurang Dominan (25-50%) 2 50.0 2 50.0 4
Total 3 50.0 3 50.0 6
Sumatera Utara Dominan (25-50%) 4 57.1 3 42.9 7
Kurang Dominan (< 25%) 7 53.8 6 46.2 13
Total 11 55.0 9 45.0 20

Sumber: Diolah dari database Lingkaran Survei Indonesia.


14 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Tabel 7: Prosentase Kemenangan Partai Pemenang Pemilu Legislatif


Dalam Pilkada Menurut Kategori Dominasi Partai

Partai Pemenang Kategori Dominasi


Pemilu Legislatif 2004 Kemenangan Partai Menang / Kalah Dalam Pilkada?
di Wilayah Pilkada Dalam Pemilu Legislatif Kalah Persen (%) Menang Persen (%) Total

Golkar Dominan (25- 50%) 58 58.0 42 42.0 100


Kurang Dominan (<25%) 58 61.7 36 38.3 94
Sangat dominan (>50%) 2 33.3 4 66.7 6
Total 118 59.0 82 41.0 200
PAN Dominan (25- 50%) 0 0.0 1 100.0 1
Kurang Dominan (<25%) 2 66.7 1 33.3 3
Total 2 50.0 2 50.0 4
Partai Demokrat Kurang Dominan (<25%) 0.0 1 100.0 1
Total 0.0 1 100.0 1
Partai Pelopor Kurang Dominan (<25%) 1 50.0 1 50.0 2
Total 1 50.0 1 50.0 2
PBB Dominan (25- 50%) 1 100.0 0.0 1
Total 1 100.0 0.0 1
PBSD Kurang Dominan (<25%) 1 100.0 0.0 1
Total 1 100.0 0.0 1
PDIP Dominan (25-50%) 19 47.5 21 52.5 40
Kurang Dominan (<25%) 5 50.0 5 50.0 10
Sangat dominan (>50%) 2 40.0 3 60.0 5
Total 26 47.3 29 52.7 55
PDS Dominan (25-50%) 1 50.0 1 50.0 2
Total 1 50.0 1 50.0 2
PKB Dominan (25-50%) 4 36.4 7 63.6 11
Total 4 36.4 7 63.6 11
PKPI Kurang Dominan (<25%) 1 100.0 0.0 1
Total 1 100.0 0.0 1
PKS Kurang Dominan (<25%) 4 66.7 2 33.3 6
Total 4 66.7 2 33.3 6
PPDK Kurang Dominan (<25%) 1 100.0 0.0 1
Total 1 100.0 0.0 1
PPP Dominan (25-50%) 1 100.0 0.0 1
Kurang Dominan (<25%) 4 100.0 0.0 4
Total 5 100.0 0.0 5

Sumber: Diolah dari database Lingkaran Survei Indonesia. Data perolehan suara Pemilu Legislatif diolah dari KPU.
KAJIAN BULANAN 15

dalam Pilkada. Tetapi ini baru satu fakta. Fakta lain yang wilayah basis massa partai Golkar.18
juga menarik adalah adanya keberhasilan dari partai dalam
memenangkan calon kepala daerah, meski partai itu bukan Hal yang sama juga dialami oleh PDIP di Dharmasraya.
pemenang Pemilu Legislatif di wilayah tersebut. Dalam Pemilu Legislatif 2004, Partai Golkar menjadi peraih
suara terbanyak (36%). PDIP hanya berada di peringkat
Tabel 8 memperlihatkan beberapa contoh wilayah yang ketiga peraih suara terbanyak (di bawah Golkar, PBR dan
ditandai dengan keberhasilan partai dalam memenangkan PAN) dengan perolehan suara 12%. Tetapi dalam Pilkada,
calon kepala daerah (baik sendiri atau berkoalisi dengan PDIP yang berkoalisi dengan PAN,PKPB berhasil
partai lain) meski partai bukanlah pemenang Pemilu memenangkan calon yang diusung (Asrul Syukur dan
Legislatif. Nusiwan) dan mengalahkan calon yang diusung oleh Partai
Golkar (Marion Dt Angkayo Mulie dan Tugimin). Keberhasilan
Yang menarik, hal ini juga terjadi hampir secara merata di di Dharmasraya ini diikuti oleh kemenangan lain calon yang
semua partai. Partai Golkar di Pekalongan misalnya. Kota diusung oleh PDIP (baik sendiri atau berkoalisi dengan
Pekalongan adalah basis bagi Partai PKB, PPP dan PDIP. partai lain) di Provinsi Sulawesi Utara, Minahasa Selatan,
Dalam Pemilu Legislatif, PPP mendapat suara 26.66%, PDIP Provinsi Kalimantan Tengah dan Pasaman Barat. Wilayah-
20% dan PKB 13.33%. Partai Golkar hanya mendapat wilayah ini bukanlah wilayah basis massa PDIP.19
13.33%. Meski demikian, calon yang diusung oleh partai
Golkar (Moh. Basyir Ahmad dan Abu Almafachir) berhasil Gejala ini juga menimpa partai menengah, seperti PKB,
mengalahkan calon yang diusung oleh PPP (Timur Susilo PAN dan PKS. PKB mengalami hal ini misalnya di Povinsi
Achmad dan Urip Sunaryo), PKB (Anthony dan Hasyim Kalimantan Selatan. Dalam Pemilu Legislatif 2004, Golkar
Fahmi) dan koalisi PDIP-PAN (Sigit Sumarhen Yanto dan menjadi peraih suara terbanyak di provinsi ini dengan suara
Freddy Wijaya). Pasangan yang diusung oleh Partai Golkar 23.63%. PKB hanya menempati urutan kelima ( di bawah
ini bukan hanya memenangkan Pilkada, tetapi juga meraih Golkar, PPP, PDIP dan PKS) dengan suara 10.9%. Tetapi
suara secara telak, 40.19%. Golkar juga sukses meme- dalam Pilkada, calon yang diusung oleh PKB justru yang
nangkan calon kepala daerah di Bangka Tengah, Karang- menang. PKB yang berkoalisi dengan PPP (Rudi Arifin dan
asem, Badung, dan Bangli yang notabene bukan merupakan Rosehan NB) berhasil mengalahkan Golkar yang

18
Karangasem, Badung dan Bangli adalah basis dari PDIP. Calon-calon yang diusung oleh Golkar (baik sendiri atau berkoalisi ) di
Karangasem (I Wayan Geredeg dan I Gusti Lanang Rai), Badung (Anak Agung Gde Agung dan I Ketut Sudikerta), dan Bangli (Made Arnawa
dan Gianyar) berhasil memenengkan Pilkada. Sekaligus mengalahkan calon yang diusung oleh PDIP yang notabene adalah partai
pemenang Pemilu Legislatif di wilayah ini.
19
Di Sulawesi Utara, Minahasa Selatan, Pasaman Barat dan Provinsi Kalimantan Tengah, partai pemenang Pemilu Legislatif adalah
Golkar. Tetapi di wilayah-wilayah ini, calon yang diusung oleh PDIP (baik sendiri atau koalisi dengan partai lain) berhasil memenangkan
Pilkada. Di Provinsi Sulawesi Utara, calon yang diusung oleh PDIP (Sinyo Sarundayang dan Freddy H. Sualang) berhasil memenangkan
Pilkada dan mengalahkan calon yang diusung oleh Golkar (A.J. Sondakh dan Aryanti Baramuli Putri). Di Minahasa Selatan, calon dari
koalisi PDIP dan PDS (RM Luntungan dan Ventje Tuela) mengalahkan pasangan yang didukung oleh Golkar (Jenny J. Tambuan dan
Ronny Gosal). Di Provinsi Kalimantan Tengah, pasangan Agustin Teras Narang dan Ahmad Diran dari PDIP berhasil memenangkan
Pilkada, dan mengalahkan pasangan yang diusung oleh Partai Golkar (Aswani Agani dan Kahayani). Sementara di Pasaman Barat, PDIP
berkoalisi dengan PBB, PBR. Calon yang diusung oleh koalisi ini (Syah Iran dan Risnawanto) berhasil memenangkan Pilkada. Calon yang
diusung oleh Golkar (Zulkenedi Said dan Ema Yohana) hanya menempati urutan paling buncit dari perolehan suara dalam Pilkada.
20
Dalam Pemilu Legislatif 2004, PDIP adalah partai pemenang di Ponorogo. Tetapi calon yang diusung oleh PKB (Muhadi Suyono dan
Amin) berhasil mengalahkan calon yang diusung oleh PDIP (Suprianto dan Handoko) sekaligus berhasil memenangkan Pilkada. Sementara
di Kotawaringin Barat, Bulungan dan Kota Baru, partai pemenang Pemilu Legislatif adalah Partai Golkar. Tetapi calon yang diusung oleh
PKB (baik sendiri maupun koalisi dengan partai lain) berhasil memenangkan Pilkada. Di Kotawaringin Barat, calon dari koalisi PKB,
Demokrat dan PBB (Ujang Iskandar dan Sukirman) berhasil memenangkan Pilkada. Calon yang diusung oleh Golkar (Abdul Razak dan
Gusti Husni Syamsul) justru berada di posisi terakhir perolehan suara dalam Pilkada. Di Bulungan, calon yang diusung oleh koalisi PKB,
Pelopor dan PAN (Budiman Arifin dan Liet Inggai) berhasil mengalahkan calon lain. Sementara di Kota Baru, koalisi PKB dan Demokrat
yang mengusung pasangan Sjachrani Mataja dan Fatizanolo Saciago berhasil memenangkan Pilkada. Calon dari Golkar (Firdaus Mansori
dan Eriyansyah Basindu) memperoleh suara paling sedikit dari 5 pasangan calon yang maju dalam Pilkada.
21
Di Bangka Barat, partai pemenang Pemilu Legislatif 2004 adalah PDIP. Tetapi calon yang diusung oleh PKS dan PAN (Parhan dan Zuhri
M. Syazili) berhasil memenangkan Pilkada dan mengalahkan calon yang diusung oleh PDIP (Rozali dan Djunaidi Sukinto). Sementara di
Seram Bagian Timur, Solok Selatan dan Bengkulu, partai pemenang Pemilu Legislatif adalah Golkar. Calon yang diusung oleh PKS
(sendiri atau koalisi dengan partai lain) berhasil memenangkan Pilkada. Di Seram Bagian Timur, pasangan koalisi PKS, PKPB, PKPI
(Abdullah Vanath dan Siti Umuria Suruwaky) berhasil memenangkan Pilkada. Di Solok Selatan, saat Pemilu Legislatif 2004, Partai Golkar
mendominasi kemenangan dengan suara 44.77%. Tetapi saat Pilkada, calon yang diusung oleh Golkar (Zulkainiri DT Marajo dan Bustami
Narda) justru mendapat suara paling buncit. Pasangan yang diajukan oleh koalisi PKS dan PKPI (Syahrizal dan Nurfirmanwansyah)
berhasil memenangkan Pilkada. Sementara di Provinsi Bengkulu, pasangan koalisi PKS dan PBR (Agusrin M Najamudin dan Syamlan)
memenangkan Pilkada.
16 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Tabel 8: Contoh Anomali Hasil Pilkada Dibandingkan Dengan Hasil Pemilu Legislatif

Partai Pemenang Contoh Wilayah Dimana Partai Contoh Wilayah Dimana Contoh Wilayah Dimana
Pilkada Pemenang Pemilu Legislatif Partai Kalah Pemilu Legislatif Partai Pemenang Pemilu
Menang Dalam Pilkada Tetapi Menang Dalam Pilkada Legislatif Kalah Dalam Pilkada

Golkar Kabupaten Kutai Kertanegara Kota Pekalongan Kabupaten Nunukan


Kota Cilegon Bangka Tengah Kota Balikpapan
Kabupaten Kapuas Hulu Karangasem Kabupaten Kutai Timur
Kabupaten Ketapang Badung Kabupaten Tapanuli Tengah
Kabupaten Ogan Ilir Bangli Kabupaten Pelalawan
PDIP Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Sulawesi Utara Kabupaten Manggarai Barat
Kabupaten Ngawi Minahasa Selatan Kabupaten Kendal
Kota Denpasar Provinsi Kalimantan Tengah Kabupaten Klaten
Kabupaten Sleman Dharmasraya Kabupaten Badung
Kota Surabaya Pasaman Barat Kota Semarang
PKB Kabupaten Mojokerto Ponorogo Kabupaten Sumenep
Kabupaten Jember Kotawaringin Barat Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Pekalongan Bulungan Kabupaten Situbondo
Kota Pasuruan Provinsi Kalimantan Selatan Kabupaten Lamongan
Kabupaten Gresik Kota Baru Kabupaten Trenggalek
PKS Kota Batam Bangka Barat Halmahera Selatan
Kota Depok Kota Serang Kota Medan
Seram Bagian Timur Hulu Sungai Tengah
Solok Selatan Kota Banda Aceh
Provinsi Bengkulu

mengusung Gusti Iskandar dan Hafiz A. PKB juga tercatat dalam perilaku pemilih di Indonesia. Yakni suatu gejala
berhasil di Kabupaten Ponorogo, Kotawaringin Barat, dimana pemilih memilih partai yang berbeda untuk tingkatan
Bulungan dan Kota Baru—kendati di wilayah itu PKB bukan pemilihan yang berbeda—mulai dari pemilihan langsung
pemenang Pemilu Legislatif.20 untul Legislatif, Presiden hingga Pilkada. Misalnya untuk
Pemilu Legislatif, seseorang memilih Partai X, untuk Pemilu
Sementara untuk PKS, hal ini terjadi di Kabupaten Serang. Presiden memilih calon presiden dari Partai Y, sementara
Dalam Pemilu Legislatif 2004, PKS hanya menduduki untuk Pilkada seseorang memilih calon yang diusung oleh
peringkat keempat (di bawah Partai Golkar, PDIP, PPP dan Partai Z, dan seterusnya. Benar tidaknya adanya gejala split
PKB) dengan suara 11.1%. Meski kalah dalam Pemilu ticket voting membutuhkan studi tersendiri yang lebih
Legislatif, PKS berhasil memenangkan calon yang diusung mendalam. Yang lebih pasti dari fakta-fakta selama
dalam Pilkada, yakni pasangan Taufik Nuriman dan Andy pelaksanaan Pilkada ini tidak ada jaminan kemenangan
Sujadi. Pasangan ini berhasil mengalahkan pasangan yang partai (bahkan kemenangan dominan sekalipun) dalam
diusung oleh koalisi Partai Golkar dan PPNUI (Bunyamin Pemilu Legislatif menjadi jalan menuju kemenangan dalam
dan Ma’mun Syahroni). PKS berhasil mengulangi Pilkada (Eriyanto).
kesuksesan di Bangka Barat, Seram Bagian Timur, Solok
Selatan dan Provinsi Bengkulu—kendati PKS bukanlah Daftar Pustaka
pemenang Pemilu Legislatif di wilayah ini.21 Allspot, Dee dan Herbet F. Weisberg, “ Measuring Change in Party
Identification in an Election Campaign,” American Journal of
Kemenangan calon yang diusung oleh bukan partai Political Science, Vol. 29, No. 1, 1984.
pemenang Pemilu Legislatif ini kemungkinan menunjukkan Ranney, Austin, Governing: An Introduction to Political Science,
terjadinya gejala split ticket voting (Austin Ranney, 1999) Englewood Cliffs, New Jersey, Prentice-Hall, Inc, 1999.
KAJIAN BULANAN 17

Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan

S
ALAH satu tahap paling krusial dari partai politik yang terjun dalam Pilkada
adalah tahap penjaringan dan pemilihan calon kepala daerah. Jika partai
politik bisa menjaring nama yang potensial, potensi kemenangan akan
semakin besar. Karena pentingnya tahap ini, partai politik umumnya membuat
suatu mekanisme yang menjamin mereka bisa mendukung calon yang secara
potensial bisa memenangkan Pilkada. Tulisan ini akan menganalisis bagaimana
strategi dua partai besar (Partai Golkar dan PDIP) dalam menjaring dan menseleksi
calon. Partai politik menghadapi dilema—antara membuat mekanisme yang
demokratis dengan memberikan kewenangan besar kepada daerah dalam
memilih calon atau menciptakan sistem yang sentralistik dimana kewenangan
memilih dan menentukan calon berada di tangan pengurus partai pusat.

Kedua pilihan itu sama-sama menyimpan dampak bagi partai politik. Jika pilihan
pertama yang diambil, pengurus partai pusat tidak bisa mengontrol proses
mekanisme pemilihan calon kepala daerah dan akibatnya bisa jadi nama yang
dipilih bukanlah nama yang potensial menang. Tetapi jika pilihan kedua yang
diambil, dampak buruknya adalah pada proses pengkaderan dan pendewasaan
struktur partai politik di daerah. Dari Pilkada yang telah lewat, nampaknya pilihan
kedua yang lebih banyak diambil partai politik. Partai politik lebih berkepentingan
memilih nama yang punya potensi menang. Ada kecenderungan rekruitmen calon
kepala daerah yang diusung oleh partai politik dalam Pilkada lebih ditentukan
oleh kepentingan pengurus partai di pusat.

HAMPIR semua partai politik, terutama partai-partai yang menjadi kekuatan terpenting bagi masing-masing partai
memperoleh kursi legislatif besar, seperti tak mau keting- politik untuk melapangkan jalan menuju arena Pemilu 2009
galan dalam memperebutkan kursi kepala daerah. Agar tidak mendatang.
kecolongan, berbagai strategi disiapkan, baik oleh masing-
masing kandidat yang mau maju dalam pencalonan ataupun Berbagai pertimbangan diatas, masing-masing partai politik
masing-masing partai politik yang tak mau kalah bersaing pada akhirnya cenderung tidak melewatkan momentum
dalam arena kompetisi tersebut. Pilkada dengan berbagai siasat untuk mendulang keme-
nangan. Sejak digulirkan kebijakan Pilkada langsung melalui
Mengapa arena Pilkada begitu memiliki makna penting bagi UU No.32 2004 masing-masing Partai politik mulai dari level
partai politik? Setidaknya ada beberapa alasan mendasar. Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah
Pertama, kemenangan dalam Pilkada, dianggap sebagai (DPD), hingga Dewan Pimpinan Cabang (DPC) nampak
kata kunci awal di dalam memperebutkan kekuasaan ekse- mulai mengatur siasat dan strategi.
kutif di masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif
inilah nantinya bisa menjadi mesin yang ampuh dalam Tulisan ini akan membahas mengenai bagaimana strategi
menjalankan kebijakan dan visi-visi politik masing-masing partai politik dalam menjaring nama yang akan dicalonkan
partai politik. Kedua, pemenangan dalam Pilkada dianggap sebagai kepala daerah. Tahap penjaringan dan pencalonan
sebagai peluang bagi partai politik dalam proses pembe- amat menentukan. Jika partai politik bisa menjaring nama
lajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai yang potensial, potensi kemenangan akan semakin besar.
politik yang selama proses Pilkada cenderung mendorong Karena pentingnya tahap ini, partai politik umumnya mem-
para kadernya untuk maju sebagai kandidat. Ketiga, bagi buat suatu mekanisme yang menjamin mereka bisa mendu-
partai politik, Pilkada juga dianggap sebagai arena untuk kung calon yang secara potensial bisa memenangkan
menjaring para kader potensial yang populer. Pilkada. Sebagai kasus, yang akan dianalisis dalam tulisan
ini adalah Partai Golkar dan PDIP. Ada alasan khusus
Kontestasi politik, yang sering disederhanakan sebagai mengapa tulisan ini hanya memfokuskan pada Partai Golkar
arena kekuasaan dalam era Pilkada membutuhkan para dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dua
kader yang populer dan potensial. Popularitas seringkali partai ini hampir di semua wilayah (provinsi, kabupaten/kota),
18 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

mempunyai suara yang signifikan. Dalam Pemilu Legislatif politik di daerah selama Pemilu Legislatif 2004. Target Partai
2004 lalu, kedua partai ini, di hampir semua wilayah Golkar dan PDIP misalnya, tidak dapat dilepaskan dari
memperoleh suara di atas 15% sehingga memungkinkan perhitungan kemenangan yang diperoleh kedua partai itu
untuk mencalonkan kandidat kepala daerah tanpa harus ketika menguasai kursi legislatif (DPRD) di daerah.
berkoalisi dengan partai lain.1
Bagaimana upaya yang dilakukan oleh partai politik untuk
Mengadu Strategi, Merebut Peluang mencapai terget menang dalam Pilkada? Salah satu tahap
Diantara partai-partai besar yang bersaing ketat dalam yang diperhatikan oleh partai politik adalah tahapan penja-
perebutan perolehan kursi di Pilkada adalah Partai Golkar ringan dan seleksi nama untuk diajukan sebagai calon
dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). kepala daerah. Yang menarik, partai politik umumnya meya-
Persaingan ini dilakukan dalam rangka mengejar perolehan kini bahwa Pilkada berbeda dengan Pemilu Legislatif.
target dari masing-masing partai di level kabupaten maupun Berbeda dengan Pemilu Legislatif yang lebih memilih partai,
propinsi. dalam Pilkada pemilih lebih memilih orang. Ketokohan
seorang calon kepala daerah lebih menjamin kemenangan
Pada awal pelaksanaan Pilkada, Sekretaris Jenderal dalam Pilkada. Karena itu, partai politik ingin memastikan
(Sekjen) DPP PDIP, Pramono Anung menyatakan bahwa agar calon yang diusung adalah calon yang punya potensi
PDIP dalam Pilkada mentargetkan kemenangan seperti yang besar dalam memenangkan Pilkada.
diperoleh saat Pemilu Legislatif—yakni 158 daerah, baik
provinsi, kabupaten, maupun kota. Atau 30 persen keme- Masing-masing Partai politik, mulai dari level Dewan
nangan dalam Pilkada provinsi dan 50 persen dalam Pilka- Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah (DPD),
da kabupaten/kota. 2DPP PDIP sempat menggelar rapat hingga Dewan Pimpinan Cabang (DPC) merumuskan
pimpinan, di Yogyakarta, 17-20 April 2005, untuk membahas strategi pada berbagai tahapan Pilkada. Adapun tahapan
upaya pencapaian target memenangkan Pilkada di seluruh proses yang dilakukan oleh masing-masing partai politik
Indonesia (Republika, 20 April 2005). Untuk mencapai target dalam menjaring dan menseleksi calon meliputi empat hal.
tersebut, calon dari PDIP harus mengikuti semacam Pertama, proses penjaringan nama-nama kandidat yang
“konvensi” di rapat kerja khusus. Dari konvensi itu dapat akan diusung dalam Pilkada. Kedua, melakukan verifikasi
diukur seberapa populer calon yang bersangkutan di daerah terhadap nama-nama kandidat yang dinominasikan akan
tersebut. maju dalam proses Pilkada. Ketiga, melakukan penyaringan
terhadap nama-nama kandidat yang telah dinominasikan.
Partai Golkar tak mau ketinggalan dengan langkah strategi Keempat, penentuan nama-nama kandidat yang akan
pemenangan yang dilakukan PDIP. Wakil Ketua Umum DPP diajukan pada masing-masing KPUD.
Partai Golkar, Agung Laksono menyatakan bahwa Partai
Golkar menargetkan kemenangan mayoritas di tujuh provinsi Partai Golkar membuat aturan mengenai penjaringan dan
dan 148 kabupaten/kota (Suara Pembaruan, 20 April 2005). seleksi calon kepala daerah ini dalam Petunjuk Pelaksanaan
Sementara Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla menya- (Juklak) No.1/2005 (Februari 2005) tentang Tata Cara
takan bahwa Partai Golkar berani menargetkan 60 persen Pemilihan Kepada Daerah. Juklak itu antara lain mengatur
dari calon yang maju dari Partai Golkar dapat memenangi soal teknis dan mekanisme pelaksanaan Pilkada sebagai
Pilkada. pedoman bagi kader Golkar di daerah. Secara umum, Juklak
juga mengatur soal pasangan calon yang diajukan oleh
Sebagian besar partai politik besar menunjukkan tingkat partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi
kepercayaan yang sangat tinggi dapat memenangkan syarat sesuai ketentuan. Juklak DPP Partai Golkar tentang
Pilkada. Hanya partai-partai kecil yang tidak secara terang- tahapan rekruitmen pasangan calon kepala daerah menye-
terangan mencanangkan target pemenangan Pilkada. butkan, bila Golkar pada pemilu legislatif 2004 menguasai
Bahkan partai besar seringkali mematok anggka tertentu suara di atas 50% di suatu daerah, partai itu akan meng-
yang diyakini mampu dicapainya dalam proses Pilkada. Hal ajukan kadernya sebagai calon kepala daerah dan wakil
ini barangkali berangkat dari asumsi kemenangan partai kepala daerah. Untuk daerah yang menempatkan Partai

1
Berdasarkan ketentuan UU No.23 tahun 2004, pasangan calon sebagai peserta Pemilihan Kepala Daerah, harus diajukan oleh partai
politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % jumlah kursi DPRD atau 15% dari
akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu Anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
2
Pada kongres ke-2 awal April 2005, secara khusus PDIP membuat beberapa target pencapaian. Diantaranya memenangi pemilihan kepala
desa dan pemilihan kepala daerah. Sasaran pertama yang akan dicapai adalah memenangi pemilihan kepala desa minimal sebesar 75
persen di wilayah kabupaten yang merupakan basis partai PDIP, 50 persen di wilayah kabupaten dengan kekuatan berimbang, dan 25
persen di wilayah yang bukan basis PDIP. Sasaran kedua adalah memenangi Pilkada langsung minimal sebesar 50 persen di tingkat
kabupaten/kota dan 30 persen di tingkat provinsi.
KAJIAN BULANAN 19

Golkar sebagai pemenang pertama dengan suara 15%- mau harus mendapatkan dukungan dari DPD dan PK
50%, Golkar hanya mengajukan calon sebagai kepala (Pengurus Kecamatan) yang ada di daerah. Juklak No.1/
daerah. Sementara itu, untuk daerah dengan suara di bawah 2005 menekankan prinsip desentralisasi, dimana calon
15% dan bukan pemenang pertama, Golkar hanya yang akan didukung oleh Golkar telah melewati proses
mengajukan calon wakil kepala daerah. pemilihan di daerah. DPP Pusat hanya mengesahkan saja
calon yang sudah terpilih lewat proses di daerah.
Pada tahap penjaringan, Partai Golkar memberi kesempatan
yang luas kepada kader partai Golkar dan perorangan ( tokoh Secara umum, substansi Juklak No.1/2005 ini sangat ideal
di luar Partai Golkar) untuk mencalonkan diri lewat partai dan demokratis. Juklak ini mulai dipakai Partai Golkar sela-
Golkar. DPD Golkar di daerah dalam Petunjuk Pelaksanaan ma pelaksanaan Pilkada Bulan Juni 2005. Pilkada dilang-
(Juklak) No.1/2005 ini mempunyai posisi yang sentral. sungkan secara serentak di 160 wilayah di seluruh Indo-
Karena DPD (provinsi dan kabupaten) yang berperan dalam nesia. Hasil Pilkada ini ternyata mengecewakan Partai
menjaring nama-nama untuk diajukan sebagai calon kepala Golkar. Alih-alih mencapai target kemenangan di atas 60%,
daerah.3 Nama-nama yang masuk akan diseleksi oleh Tim calon-calon yang diajukan Partai Golkar justru banyak yang
Pengarah dan dipilih sebanyak tiga nama calon kepala kalah.
daerah. Pemilihan dan penetapan satu nama calon yang
akan didukung dalam Pilkada ditetapkan dalam suatu Rapat Pada Juni 2005 dilangsungkan 160 Pilkada yang meliputi 7
Pimpinan yang dihadiri oleh delegasi dari DPP, DPD Provinsi, pemilihan gubernur, 129 pemilihan bupati dan 24 pemilihan
DPD Kabupaten /kota dan ormas. walikota (Lihat Desk Pilkada Depdagri, Rekapitulasi Proses
Keppres dan keputusan menteri Dalam Negeri, 13 Oktober
Yang menarik dari Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 2005). Dari 160 pemilihan di bulan Juni tersebut, Partai
ini adalah posisi suara DPD yang besar. Rapat pimpinan Golkar mendominasi saat Pemilu Legislatif 2004. Sebanyak
untuk memilih satu calon yang didukung Golkar ini dilakukan 115 wilayah diantaranya dimenangkan oleh Partai Golkar
lewat mekanisme pemilihan terbuka, dimana masing- pada Pemilu Legislatif 2004. Yang menarik dari 115 wilayah
masing delegasi mempunyai suara (voting block) yang dimana Partai Golkar saat Pemilu Legislatif menang, hanya
berbeda. Rapat pimpinan ini memang dihadiri oleh 38.3% saja yang menang dalam Pilkada. Mayoritas (61.7%)
perwakilan dari DPP dan DPD Provinsi, tetapi suara ( voting justru partai Golkar kalah di wilayah dimana saat Pemilu
block) dari DPD kabupaten lah yang paling besar dan Legislatif 2004 menang. Hal yang sama juga dialami oleh
menentukan. Dalam Rapat Pimpinan untuk menentukan PDIP. Dari wilayah dimana PDIP menang saat Pemilu
calon kepala daerah dalam Pilkada provinsi misalnya, DPD Legislatif 2004 (31 wilayah), hanya 12 wilayah PDIP menang
Kabupaten/ Kota mempunyai suara sebanyak 65%. Dengan kembali dalam Pilkada.
kata lain, dari nama yang telah terjaring dapat dipastikan
nama yang didukung oleh DPD Kabupaten / Kota yang akan Dengan kenyataan ini, target pencapaian Golkar dan PDIP
menang dan menjadi calon resmi dari Partai Golkar. Demi- dalam Pilkada tidak tercapai. Di kalangan internal Partai
kian juga untuk Pilkada kabupaten. Posisi suara PK (Peng- Golkar mulai muncul suara yang mempertanyakan
urus Kecamatan) dalam menggolkan calon sangat besar. rendahnya kemenangan calon dari Partai Golkar. Salah satu
Dalam Rapat Pimpinan untuk memutuskan calon yang akan yang dipandang sebagai penyebab kekalahan Golkar adalah
diusung oleh partai Golkar ini, PK total mempunyai suara calon-calon yang diusung oleh Partai Golkar tidak bisa
(voting block) sebanyak 65%. bersaing dengan calon lain.4 Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)
No.1/2005 yang dipandang terlalu longgar adalah sasaran
Dengan kata lain, Juklak No.1/2005 ini bukan hanya menem- pertama untuk diperbaiki oleh Golkar.
patkan DPD Partai Golkar di daerah dalam posisi sentral
ketika menjaring calon kepala daerah, tetapi juga saat Pada September 2005, Partai Golkat melakukan revisi atas
penetapan dan penentuan calon. Jika seseorang ingin Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 dengan Juklak
menggunakan Golkar sebagai kendaraan politik, mau tidak yang baru, yakni Juklak- DPP/Golkar/IX/2005. Secara umum

3
Jika dicermati, proses penjaringan nama-nama versi Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 ini mengadopsi ide “konvensi”seperti yang
pernah dilakukan oleh Partai Golkar ketika mengusung calon presiden Tahun 2004 lalu. Ketika itu Partai Golkar memberi kesempatan
kepada semua pihak (kader dan perorangan di luar Partai Golkar) untuk mencalonkan diri. Hasilnya, Wiranto yang bukan pengurus Partai
Golkar keluar sebagai pemenang dalam konvensi dan menjadi calon presiden yang didukung oleh Partai Golkar.
4
Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla ketika diwawancarai media, menilai mekanisme konvensi yang dijalankan pada Pilkada 2005 terlalu
banyak menguras energi sehingga kerja partai kurang maksimal untuk menggolkan calon dari internal partai. Kalla mengingatkan indikasi
lain, banyak kader Golkar berhasil menduduki jabatan kepala daerah atau wakil kepala daerah meski tidak diusung oleh Partai Golkar
dalam pencalonannya.
20 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Tabel 1: Perbandingan Kemenangan Pemilu Legislatif dan Pilkada Sejumlah Partai Periode Bulan Juni 2005

Partai Pemenang Pemilu Legislatif 2004 Kalah Menang Total

Golkar
Jumlah 71 44 115
Persen 61.7 38.3 100
PDIP
Jumlah 19 12 31
Persen 61.3 38.7 100
PDS
Jumlah 1 1 2
Persen 50 50 100
PKB
Jumlah 4 2 6
Persen 66.7 33.3 100
PKS
Jumlah 2 2 4
Persen 50 50 100
PPDK
Jumlah 1 0 1
Persen 100 0 100
PPP
Jumlah 0 1 100
Persen 0 100 100

Sumber : Diolah dari database Pilkada Lingkaran Survei Indonesia dan Desk Pilkada Depdagri, Rekapitulasi Proses Keppres dan
keputusan menteri Dala Negeri, 13 Oktober 2005.

mekanisme pencalonan dari partai Golkar dilakukan yang baru, Juklak DPP/Golkar/IX/2005. Pada Juklak yang
sebagai berikut. Tahap awal dari rekruitmen kandidat dimulai lama, proses penjaringan nama diserahkan sepenuhnya
dari proses penjaringan yang dilakukan 6 bulan sebelum kepada DPD Golkar di daerah. DPD Golkar ini yang akan
pelaksanaan Pilkada. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) mengumumkan dan membuka pendaftaran calon yang ber-
kabupaten / kotamadya yang akan melangsungkan Pilkada minat mencalonkan diri dengan menggunakan kendaraan
melakukan penjaringan dengan mendata calon-calon di Golkar. Tetapi dalam Juklak DPP/Golkar/IX/2005, kewe-
daerah yang potensial. Nama-nama ini lalu diinformasikan nangan DPD ini dipangkas. Fungsi DPD Golkar di daerah
kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar di Jakarta. terbatas hanya pada mendata dan mengidentifikasi nama-
Lima bulan menjelang Pilkada, Golkar akan melakukan nama yang dipandang potensial—bisa kader Golkar, bisa
survei ( dengan menunjuk lembaga survei yang independen) juga kader di luar Partai Golkar. DPP Partai Golkar yang akan
untuk mengukur popularitas dan dukungan dari masing- menetapkan mana nama-nama yang potensial untuk
masing calon yang potensial tersebut. Hasil dari survei ini didukung oleh partai Golkar—dengan mempertimbangkan
oleh DPP Partai Golkar akan dibuat rangking kandidat yang profil dari masing-masing calon dan hasil survei lembaga
potensial (dari urutan 1 hingga 5). Nama-nama yang punya profesional yang ditunjuk oleh Partai Golkar.
potensi menang dalam Pilkada ini diberikan kepada DPD
Partai Golkar di daerah agar dilakukan pendekatan. Penetapan calon yang akan didukung Golkar dilakukan lewat
sebuah Rapat Pilkada yang dihadiri oleh perwakilan dari
Dari sini sudah terlihat adanya perbedaan yang tajam antara DPP, DPD dan organisasi onderbow Golkar. Untuk Pilkada
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005 dengan Juklak tingkat kabupaten / kotamadya, rapat dihadiri oleh wakil dari
KAJIAN BULANAN 21

DPP, DPD Provinsi, DPD Kabupaten / Kota dan ormas ke DPP PDIP di Jakarta. Proses terakhir dari penentuan
(onderbauw) Golkar. Pemilihan dilakukan secara langsung calon adalah penetapan yang dilakukan oleh rapat yang
(voting), dengan komposisi suara: delegasi DPP mempunyai dilakukan oleh DPP PDIP. Dalam menetapkan calon ini, DPP
hak suara sebesar 20%; delegasi DPD Provinsi mempunyai PDIP bisa menetapkan calon berdasar nama-nama calon
hak suara sebesar 30%; delegasi DPD Kabupaten/Kota hasil Rakercabsus, tetapi bisa juga menetapkan calon di
mempunyai hak suara secara keseluruhan sebesar 20%, luar hasil Rakercabsus. Yang juga perlu dicatat, nama yang
delegasi pengurus kecamatan 20% dan delegasi organisasi mendapat dukungan tertinggi dalam Rakercabsus, tidak
sayap mempunyai hak suara secara keseluruhan sebesar secara otomatis ditetapkan oleh DPP PDIP sebagai calon
10%. Sementara untuk Pilkada Provinsi, DPP mempunyai kepala daerah. DPP PDIP punya kewenangan untuk memilih
hak suara sebesar 40%, DPD Provinsi 20%, DPD Kabupaten siapa dari calon-calon itu yang akan didukung. Calon yang
/ kota 30% dan ormas sebanyak 10%. ditetapkan DPP dikirim kembali ke DPD dan DPC untuk
selanjutnya didaftarkan ke KPUD setempat.
Ini juga perbedaan mendasar lain antara Juklak No.1/2005
dengan Juklak DPP/Golkar/IX/2005. Proses penetapan dan Apa perbedaan mekanisme pencalonan versi Golkar dan
penentuan calon yang didukung oleh Golkar memang tetap PDIP? Dalam Juklak Partai Golkar, proses penjaringan calon
diputuskan lewat sebuah rapat pimpinan. Tetapi komposisi dilakukan bersama-sama antara DPP dengan DPD—
suara dari DPD Kabupaten/kota dan PK (Pengurus Keca- dimana DPD akan mendata dan mengidentifikasi nama-
matan) sangat berbeda tajam. Untuk Pilkada provinsi nama calon dan DPP yang menetapkan nama-nama yang
misalnya. Dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) No.1/2005, potensial lewat survei. Dalam Juklak Golkar, antara DPP
suara DPD Kabupaten / kota sebanyak 65%. Sementara dan DPD saling berbagi peran. Sementara di PDIP, proses
dalam Juklak DPP/Golkar/IX/2005 suara yang dimiliki (voting penjaringan nama-nama diserahkan sepenuhnya kepada
block) hanya sebanyak 30%. Lebih jauh tentang perbedaan DPC (Dewan Pimpinan Cabang).6 DPC akan menggelar
ini lihat Tabel 2. Rakercabsus (Rapat Kerja Cabang Khusus) yang dihadiri
oleh semua PAC (Pengurus Anak Cabang). Dalam
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga Rakercabsus inilah nantinya akan ditelurkan sejumlah nama
mempunyai mekanisme sendiri dalam menjaring dan yang akan direkomendasikan kepada DPP PDIP untuk dipilih
menetapkan calon yang akan didukung dalam Pilkada. sebagai calon kepala daerah.
Mekanisme itu diatur dalam Surat Keputusan (SK) Nomor
024/KPTS/DPP/VII/2005.5 PDIP membagi proses penentuan Sampai tahap ini seakan terlihat mekanisme yang dibuat
calon kepala daerah ke dalam tiga tahap—tahap penja- oleh PDIP lebih mengakomodasi suara partai di daerah
ringan, penyaringan dan penetapan calon. Proses penja- dibandingkan dengan Golkar. Karena di PDIP, penjaringan
ringan dilakukan oleh DPC (Dewan Pimpinan Cabang) nama-nama dilakukan sepenuhnya oleh DPC tanpa campur
dengan menampung aspirasi dan membuka pendaftaran tangan dari DPP. Tetapi pada proses selanjutnya, mulai
bagi kandidat. Nama-nama yang masuk (dan telah dive- terlihat mekanisme yang dibuat oleh PDIP juga sentralistik.
rifikasi) disaring dalam Rakercabsus (Rapat Kerja Cabang Hal ini karena Rakercabsus hanya merekomendasikan
Khusus). Peserta Rakercabsus ini adalah ketua dan beberapa nama dan tidak berwenang dalam memilih satu
sekretaris ranting, seluruh pengurus PAC partai dan seluruh nama untuk diajukan sebagai calon. Penentuan satu nama
pengurus DPC Partai. Pemilihan nama-nama dilakukan sebagai calon PDIP dilakukukan oleh DPP Pusat PDIP. Pada
lewat pemungutan suara (voting). Rakercabsus ini memilih tahap ini, mekanisme Golkar lebih mengakomodasi suara
sekurang-kurangnya 4 bakal calon kepala daerah. daerah dibandingkan dengan PDIP. Karena penentuan calon
dari Golkar ditentukan lewat suatu rapat yang dihadiri oleh
DPC Partai melaporkan kepada DPD Partai seluruh hasil semua delegasi dari DPP, DPD Provinsi, DPP Kabupaten
Rakercabsus dengan melampirkan hasil perolehan suara hingga PK (Pengurus Kecamatan)—meski masing-masing
untuk semua calon yang masuk dalam Rakercabsus. DPD delegasi atau perwakilan itu mempunyai blok suara (voting
Partai memberi rekomendasi nama-nama yang masuk block) yang berbeda. Sementara di PDIP, penentuan satu
tersebut untuk diteruskan ke DPP PDIP Pusat di Jakarta. Di calon kepala daerah untuk didukung oleh PDIP ditentukan
sini, fungsi DPD hanya meneruskan saja hasil Rakercabsus lewat rapat oleh DPP Pusat dan tidak menyertakan DPD
dan DPC.

5
Lihat DPP PDIP, Surat Keputusan Nomor 024/KPTS/DPP/VII/2005, Penyempurnaan Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati dan
/Wakil Bupati, Walikota dan / Atau Wakil Walikota dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, 2005. SK ini adalah penyempurnaan dari
SK sebelumnya (SK No. 429/DPP/KPTS/XII/2004).
6
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) adalah struktur organisasi PDIP di tingkat kabupaten / kota. Untuk Golkar, struktur yang sama ini bernama
DPD ( Dewan Pimpinan Daerah) kabupaten / kota. PK (Pengurus Kecamatan) adalah struktur organisasi Golkar di tingkat kecamatan. Ini
setara dengan PAC (Pengurus Anak Kecamatan) di PDIP.
22 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Tabel 2: Perbandingan Mekanisme Partai Golkar Dalam Juklak Pilkada Edisi Pebruari 2005 dan Edisi September 2005

No Aspek Juklak 01/ DPP/Golkar/II/2005 Juklak DPP/Golkar/IX/2005


(Pebruari 2005) (September 2005)

1 Posisi Pencalonan a) Wilayah (Provinsi, Kabupaten, Kota) dimana Sama dengan Juklak sebelumnya, tidak
pada Pemilu Legislatif Golkar memperoleh suara ada perbedaan.
di atas 50%, posisi kepala daerah dan wakil
kepala daerah berasal dari kader Golkar.
b) Apabila perolehan suara Golkar pada Pemilu
Legislatif di wilayah (Provinsi, Kabupaten, Kota)
antara 15-50% atau Golkar menjadi pemenang
pertama, posisi kepala daerah diusulkan
berasal dari kader Golkar. Sementara wakil
kepala daerah diusulkan dari kader partai politik
lain atau perseorangan.
c) Apabila perolehan suara Golkar pada Pemilu
Legislatif di wilayah (Provinsi, Kabupaten, Kota)
kurang dari 15% atau Golkar bukan menjadi
pemenang pertama, posisi wakil kepala daerah
diusulkan berasal dari kader Golkar. Sementara
posisi kepala daerah dimungkinkan berasal dari
partai lain yang diperkirakan mempunyai tingkat
elektabilitas tinggi.

2 Tahap Penjaringan a) Penjaringan pasangan bakal calon kepala a) Selambat-lambatnya H-6 bulan sebelum
Calon daerah pada masing-masing tingkatan dilakukan pemungutan suara pemilihan kepala
secara demokratis, terbuka dengan memberi daerah, dilakukan penjaringan terhadap
kesempatan seluas-luasnya kepada kader, nama-nama bakal calon kepala daerah
anggota, partisipan Partai Golkar maupun yang dinilai potensial di daerah.
perseorangan. b) DPD Partai Golkar Provinsi dan DPD
b) Penyaringan pasangan bakal calon Kepala Partai Golkar Kabupaten/Kota melakukan
Daerah pada masing-masing tingkatan dilakukan inventarisasi nama-nama bakal calon.
untuk menyeleksi nama-nama pasangan bakal c) Selambat-lambatnya H-5 bulan sebelum
calon hasil verifikasi dan dikerucutkan menjadi 3 pemungutan suara dilakukan survei dan
(tiga) pasangan bakal calon, oleh Tim Pengarah pengkajian terhadap nama-nama bakal
Pilkada Provinsi atau Tim Pengarah Pilkada calon kepala daerah. DPP Partai Golkar
Kabupaten/Kota yang bersangkutan. menunjuk lembaga survei independen
c) Rapat Tim Pengarah Pilkada menetapkan 3 untuk mengkaji tingkat elektibilitas nama-
(tiga) pasangan bakal calon tersebut dan nama bakal calon yang terjaring tersebut.
bersifat final. d) DPP Partai Golkar menyampaikan
Rekomendasi terhadap posisi yang
ditargetkan, maupun nama-nama bakal
calon kepala daerah/wakil kepala daerah.

3 Mekanisme Ditetapkan lewat Rapat Pimpinan DPD Provinsi. Ditetapkan lewat Rapat Tim Pilkada Pusat.
Pemilihan / Rapat dihadiri oleh delegasi dari DPP, DPD Rapat Tim Pilkada Pusat diselenggarakan
Penetapan Calon Provinsi, DPD Kabupaten /kota dan ormas. oleh DPP Partai Golkar, dilaksanakan di
Kepala Daerah Wakil domisili DPD Partai Golkar Provinsi terkait.
Kepala Daerah Rapat Tim Pilkada Pusat dihadiri oleh
Provinsi delegasi dari DPP, DPD Provinsi, DPD
Kabupaten /kota dan ormas.
KAJIAN BULANAN 23

4 Derajat kewenangan (Dengan jumlah DPD Partai Golkar Pemilihan calon kepala daerah/wakil
dalam mekanisme Kabupaten/Kota kurang dari 20) kepala daerah provinsi dilakukan
Pemilihan Calon a. Delegasi DPD Provinsi memiliki hak suara dengan cara pemungutan suara secara
Kepala Daerah/Wakil secara voting block bernilai 25%. bebas dan rahasia untuk memilih 1 (satu)
Kepala Daerah b. Delegasi DPD Kabupaten/Kota di wilayah dari antara 3 (tiga) sampai dengan 5
Provinsi Provinsi yang bersangkutan memiliki hak suara (lima) nominasi bakal calon kepala daerah
secara voting block jumlah keseluruhan bernilai yang akan dipilih, dengan pengaturan hak
65%. suara bagi setiap delegasi sebagai
c. Delegasi Ormas dan Organisasi Sayap berikut:
tingkat Provinsi yang bersangkutan memiliki hak a. Delegasi DPP Partai Golkar ,
suara secara voting block jumlah keseluruhan mempunyai hak suara sebesar 40%.
bernilai 10%). b. Delegasi DPD Partai Golkar Provinsi,
mempunyai hak suara sebesar 20%.
5 Derajat kewenangan (Dengan jumlah DPD Partai Golkar c. Delegasi DPD Partai Golkar
dalam mekanisme Kabupaten/Kota lebih dari 20 ) Kabupaten/Kota, mempunyai hak suara
Pemilihan Calon a. Delegasi DPD Provinsi memiliki hak suara secara keseluruhan sebesar 30% atau
Kepala Daerah/Wakil secara voting block bernilai 20%. masing-masing DPD Partai Golkar
Kepala Daerah b. Delegasi DPD Kabupaten/Kota di wilayah Kabupaten/Kota memiliki hak suara
Provinsi Provinsi yang bersangkutan memiliki hak suara sebesar 30% dibagi jumlah keseluruhan
secara voting block jumlah keseluruhan bernilai DPD Partai Golkar Kabupaten/Kota di
70%. Provinsi yang bersangkutan.
c. Delegasi Ormas dan Organisasi Sayap d. Delegasi Ormas dan Organisasi sayap
tingkat Provinsi yang bersangkutan memiliki hak tingkat provinsi, mempunyai hak suara
suara secara voting block jumlah keseluruhan secara keseluruhan sebesar 10%, atau
bernilai 10%. nilai suara setiap Ormas atau Organisasi
sayap 10% dibagi jumlah Ormas/
organisasi sayap yang ada di tingkat
provinsi yang bersangkutan.

6 Mekanisme Ditetapkan lewat Rapat Pimpinan DPD Ditetapkan lewat Rapat Tim Pilkada
Pemilihan / Kabupaten / Kota. Rapat dihadiri oleh delegasi Provinsi. Rapat Tim Pilkada Provinsi
Penetapan Calon dari DPP, DPD Provinsi, DPD Kabupaten /kota dihadiri oleh delegasi dari DPP, DPD
Kepala Daerah Wakil Pengurus Kecamatan (PK) dan ormas. Provinsi, DPD Kabupaten /kota, PK
Kepala Daerah (Pengurus Kecamatan) dan ormas.
Provinsi

7 Derajat kewenangan (Dengan jumlah Pengurus Kecamatan Pemilihan calon kepala daerah/wakil
dalam mekanisme Partai Golkar kurang dari 20) kepala daerah Kabupaten/Kota
Pemilihan Calon a.Delegasi DPD Kabupaten/Kota memiliki hak dilakukan dengan cara pemungutan
Kepala Daerah/Wakil suara secara voting block bernilai 25%. suara secara bebas dan rahasia untuk
Kepala Daerah b.Delegasi Pengurus Kecamatan Partai Golkar memilih 1 (satu) dari antara 3 (tiga)
Kabupaten/Kota. di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkut-an sampai dengan 5 (lima) orang nominasi
memiliki hak suara secara voting block jumlah bakal calon kepala daerah yang akan
keseluruhan bernilai 65%. dipilih, dengan pengaturan hak suara bagi
c.Delegasi Ormas dan Organisasi Sayap tingkat setiap delegasi sebagai berikut:
Kabupaten/Kota yang bersangkutan memiliki a. Delegasi DPP Partai Golkar ,
hak suara secara voting block jumlah mempunyai hak suara sebesar 20%.
keseluruhan bernilai 10%. b. Delegasi DPD Partai Golkar Provinsi,
mempunyai hak suara sebesar 30%.
c. Delegasi DPD Partai Golkar
Kabupaten/Kota, mempunyai hak suara
sebesar 20%.
24 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

8 Derajat kewenangan (Dengan jumlah Pengurus Kecamatan d. Delegasi PK Partai Golkar terkait
dalam mekanisme Partai Golkar kurang dari 20) mempunyai hak suara secara
Pemilihan Calon a. Delegasi DPD Kabupaten/Kota memiliki hak keseluruhan sebesar 20%, atau masing-
Kepala Daerah/Wakil suara secara voting block bernilai 20%. masing PK Partai Golkar memiliki hak
Kepala Daerah b. Delegasi Pengurus Kecamatan Partai Golkar suara sebesar 20% dibagi jumlah
Kabupaten/Kota. di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkut-an keseluruhan PK Partai Golkar di wilayah
memiliki hak suara secara voting block jumlah kabupaten/kota yang bersangkutan.
keseluruhan bernilai 70%. (Atau nilai suara e. Delegasi Ormas dan Organisasi sayap
voting block setiap PK adalah 70% dibagi tingkat kabupaten/kota, mempunyai hak
jumlah seluruh PK) suara secara keseluruhan sebesar 10%,
c. Delegasi Ormas dan Organisasi Sayap atau nilai suara setiap Ormas atau
tingkat Kabupaten/Kota yang bersangkutan Organisasi sayap adalah 10% dibagi
memiliki hak suara secara voting block jumlah jumlah Ormas/organisasi sayap yang ada
keseluruhan bernilai 10%. di tingkat kabupaten/kota yang
bersangkutan.

Sumber : Diolah dari Juklak 01/ DPP/Golkar/II/2005 (Pebruari 2005) dan Juklak DPP/Golkar/IX/2005 (September 2005)

Sementara itu, PDIP sejak dari semula, nampak cenderung


Di dalam merumuskan kebijakannya, setidaknya ada tiga mengembangkan kebijakan yang lebih sentralistis.
hal yang menjadi dasar kecenderungan masing-masing Kendatipun langkah DPP nampak berupaya keras
Partai politik dalam Pilkada. Pertama, derajat kewenangan memenangkan Pilkada, namun kemenangan ataupun
dari masing-masing level struktur organisasi partai, mulai kekalahan kompetisi menjadi kenyataan politik yang harus
dari DPP, DPD dan DPC. Kedua, mekanisme atau proses diterima.
yang ditentukan oleh masing-masing partai politik pada level
DPP, DPD dan DPC. Dalam hal ini, apakah melalui mekanis- Baik mekanisme penentuan calon kepala daerah Partai
me rapat, konvensi ataukan memberikan hak prerogratif Golkar—setelah Juklak revisi—ataupun PDIP, sama-sama
kepada Ketua Umum atau Tim Sukses Pemenangan Pilkada memberi kewenangan yang besar bagi Dewan Pimpinan
DPP. Ketiga, terkait dengan asal dan prioritas dalam Pusat (DPP). Di Golkar, kewenangan pengurus pusat ini
penentuan kandidat. Prioritas yang dilakukan kemudian sudah ada sejak proses penjaringan calon kepala daerah.
apakah mengajukan dari kader partai ataukan non-kader. Meskipun penetapan calon tunggal yang akan diusung oleh
Tabel 3 merinci secara lebih detil perbedaan antara mekanis- Golkar dilakukan dalam sebuah rapat yang dihadiri oleh
me penjaringan dan seleksi calon kepala daerah di Golkar gabungan pengurus pusat dan daerah. Mekanisme ini
dan PDIP. Dari tabel ini terlihat, meski mempunyai mekanis- berbeda dengan PDIP. Mekanisme penentuan calon di PDIP
me yang berbeda, penjaringan dan seleksi calon di PDIP memang memberi kesempatan yang luas kepada pengurus
dan Golkar masih sentralistik. partai di kabupaten untuk menjaring calon. Tetapi kewe-
nangan untuk memilih sekaligus menetapkan calon tunggal
Dari Desentralisasi Menuju Sentralisasi yang akan didukung oleh PDIP dilakukan oleh pengurus
Uraian di atas menegaskan bagaimana dinamika yang pusat. Bahkan dalam rapat penetapan calon kepala daerah
terjadi dalam partai politik (dalam hal ini Golkar dan PDIP) ini, DPP Pusat tidak mengikutsertakan pengurus cabang /
membuat partai politik mengubah pola rekruitmen calon, daerah.
dari yang semula desentralisasi (menyerahkan kepada
pengurus partai di daerah) menuju pola sentralisasi (penja- Kemungkinan ada sejumlah alasan mengapa Partai Golkar
ringan dan penentuan calon ditentukan oleh pengurus pusat). dan PDIP lebih memilih kebijakan sentralisasi dalam
Derajat sentralisasi di Partai Golkar dan PDIP memang ber- memilih calon kepala daerah. Pertama, mendorong target
beda, tetapi yang pasti kedua partai politik ini menempatkan penguasaan untuk legislatif. Kemampuan memenangkan
pengurus pusat (DPP Partai) pada posisi yang menentukan dan menempatkan pemimpin daerah pada akhirnya meru-
siapa calon yang akan didukung oleh partai. Partai Golkar pakan tiket untuk pemenangan pertarungan legislatif pada
pada mulanya lebih demokratis di dalam merespon per- periode berikutnya. Karena mereka memiliki jaringan dan
kembangan Pilkada. Hal ini terutama nampak dalam Juklak menguasai birokrasi. Kedua, Pilkada hanya memilih satu
awal yang telah dikeluarkan oleh DPP. Namun dalam orang, pada akhirnya persaingan berlangsung sengit. Dalam
perjalanannya, Juklak tersebut telah direvisi yang kemudian proses pemenangan Pilkada, DPP lebih memiliki kontrol
menempatkan posisi DPP dengan kekuasaan besar. dan kekuasaan yang besar. DPP dapat secara langsung
KAJIAN BULANAN 25

Tabel 3: Perbandingan Mekanisme Penjaringan dan Seleksi Calon Kepala Daerah di Partai Golkar dan PDIP
Berdasarkan Juklak Masing-Masing Partai

No Golkar PDIP
Juklak DPP/Golkar/IX/2005 Surat Keputusan (SK) Nomor 024/
KPTS/DPP/VII/2005.

1 Penjaringan Calon Proses penjaringan berupa kegiatan Proses penjaringan dilakukan oleh DPC
inventarisasi nama-nama seluruh bakal calon (Dewan Pimpinan Cabang) dengan
kepala daerah yang dinilai potensial di daerah menampung aspirasi dan membuka
tersebut dan survei/pengkaijan nama-nama pendaftaran bagi kandidat. Nama-nama
potensial. Inventarisasi nama-nama dilakukan yang masuk (dan telah diverifikasi)
oleh DPD Partai Kabupaten/Kota dan DPD disaring dalam Rakercabsus (Rapat Kerja
Provinsi. Survei dan pengkajian terhadap nama- Cabang Khusus). Peserta Rakercabsus
nama bakal calon kepala daerah/wakil kepala ini adalah ketua dan sekretaris ranting,
daerah dilakukan oleh DPP dengan menunjuk seluruh pengurus PAC partai dan seluruh
lembaga survei profesional. pengurus DPC Partai. Pemilihan nama-
nama dilakukan lewat pemungutan suara
(voting). Rakercabsus memilih sekurang-
kurangnya 4 bakal calon kepala daerah.

2 Tahap Verifikasi Verifikasi dilakukan dengan penelitian berkas Proses verifikasi oleh DPD
administrasi persyaratan seluruh bakal calon
kepala daerah/wakil kepala daerah yang telah
mendaftarkan diri, untuk kemudian diseleksi
menjadi 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima) orang
bakal calon, dilakukan oleh Tim Pilkada Daerah
masing-masing.

3 Tahap Pemilihan dan Penetapan calon dilakukan dengan memilih dan Wewenang murni DPP PDI Pusat. Dalam
Penetapan Calon menetapkan 1 (satu) orang calon kepala menetapkan calon ini, DPP PDIP bisa
daerah/wakil kepala daerah dari 3 (tiga) sampai menetapkan calon berdasar nama-nama
dengan 5 (lima) orang bakal calon yang lulus calon hasil Rakercabsus, tetapi bisa juga
verifikasi. Penetapan calon dilakukan dalam menetapkan calon di luar hasil
Rapat Tim Pilkada Pusat (Untuk Pilkada Provinsi) Rakercabsus. Dipilih secara prerogratif
dan Rapat Tim Pilkada Provinsi (untuk Pilkada dan sifatnya final oleh DPP.
Kabupaten/Kota).

4 Derajat kewenangan DPP mempunyai otoritas dalam menjaring nama- PDIP yang sentralistik dalam proses
DPP Pusat nama calon. Dalam tahap penetapan calon yang penentuan nama-nama kandidat yang
akan diusung, suara DPP cukup dominan. Untuk bertarung dalam Pilkada. Proses terakhir
Pilkada Provinsi, DPP memiliki suara 40 % dan dari penentuan calon adalah penetapan
untuk Pilkada Kabupaten/Kota, DPP memiliki yang dilakukan oleh rapat yang dilakukan
suara 20 %. oleh DPP PDIP.

5 Derajat kewenangan Mempunyai suara dalam rapat Pilkada untuk DPD Partai memberi rekomendasi nama-
DPD Provinsi menetapkan calon kepala daerah/wakil kepala nama yang masuk tersebut untuk
daerah yang akan diusung. Dalam Pilkada diteruskan ke DPP PDIP Pusat di Jakarta.
Provinsi, DPD Provinsi, mempunyai hak suara Di sini, fungsi DPD hanya meneruskan
sebesar 20%. Dalam Pilkada Kabupaten/Kota, saja hasil Rakercabsus ke DPP PDIP di
DPD Golkar Propinsi memiliki hak suara 30 %. Jakarta.

6 Derajat kewenangan Mempunyai suara dalam rapat Pilkada untuk Melakukan Rakercabsus DPC Partai
DPD Kabupaten / DPC menetapkan calon kepala daerah/wakil kepala melaporkan kepada DPD Partai hasilnya
daerah yang akan diusung. Untuk Pilkada dengan melampirkan hasil perolehan
Provinsi, DPD Kabupaten/Kota, mempunyai hak suara untuk semua calon yang masuk
suara secara keseluruhan sebesar 30%. Untuk dalam Rakercabsus. Nama yang
Pilkada Kabupaten/Kota, DPD mempunyai hak mendapat dukungan tertinggi dalam
suara sebesar 20%. Rakercabsus, tidak secara otomatis
ditetapkan oleh DPP PDIP sebagai calon
kepala daerah. DPP PDIP punya
kewenangan untuk memilih siapa dari
calon-calon itu yang akan didukung.
Calon yang ditetapkan DPP dikirim kembali
ke DPD dan DPC untuk selanjutnya
didaftarkan ke KPUD setempat.

Sumber : Diolah dari Juklak Juklak DPP/Golkar/IX/2005 (September 2005) dan Surat Keputusan (SK) Nomor 024/KPTS/DPP/VII/2005.
26 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

melakukan pengelolaan kesuksesan Pilkada melalui pemi- usai, kita bisa mengidentifikasi sejumlah konflik yang muncul
lihan kandidat yang dinilainya lebih populer dan memiliki berkaitan denga pebcalonan kandidat oleh partai. Pertama,
peluang kemenangan lebih besar. Hal ini memungkinkan ketegangan karena belum adanya titik temu antara pilihan
pihak DPP untuk melakukan monitoring dan pengarahan kandidat versi DPP dengan DPD atau DPC. Ada banyak
secara langsung pada Tim Sukses Pilkada DPD dan DPC contoh bagaimana kandidat yang didukung oleh DPD atau
untuk melakukan berbagai strategi kebijakan pemenangan DPC suatu partai berbeda dengan kandidat pilihan DPP.
Pilkada. Perbedaan calon pilihan ini memang bisa diselesaikan
lewat mekanisme partai. Tetapi tidak jarang perbedaan ini
Idealnya, proses demokrasi dalam Pilkada mestinya berujung pada konflik berkepanjangan antara pengurus
dilakukan dengan mekanisme yang demokratis. Konse- partai di pusat dengan pengurus partai di daerah7
kuensinya kebijakan DPP masing-masing partai politik
menjalankan langkah desentalistis terhadap keseluruhan Kedua, konflik internal di partai (pusat kepengurusan/DPP)
proses dan mekanisme dalam pengajuan kandidat dalam secara langsung dan tak langsung, merembes ke daerah,
Pilkada. Namun kenyataanya, langkah ini tidak otomatis sehingga membuat DPD/DPW/DPC dilanda perselisihan
menyebabkan kemenangan partai dalam Pilkada. Karena dalam menentukan pasangan calon yang akan mewakili
itu partai politik lebih memilih jalan yang lebih pragmatis sebuah partai dalam pilkada di daerah tertentu.8 Ketiga,
dengan mendukung calon yang diproyeksikan mempunyai ketegangan yang terjadi dalam penentuan kandidat yang
potensi besar dalam memenangkan Pilkada. dilakukan oleh koalisi antar partai politik. Konflik ini terjadi
ketika pengurus partai di pusat dan daerah mempunyai
Pilihan inilah yang lebih tampak menonjol dalam pelak- perbedaan dalam hal partai mana yang akan diajak koalisi.9
sanaan Pilkada selama ini. Pola sentralisasi bagi sebagian
besar partai politik dinilai lebih menjamin kemenangan calon b) Penekanan Pada Hasil, Bukan Kader Partai
yang didukung oleh partai politik. Tetapi perlu disadari Upaya partai politik untuk memenuhi target kemenangan
kebijakan sentralisasi ini meski memberikan kepastian dalam Pilkada, membuat partai politik berburu kandidat yang
kemenangan bagi partai politik, menyimpan sejumlah ekses dipandang potensial dalam memenangkan Pilkada. Hal ini
sebagai berikut. menyebabkan, bukan orang yang memilih partai politik,
namun partai politik yang pada akhirnya berburu orang-orang
a) Potensi Konflik dan Ketegangan yang populer dan berpeluang memenangkan Pilkada. Dari
Penentuan calon kepala daerah oleh partai yang cenderung Pilkada yang telah lewat, kita menyaksikan beragam anomali
sentralistik ini punya potensi konflik. Dari Pilkada yang telah terkait dengan dinamika internal masing-masing partai
politik dan praktek penyelenggaraan Pilkada.
7
Hal ini antara lain dapat kita lihat dari aksi yang dilakukan oleh puluhan orang yang menamakan Barisan Penyelamat Partai Persatuan
Pembangunan merusak sekaligus menyegel Kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPP Kabupaten Sukabumi. Mereka kecewa hasil
Pilkada karena calon yang didukung PPP kalah telak. Dalam pemilihan umum legislatif 2004, PPP di daerah ini menduduki urutan kedua
dengan perolehan sekitar 18 persen suara. Mereka menduga hasil itu tak lepas dari intervensi dari Dewan Pimpinan Pusat PPP yang
mengalihkan dukungan kepada calon lain. Dalam aksi ini, pengunjuk rasa membakar kalender yang terdapat foto Lukman Hakim, anggota
DPR dari PPP yang dianggap bertanggung jawab atas kekalahan pasangan Asep-Yusuf (Liputan6.com, 4/7/2005). Kasus lainnya juga
dapat disimak dari aksi massa Partai Demokrat mendatangi Komisi Pemilihan Umum Salatiga. Mereka menuntut KPU memperhatikan
ketentuan perundang-undangan, serta anggaran dasar/anggaran rumah tangga PD dalam menyikapi “konflik” internal partai tersebut.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua DPD PD Jateng Sukawi Sutarip dan Sekretaris DPD PD Jateng Dani Sriyanto tersebut, diberitahukan
bahwa DPP dan DPD PD merekomendasikan Totok Mintarto dan John M Manoppo sebagai calon. Realitasnya, DPC PD Salatiga
mengusung nama Warsa Susilo-M Haris dalam pendaftaran calon. Pasalnya, pencalonan pasangan tersebut sudah melalui mekanisme
penjaringan bakal calon, sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis DPD PD Jawa Tengah (Suara Merdeka, 11/3/2006)
8
Ini terjadi pada PKB, di mana DPW PKB Jawa Timur terancam dibubarkan oleh DPP PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar.
DPW PKB Jawa Timur kemudian balik melawan. Mereka tidak mengakui DPP hasil Muktamar Semarang. Choirul Anam, dkk kemudian
menganggap DPP Alwi Shihab-Saifullah Yusuf yang sah. Kasus yang menarik dapat kita lihat aksi ribuan pendukung Samsul Hadi
mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Massa dari berbagai elemen masyarakat ini menuntut agar Pilkada
yang akan digelar 20 Juni 2005 ditunda. Mereka meminta anggota Dewan dan anggota Komisi Pemilihan Umum Banyuwangi mencabut
Surat Keputusan KPUD Nomor 07 yang mengesahkan Wahyudi menjadi calon bupati dari Partai Kebangkitan Bangsa. Keputusan ini
dinilai cacat karena sudah dibatalkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya (Liputan6.com, 9/6/2005).Imbas pecahnya kongsi
kepemimpinan PKB ini juga dapat dirasakan dalam proses pencalonan kandidat PKB di Kabupaten Banyuwangi. Bahkan Kantor Komisi
Pemilihan Umum Banyuwangi, Jawa Timur, diduduki massa pengurus cabang Partai Kebangkitan Bangsa kubu Muhaimin Iskandar.
Alasannya KPU Banyuwangi dinilai tak mematuhi keputusan PTUN Surabaya yang mencabut keabsahan pasangan calon bupati dan wakil
bupati PKB kubu Alwi Shihab. Massa mengancam akan terus melaksanakan aksinya hingga tuntutan mereka dipenuhi (Liputan6.com, 3/
6/2005). Kasus yang hampir serupa juga berlangsung di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Konflik internal PKB mengakibatkan partai itu
mendaftarkan dua paket balon ke KPUD Kota Kupang, yakni Drs. Daniel Adoe-Drs. Daniel Hurek dan Drs. Guido Fulbertus-Drs. YanMboeik.
Paket Adoe-Hurek diusung oleh PKB Kota Kupang yang berkoalisi dengan delapan partai politik sedangkan paket Guido-Mboeik didaftarkan
ke KPUD Kota Kupang, juga oleh PKB yang berkoalisi dengan PKPI dan PAN (Indomedia, 27 Maret 2007).
KAJIAN BULANAN 27

Ia pernah menjadi Walikota Bitung, Pelaksana Harian dan


Pertama, fenomena adanya partai politik yang memenangkan Pejabat Sementara Gubernur Maluku Utara, hingga Inspektur
Pemilu Legislatif (menguasai kursi di DPRD) tetapi bersedia Jenderal Depdagri. Sementara kader PDIP sendiri (Freddy
hanya menempati posisi sebagai wakil kepala daerah. Harry Sualang) hanya berposisi sebagai wakil kepala daerah.
Misalnya di Provinsi Jambi. Pada Pemilu Legislatif 2004
lalu, Partai Golkar menang dengan perolehan suara Ada kecenderungan partai memilih kandidat bukan dari
sebanyak 24.71%. Kursi di DPRD Provinsi Jambi juga dikuasi kader, tetapi punya potensi menang dalam Pilkada. Memang,
oleh Partai Golkar. Dari total 45 kursi di DPRD Jambi, seba- di era pemilihan langsung, posisi kandidat lebih dipandang
nyak 11 kursi (24%) direbut oleh Golkar. Tetapi kemenangan penting dibandingkan partai politik. Namun tidak berarti
dalam Pemilu Legislatif ini tidak membuat Golkar percaya bahwa proses pengkaderan diabaikan oleh masing-masing
diri dengan mencalonkan kadernya sebagai kepala daerah. partai politik. Partai politik cenderung mendorong para
Dalam Pilkada Provinsi Jambi, kader Golkar (Anthoni Zeidra kandidat yang populer dimana mayoritas bukan dari
Abidin) menempati posisi sebagai wakil kepala daerah, kalangan kader selama proses Pilkada. Target kemenangan
mendampingi calon dari Partai Amanat Nasional (Zulkifli partai dalam hal ini nampak jauh lebih dikedepankan
Nurdin). Hal yang sama juga terjadi di Provinsi Banten. Di dibandingkan kepentingan proses pengkaderan jangka
provinsi ini, Partai Golkar juga memenangkan Pemilu panjang di masing-masing partai politik. (Ahmad Nyarwi)
Legislatif 2004 lalu dengan perolehan suara 21%. Di Legis-
latif (DPRD) Banten, kursi Partai Golkar juga mayoritas. Dari Daftar Pustaka
75 kursi yang ada di DPRD Banten, sebanyak 16 kursi Faucheux, Ronald A, Introduction : Winning Elections, dalam Ronald
(21.33%) dikuasai oleh Partai Golkar. Tetapi dalam Pilkada A. Faucheux (Eds), Winning Elections : Political Campaign
Provinsi Banten, Partai Golkar berposisi sebagai wakil Management, Strategy & Tactics, New York, M. Evans and
kepala daerah ( Muhammad Masduki), mendampingi calon Company, Inc, 2003.
dari Partai PDIP (Ratut Atut Chosiyah). Herrnson, Paul S., Hired Guns and House Race : Campaign
Professional in House Elections, dalam James A.Thurber and
Gejala ini tidak hanya terjadi di partai besar (seperti Partai Candice J.Nelson (Eds), Campaign Warriors : Political
Golkar dan PDIP), tetapi juga partai lain. Di Batam misalnya. Consultants in Elections, . Washington, Brooings Institution
Dalam Pemilu Legislatif 2004, PKS berhasil menjadi peraih Press, 2000.
suara terbesar dengan 13.42% suara. Tetapi dalam Pilkada Schweuger, Gunter dan Michaela Adami, The Non Verbal Image of
Kota Batam, PKS hanya mengantarkan calonnya sebagai Politicians and Political Parties, dalam Handbook of Political
wakil walikota (Ria Saptarika). Sementara calon walikota Marketing, New Delhi, Sage Publications, 2003.
berasal dari Partai Golkar ( Ahmad Dahlan). Thurber, James A., Introduction to the Study of Campaign Consul-
tants, dalam James A.Thurber and Candice J.Nelson (Eds),
Kedua, menguatnya kecenderungan pilihan kandidat yang Campaign Warriors : Political Consultants in Elections,
akan diajukan adalah non kader partai politik. Partai politik Washington, Brooings Institution Press, 2000.
mengajukan calon kepala daerah yang bukan kader partai Juklak Partai Golkar No.01/DPD/ Golkar /II/2005, Februari 2005
politik—misalnya mantan pejabat, pengusaha, birokrat, Juklak Partai Golkar - DPP/Golkar/IX/2005, September 2005
intelektual dan sebagainya. Ini nampaknya mempunyai dua Surat Keputusan Nomor 024/KPTS/DPP/VII/2005, Penyempurnaan
maksud sekaligus. (a) Partai politik merasa tidak ada kader Petunjuk Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati dan /Wakil Bupati,
partai yang menonjol, sehingga harus mencari tokoh lain. Walikota dan / Atau Wakil Walikota dari Partai Demokrasi Indonesia
(b) Merekrut calon di luar kader partai sekaligus dimaksud- Perjuangan, 2005.
kan untuk memperluas basis dukungan dan menambah Surat Keputusan Nomor No. 429/DPP/KPTS/XII/2004 tentang Petunjuk
kader partai politik di masa mendatang. Hal ini misalnya Pelaksanaan Pemilihan Calon Bupati dan /Wakil Bupati, Walikota
terjadi dalam Pilkada Provinsi Sulawesi Utara. PDIP meng- dan / Atau Wakil Walikota dari Partai Demokrasi Indonesia
gandeng seorang birokrat, yakni Sinyo Sarundayang sebagai Perjuangan, 2004.
calon kepala daerah. Sarundayang adalah seorang birokrat.

9
Hal ini antara lain dapat dilihat pada kasus Pilkada Buleleng. Dua kelompok massa yang masing-masing merupakan pendukung Koalisi
Udayana dan Koalisi Bukit Sinunggal. Ketegangan tak dapat dihindari ketika kedua kelompok massa tersebut datang sekaligus mendaftarkan
paket kandidat kepala daerah Buleleng dengan mengklaim dukungan dari sejumlah partai yang sama. Gabungan partai politik yang
mengatasnamakan diri Koalisi Bukit Sinunggal dengan mengusung paket Jero Nyoman Ray Yusha dan Luh Putu Febriantari mendaftar ke
KPUD Buleleng dengan menyertakan delapan partai politik yakni PPDI, PNBK, PNIM, PDK, PKS, PDS, PPP, dan PAN agar memenuhi
kuota 15 % sesuai persyaratan KPUD Buleleng. Jika dihitung sesuai dengan persentase perolehan suara maka jumlah totalnya adalah
15,09%. Namun tiga partai politik, yakni PPDI, PNBK, dan PNIM sebelumnya juga sudah mendaftarkan paket Gede Dharma Wijaya-IB
Djodhi melalui Koalisi Udayana. Bahkan, PAN yang diklaim ikut mendukung Koalisi Bukit Sinunggal, sejumlah pengurusnya mengaku
tidak pernah mendukung paket Ray Yusha-Febriantari tersebut (Bali Post, 27 Maret, 2007).
28 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

PEMIMPIN UMUM
Denny JA
REDAKSI

Eriyanto (Ketua)
Widdi Aswindi
Eka Kusmayadi

Ridwan Susanto
Arman Salam
Redaktur Tamu: Bagus Sartono & Ahmad Nyarwi

LINGKARAN SURVEI INDONESIA (LSI)

Jl. Raya Venesia EB 1, Kompleks Bukit Gading Mediterania


Kelapa Gading, Jakarta Utara
Telp (021) 4514701, 4514704, Fax (021) 45858035, 4587336

www.lsi.co.id

Kajian ini diterbitkan tiap awal bulan. Kajian bulanan berisi tentang analisis fenomena sosial politik di Indonesia
berdasarkan database dan survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia. Diperbolehkan memperbanyak
atau mengutip bagian dari kajian bulanan ini, dengan menyebut sumber tulisan. Untuk permintaan berlangganan
(gratis) kajian bulanan ini, bisa menghubungi Ika Pratiwi (email: pratiwiika@yahoo.com). Lingkaran Survei Indonesia
(LSI) adalah perusahaan profesional yang mengkhususkan diri pada kegiatan riset opini publik—baik survei politik
(nasional, lokal) maupun survei untuk kalangan bisnis. Selain riset, LSI juga konsultan politik bagi kepala daerah,
partai politik ataupun politisi.

You might also like