You are on page 1of 14

SISTEM PEMBAYARAN BANK INDONESIA

Sistem Pembayaran merupakan sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak
ke pihak lain. Media yang digunakan untuk pemindahan nilai uang tersebut sangat beragam, mulai dari penggunaan
alat pembayaran yang sederhana sampai pada penggunaan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai lembaga
berikut aturan mainnya. Kewenangan mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran di Indonesia dilaksanakan
oleh Bank Indonesia yang dituangkan dalam Undang Undang Bank Indonesia.
Dalam menjalankan mandat tersebut, BI mengacu pada empat prinsip kebijakan sistem pembayaran, yakni keamanan,
efisiensi, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Aman berarti segala risiko dalam sistem pembayaran seperti
risiko likuiditas, risiko kredit, risiko fraud harus dapat dikelola dan dimitigasi dengan baik oleh setiap
penyelenggaraan sistem pembayaran. Prinsip efisiensi menekankan bahwa penyelanggaran sistem pembayaran harus
dapat digunakan secara luas sehingga biaya yang ditanggung masyarakat akan lebih murah karena meningkatnya skala
ekonomi. Kemudian prinsip kesetaraan akses yang mengandung arti bahwa BI tidak menginginkan adanya praktek
monopoli pada penyelenggaraan suatu sistem yang dapat menghambat pemain lain untuk masuk. Terakhir adalah
kewajiban seluruh penyelenggara sistem pembayaran untuk memperhatikan aspek-aspek perlindungan konsumen.
Sementara itu dalam kaitannya sebagai lembaga yang melakukan pengedaran uang, kelancaran sistem pembayaran
diejawantahkan dengan terjaganya jumlah uang tunai yang beredar di masyarakat dan dalam kondisi yang layak edar
atau biasa disebut clean money policy.
:: Ikhtisar Sistem Pembayaran

Instrumen Pembayaran Nontunai yang berlaku di Indonesia


(Kartu, Cek, Bilyet Giro, dan Nota Debet)

Instrumen Pembayaran Tunai yang berlaku di Indonesia


(Gambar Uang, Data Uang, Fitur Keamanan, Uang yang Dicabut, dan Uang Khusus)

KARAKTERISTIK KARTU YANG DITERBITKAN PERBANKAN

: : Karakteristik Kartu Kredit


: : Tampak Depan

: : Tampak Belakang
DETAIL FITUR KARTU KREDIT DENGAN CHIP
Tampak Depan :

1. Chip pada kartu kredit yang selalu diletakkan 3. Nama pemegang kartu.
di bagian depan sisi kartu, chip ini telah 4. Nama penerbit kartu kredit.
ditambahkan berbagai aplikasi yang dapat 5. Masa berlaku kartu kredit.
mengenkripsi data sehingga data dapat 6. Logo Jaringan Kartu kredit.
tersimpan lebih aman.
2. Nomor kartu yang terdiri atas 16 digit.
Tampak Belakang :

.1 Magnetic stripe yang masih dapat digunakan 3. Nomor verifikasi yang terdiri atas tiga digit.
jika kartu kredit tersebut digunakan untuk 4. Alamat Bank penerbit kartu kredit.
bertransaksi di luar negeri. 5. Nama / Logo penerbit kartu kredit.
2. Signature panel adalah tempat pembubuhan
tanda tangan pemilik kartu pada kartu kredit
yang dimiliki.
MEKANISME PENGGUNAAN KARTU KREDIT DENGAN MENGGUNAKAN CHIP
Mekanisme Penggunaan Kartu Kredit dengan menggunakan chip tidak banyak mengalami perubahan dengan
mekanisme sebelumnya. Ketika bertransaksi, hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kartu kredit chip
adalah:
1. Kartu kredit yang Anda serahkan ke kasir akan diproses dengan cara memasukkan kartu ke dalam mesin
EDC yang telah dilengkapi chip atau dikenal dengan istilah di-dip. Pada saat di-dip, kartu mengalami proses
enkripsi terlebih dahulu sebelum akhirnya secara online di-link-an dan di verifikasi dengan penerbit kartu
kredit yang dipakai.
2. Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC yang telah dilengkapi chip akan mengeluarkan bukti transaksi
yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu yang melakukan transaksi.
3. Transaksi selesai.
Mekanisme yang sama mudahnya dengan teknologi sebelumnya yang dikenal dengan magnetic stripe. Yang perlu
diingat adalah, transaksi tidak lagi digesek tapi di-dip, jika dalam bertransaksi kartu kredit Anda masih menggunakan
mekanisme yang lama yaitu digesek, itu berarti kartu kredit dan mesin EDC belum menggunakan Chip. Segera minta
penggantian kartu Anda kepada penerbit kartu yang tertera pada kartu kredit Anda. (***)
SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA
:: Apa Itu Sistem Pembayaran (SP)?
Apa itu SP? SP adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk
melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Lantas,
apa saja komponen dari SP? Sudah barang tentu harus ada alat pembayaran, ada mekanisme kliring hingga
penyelesaian akhir (settlement). Nah, selain itu juga ada komponen lain seperti lembaga yang terlibat dalam
menyelenggarakan sistem pembayaran. Termasuk dalam hal ini adalah bank, lembaga keuangan selain bank, lembaga
bukan bank penyelenggara transfer dana, perusahaan switching bahkan hingga bank sentral (lihat Perkembangan).
:: Evolusi Alat Pembayaran
Alat pembayaran boleh dibilang berkembang sangat pesat dan maju. Kalau kita menengok kebelakang yakni awal
mula alat pembayaran itu dikenal, sistem barter antarbarang yang diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra
moderen. Dalam perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih dikenal
dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat.
Selanjutnya alat pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai
(non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga
alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM,
Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).
:: Alat Pembayaran Tunai
Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang kertas dan logam). Uang kartal masih memainkan
peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat moderen seperti sekarang ini, pemakaian
alat pembayaran tunai seperti uang kartal memang cenderung lebih kecil dibanding uang giral. Pada tahun 2005,
perbandingan uang kartal terhadap jumlah uang beredar sebesar 43,3 persen.
Namun patut diketahui bahwa pemakaian uang kartal memiliki kendala dalam hal efisiensi. Hal itu bisa terjadi karena
biaya pengadaan dan pengelolaan (cash handling) terbilang mahal. Hal itu belum lagi memperhitungkan inefisiensi
dalam waktu pembayaran. Misalnya, ketika Anda menunggu melakukan pembayaran di loket pembayaran yang relatif
memakan waktu cukup lama karena antrian yang panjang. Sementara itu, bila melakukan transaksi dalam jumlah besar
juga mengundang risiko seperti pencurian, perampokan dan pemalsuan uang.
Menyadari ketidak-nyamanan dan inefisien memakai uang kartal, BI berinisiatif dan akan terus mendorong untuk
membangun masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai atau Less Cash Society (LCS).
:: Alat Pembayaran Nontunai
Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin lazim dipakai masyarakat. Kenyataan ini memperlihatkan
kepada kita bahwa jasa pembayaran nontunai yang dilakukan bank maupun lembaga selain bank (LSB), baik dalam
proses pengiriman dana, penyelenggara kliring maupun sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah tersedia dan
dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia
melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-RTGS
adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia.
Bisa dibayangkan, hampir 95 persen transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent) seperti
transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing
(valas) serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun 2009, BI-RTGS melakukan
transaksi sedikitnya Rp182 triliun per hari. Sedangkan transaksi nontunai dengan alat pembayaran menggunakan kartu
(APMK) nilai transaksinya hanya Rp5,34 triliun per hari yang dilakukan bank atau LSB.
Melihat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem pembayaran nasional, sudah barang tentu harus dijaga kontinuitas
dan stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS ini ngadat atau mengalami gangguan jelas akan sangat menganggu
kelancaran dan stabilitas sistem keuangan di dalam negeri. Hal itu belum memperhitungkan dampak material dan
nonmaterial dari macetnya sistem BI-RTGS tadi. Untuk itulah BI sangat peduli menjaga stabilitas BI-RTGS yang
dikategorikan sebagai Systemically Important Payment System (SIPS). SIPS adalah sistem yang memproses transaksi
pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent).Adalah wajar saja apabila Bank Indonesia sangat peduli
menjaga kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, kehandalan teknologi, jaringan pendukung dan aturan main
dalam SIPS. Selain SIPS dikenal pula System Wide Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang digunakan
oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. BI juga peduli dengan SWIPS
karena sifat sistem yang digunakan secara luas oleh masyarakat. Apabila terjadi gangguan maka kepentingan
masyarakat untuk melakukan pembayaran akan terganggu pula, termasuk kepercayaan terhadap sistem dan alat-alat
pembayaran yang diproses dalam sistem.
Perlu diketahui bahwa BI bukan semata peduli akan terciptanya efisiensi dalam sistem pembayaran, tapi juga
kesetaraan akses hingga ke urusan perlindungan konsumen. Yang dimaksud terciptanya sistem pembayaran, itu artinya
memberi kemudahan bagi pengguna untuk memilih metode pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah
dengan biaya serendah mungkin. Sementara yang dimaksud dengan kesetaraan akses, BI akan memperhatikan
penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Sedangkan aspek perlindungan konsumen
dimaksudkan penyelenggara wajib mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara wajar dalam
penyelenggaraan sistemnya. (***)
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA
Belakangan ini masyarakat perkotaan di Indonesia mulai terbiasa untuk menggunakan alat pembayaran non tunai
untuk berbagai keperluan pembayaran, antara lain kartu kredit, kartu debet, kartu ATM dan uang elektronik (e-money).
Penggunaan uang elektronik diyakini akan menjadi trend mekanisme pembayaran di masa mendatang, misalnya untuk
membayar bahan bakar di pompa bensin, tiket tol, pembelian barang dan berbagai jasa-jasa lainnya.
Semua proses aktivitas pembayaran melalui berbagai jenis alat pembayaran ini diproses oleh berbagai penyelenggara
sistem pembayaran seperti bank dan nonbank. Institusi inilah yang nantinya menyelenggarakan jasa mulai proses
pengiriman dana, kliring hingga settlement.
Pemakaian uang elektronik dalam mekanisme transaksi adalah bagian dari evolusi alat pembayaran dari uang tunai
sampai ke bentuk-bentuk nontunai. Misalnya alat pembayaran dalam bentuk kertas (paper based) seperti cek, wesel,
bilyet giro hingga ke elektronik seperti alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) seperti kartu ATM,
Debit, dan Kredit serta uang elektronik (e-money) hingga ke wujud digital (digital cash).
Alat pembayaran tunai muncul karena memang adanya kebutuhan masyarakat untuk bertransaksi yang tidak dapat
dipenuhi uang tunai. Namun begitu, pemakaian uang tunai juga tidak sepenuhnya bisa tergantikan oleh alat
pembayaran non tunai. Mengapa ? karena dalam kondisi tertentu pemakaian uang tunai masih terbilang lebih efisien
dibandingkan dengan penggunaan instrumen non tunai.
Berikut digambarkan perkembangan terkini dari berbagai jenis sistem pembayaran dan penyelenggaranya.
TUGAS BANK INDONESIA DALAM SISTEM PEMBAYARAN
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan
akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang
handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter
yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak
menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan
dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting
secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank
melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis
alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan
mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan
uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran
apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak
yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-
lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik
suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang
bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian
resiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan
dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran
BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi
kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan
dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan
pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang,
pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan
memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank
Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik
serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan
dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk
pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor
Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan,
keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan
melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik
melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum.
Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan
kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor
Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap
suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang
dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan
komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank
Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank
Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut
dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan
pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim
Bank Indonesia (BI).
Berbagai tugas Bank Indonesia di bidang Sistem Pembayaran dilaksanakan dalam satu struktur organisasi sistem
pembayaran yang menangani sistem pembayaran dan pengedaran uang sebagai berikut :
PELAYANAN KAS YANG DISELENGGARAKAN OLEH BANK INDONESIA
Sesuai dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No.3 Tahun 2004, BI menyelenggarakan pelayanan perkasan di setiap satuan kerja kas berupa
penerimaan setoran dan bayaran bank-bank umum dan bendaharawan proyek pemerintah yang memiliki rekening di
BI, serta pelayanan penukaran uang kepada masyarakat dan perbankan. Selain itu BI memberikan pelayanan kas di
luar kantor berupa kas keliling, kas titipan dan kerjasama penukaran dengan pihak ketiga.
Pelayanan penukaran uang Rupiah dilakukan di seluruh satuan kerja kas Bank Indonesia yaitu di Kantor Pusat dan 37
Kantor Bank Indonesia. Waktu pelayanan penukaran uang oleh Bank Indonesia pada umumnya ditentukan jadwalnya
pada hari-hari tertentu yang dimulai dari pukul 09.00 sampai pukul 11.30 waktu setempat. Pada periode menjelang
hari raya keagamaan, Bank Indonesia melakukan pelayanan penukaran setiap hari kerja. Layanan penukaran uang
meliputi penukaran uang layak edar atau uang tidak layak edar (lusuh, cacat, dan rusak) dengan uang yang masih layak
edar dalam pecahan yang sama atau pecahan lain serta penukaran uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran
yang masih berlaku masa penukarannya.
Sementara itu, pelayanan kas keliling dilakukan oleh hampir seluruh Kantor Bank Indonesia, sedangkan untuk
memenuhi kebutuhan uang tunai terutama di daerah terpencil dilayani oleh kegiatan kas titipan. Saat ini telah terdapat
layanan kas titipan di 10 Kantor Bank Indonesia yaitu:
SISTEM SETELMEN
Dalam rangka mitigasi risiko dalam pembayaran nasional, Bank Indonesia telah mengembangkan sistem setelmen
(sistem penyelesaian transaksi) yaitu Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Bank Indonesia
Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) dan Sistem Kliring Nasional (SKN). BI-RTGS merupakan sistem
transfer dana elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per
transaksi secara individual. BI-SSSS merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya
dan penatausahaan surat berharga secara elektronik. Dalam kegiatan setelmen, BI-SSSS terhubung langsung dengan
BI-RTGS secara seamless. Sementara SKN merupakan sistem kliring antarbank untuk alat pembayaran cek, Bilyet
Giro, nota debet lainnya dan transfer kredit antar bank.
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS)
BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu
seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam
pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High
Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta
keatas dan bersifat segera (urgent). Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di
Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan
(Systemically Important Payment System).
Sistem BI-RTGS memberikan banyak manfaat, selain berfungsi meningkatkan kepastian penyelesaian akhir
(settlement finality) setiap transaksi pembayaran, yang berarti mengurangi risiko penyelesaian akhir (minimizing
settlement risk) , BI RTGS juga menjadi sarana transfer dana antar-bank yang praktis, cepat, efisien, aman dan handal.
Disamping itu BI-RTGS yang dilengkapi dengan mekanisme sentralisasi rekening giro menjadi sarana yang dapat
diandalkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dana (management fund) baik bagi peserta maupun pihak
otoritas moneter dan perbankan. Bagi otoritas informasi mengenai pengelolaan dana perbankan menjadi informasi
pendukung dalam menjalankan kegiatan operasi moneter dan early warning system pengawasan bank.
BI-RTGS didisain untuk memastikan penyelesaian akhir dapat dilakukan secara gross settlement, real time, final dan
irrevocable. Penyelesaian transaksi BI RTGS dilakukan per transaksi secara seketika dan tidak dapat dibatalkan.
Penyelesaian real time terbatas pada proses pengiriman transaksi dari peserta pengirim kepada Bank Indonesia untuk
diteruskan kepada peserta penerima. Sementara itu waktu penyelesaian akhir transaksi transfer nasabah pada
rekeningnya tergantung dengan kondisi dan standar sistem pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi di
internal peserta, sehingga dapat saja terjadi perbedaan waktu antara penyelesaian akhir pada BI-RTGS dengan
penerimaan transfer dana pada rekening nasabah.

Sistem Antrian (Queue) transaksi diterapkan dalam BI-RTGS. Transaksi dapat masuk dalam sistem antrian apabila
pada saat dikirimkan, peserta belum memiliki dana yang cukup. Kondisi ini terjadi antara lain karena peserta masih
menunggu transaksi masuk dari peserta lain. Transaksi pada BI-RTGS hanya dapat diproses penyelesaian akhirnya
apabila peserta memiliki dana yang cukup (prinsip no money no game). Transaksi yang telah masuk dalam antrian
dapat diselesaikan segera setelah peserta menerima transaksi masuk atau menyetorkan tambahan dana. Penerapan
antrian ini mengharuskan peserta untuk mengelola likuiditasnya secara bijaksana, agar seluruh transaksinya dapat
terselesaikan dengan baik di akhir hari.
BI-RTGS juga dilengkapi dengan mekanisme Gridlock Resolution. Mekanisme ini bertujuan untuk mencegah
kemacetan (gridlock) yaitu kondisi dimana sejumlah peserta tidak mampu menyelesaikan kewajibannya karena masih
menunggu tagihannya diselesaikan. Gridlock Resolution dijalankan secara otomatis pada BI-RTGS pada setiap waktu
tertentu,
Untuk memperlancar proses penyelesaian akhir transaksi pada BI-RTGS, penyelenggara menghimbau peserta agar
mematuhi Throughput Guidellines.Throughput Guidellines merupakan suatu target prosentase tertentu dari total
transaksi yang dilakukannya selama 1 hari. Kepatuhan peserta terhadap Throughput Guidellines akan mengurangi
kemungkinan penumpukan transaksi di akhir hari.
Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS) adalah fasilitas cadangan
pendanaan likuiditas yang disediakan oleh penyelenggara, yang hanya dapat digunakan dalam hari satu hari. FLI/FLIS
dapat dimanfaatkan oleh peserta untuk mengatasi kesulitan likuiditas peserta yang bersifat sementara atau mengalami
intraday gap. Intraday gap mungkin saja terjadi karena pemrosesan transaksi BI-RTGS yang bersifat gross settlement
menyebabkan penyelesaian per transaksi dilakukan secara terus-menerus sepanjang hari, sehingga diperlukan
likuiditas yang tinggi. Pemanfaatan FLI/FLIS oleh peserta tetap mensyaratkan jaminan yang berkualitas, biasanya
dalam bentuk SBI atau SWBI dan wajib diselesaikan pada hari yang sama.
BI-RTGS juga merupakan Settlement Processor. Sebagai settlement processor, BI-RTGS menjadi sarana
penyelesaian akhir bagi transaksi pembayaran ritel, meliputi pembukuan hasil kliring yang diselenggarakan oleh BI
(SKNBI) dan hasil kliring ATM/kartu debit/kartu kredit. Selain transaksi pembayaran ritel, BI-RTGS juga menjadi
sarana pelimpahan penyelesaian akhir transaksi serah dana dari perdagangan sekuritas, transaksi perdagangan valas
antar-bank, setelmen dana dari operasi moneter/operasi pasar terbuka (OPT), transaksi pembayaran pemerintah dan
transaksi surat berharga.
Dalam rangka memastikan Sistem BI-RTGS diselenggarakan dengan tingkat keamanan yang tinggi dan ketersediaan
sepanjang jam operasional yang ditetapkan, baik penyelenggara maupun peserta, Sistem BI-RTGS memiliki prosedur
penanganan dalam kondisi gangguan dan/atau keadaan darurat, antara lain prosedur penanganan keadaan darurat
(Contingency Plan), fasilitas back up, dan Business Continuity Plan (BCP). Selain itu, penyelenggara juga
menyediakan fasilitas guest bank kepada peserta sebagai sarana back up pada lokasi penyelenggara dalam rangka
gangguan dan atau keadaan darurat untuk mencegah kegagalan peserta dalam menggunakan sarana RTGS terminal
untuk proses setelmen melalui sistem BI-RTGS.
Bank Indonesia sebagai Otoritas
Sesuai UU Bank Indonesia No. 23/1999 jo No.3/2004 jo No.6/2009 pasal 8 dinyatakan bahwa salah satu tugas BI
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dalam rangka menjalankan tugas yang diembannya, BI
berwenang dalam melaksanakan dan memberi ijin penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; mewajibkan
Penyelenggara sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kepada BI; dan menetapkan penggunaan alat
pembayaran (pasal 15).
Fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas Sistem Pembayaran termasuk berperan sebagai pembuat ketentuan
(Regulator) dan pengawas (Overseer) BI-RTGS. Dalam menjalankan peran sebagai regulator, BI menetapkan
landasan hukum yang kuat untuk penerapan Sistem BI-RTGS dan menentukan peran dan tanggung jawab
penyelenggara dan peserta Sistem BI-RTGS.
Dalam menjalankan peran sebagai pengawas (Overseer), BI memastikan bahwa penyelenggaraan BI-RTGS memenuhi
prinsip pada 10 Core principles for Systematically Important Payment System (CP-SIPS) dari Bank for International
Settlement seperti yang diatur dalam peraturan Sistem BI-RTGS untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan prinsip perlindungan konsumen. Fungsi pengawasan dilakukan melalui pembuatan ketentuan,
pertemuan konsultasi dengan penyelenggara, monitoring dan assessment.
Salah satu bentuk kegiatan pengawasan yang dilakukan adalah mewajibkan penyelenggara dan peserta memiliki
standar pengamanan yang memadai. Untuk menilai keamanan penyelenggaraan BI-RTGS, Bank Indonesia dapat
meminta auditor/pemeriksa Teknologi Informasi Independen untuk melakukan kegiatan security audit. Kegiatan audit
ini dilakukan terhadap aplikasi maupun network/jaringan yang digunakan dalam sistem BI-RTGS, tujuannya adalah
untuk mendapatkan keyakinan bahwa Sistem BI-RTGS yang diselenggarakan telah aman dan handal. Selain itu Bank
Indonesia juga mewajibkan penyelenggara dan seluruh peserta untuk melakukan ujicoba terhadap back up dan rencana
penanggulangan kondisi darurat secara periodik. Pemenuhan persyaratan sebagai peserta dan kepatuhan peserta
terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara RTGS juga menjadi satu perhatian dalam kegiatan
pengawasan, disamping pemenuhan kewajiban untuk melaporkan hasil pemeriksaan internal terhadap operasional
RTGS di sisi peserta.
Bank Indonesia sebagai Penyelenggara (Operator) Sistem BI-RTGS
Dalam menjalankan peran sebagai Penyelenggara (Operator) memiliki tanggung jawab antara lain:
1. menyelenggarakan BI-RTGS dengan menerapkan prinsip efisien, cepat, aman dan handal.
2. memberikan penjelasan kepada Peserta mengenai risiko finansial sehubungan keikutsertaannya dalam Sistem
BI-RTGS dan peserta harus mengelola risiko tersebut.
3. memastikan kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang telah ditetapkan, termasuk menerima laporan internal
audit terkait penyelenggaraan BI-RTGS oleh peserta.
Dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, penyelenggara menyediakan infrastruktur dan pelayanan kepada peserta
antara lain meliputi:
1. Infrastruktur dan fasilitas untuk penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, antara lain perangkat keras, aplikasi RCC
(software), jaringan komunikasi data (leased line), fasilitas dial up, dan fasilitas pendukung lainnya.
2. help-desk untuk membantu peserta dalam menghadapi kesulitan operasional.
3. memberi pelatihan kepada peserta.
4. memiliki prosedur penanganan kondisi gangguan/darurat (Disaster Recovery Plan-DRP dan Business
Continuity Plan-BCP) dan melakukan uji coba secara berkala dengan melibatkan peserta.
5. mengadakan pertemuan rutin dengan kelompok pengguna (user group).
Peserta BI-RTGS
Peserta BI-RTGS terdiri dari seluruh bank dan lembaga selain bank. Keanggotaan peserta BI-RTGS dibedakan
menjadi Peserta Langsung dan Peserta Tidak Langsung. Peserta Langsung adalah peserta yang dapat mengirimkan
transaksi RTGS dengan menggunakan identitas sendiri. Sedangkan Peserta Tidak Langsung dapat mengirimkan
transaksi RTGS dengan menggunakan identitas peserta langsung.
Hubungan hukum antara peserta dengan Bank Indonesia sebagai Penyelenggara Sistem BI-RTGS tertuang dalam
perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS. Dalam perjanjian tersebut diatur berbagai klausula mengenai hak, kewajiban
dan tanggung jawab antara peserta dan penyelenggara Sistem BI-RTGS.
Disamping ketentuan dan perjanjian antar peserta dan penyelenggara yang menjadi landasan penyelenggaraan
keseharian BI-RTGS, terdapat pula hal-hal teknis yang diatur dengan menggunakan Bye Laws BI-RTGS. Ketentuan
dalam Bye Laws merupakan kesepakatan teknis antar peserta yang belum diatur dalam ketentuan BI ataupun dalam
perjanjian.
Dalam pengisian instruksi transfer, peserta wajib memenuhi ketentuan mengenai prinsip pengenalan nasabah (know
your customer princeples) dan aturan mengenai tindak pidana pencucian uang (anti money laundering). Untuk
itu, identitas mengenai data nasabah pengirim dan penerima transfer melalui BI-RTGS harus diisi secara lengkap dan
benar.
Biaya dalam Penggunaan Sistem BI - RTGS
Bank Indonesia menetapkan biaya transaksi Sistem BI-RTGS yang seragam kepada seluruh peserta Sistem BI-RTGS
sebagaimana tabel di bawah ini:

Biaya Transaki Single Credit adalah biaya yang dikenakan untuk pengiriman satu kali transaksi.
Biaya Transaksi Multiple Credit adalah biaya yang dikenakan untuk pengiriman transaksi yang bersifat bundel untuk
dua transaksi atau lebih sampai dengan sepuluh transaksi.
Biaya pengiriman transaksi dibedakan berdasarkan periode pagi hari dan sore. Kebijakan pembedaan ini bertujuan
untuk mendorong peserta agar mengirimkan transaksi lebih awal sehingga distribusi pengiriman transaksi dapat
terjaga dengan baik sepanjang jam operasional RTGS. Selain biaya tersebut, Bank Indonesia dapat pula mengenakan
biaya atas pengiriman administrative message, penggunaan Guest Bank dan biaya lainnya.
Pengenaan biaya RTGS oleh peserta kepada nasabah dapat berbeda-beda sesuai kebijakan masing-masing peserta BI-
RTGS untuk memproses transaksi nasabah melalui BI-RTGS, antara lain biaya investasi, pemeliharaan aplikasi, biaya
personil dan biaya lainnya. Namun demikian peserta tetap diharapkan mengenakan biaya secara wajar kepada
nasabahnya.
Bank Indonesia mewajibkan setiap bank mengumumkan tarif biaya Sistem BI-RTGS, baik yang dibebankan oleh
Bank Indonesia kepada peserta, maupun biaya yang dikenakan peserta kepada nasabahnya di setiap kantor peserta
pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah.
Bank Indonesia
Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS)
BI-SSSS merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat
Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia - Real
Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS).
BI-SSSS menggabungkan sistem transaksi Bank Indonesia dengan sistem penatausahaan Surat Berharga. Kegiatan
transaksi Bank Indonesia, mencakup (i) pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) pemberian fasilitas pendanaan
Bank Indonesia kepada Bank, dan (iii) pelaksanaan transaksi Surat Berharga Negara (SBN) untuk dan atas nama
Pemerintah. Sementara kegiatan penatausahaan Surat Berharga mencakup kegiatan (i) setelmen, (ii) registrasi
kepemilikan, dan (iii) pembayaran kupon/pelunasan Surat Berharga. Kegiatan transaksi dan penatausahaan dilakukan
dalam satu sistem yang terintegrasi dan terhubung langsung (on-line) antara Bank Indonesia dengan para pelaku
pasar. Selain itu, BI-SSSS mencakup juga sistem informasi antar peserta dan penyelenggara BI-SSSS, sistem
setelmen surat berharga dan sistem penatausahaan surat berharga.

Setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS dilakukan secara seamless dengan sistem setelmen dana Peserta melalui
Sistem Sistem BI-RTGS yang memungkinkan Peserta BI-SSSS memanfaatkan fasilitas setelmen secara Delivery
Versus Payment (DVP) yang dapat dilakukan secara cepat dan seketika sehingga risiko setelmen Surat Berharga dapat
diminimalkan.

Sesuai dengan fungsinya, peserta BI-SSSS terdiri dari; (i) peserta penerbit yaitu Bank Indonesia dan Departemen
Keuangan, (ii) peserta transaksi yaitu Bank Indonesia, bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Perusahaan Efek,
serta Lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan (iii) peserta
transaksi dan sekaligus sebagai pemilik rekening surat berharga yaitu Bank Indonesia, bank dan Sub-Registry.
Pengembangan BI-SSSS mengacu pada standar internasional yaitu Recommendations for securities settlement systems
dari Committee of Payment and Settlement System (CPSS) dan The International Organization of Securities
Commissions (IOSCO ). BI-SSSS selalu melakukan penyesuaian dan pengembangan terhadap aplikasi-aplikasinya
untuk mengakomodasi kebutuhan perkembangan pasar keuangan domestik.
Mengapa
Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar dengan band intervensi nilai tukar (crawling band) di tahun 1997, Bank Indonesia
memerlukan jangkar nominal (nominal anchor) baru dalam rangka menjalankan kebijakan moneter. Jangkar nominal adalah
variabel nominal (seperti indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar) yang ditargetkan secara eksplisit oleh bank sentral sebagai
dasar/patokan bagi pembentukan harga lainnya. Misalnya kalau nilai tukar dijadikan target, maka inflasi luar negeri akan menjadi
inflasi domestik.
Mengapa kebijakan moneter memerlukan jangkar nominal? Karena tanpa adanya jangkar nominal, tidak ada kejelasan kemana
kebijakan moneter akan diarahkan sehingga masyarakat tidak memiliki pedoman dalam membuat ekspektasi inflasi. Ibarat kapal
yang mengapung di lautan tanpa kejelasan kearah mana kapal dilabuhkan. Sebaliknya, dengan adanya jangkar nominal
masyarakat akan membuat ekspektasi inflasi yang diperlukan dalam kalkulasi usahanya sesuai dengan jangkar nominal tersebut.
Dengan mengumumkan sasaran inflasi dan Bank Indonesia secara konsisten dapat mencapainya akan meningkatkan kredibilitas
kebijaan moneter yang pada gilirannya ekspektasi inflasi masyarakat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan BI.
Ada sejumlah alasan mengapa menggunakan jangkar nominal dengan ITF.
• ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan sasaran inflasi secara eksplisit masyarakat akan memahami arah
inflasi. Sebaliknya dengan sasaran base money, apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas, masyarakat lebih
sulit mengetahui arah inflasi kedepan.
• ITF yang memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai dengan mandat yang diberikan kepada
Bank Indonesia.
• ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang memerlukan time lag.
• ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter mendorong kredibilitas kebijakan moneter. Aspek
transparansi dan akuntabilitas serta kejelasan akan tujuan ini merupakan aspek-aspek good governance dari sebuah bank
yang telah diberikan independensi.
• ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar, output dan inflasi. Sebaliknya, ITF merupakan
pendekatan yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah variabel informasi tentang kondisi
perekonomian.

Bagaimana
Dalam kerangka ITF, Bank Indonesia mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada periode tertentu. Setiap
periode Bank Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan. Proyeksi ini dilakukan dengan sejumlah model dan sejumlah informasi yang dapat
menggambarkan kondisi inflasi ke depan. Jika proyeksi inflasi sudah tidak kompatibel dengan sasaran,
Bank Indonesia melakukan respon dengan menggunakan instrumen yang dimiliki. Misalnya jika proyeksi
inflasi telah melampaui sasaran, maka Bank Indonesia akan cenderung melakukan pengetatan moneter.
Secara reguler, Bank Indonesia menjelaskan kepada publik mengenai asesmen terhadap kondisi inflasi dan
outlook ke depan serta keputusan yang diambil. Jika sasaran inflasi tidak tercapai maka diperlukan
penjelasan kepada publik dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengembalikan inflasi sesuai
dengan sasarannya.
Bagaimana perbankan syariah di era 2010
Perbankan merupakan lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi yang menyimpan dana dari pihak yang kelebihan dana dan
menyalurkan dan untuk dipinjam oleh pihak yang kekurangan dana. Seiring dengan berjalannya waktu bank telah menjadi sebuah
kebutuhan hidup bagi manusia.
Hanya saja disamping manfaat yang telah masyrakat rasakan, bank juga memiliki sisi negatif. Sisi negatif tersebut berupa sistem
riba yang berbentuk dan dikenal sebagai BUNGA. Sistem bunga atau Riba sangat meresahkan nasabah karena sistem ini dinilai
terlalu menguntungkan pihak bank, terutama bank menjalankan perannya sebagai kreditur. Dari sistem riba inilah yang merugikan
peminjam dana, dimana bunga kredit yang dikenakan akan memberatkan nasabah untuk membayar hutang. Tetapi perkembangan
perbankan syariah sudah sangat berubah, dimana isu yang diangakat tidak lagi hanya Riba.
Perkembangan Perbankan syariah masa lalu
Dampak yang telah dirasakan oleh Indonesia dari sistem Riba ini yaitu kondisi krisis ekonomi pada tahun 1997, dimana hutang
negara meningkat dari beban bunga yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, sehingga bukannya hutang negara cepat
terlunas, malah sebaliknya semakin membengkak.
Islam sebagai agama yang sempurna memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan yang timbul akibat penggunaan
instrument bunga dalam perbankan. Dalam Fiqh muamalah, permasalahan di atas dapat dicegah dan diatasi dengan adanya Bank-
Bank berbasis sistem ekonomi Islam atau dikenal dengan ekonomi syariah yang tidak mengenal sistem bunga atau riba. Sebuah
sistem yang berorientasi pada dunia dan akhirat, yaitu system perbankan syariah. Eksistensi perbankan syariah di Indonesia
diawali oleh terbentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk pada tahun 1991 yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia.
Konsep Ekonomi Syariah diyakini menjadi ”sistem imun” yang efektif bagi bank Muamalat Indonesia sehingga tidak terpengaruh
oleh gejolak krisis ekonomi dan ternyata menarik minat pihak perbankan konvensional untuk mendirikan Bank yang
menggunakan sistem syariah. Pada tahun 1999, perkembangan syariah berkembang luas dan menjadi tren tahun 2004.
Perkembangan Perbankan Syariah tahun 2009
Perkembangan syariah Indonesia di tahun 2009 bisa dibilang ‘kita tidak kemana-kemana’ yang berarti tidak adanya kemajuan dari
tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar perbankan syariah nasional masih saja beringsut-ingsut di angka 2,40 % saat
yang lain telah melesat jauh diatas angka 10%, seperti halnya malaysia, timur tengah, eropa, afrika utara, dan amerika.
Berdasarkan dari data Bank Indonesia tentang Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total bank bahwa kebijakan Akselerasi
Pengembangan Perbankan Syariah sebaga upaya pensapain target market share perbankan syariah 5% dari perbankan nasional
tahun 2008 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip syariah. Dari perkembangan
perbankan syariah yang telah dihadapi, masih perlu adanya peningkatan dalam mengahadapi tantangan di tahun 2010.
Tantangan Perbankan Syariah di Tahun 2010
Banyaknya kekurangan dan masalah yang dihadapi hingga tahun 2009, maka banyak pula tantangan yang harus dihadapi untuk
menjadikan perrbankan syariah menjadi lebih baik di tahun 2010. Adapun beberapa tantangan dan solusi untuk perbankan
syariah , yaitu:
1. Mendorong perbaikan regulasi perbakan syariah yang lebih komprehensif, sinkronisasi masalah perpajakan,
mendorong aturan pembiayaan berbagi hasil, dan mendorong sinergi perbankan syariah melalui linked program
2. Potensi pasar perbankan syariah perlu lebih dikembangkan, dengan meningkatkan orientasi syariah, pelayanan dan
profesionalisme, tata kelola, ciri khas syariah dan peningkatan anggaran sosialisasi akan produk-produk perbankan
syariah.
3. Sumber daya insani, yaitu perlu adanya peningkatan dalam sumber daya manusia yang lebih kompeten dan profesional;
mengembangkan carier path yang terarah; menerapkan Islamic Banking Culture dan prinsip syariah (transparan, keadilan,
dan kesetaraan), disiplin pasar serta GCG (sidiq, tabligh, amanah dan fatonah)
4. Paradigma bisnis perbankan syariah, dimana menjadikan perbankan syariah bersifat universal untuk semua umat
namun tetap berprinsip syariah; tidak lagi mengangkat isu riba, tatapi isu yang bersifat profesionalosme dan pelayanan.;
persaingan sehat antar bank syariah maupun bank konvensional dimana dijadikan sebagai mitra bisnis; dan menciptakan
sistem perbankan yang rasional, bukan emosional.
5. Syariah Compliance, yaitu meningkatkan pengetahuan syariah bagi karyawan sehingga peluang terjadinya pelanggaran
syariah berkurang. Selain itu menciptakan tawaran-tawaran produk dan layanan yang kreatif dan inovatif, namun tetap
patuh pada aspek syariah.
6. Office Chanelling, yaitu dengan cara optimalisasi fungsi office chanelling melalui pelayanan pembiayaan yang dapat
dilaksanakan oleh staf pembiayaan dari UUS atau staf dari bank umum induk yang telah mendapatkan pendidikan
syariah.
7. Memaksimalkan sosialisasi perbankan syariah di masyarakat. Dengan masyarakat sudah memiliki pengetahuan serta
pemahaman yang baik mengenai perbankan syariah dan ekonomi Indonesia, maka masyarakat tidak perlu ragu terhadap
kinerja perbankan syariah. Sehingga, market share bank syariah akan lebih meningkat.
Dengan mempersiapkan langkah-langkah dan solusi untuk menghadapi tantangan yang akan terjadi, diharapkan perbankan syariah
akan menjadi lebih berkembang dan lebih baik, pangsa pasar perbankan syariah semakin meluas serta mampu untuk menuju
persaingan perbankan internasional.Kita harus yakin bahwa pintu ke arah itu masih terbuka lebar asalkan semua pihak yang
terlibat dalam perbankan syariah benar-benar serius memperbaiki keadaan yang terjadi saat ini serta selalu Istiqomah di Allah
yang menuntun kebahagian dunia dan akhirat.

You might also like