You are on page 1of 34

44

BAB VII
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi
dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang
berbatasan dengannya (Selley, 1988). Sedangkan menurut Boggs
(1995) lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatanan
geomorfik dimana proses fisik, kimia dan biologi berlangsung yang
menghasilkan suatu jenis endapan sedimen tertentu. Nichols (1999)
menambahkan yang dimaksud dengan proses tersebut adalah proses
yang berlangsung selama proses pembentukan, transportasi dan
pengendapan sedimen. Perbedaan fisik dapat berupa elemen statis
ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material
endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah
energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak
dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan
pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air
(oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), kadar garam, kandungan
karbon dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral).
Sedangkan perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan
flora di tempat sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang
perjalanannya sebelum diendapkan.
Permukaan bumi mempunyai morfologi yang sangat beragam,
mulai dari pegunungan, lembah sungai, pedataran, padang pasir
(desert), delta sampai ke laut. Dengan analogi pembagian ini,
lingkungan pengendapan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, yakni darat (misalnya sungai, danau dan gurun), peralihan
(atau daerah transisi antara darat dan laut; seperti delta, lagun dan
daerah pasang surut) dan laut. Banyak pengarang membagi lingkungan
pengendapan berdasarkan versi masing-masing. Selley (1988)
misalnya, membagi lingkungan pengendapan menjadi 3 bagian besar:
darat, peralihan dan laut (Tabel 7.1). Namun beberapa penulis lain
membagi lingkungan pengendapan ini langsung menjadi lebih rinci lagi.
Lingkungan pengendapan tidak akan dapat ditafsirkan secara
akurat hanya berdasarkan suatu aspek fisik dari batuan saja. Maka dari
itu untuk menganalisis lingkungan pengendapan harus ditinjau
mengenai struktur sedimen, ukuran butir (grain size), kandungan fosil
(bentuk dan jejaknya), kandungan mineral, runtunan tegak dan
hubungan lateralnya, geometri serta distribusi batuannya.
Fasies merupakan bagian yang sangat penting dalam
mempelajari ilmu sedimentologi. Boggs (1995) mengatakan bahwa
dalam mempelajari lingkungan pengendapan sangat penting untuk
memahami dan membedakan dengan jelas antara lingkungan
sedimentasi (sedimentary environment) dengan lingkungan facies
(facies environment). Lingkungan sedimentasi dicirikan oleh sifat fisik,
kimia dan biologi yang khusus yang beroperasi menghasilkan tubuh
batuan yang dicirikan oleh tekstur, struktur dan komposisi yang
spesifik. Sedangkan facies menunjuk kepada unit stratigrafi yang
dibedakan oleh litologi, struktur dan karakteristik organik yang
45

terdeteksi di lapangan. Kata fasies didefinisikan yang berbeda-beda


oleh banyak penulis. Namun demikian umumnya mereka sepakat
bahwa fasies merupakan ciri dari suatu satuan batuan sedimen. Ciri-ciri
ini dapat berupa ciri fisik, kimia dan biologi, seperti ukuran tubuh
sedimen, struktur sedimen, besar dan bentuk butir, warna serta
kandungan biologi dari batuan sedimen tersebut. Sebagai contoh, fasies
batupasir sedang bersilangsiur (cross-bed medium sandstone facies).
Beberapa contoh istilah fasies yang dititikberatkan pada
kepentingannya:
Litofasies: didasarkan pada ciri fisik dan kimia pada suatu batuan
Biofasies: didasarkan pada kandungan fauna dan flora pada batuan
Iknofasies: difokuskan pada fosil jejak dalam batuan
Berbekal pada ciri-ciri fisik, kimia dan biologi dapat dikonstruksi
lingkungan dimana suatu runtunan batuan sedimen diendapkan. Proses
rekonstruksi tersebut disebut analisa fasies.

Tabel 7.1: Klasifikasi lingkungan pengendapan (Selley, 1988)

Terestrial Padang pasir (desert)


Glasial
Daratan
Sungai
Encer (aqueous) Rawa (paludal)
Lakustrin

Delta
Peralihan Estuarin
Lagun
Litoral (intertidal)

Reef
Laut Neritik (kedalaman 0-200 m)
Batial (kedalaman 200-2000 m)
Abisal (kedalaman >2000 m)

7.1. LINGKUNGAN SUNGAI

Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4


tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai
anastomasing, dan sungai kekelok (meandering) (Gambar 7.1).
46

Gambar 7.1 Sketsa empat tipe sungai

7.1.A Sungai Lurus (Straight)


Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal
mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini
berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar
dibandingkan erosi mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai
jenis ini mempunyai kemampuan pengendapan sedimen kecil, sehingga
alirannya lurusnya tidak berbelok-belok atau low sinuosity (Gambar
7.1). Karena kemampuan sedimentasi yang kecil inilah maka sungai
tipe ini jarang yang meninggalakan endapan tebal. Sungai tipe ini
biasanya dijumpai pada daerah pegunungan, yang mempunyai
topografi tajam. Sedimen sungai lurus ini sangat jarang dijumpai dan
biasanya dijumpai pada jarak yang sangat pendek.

7.1.B Sungai Kekelok (meandering)


Sungai kekelok adalah sungai yang alirannya berkelok-kelok atau
berbelok-belok (Gambar 7.1 dan 7.2). Leopold dan Wolman (1957)
menyebut sungai meandering jika sinuosity-nya lebih dari 1.5. Pada
sungai tipe ini erosi secara umum lemah sehingga pengendapan
sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih besar dibandingkan erosi
vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu banjir. Hal ini
menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara mendatar.
Ini terjadi karena adanya pengikisan horisontal pada tepi sungai oleh
aliran air utama yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan
pengendapan pada kelokan tepi dalam. Kalau proses ini berlangsung
lama akan mengakibatkan aliran sungai semakin bengkok. Pada kondisi
tertentu bengkokan ini terputus, sehingga terjadinya danau bekas aliran
sungai yang berbentuk tapal kuda atau oxbow lake.

Gambar 7.2 Kelokan-kelokan sungai pada sungai meandering


47

Pada tipe sungai kekelok proses pengendapan terakumulasi pada


5 (lima) bagian yang berbeda (Boggs, 1995, Gambar 7.3), yaitu :
1. saluran utama (Main Channel dan channel fills),
2. gosong (point bar),
3. tanggul alam (natural levee),
4. dataran banjir (flood-plain),
5. danau oxbow (oxbow lake).
Sedimen yang diendapkan pada saluran utama terdiri dari
material yang umumnya berbutiran lebih kasar yang dapat berpindah
hanya oleh aliran sungai dengan kecepatan maximum pada saat
puncak banjir (peak flood). Butiran suspensi seperti lempung dan lanau
terbawa lebih cepat dan diendapkan pada daerah floodplain. Endapan
pada saluran utama terdiri dari reruntuhan dinding sungai yang roboh
akibat pengikisan oleh aliran arus (Walker dan Cant, 1979 dalam
Walker, 1992), yang lebih dikenal dengan lag deposits. Karena saluran
utama ini selalu bergerak (berpindah) dan pada dasar sungai selalu
diendapkan butiran yang lebih kasar maka endapan ini merupakan
dasar dari suatu gosong.

Gambar 7.3 Morfologi tipe sungai kekelok (Einsele,1992)


48

Gosong (point bar) terakumulasi pada sisi dalam kelokan sungai,


umumnya terjadi ketika material di sisi luar bank tererosi. Pada bagian
gosong, endapan yang terbentuk umumnya menghalus ke atas, dengan
struktur silang siur dan “dunes” yang berkembang baik. Pada sungai
kekelok tua kadang-kadang gosong yang telah terbentuk terpotong
kembali oleh aliran akibat lekukan aliran yang sangat besar yang terjadi
saat banjir. Hal ini bisa terjasi pada gosong yang mempunyai
kemiringan lereng rendah dan mempunyai tingkat kelokan yang tinggi.
Tanggul alam (natural levee) adalah tanggul di kanan kiri sungai
yang membatasi aliran sungai. Tanggul alam ini terbentuk bersamaan
dengan terbentuknya aliran itu sendiri. Tanggul terbentuk selama banjir
sedang yang hanya mencapai ketinggian sama dengan tebing sungai
(channel bank). Dengan menurunnya kecepatan arus, terendapkanlah
sedimen di sepanjang tebing sungai tersebut. Pada saat banjir
berikutnya endapan baru akan terus terbentuk di atas tebing ini dan
membentuk tanggul alam sehingga tanggul ini semakin lama semakin
tinggi. Tinggi maksimum yang dibentuk oleh tanggul alam
mengindikasikan permukaan air maksimum yang terjadi pada saat
banjir. Pada umumnya endapan berbutir halus. Arus sewaktu banjir,
juga akan menyebabkan terkikisnya endapan yang telah terbentuk
pada gosong atau bahkan mengerosi tanggul alam dan
memutuskannya. Sehingga air akan melimpah ke dataran bajir di kiri-
kanan aliran sungai dan akan membentuk crevasse splays deposites.
Crevasse ini akan membentuk pola dan sistem saluran tersendiri.
Struktur sedimen yang berkembang antara lain grading, lapisan
horisontal ripple cross bedding.
Dataran banjir (floodbasin) merupakan bagian terendah dari
floodplain. Ukuran dan bentuk dari dataran banjir ini sangat tergantung
dari sejarah perkembangan banji, tetapi umumnya berbentuk
memanjang (elongate). Endapan dataran banjir (floodplain) biasanya
terbentuk selama proses penggenangan (inundations). Umumnya
Endapan dataran banjir ini didominasi oleh endapan suspensi seperti
lanau dan lumpur, meskipun kadang-kadang muncul batupasir halus
yang terendapkan oleh arus yang lebih kuat pada saat puncak banjir.
Kecepatan pengendapannya pada umumnya sangat rendah, berkisar
antara 1 dan 2 cm lapisan lanau-lempung per periode banjir (Reineck
dan Singh, 1980). Endapannya mengisi daerah relatif datar pada sisi
luar sungai dan kadang-kadang mengandung sisa tumbuhan serta
terbioturbasikan oleh organisme-organisme.
Akibat proses pengikisan mendatar pada belokan sungai dan
pengendapan yang terjadi di sisi lain mengakibatkan suatu saat dua
buah kelokan aliran meander saling bertemu. Akibat dari peristiwa ini
menyebabkan terjadinya aliran yang terputus yang menyerupai danau
yang disebut oxbow lake (Gambar 7.4).
49

Gambar 7.4. Sketsa pembentukan oxbow lake


Penampang vertikal dari endapan sungai kekelok dicirikan oleh
runtunan batuan sedimen dalam setiap sekuen mempunyai besar butir
menghalus ke arah atas (Gambar 7.5). Dasar atau alas setiap sekuen
merupakan bidang erosi yang kemudian ditindih oleh lapisan yang
berbutir kasar-sangat kasar. Pada bagian bawahnya (di atas bidang
erosi) sangat umum dijumpai lag deposits tadi. Fragmen dari lag
deposits ini umumnya terdiri atas batulempung atau batuserpih yang
merupakan hasil runtuhan tebing sungai. Pada bagian bawah sekuen ini
sering terbentuk silang siur mangkok dan kemudian berubah jadi planar
ke arah atas. Bagian atasnya terdiri atas batuan berbutir halus
(batuserpih, batulanau atau batulempung) dengan sisipan tipis
batupasir. Struktur sedimen yang dijumpai umumnya berukuran kecil
seperti laminasi, silang siur dan ripple mark. Bagian bawah dari sekuen
yang berupa endapan berbutir kasar-sangat kasar merupakan hasil
endapkan pada alur sungai, sedangkan endapan halus umumnya
merupakan hasil endapan di daerah dataran banjir. Sisipan tipis
batupasir pada bagian atas sekuen merupakan endapan limpahan banjir
yang memotong tanggul alam.
50

Gambar 7.5 Penampang vertikal ideal dari endapan sungai


meandering (Walker dan Cant, 1979 dalam Boggs,1995)

7.1.C Sungai Teranyam (braided)


Sungai teranyam umumnya terdapat pada daerah datar dengan
energi arus alirannya lemah dan batuan di sekitarnya lunak. Sungai tipe
ini bercirikan debit air dan pengendapan sedimen tinggi. Daerah yang
rata menyebabkan aliran dengan mudah belok karena adanya benda
yang merintangi aliran sungai utama (Gambar 7.1 dan 7.6).
Tipe sungai teranyam dapat dibedakan dari sungai kekelok
dengan sedikitnya jumlah lengkungan sungai, dan banyaknya pulau-
pulau kecil di tengah sungai yang disebut gosong. Sungai teranyam
akan terbentuk dalam kondisi dimana sungai mempunyai fluktuasi
dischard besar dan cepat, kecepatan pasokan sedimen yang tinggi yang
umumnya berbutir kasar, tebing mudah tererosi dan tidak kohesif
(Cant, 1982). Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh bukit di kiri
dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga
berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang
kemudian terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai
teranyam ini biasanya dengan pemilahan dan kelulusan yang baik,
sehingga bagus sekali untuk batuan waduk (reservoir).
Umumnya tipe sungai teranyam didominasi oleh pulau-pulau kecil
(gosong) berbagai ukuran (Gambar 7.6 dan 7.7) yang dibentuk oleh
pasir dan krikil. Pola aliran sungai teranyam terkonsentrasi pada zona
aliran utama. Jika sedang banjir sungai ini banyak material yang
terbawa terhambat pada tengah sungai baik berupa batang pepohonan
ataupun ranting-ranting pepohonan. Akibat sering terjadinya banjir
51

maka di sepanjang bantaran sungai terdapat lumpur yang mengusai


hampir di sepanjang bantaran sungai.
Struktur sedimen yang umum terbentuk adalah silang siur,
gelembur gelombang dan ripple cross-lamination. Pada saat air surut
terjadi silang siur dengan perkembangan pada gelembur gelombang
dan perarian sejajar. Hal ini terjadi pula pada permukaan bar. Pola
pengendapan pada sungai teranyam pada skala kecil tidak terlihat pada
beberapa pembacaan well log, karena saluran dan bar dapat berubah-
ubah, pengendapan akan terlihat dengan secara acak dalam ukuran
yang besar dan distribusi lateral isi dari fragmen bar dan salluran
tersebut.

Gambar 7.6 Morfologi sungai teranyam

Jika sungai sedang tidak dalam keadaan banjir maka yang


terendapkan adalah butiran halus dengan laminasi di bagian atas dari
kerikil. Sedangkan lempung banyak terbentuk pada bagian tanggul dari
sungai. Diagram dari sungai teranyam seperti terlihat dalam Tabel 7.2,
yang memperlihatkan jika semakin rendah energi arus aliran, maka
terbentuklah gelembur gelombang (ripple) halus pada batuan pasir
yang melaminasi di bagian atas.
Pada umumnya sungai teranyam dicirikan bar yang banyak dan
besar pada sungai (Gambar 7.7) dengan ukuran yang sangat bervariasi.
Bar ini dapat dibagi dalam:
1. longitudinal
2. linguoid
3. tranverse

Tabel 7.2 Lingkungan Pengendapan Sungai Teranyam (Boggs halaman


310)
52

Bar longitudinal atau di Indonesia disebut gosong adalah pulau


ditengah sungai yang mempunyai sumbu panjang sejajar dengan arah
aliran sungai. Endapan yang berbutir kasar biasanya tersebar di sekitar
sumbu dan bagian bawah dari gosong. Besar butir endapan ini mengecil
ke arah atas dan bawah dari gosong. Struktur sedimen yang umumnya
terdapat pada gosong adalah lapisan mendatar yang tebal yang
diendapkan dalam kondisi upper-flow regim.
Linguiod dan tranverse bars berada pada sudut garis potong ke
arah alur sungai, keistimewaan karakteristik pasir pada aliran teranyam.
Bentuk lobate atau rhombic Linguoid bars, dengan penurunan
ketinggian paras muka sungai. Untuk transverse bars muncul akibat
adanya riak air sungai yang besar sehingga dapat mengakibatkan
banjir. Lateral bars, terdapat pada beberapa panjang tepi sungai,
karena proses pengendapan dan erosi dan banjir pada setiap kali
musim banjir yang ditimbulkan
53

Gambar 7.7. Struktur bar pada sungai teranyam (Boggs, 2001).

Endapan sungai teranyam pada umumnya terdiri atas batu pasir


kasar sampai krikil. Lumpur terendapkan pada bagian dasar aliran
sungai. Pada longitudinal bar cenderung mengubah krikil menjadi
pasir. Endapan dari sungai teranyam bervariasi atas besarnya beban
pengendapan yang terkirim, kedalaman dari air sungai dan variasi
pembelokan aliran sungai. Umumnya proses pengendapan rangkaian
facies vertikal juga tidak menunjukan perbedaan khusus (Gambar 7.8).
Scott-type, umumnya terdiri dari batuan kasar, krikil-krikil dan
sedikit adanya sisipan batuan pasir pada sepanjang penampang vertikal
dari type ini. Model ini menunjukan sedikitnya perkembangan dari
pengendapan batuan krikil.
Donjek-type, model ini teridi dari variasi lapisan pengendapan
pada sungai teranyam dengan campuran beban pasir dan kekrikil.
Batuan berpasir banyak mendominasi pada Linguoid dan transverse
bars. Pada penampang vertikal ini terlihat variasi dari ketebalan
pembentukan lapisan.
Platte-type, pengendapan tidak begitu nampak, sekalipun
terindikasi adanya rangkaian pengendapan pada sebagian longitudinal
bar dan superiposes linguoid bars dan ada sedit tanda berupa coal.
Bijou Creek-type, karakteristik proses pengendapan oleh
pengendapan superimposes flood sejak akumulasi arus air pada setiap
kali terjadinya banjir.
54

Gambar 7.8. Penampang tegak batuan berpasir pada teranyam (Boggs,


1995)

Penampang tegak dari batuan berpasir untuk arus teranyam


seperti ditunjukan pada Gambar 7.9. Rangkaian penampang ini berawal
dari endapan yang menggosok permukaan lantai bawah (bed SS)
menumpuk pada cross-bedding (bed A). Batuan pasir terlihat
menumpuk pada lapisan di atas (bed B) dan adanya ketebalan besarnya
planar tabular (bed C). Endapan memenuhi secara baik pada bagian
atas saluran (bed D) dengan adanya isolasi (bed E) menumpuk pada
lapisan tegak siltstone interbeded dengan batuan lumpur (bed F) dan
yang terakhir batuan berpasir (bed G)

Pada sungai teranyam cenderung membentuk variasi kedalaman


dari lebar sungai dan karena arah aliran dan energi sungai membentuk
lag deposit pada lantai dasar sungai, pasir teralirkan pada bedload
system. Kedalaman sungai teranyam berkisar 3 meter atau lebih
dengan membentuk adanya crossbedding. Pengendapan sungai dengan
adanya Flood stage dapat gosong membentuk channels beds,
preserving flood stage sedimentary structure. Pada muka arus
penampang sungai terjadi ripple lapisan pasir dengan gradasi mendatar
pada lapisan atas sungai. Karena kaya akan mineral makanan maka
pada sebagian bantaran sungai dan juga bekas luapan-luapan banjir
maka akan tumbuh-tumbuhan akibat biji-bijian tumbuhan itu terbawa
banjir oleh sungai dan mengendap pada bantaran sungai (Gambar
7.10).
55

Gambar 7. 9. Penampang vertikal dari batuan berpasir untuk


arus teranyam (Boggs, 1995)

Gambar 7.10. Block Diagram sungai teranyam dan terbentuknya


beberapa lapisan pengendapan

7.I.D Sungai Anastomasing


Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai
yang bercabang-cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang
yang lain bertemu kembali pada titik dan kemudian bersatu kembali
pada titik yang lain membentuk satu aliran. Energi alir sungai tipe ini
rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai
56

anastomosing. Pada sungai teranyam, aliran sungai menyebar dan


kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai
tersebut yang lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah
beberapa sungai yang terbagi menjadi beberapa cabang sungai kecil
dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak tertentu (Gambar
7.1). Pada daerah onggokan sungai sering diendapkan material halus
dan biasanya ditutupi oleh vegetasi (Gambar 7.11) .

Gambar 7.11 Sistem sungai anastomasing (Einsele, 1992)

7.2 LACUSTRIN
Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat
terkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini
mempunyai kedalaman bervariasi, lebar dan kadar garam yang berkisar
dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai
adanya delta, pulau penghalang (barried island) hingga kipas bawah air
yang diendapkan dengan arus turbidit. Danau juga mengendapkan
klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga.
Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan evaporit.
Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan fosil
dan aspek geokimianya.
Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu
berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran;
57

proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming
(penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas
volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.
Visher (1965) dan Kukal (1971) membagi lingkungan lacustrin
menjadi 2 yaitu danau permanen dan danau ephemeral (Gb 7.12).
Danau permanen mempunyai 4 model dan danau ephemeral
mempunyai 2 model seperti yang terlihat pada gambar tersebut.

Pasokan sedimen

Kekeringan
(aridity)

DANAU PERMANEN
DANAU EMPHEMERAL

Konglomerat Pasir Lanau

Gamping Evaporit Lempung

Rawa batubara

Gambar 7.12: Model pengendapan danau (Visher,


1965)
58

7.2.A Danau permanen


Danau permanen model pertama adalah danau yang terisi oleh
endapan klastika yang terletak di daerah pegunungan. Danau ini
mempunyai hubungan dengan lingkungan delta sungai yang
berkembang ke arah danau dengan mengendapkan pasir dan sedimen
suspensi berukuran halus. Ciri dari endapan danau ini dan juga endapan
model lainnya adalah berupa varve yaitu laminasi lempung yang
reguler. Pada endapan danau periglasial, varves berbentuk perselingan
antara lempung dan lanau. Lanau diendapkan pada saat mencairnya es,
sedangkan lempung diendapkan pada musim dingin dimana tidak ada
air sungai yang mengallir ke danau. Contoh danau ini adalah Danau
Costance dan Danau Zug di Pegunungan Alpen.
Danau permanen model kedua adalah danau yang terletak di
dataran rendah dengan iklim yang hangat. Material yang dibawa oleh
sungai dalam jumlah yang sedikit. Endapan karbonat terbentuk pada
daerah yang jauh dari mulut sungai disekitar pantai. Cangkang-
cangkang molluska dijumpai pada endapan pantai, yang dapat
membentuk kalkarenit jika energi gelombang cukup besar. Kearah
dalam dijumpai adanya ganggang merah berkomposisi gampingan.
Contoh danau ini adalah Danau Schonau di Jerman dan Danau Great
Ploner di Kanada Selatan.
Danau permanen model ketiga adalah danau dengan endapan
sapropelite (lempung kaya akan organik) pada bagian dalam yang
dikelilingi oleh karbonat di daerah dangkal. Endapan pantai berupa
ganggang dan molluska.
Danau permanen model ke empat dicirikan oleh adanya marsh
pada daerah dangkal yang kearah dalam menjadi sapropelite. Contoh
dari danau ini adalah Danau Gytta di Utara Kanada.

7.2.B Danau Ephemeral


Danau ephemeral adalah danau yang terbentuk dalam jangka
waktu yang pendek di daerah gurun dengan iklim yang panas. Hujan
hanya terjadi sesekali dalam setahun.
Danau playa antar-gunung pada bagian dekat pegunungan
berupa fan alluvial piedmont yang kearah luar berubah menjadi pasir
dan lempung. Ciri dari danau playa ini adalah lempung berwarna
merah-coklat yang setempat disisipi oleh lanau dan gamping. Contoh
danau ini adalah Danau Qa Saleb dan Qa Disi di Jordania.
Karena adanya pengaruh evaporasi, danau ephemeral dapat
membentuk endapan evaporit pada lingkungan sabkha. Contoh dari
danau ini adalah Danau Soda di Amerika Utara dan di Gurun Sahara dan
Arab.

7.2.C Karakteristik endapan lacustrin


Litologi dari endapan lacustrine dapat berupa batulumpur,
batupasir, konglomerat; kimiawi-biokimiawi evaporit, karbonat,
phosphorite, dan endapan yang terbentuk dari kehidupan seperti
skeletal karbonate dan gambut.
59

Endapan danau purba ditemukan dengan luas beberapa ratus km2


hingga 130.000 km2, sedangkan danau moderen yang dijumpai,
mempunyai luas puluhan km2 hingga 436.000 km2. Ketebalan sedimen
endapan lacustrin berkisar dari beberapa meter hingga lebih dari 1000
m, namun pada umumnya kurang dari 300 m. Geometri endapan
tersebut umumnya membentuk lingkaran dengan penampang vertikal
berbentuk lensa.
Fosil yang umum dijumpai pada endapan danau dengan
kedalaman kurang dari 10 m adalah cangkang-cangkang bivalves,
ostracoda, gastropoda, diatome, chloropites dan algae. Keberadaan fosil
tersebut akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman.
Sapropelite dapat membentuk “oil-shales” yang mempunyai
potensi sebagai source rock yang dapat menghasilkan minyak dan gas.
Danau yang terletak pada temperatur sedang dapat membentuk
batubara, sedangkan danau hipersaline membentuk endapan
evaporites dalam jumlah yang cukup potensial.
Air danau dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu epilimnion dan
hypolimnion, Epilimnion terdapat pada bagian atas dengan berat jenis
rendah, terjadi photosintesa dari ganggang yang membentuk oksigen.
Kombinasi dengan tumbuhan sebagai makanan dan oksigen membuat
banyaknya kehidupan. Organisme yang mati jatuh ke hypolimnion yang
anoxic, terawetkan membentuk lapisan lumpur yang kaya akan zat
organik. Setelah melalui proses pematangan, mateial organik tersebut
dapat berubah menjadi kerogen sebagai bahan penghasil minyak.
Contoh endapan ini adalah lempung endapan danau Formasi Green
River berumur Eocene di daerah Utah dan Wyoming. Formasi tersebut
selain menghasilkan oil shales, juga menghasilkan minyak yang
bermigrasi ke pasir peripheral dan juga ke formasi yang lebih tua.

7.3 LAGUN

Lagun (lagoon) adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih


berhubungan dengan laut lepas, tetapi dibatasi oleh suatu tanggul
memanjang (barrier) yang relatif sejajar dengan pantai (Gambar 7.13).
Oleh sebab itu lagun umumnya tidak luas dan berair dangkal dengan
energi rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misal Lagun
Leeward di Bahama luasnya 10.000 km2 dengan kedalaman +10 m
(Jordan, 1978, dalam Sellwood, 1990).
Akibat terhalang oleh tanggul, pergerakan air di dalam lagun
hanya dipengaruhi oleh arus pasang/surut yang keluar/masuk lewat
celah tanggul (inlet). Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan
sebagi daerah peralihan darat-laut (Pettijohn, 1957), dengan kadar
garam air dari tawar (fresh water) sampai sangat asin (hypersalin).
Keragaman kadar garam tersebut akibat adanya pengaruh kondisi
hidrologi, iklim dan jenis material batuan yang diendapkan di lagun.
Lagun di daerah kering memiliki kadar garam yang lebih tinggi
dibanding dengan lagun di daerah basah (humid), hal ini dikarenakan
kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu.
60

Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas maka batuan


sedimen lagun sepintas kurang berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi
bila diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya,
lagun akan dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi
minyak.

Gb. 7.13: Skema rekonstruksi lingkungan lagun dan sekitarnya (Einsele,


1992)

Transportasi sedimen di lagun dilakukan oleh air pasang-surut,


ombak dan/atau angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim
sehingga akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun. Endapan
delta (tidal delta) dapat juga terbentuk pada bagian ujung alur pemisah
tanggul, yaitu di dalam lagun atau di bagian laut terbuka (Boggs, 1995).
Sedimen delta pada bagian tersebut agak kasar sebagai sisipan pada
fraksi halus, yaitu bila terjadi aktifitas gelombang besar yang mengerosi
tanggul dan terendapkan di lagun melalui celah tersebut.

7.3.A Pembentukan Lagun


Bentuk dan genesa lagun berkaitan erat dengan genesa tanggul
(barrier), sehingga dalam hal ini mencirikan pula kondisi geologi dan
fisiografi daerah lagun. Bentuk lagun yang dibatasi tanggul sepanjang
61

pantai umumnya memanjang relatif sejajar dengan garis pantai,


sedangkan yang dibatasi oleh atol bentuk lagunnya relatif melingkar.
Bentuk lagun yang memanjang sejajar garis pantai terjadi apabila
tanggul relatif sejajar dengan garis pantai yang disusun oleh reef
ataupun berupa sedimen klasik lain, misalnya batupasir. Lagun yang
dibatasi atol pada karang terbentuk relatip bersamaan dengan
pembentukan atol, disebabkan proses penurunan dasar cekungan
(tempat karang tumbuh) yang kecepatnya seimbang dengan
pertumbuhan karang itu sediri.
Kondisi muka-laut juga berpengaruh terhadap lagun (Sander,
1978). Pada laut yang konstan maka di bagian bawah lagun akan
terendapkan sedimen klastik halus yang kemudian ditutupi oleh
endapan rawa dengan ketebalan mencapai setengah tinggi air pasang.
Kontak antara batuan sedimen dan batuan di bawahnya adalah
horizontal. Satuan batuan fraksi halus dengan sisipan batubara muda
(peat) di daerah rawa akan berhubungan saling menjari dengan
batupasir di daerah tanggul. Selain itu batuan sedimen lagun yang
menebal ke atas dan menumpang di bagian atas shoreface biasanya
terjadi menyertai proses transgresi.
Lagun juga dapat terbentuk pada daerah tektonik estuarine
(Fairbridge, 1980 dalam Boggs, 1995) yang disebabkan oleh aktivitas
tektonik sehingga terjadi pengangkatan di bagian tepi pantai dan
membelakangi bagian rendahan yang membentuk lagun.

7.3.B Proses Pengendapan


Lagun berenergi rendah karena selalu dibatasi oleh tanggul,
sehingga sedimen yang diendapkan berupa sedimen halus, namun
kadang juga dijumpai batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun yang
tidak bertindak sebagai muara sungai, maka sedimen yang diendapkan
didominasi oleh sedimen marin. Sedimen pengisi lagun dapat berasal
dari erosi barrier (wash over) yang berukuran pasir dan lebih kasar.
Apabila ada penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-
pecahan cangkang di bagian backbarier atau di tidal delta. Akibat
angin partikel halus dari tanggul dapat terangkut dan diendapkan di
lagun. Angin tersebut dapat juga menyebabkan terjadinya gelombang
pasang yang menerpa garis pantai dan menimbulkan energi tinggi
sehingga terjadi pengikisan dan pengendapan fraksi kasar.
Beberapa jenis batuan sedimen berumur muda dijumpai di
Laguna Madre (JA Miller, 1973, dalam Friedman & Sanders, 1978).
Batuan tersebut berupa batulempung lanauan sebagai hasil
sedimentasi air pasang, batupasir kuarsa yang merupakan hasil
aktivitas angin mengerosi tanggul (Padre Island), kerakal gampingan
sebagai hasil rombakan batuan di pantai serta batuan karbonat dengan
beberapa keratan didalamnya (seperti pasir cangkang dan pasir).
Struktur sedimen yang berkembang umumnya pejal (pada
batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan tipis batupasir halus,
gelembur-gelombang dengan beberapa perarian bersilang (cross
lamination) yang melibatkan batulempung pasiran. Struktur bioturbasi
sering dijumpai pada batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan
62

batupasir dibagian dasar lagun (Boggs, 1995). Batupasir tersebut


ditafsirkan sebagai hasil endapan angin, umumnya berstruktur perarian
sejajar dan kadang juga berstruktur ripple cross-lamination (Gambar
7.14).

Gb.7.14 Komposit stratigrafi daerah barier - lagun berumur Kapur di


Alberta
selatan Canada, (Reinson G.E. 1984 dalam Boggs, 1995)

Fosil di daerah lagun sangat bervariasi tergantung kadar garam


air lagun (Boggs, 1995). Lagun dengan kadar garam normal mempunyai
populasi fosil sama dengan fosil di laut terbuka. Fosil air payau yang
dijumpai di lagun dapat sebagai indikasi bahwa adanya bagian muara
sungai di lagun. Batulempung Formasi Lidah di Kendang Timur jarang
dijumpai fosil jadi ditafsirkan daerah tersebut sebagian mungkin berair
tawar. Selain itu sering dijumpai mineral pirit sehingga ditafsirkan lagun
di Kendang Timur sebagian jauh dari inlet sehingga sangat
terllindungkan proses reduksi berjalan normal. Selain itu pada sisipan
batupasir di beberapa lokasi sering dijumpai gloukonit sehingga
ditafsirkan merupakan hasil pengendapan dekat inlet (laut).
Berdasarkan data tersebut di atas membuktikan bahwa lagun biasanya
tidak lebar. Hal ini dikarenakan di daerah penelitian yang sempit dapat
dijumpai beberapa bagian lagun.
63

Batuan sedimen lagun kadang mengandung lumpur karbonat


yang berasosiasi dengan rombakan cangkang. Hal ini ditafsirkan karena
bagian lagun mengalami pergerakan karena deformasi tektonik yang
melibatkan bagian tanggul batugamping. Beberapa jenis moluska
(Ammonite dan Lamellibranchiata) sering dijumpai pada batupasir
karbonat sehingga ditafsirkan lokasi fosil tersebut berdekatan dengan
lingkungan laut (Selley, 1980). Kesimpulan tersebut dikaitkan dengan
keberadaan batupasir karbonatan yang ditafsirkan sebagai hasil
sedimentasi tidal inlet (celah diantara barrier) serta ekologi fosil
tersebut.
7.4 DELTA

Kata delta digunakan pertama kali oleh filosof Yunani yang


bernama Herodotus pada tahun 490 SM, dalam penelitiannya pada
suatu bidang segitiga yang dibentuk oleh endapan sungai pada muara
Sungai Nil. Delta didifinisikan oleh Bhattacharya dan Walker (1992)
adalah “Discrette shoreline proturberance formed when a river enters
an ocean or other large body of water”.
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen
sungai pada danau atau pantai. Delta merupakan sebuah lingkungan
yang sangat kompleks dimana beberapa faktor utama mengontrol
proses distribusi sedimen dan morfologi delta, faktor-faktor tersebut
adalah energi sungai, pasang surut, gelombang, iklim, kedalaman air
dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah delta, sungai
harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi
aktif, dalam hal ini prograding system. Hal ini berarti bahwa jumlah
sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan dengan
sedimen yang terkena erosi sebagai dampak gelombang dan/atau
pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan sedimen sungai ini
banyak berubah karena faktor di atas, sehingga banyak ditemukan
variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi distributary
channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges,
beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats
(Coleman& Prior, 1982).
Ketika sebuah sungai memasuki laut atau danau, terjadi
penurunan energi tranportasi secara drastis, yang diakibatkan
bertemunya arus sungai dengan gelombang, maka sedimen yang
dibawanya akan terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah
delta (Gambar 7.15). Namun demikian, hal itu dapat terjadi apabila
cairan dari sungai lebih pekat dari pada cairan laut/danau. Sebaliknya
apabila cairan dari sungai lebih encer dibandingkan cairan laut/danau,
maka sedimen yang dibawa sungai akan tersebar jauh ke arah laut, dan
sedimen yang dibawa cairan laut akan mengendap di mulut sungai.
Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur
stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam
pencarian minyak, gas, batubara dan uranium. Delta modern saat ini
berada pada semua kontinen kecuali Antartica. Bentuk delta yang besar
diakibatkan oleh sistem drainase yang aktif dengan kandungan sedimen
yang cukup tinggi.
64

7.4.A Klasifikasi dan pengendapan delta


Pada tahun 1975, M.O Hayes (Allen & Coadou, 1982)
mengemukakan sebuah konsep tentang klasifikasi coastal yang
didasarkan pada hubungan antara kisaran pasang surut (mikrotidal,
mesotidal dan makrotidal) dan proses sedimentologi. Pada tahun 1975,
Galloway menggunakan konsep ini dalam penerapannya terhadap
aluvial delta, sehingga disimpulkan klasifikasi delta berdasarkan pada
dominasi energinya (Gambar 7.16), yaitu :
1. Delta sungai (fluvial-dominated delta)
2. Delta pasang-surut (tide-dominated delta)
3. Delta ombak (wave-dominated delta)

Gambar 7.15: Geomorfologi suatu delta dari citra satelit


65

Gambar 7.16: Skema klasifikasi delta menurut Galloway (1975).

Delta Sungai (Fluvial - dominated Delta)


Delta sungai pada dasarnya dipengaruhi lingkungan yang
disebabkan oleh energi sungai. Pengaruh energi sungai sangat dominan
dan pengaruh dari pasang-surut serta gelombang sangat kecil (Gambar
7.17). Delta jenis ini umumnya terbentuk pada mikrotidal regime
dengan kemiringan beting (shelf) sangat besar (Nichols, 1999). Akibat
dari pengaruh sungai yang sangat dominan, morfologi yang terbentuk
sering memperlihatkan bentuk seperti kaki burung atau birdfoot dengan
fluvial levees, interdistributary bays dan distributary mouth bar pada
inlet.
66

Gambar 7.17 Fluvial - dominated Delta pada system delta Mississipi


(Reineck dan Singh, 1980)

Selanjutnya pada delta sungai dipengaruhi oleh prilaku air sungai


sehingga dapat dapat diidentifikasi menjadi 3 ciri yaitu :

1. Homopycnal flow
Pada proses ini air sungai yang memasuki cekungan mempunyai
berat jenis sama dengan berat jenis air laut, kecepatan alirannya
tinggi (jet aot flow), pengendapan terjadi dengan tiba-tiba,
kandungan cairannya bercampur, endapannya kasar (Gambar 7.18)

Gambar 7.18 Homopycnal flow pada delta sungai.

2. Hyperpycnal flow
Pada ciri ini bila air sungai mempunyai densitas yang lebih besar
daripada “basin water “ menghasilkan arah orientasi vertikal ini
dikenal sebagai “plane - jet flow” (Gambar 7.19). Pada ciri ini
67

densitas menghasilkan arus yang dapat mengerosi pada awalnya


akan tetapi akhirnya endapannya berada sepanjang sebagian besar
“slope” dari “delta front” pada aliran “turbidit”.

Gambar 7.19 Hyperpycnal flow

3. Hypopycnal flow
Pada ciri ini bila air sungai yang mengalir densitasnya lebih kecil dari
“basin water”. Pada Hypopycnal flow sedimen yang halus dibawa
dalam “supensi” keluar dari muara sebelum “flucullate” dan
mengendap (Gambar 7.20). “Flocculate” meliputi gabungan sedimen
halus dalam “small lump” memberikan keberadaan muatan ion
positip dalam “sea water” yang menetralisir muatan negatif pada
partikel lempung. Hypopycnal flow cenderung menghasilkan “delta
front area” yang aktif dan besar, kemiringan nya 1 derajat atau
kurang, berbeda dengan sebagian besar delta yang ada sekitar 10
sampai 20 derajat (Bogg, 1995).

Gambar 7.20 Hypopycnal flow

Delta Pasang-surut (Tide – dominated Delta)


68

Pada proses ini digambarkan bila pengaruh pasang surut lebih


besar dari aliran sungai yang menuju muara sungai, arus yang dua arah
dapat mendistribusikan kembali sedimen yang ada di muara,
menghasilkan “sand filled”, “flumee-shaped distributariesd”. Delta
pasang-surut biasanya terbentuk pada ujung teluk.
Delta modern Ganga-Brahmaputra adalah sebuah contoh delta
yang didominasi oleh pengaruh pasang surut (Gambar 7.21). Bila
dibandingkan delta Missisippi ukuran luas delta Brahmaputra tiga kali
lebih besar (Boggs, 1995).
Rata-rata keluarannya dua kali dibandingkan dengan delta
Missisippi, khususnya pada saat musim hujan. Rata-rata daerah “tidal”
sangat besar, sekitar 4 m dan pengaruh gelombang sangat kecil.
“sand” yang ditransportasikan sangat “intens” selama musim hujan,
dimana “sand” yang diendapkan serupa dengan “braides stream”. Pada
jenis delta ini dicirikan dengan lingkungan “tidal-flat”, “natural levees”,
dan “fload basin”, yang mana sedimennya halus diendapkan dari
“suspension”.
Pengaruh arus pasang surut yang kuat dimanisfestasikan oleh
kehadiran jaringan “tidal sand bars” dan “channel” yang diorientasikan
berbentuk kasar paralel terhadap arah aliran arus “tidal”. Tide
dominated delta biasanya dapat dibedakan dari fluvial dominated delta
dari munculnya struktur-struktur sedimen yang mencirikan tipe facies
sedimen tidal (Allen & Coadou, 1982).

Gambar 7.26 Tide- Dominated delta pada Delta modern Ganges-


Brahmaputra

Delta Ombak (Wave-dominated Delta)


Penyebab pada system ini adalah aliran gelombang yang kuat dan
perlambatan dari aliran sungai sehingga aliran sungai tertarik atau
69

dibelokan di muara sungai. Distribusi endapan pada muara, dilakukan


oleh gelombang dan di redistribusikan sepanjang “delta front” oleh arus
“long-shore” sehingga bentuk gelombang yang timbul di “shore-line”
lebih menonjol seperti di pantai yaitu “barrier bars” dan “spit”
(menyebul) (Gambar 7.27).

Gambar 7.27 Skema sistem delta ombak

Selanjutnya dapat dicirikan juga dengan adanya “smooth delta


front” yang meliputi pengembangan yang baik dari punggungan
“coalescent beach”, salah satu contoh pada wave dominated delta
adalah Sao Fransisco delta (Gambar 7.28). Dimensi luasnya lebih kecil
bila dibandingkan Missisippi delta.
Perbedaan karakteristik dari wave dominated delta ini akan
dicirikan dengan adanya high wave energy fringe pada delta front.
Endapan-endapannya akan dicirikan dengan kehadiran struktur-struktur
sedimen seperti pada pantai, shoreface dan strom sedimen.
70

Gambar 7.28 Delta ombak pada Delta Sao Fransisco

Berdasarkan sumber endapannya, secara mendasar delta dapat


dibedakan menjadi dua jenis (Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995)
(Gambar 7.20), yaitu:
1. Non Alluvial Delta
a. Pyroklastik delta
b. Lava delta
2. Alluvial Delta
a. River Delta
Pembentukannya dari deposit sungai tunggal.
b. Braidplain Delta
Pembentukannya dari sistem deposit aliran
“teranyam”
c. Alluvial fan Delta
Pembentukannya pada lereng yang curam dikaki
gunung yang luas yang dibawa air.
d. Scree-apron deltas
71

Terbentuk ketika endapan scree memasuki air.

Gambar 7.20 Klasifikasi Delta didasarkan pada sumber endapannya


(Nemec, 1990 dalam Boggs, 1995)

7.4.B Fisiografi Delta


Berdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan menjadi
tiga bagian utama (Gambar 7.29), yaitu :
1. Delta plain
2. Front Delta
3. Prodelta

Gambar 7.29 Fisiografi Delta (Allen)


Delta plain
Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta.
Umumnya terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus
seperti serpih dan bahan-bahan organik (batubara). Delta plain
merupakan bagian dari delta yang karakteristik lingkungannya
didominasi oleh proses fluvial dan tidal. Pada delta plain sangat jarang
ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang sangat besar. Daerah
delta plain ini ditoreh (incised) oleh fluvial distributaries dengan
kedalaman berkisar dari 5 – 30 m. Pada distributaries channel ini sering
72

terendapkan endapan batupasir channel-fill yang sangat baik untuk


reservoir (Allen & Coadou, 1982).

Delta front
Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari
sungai bergerak memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi
dengan proses cekungan (basinal). Akibat adanya perubahan pada
kondisi hidrolik, maka sedimen dari sungai akan memasuki cekungan
dan terjadi penurunan kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan
diendapkannya material-material dari sungai tersebut. Kemudian
material-material tersebut akan didistribusikan dan dipengaruhi oleh
proses basinal. Umumnya pasir yang diendapkan pada daerah ini
terendapkan pada distributary inlet sebagai bar. Konfigurasi dan
karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok sebagai reservoir,
didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya (Allen &
Coadou, 1982).

Prodelta
Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut
atau sering disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta
biasanya dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan
lanau. Pada daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa
kehadiran pasir. Batupasir umumnya terendapkan pada delta front
khususnya pada daerah distributary inlet, sehingga pada daerah
prodelta hanya diendapkan suspensi halus. Endapan-endapan prodelta
merupakan transisi kepada shelf-mud deposite. Endapan prodelta
umumnya sulit dibedakan dengan shelf-mud deposite. Keduanya hanya
dapat dibedakan ketika adanya suatu data runtutan vertikal dan
horisontal yang baik (Reineck & Singh, 1980).

7.4.C Studi Kasus Delta Mahakam.


Delta Mahakam terbentuk pada muara sungai Mahakam di
Kalimantan Timur sekitar 50 km selatan Khatulistiwa. Delta Mahakam
terletak dalam “Kutei basin” dengan tipe “Mixed Fluvial-Tide
Dominated” dengan umur Miocene tengah (Allen & Coadou, 1982).
Daerah delta mahakam terdiri dari 1300 km2 delta plain, 1000 km2 delta
front dan 2700 km2 prodelta.
Delta ini karena terletak pada daerah khatulistiwa sangat
dipengaruhi oleh musin, antara lain musim hujan dan musim panas.
Maksimum curah hujan sangat tinggi pada bulan Januari, minimum pada
bulan Agustus (Allen, 1994), temperatur relatif konstan antara 26
sampai 30 derajat.
Delta Mahakam Menunjukkan bentuk “fan”, dimana cabang
“fluvial distributaries” keluar dari sungai Mahakam (Gambar 7.30) dan
keluar melintasi “delta plain” pada jarak 50 km dari batas “upstream”
dari delta. Volume sedimen yang dialirkan oleh sungai Mahakam ini
sekitar 8 x 106 m3 pertahun Pada delta ini ada 3 sistem distribusi
“fluvial” yang menjadi ciri khas dari delta Mahakam. Distribusi ini
dikelompokkan dalam sistem “northen” dan “southern”. Umumnya
73

gelombang yang mempengaruhi delta ini sangat kecil, ketinggiannya


hanya sekitar 60 cm. Sedangkan aktivitas tidal pada daerah ini
merupakan mesotidal.

Gambar 7.30 Delta Mahakam (Allen)

7.5 ESTUARIN

Beberapa ahli geologi mengemukakan beberapa pengertian yang


bermacam-macam tentang estuarin. Pritchard, 1967 (Reineck & Singh,
1980) mengemukakan bahwa estuarin adalah “a semi-enclosed coastal
body of water which has a free connection with the open sea and within
which sea water is measurably diluted with fresh water derived from
land drainage”. Ada dua faktor penting yang mengontrol aktivitas di
estuarin, yaitu volume air pada saat pasang surut dan volume air tawar
(fresh water) serta bentuk estuarin. Endapan sedimen pada lingkungan
estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus sungai dan dari laut
terbuka. Transpor sedimen dari laut lepas akan sangat tergantung dari
rasio besaran tidal dan disharge sungai. Estuarin diklasifikasikan
menjadi tiga daerah (Gambar 7.31) , yaitu :
1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang
secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik
air laut sangat terasa pada daerah ini.
2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi
percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang.
3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah
estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih
masih berpengaruh (harian)
Marine atau lower estuarin adalah estuarine yang secara bebas
berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat
terasa pada daerah ini. Daerah dimana terjadi percampuran antara
fresh water dan air asin secara seimbang disebut middle estuarin.
Sedangkan fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana
fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh
74

(harian). Friendman & Sanders (1978) dalam Reineck & Singh


mengungkapkan bahwa pada fluvial estuarin konsentrasi suspensi yang
terendapkan lebih kecil (<160mg/l) dibanding pada sungai yang
membentuk delta.

Gambar 7.31 Skema system lingkungan pengendapan estuarin


yang sangat dipengaruhi gelombang (Dalrymple,1992)

Berdasarkan aktivitas dari tidal yang mempengaruhinya, estuarin


dapat diklasifikasikan menjadi tiga (Hayes, 1976 dalam Reading, 1978),
yaitu :
1. Mikrotidal estuarin
2. Mesotidal estuarin
3. Makrotidal estuarin
Pada mikrotidal estuarin, perkembangan daerahnya sering
ditandai dengan kemampuan disharge dari sungai untuk menahan arus
tidal yang masuk ke dalam sungai, meskipun kadang-kadang pada saat
disharge sungai sangat kecil, arus tidal dapat masuk sampai ke sungai.
Pada mesotidal estuarin, efektivitas dari tidal lebih efektif dibanding
pada mikrotidal, khususnya ini terjadi pada sungai bagian bawah. Pada
makrotidal estuarin sering ditemukan funnel shaped dan linier tidal
sand ridges. Arus tidal sangat efektif dalam sirkulasi daerah ini, serta
75

endapan suspensi umumnya diendapkan pada dataran (flats) intertidal


pada daerah batas estuarin (Reading, 1978).
Endapan pada daerah estuarin umumnya aggradational dengan
alas biasanya berupa lapisan erosional hasil scour pada mulut sungai.
Hal ini berbeda dengan endapan delta yang umumnya progadational
yang sering menunjukan urutan mengkasar keatas. Pada daerah
estuarin yang sangat dipengaruhi oleh tidal, endapannya akan sangat
sulit dibedakan dengan daerah lingkungan pengendapan tidal, untuk
membedakannya harus didapat informasi dan runtunan endapan secara
lengkap (Nichols, 1999).

7.6 TIDAL FLAT

Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi


gelombang laut yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan
daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Pasang surut dengan
amplitudo yang besar umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan
air yang sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang
terpisah dari laut terbuka biasanya hanya mengalami efek yang kecil
dari pasang surut ini, seperti pada laut mediterania yang ketinggian
pasang surutnya hanya berkisar dari 10 – 20 cm. Luas dari daerah tidal
flat ini berkisar antara beberapa kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995).
Berdasarkan pada elevasinya terhadap tinggi rendahnya pasang surut,
lingkungan tidal flat dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu subtidal,
intertidal dan supratidal (Gambar 7. 32).
76

Gambar 7. 32 Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada


lingkungan tidal flat (Boggs, 1995)

Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang


surut yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus
menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh
gelombang laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload
dengan ukuran pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal
bar dan shoal. Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi
oleh akresi lateral dari sedimen pasiran pada tidal channel dan bar.
Migrasi pada tidal channel ini sama dengan yang terjadi pada
lingkungan sungai meandering.
Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah
sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali
dalam sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal.
Pada daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena
adanya aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena
intertidal merupakan daerah perbatasan antara pasang surut yang
tinggi dan rendah, sehinnga merupakan daerah pencampuran antara
akresi lateral dan pengendapan suspensi, maka daerah ini umumnya
tersusun oleh endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas
pasang surut tinggi sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix
flat). Pada daerah dengan pasang surut lemah disertai adanya aktivitas
ombak pada endapan pasir intertidal dapat menyebabkan terbentuknya
asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal didominasi oleh
perselingan lempung, lanau dan pasir yang memperlihatkan struktur
flaser, wavy dan lapisan lentikular. Facies seperti ini menunjukan
adanya fluktuasi yang konstan dengan kondisi energi yang rendah
(Reading, 1978)
Zona supratidal berada diatas rata-rata level pasang surut yang
tinggi. Karena letaknya yang lebih dominan ke arah darat, zona ini
sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah ini kadang-
kadang ditutupi oleh endapan marsh garam (Gambar 7.33), dengan
perselingan antara lempung dan lanau (mud flat) serta sering terkena
bioturbasi (skolithtos). Pada daerah beriklim kering sering terbentuk
endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya ditoreh oleh tidal channel
(incised tidal channel) yang membawa endapan bedload di sepanjang
alur sungainya.
Pengendapan pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi
oleh arus tidal sendiri, sedangkan pada daerah datar di sekitarnya (tidal
flat), pengendapannya akan dipengaruhi pula oleh aktivitas dari
gelombang yang diakibatkan oleh air ataupun angin. Suksesi endapan
pada lingkungan tidal flat umumnya memperlihatkan sistem progadasi
dengan penghalusan ke atas sebagai refleksi dari batupasir pada
pasang surut rendah (subtidal) ke lumpur pada pasang surut tinggi
(supratidal dan intertidal bagian atas).
77

Gambar 7.33 Blok diagram silisiklastik pada lingkungan tidal flat


(Dalrymple, 1992 dalam Walker & James, 1992)

You might also like