You are on page 1of 57

62

7.7 NERITIK (SHELF ENVIRONMENT)


Daerah shelf meliputi daerah laut dangkal sampai batas shelf
break (Boggs, 1995). Heckel (1967) dalam Boggs (1995) menbagi
lingkungan shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal) dan
epikontinental (epeiric). Perikontinental shelf adalah lingkungan laut
dangkal yang terutama menempati daerah di sekitar batas kontinen
(transitional crust) shelf dengan laut dalam. Perikontinental seringkali
kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan
material berbutir halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut
bergerak memasuki laut dalam dengan proses arus traksi dan
pergerakan graviti (gravity mass movement). Karena keberadaannya di
daerah kerak transisi (transitional crust), perikontinental juga sering
menunjukan penurunan (subsidence) yang besar, khususnya pada
tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan
terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele, 1992).
Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada
daerah kontinen (daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa
daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan
arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua
pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka
ini akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.
Ada enam faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi pada
lingkungan shelf (Reading, 1978), yaitu :
1. kecepatan dan tipe suplai sedimen
2. tipe dan intensitas dari hidrolika regime shelf
3. fluktuasi muka air laut
4. iklim
5. interaksi binatang – sedimen
6. faktor kimia
Pasir shelf modern sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen,
meskipun kadang-kadang daerah shelf ini menerima secara langsung
suplai pasir dari luar daerah, seperti dari mulut sungai pada saat banjir
dan dari pantai pada saat badai (Drake et al, 1972 dalam Reading,
1978). Endapan sedimen pada lingkungan shelf modern umumnya
sangat didominasi oleh lumpur dan pasir, meskipun kadang-kadang
dijumpai bongkah-bongkah relict pada beberapa daerah.
Ada empat tipe arus (current) yang mempengaruhi proses
sedimentasi pada daerah shelf (Swift et al, 1971 dalam Boggs, 1995),
yaitu :
1. Arus tidal
2. Arus karena badai (storm)
3. Pengaruh gangguan arus lautan
4. Arus density
Sehingga berdasarkan pada proses yang mendominasinya, lingkungan
shelf ini secara dibagi menjadi dua tipe (Nichols, 1999), yaitu shelf
didominasi tidal (tide dominated shelves) dan shelf didominasi badai
(storm dominated shelves). Pada lingkungan shelf modern pada
umumnya tidak ada yang didominasi oleh pengaruh arus density.
63

Shelf yang didominasi oleh arus tidal ditandai dengan kehadiran


tidal dengan kecepatan berkisar dari 50 sampai 150 cm/det (Boggs,
1995). Sedangkan Reading (1978) mengungkapkan bahwa beberapa
shelf modern mempunyai ketinggian tidal antara 3 – 4m dengan
maksimum kecepatan permukaan arusnya antara 60 sampai >100
cm/det. Endapan yang khas yang dihasilkan pada daerah dominasi
pasang surut ini adalah endapan-endapan reworking in situ berupa
linear ridge batupasir (sand ribbons), sand waves (dunes), sand patches
dan mud zones. Orientasi dari sand ridges tersebut umumnya paralel
dengan arah arus tidal dengan kemiringan pada daerah muka sekitar
50. Umumnya batupasir pada shelf tide ini ditandai dengan kehadiran
cross bedding baik berupa small-scale cross bedding ataupun ripple
cross bedding.
Shelf yang didominasi storm dicirikan dengan kecepatan tidal
yang rendah (<25 m/det). Pada daerah ini biasanya sangat sedikit
terjadi pengendapan sedimen berbutir kasar, kecuali pada saat terjadi
badai yang intensif. Kondisi storm dapat mempengaruhi sedimentasi
pada kedalaman 20 – 50 m. pada saat terjadi badai, daerah shelf ini
menjadi area pengendapan lumpur dari suspensi. Material klastik
berbutir halus dibawa menuju daerah ini dari mulut sungai dalam
kondisi suspensi oleh geostrphik dan arus yang disebabkan angin
(Nichols, 1999). Storm juga dapat mengakibatkan perubahan (rework)
pada dasar endapan sedimen yang telah diendapkan terlebih dahulu.
Pada suksesi daerah laut dangkal dengan pengaruh storm akan
dicirikan dengan simetrikal (wave) laminasi bergelombang (ripple),
hummocky dan stratifikasi horisontal yang kadang-kadang tidak jelas
terlihat karena prose bioturbasi.

7.7 OCEANIC (DEEP-WATER ENVIRONMENT)

Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut


dengan alas kerak samudra tipe basaltis. Daerah cekungan laut dalam
merupakan daerah yang pada bagian atanya dibatasi oleh lingkungan
shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan
yang curam (lebih besar) dibandingkan dengan shelf . Berdasarkan dari
fisiografinya, lingkungan laut dalam ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu,
continental slope, continental rise dan cekungan laut dalam.
Lereng benua (continental slope) dan continental rise
merupakan perpanjangan dari shelf break. Kedalaman lereng benua
bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata 130 m sampai
dengan 1500-4000 m. Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40,
walaupun ada variasi pada lingkungan delta (20) dan pada lingkungan
koral (450) (Boggs, 1995). Sedangkan kemiringan pada continental rise
biasanya lebih kecil dibandingkan kemiringan pada lereng benua.
Karena lerengnya yang cukup curam dibandingkan paparan, pada
lereng benua ini sering merupakan daerah dari pergerakan arus
turbidit. Continental rise biasanya tidak akan ada pada daerah
convergen atau aktif margin dimana subduksi berlangsung. Morfologi
pada lereng benua ini sering menunjukan bentuk cembung, kecuali
64

pada daerah-daerah yang yang mempunyai stuktur sangat aktif.


Volume endapan sedimen yang dapat mencapai lereng benua dan
continental rise ini akan sangat bergantung pada lebarnya shelf dan
jumlah sedimen yang ada.
Continental rise dan cekungan laut dalam membentuk sekitar
80% dari total dasar laut. Bagian lebih dalam dari continental slope
dibagi menjadi dua fisiografi, yaitu :
1. Lantai Samudra (ocean floor), yang dikarakteristikan dengan
kehadiran dataran abisal, perbukitan abisal (< 1 km) dan
gunungapi laut (> 1 km)
2. Oceanic Ridges
Dataran abisal merupakan daerah yang relatif sangat datar, kadang-
kadang menjadi sedikit bergelombang karena adanya seamount.
Beberapa dataran abisal juga kadang-kadang terpotong oleh channel-
channel laut dalam. Pada pusat cekungan laut dalam biasanya
terendapkan sedimen dari material pelagik. Mid-oceanic ridges
memanjang sejauh 60.000 km dan menutupi sekitar 30 – 35% dari luas
lautan.

Transport Laut Dalam


Aliran turbidit merupakan salah satu jenis aliran yang sangat
banyak dilakukan kajian oleh para peneliti. Aliran turbidit pada
prinsipnya dapat terjadi pada berbagai macam lingkungan
pengendapan, tetapi aliran turbidit lebih sering ditemukan pada
lingkungan laut dalam. Pada lingkungan laut dalam sebenarnya
terdapat beberapa proses transpor yang dapat terjadi (Boggs, 1995),
yaitu :
1. Transport suspensi dekat permukaan oleh air dan angin
2. Transport nepheloid-layer
3. Transport arus tidal pada submarine canyon
4. Aliran sedimen gravitasi
5. Transpor oleh arus geostrophic contour
6. Transport oleh floating ice
Transport oleh aliran gravitasi adalah transpor yang mendominasi dan
banyak dijadikan kajian sejak beberapa tahun kebelakang. Sedimen
dengan aliran gravitasi merupakan material-material yang bergerak di
bawah pengaruh gravitasi. Aliran gravitasi ini secara prinsip terbagi
menjadi empat tipe dengan karakteristik endapannya masing-
masing.Keempat tipe tersebut adalah :
1. Aliran arus turbidit
2. Aliran sedimen liquefied
3. Aliran butiran (Grain Flow)
4. Aliran Debris (Debris Flow)
Kuenen dan Migliori (1950) dalam Allen (1978) memvisualisasikan
aliran turbidit sebagai aliran suspensi pasir dan lumpur dengan densitas
yang tinggi serta gravitasi mencapai 1,5 – 2,0. Ketika aliran melambat
dan cairan turbulence berkurang, maka aliran turbidit akan kelebihan
beban, dan diendapkanlah butiran-butiran kasar. Beberapa percobaan
menunjukan bahwa aliran turbidit secara umum terbagi menjadi empat
65

bagian, yaitu kepala, leher, tubuh dan ekor. Pengendapan dengan aliran
turbidit merupakan suatu proses yang sangat cepat, sehingga tidak
terjadi pemilahan dari butiran secara baik, kecuali pada grading yang
normal pada sekuen Bouma (Nichols, 1999). Pasir yang terendapkan
oleh aliran turbidit umumnya lebih banyak berukuran lempung, mereka
sering diklasifikasikan sebagai wackes dalam klasifikasi Pettijohn.

Kipas Laut Dalam


Ngarai (canyons) pada shelf merupakan tempat masuknya aliran
air dan sedimen ke dalam laut dalam. Hal ini dapat dianalogikan dengan
pembentukan alluvial fan. Pada setting laut dalam, morfologi kipas juga
dapat terbentuk, menyebar dari ngarai-ngarai dan membentuk
menyerupai kerucut (cone) pada lantai samudera. Morfologi tersebut
terkenal dengan sebutan kipas bawah laut (submarine fans). Ukuran
dari kipas bawah laut ini sangat bervariasi, terbentang mulai dari
beberapa kilometer sampai 2000 km (Stow, 1985).
Proses sedimentasi yang terjadi pada kipas bawah laut ini
umumnya didominasi oleh sistem aliran turbidit yang membawa
material-material dari shelf melalui ngarai-ngarai. Proses sedimentasi
ini membentuk trend yang sangat umum, dimana material yang kasar
akan terendapkan dekat dengan sumber dan material yang halus akan
terendapkan pada bagian distal dari kipas. Kipas bawah laut modern
dan turbidit purba terbagi ke dalam tiga bagian, proximal (upper fan),
medial (mid fan) dan distal (lower fan).
Upper fan berada pada kedalaman beberapa meter sampai
puluhan meter dengan lebar bisa mencapai ratusan meter. Kecepatan
aliran yang sangat cepat pada daerah ini menyebabkan endapan yang
terbentuk berupa endapan tipis, tanpa struktur sedimen atau perlapisan
batuan yang kasar (Nichols, 1999). Jika didasarkan pada sekuen
endapan turbidit dari Bouma, maka pada daerah ini banyak ditemukan
endapan dengan tipe sekuen “a”, sedangkan pada overbank upper fan
dan channel sering ditemukan sekuen Bouma bagian atas (Tcde atau Tde).
Pada daerah mid fan, aliran turbidit menyebar dari bgian atas kipas
(upper fan). Pada daerah ini endapan turbidit membentuk lobe (cuping)
yang menutupi hampir seluruh daerah ini. Unit stratigrafi yang
terbentuk pada mid fan lobe ini, idealnya berupa sekuen mengkasar ke
atas (coarsening-up) serta adanya unit-unit channel. Pada mid fan lobe
ini sering ditemukan sekuen boma secara lengkap “ Ta-e dan Tb-e”.
Kadang-kadang aliran turbidit yang mengalir dari upper fan dan
melintasi mid fan dapat pula mencapai daerah lower fan. Daerah lower
fan merupakan daerah terluar dari kipas bawah laut, dimana material
yang diendapkan pada daerah ini umumnya berupa pasir halus, lanau
dan lempung. Lapisan tipis dari aliran turbidit ini akan membentuk divisi
Tcde dan Tde. Hemipelagic sedimen akan bertambah pada daerah ini
seiring dengan menurunnya proporsi endapan turbidit (Nichols, 1999).

SEDIMENTASI ANGIN

Di samping air, angin merupakan salah satu enegi yang dapat


mengikis dan mengangkut bahan-bahan untuk diendapkan, khususnya
66

pada daerah yang mempunyai iklim kering dan semi kering. Angin
terjadi karena perbedaan temperatur antara dua daerah yang berbeda
di muka bumi akibat ketidakseragaman pemanasan kedua tempat oleh
sinar matahari yang menimbulkan beda tekanan. Kekuatan angin
ditentukan oleh besarnya beda tekanan pada kedua tempat dan jarak
antara kedua tempat tersebut (Sukendar Asikin, 1978). Kekuatan angin
akan bertambah dengan bertambahnya jarak. Gerakannya akan laminer
jika perlahan dan turbulen bila cepat. Endapan sedimen yang berasal
dari proses pengendapan oleh angin disebut endapan Eolian.

PENGENDAPAN ANGIN
Menurut Allen (1970), endapan oleh angin (eolian) dapat terjadi
pada :
a. Daerah gurun, dimana iklimnya tropis, subtropis dan lintang tengah.
b. Daerah disekitar, outwash plain pda endapan glasial dan tudung es
pada daerah lintang tinggi.
c. Di daerah pantai, di puncak pulau penghalang (barrier island) atau di
muka pantai terbuka dalam berbagai iklim.
Lingkungan pengendapan oleh angin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gurun terjadi pada lintang tengah dan rendah yang berhubungan


dengan daerah yang tertutup dengan curah hujan dari 30 cm.
Daerahnya kira-kira 20 % dari total daratan. Gurun modern yang
tervesar dengan panjang 12.000 km dan lebar 3.000 km terletak antara
Afrika Utara dan Asia Tengah. Dengan gurun lain yang luas adalah
Australia Tengah, berukuran 1500 - 3000 km. Gurun yang berukuran
kecil berada di Afrika baratdaya, Chili - Peru dan Patagonia, dan di
baratnya Afrika Utara.
Pelapukan di gurun terjadi secara mekanis dan kimiawi.
Pelapukan mekanis tergantung pada perubahan gradien temperatur
oleh pemanasan pada siang hari dan pendinginan pada malam hari.
Perbedaan temperatur permukaan batuan pada waktu siang dan malam
dapat mencapai 50° C. Pada kondisi seperti ini batuan secara perlahan
akan rekah dan pecah. Butiran tersebut akan terbawa oleh angin dan
diendapkan sebagai bukit pasir.
Bukit pasir dapat pula terbentuk di muka pantai. Meskipun
demikian hanya terjadi pada pantai pada daerah kering dimana
vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin kering yang kuat dengan arah
tegak lurus pantai secara aktif memindahkan pasir menjadi gundukan
pasir. Gugusan bukit pasir yang terjadi dengan cara ini terjadi
sepanjang pantai timur Laut Utara, bagian selatan Pantai Baltik, pantai
utara Gulf of Mezico, pantai selatan Laut Mediterian dan pantai barat
Australia. Hanya sedikit gugusan bukit pasir di muka pantai yang terjadi
pada daerah curah hujan rendah. Selain itu, endapan angin dapat pula
terjadi pada outwash plain dari arus air es glasial yang ditemukan pada
daerah lintang tinggi.
Allen (1970) menggambarkan bahwa angin mengangkut sedimen
secara suspensi dan saltasi atau merayap dipermukaan (surface creep).
Kecepatan geser pada perpindahan butir dapat ditulis sebagai :
67

U * (crit) =√(α 0 (crit) /ρ )

= K1 (√ ( α -ρ ) / ρ ) g D

dimana : U * (crit) = kecepatan geser


α o (crit) = tegangan geser
α = densitas butir
D = diameter butir
ρ = densitas fluida
k1 = konstanta yang bergantung dengan bilangan Reynold

Butiran yang halus (0 - 0,2 mm ) akan diangkat secara suspensi,


yaitu sedimen dibawa oleh angin tanpa terjadi kontak dengan lapisan.
Angin bertiup melalui alluvium yang mengering dan membawa butiran
terbang di udara Lanau lempung adalah contoh batuan yang dapat
diangkut dengan cara suspensi. Bahan ini umumnya akan diangkut
melalui jarak yang lebih jauh.
Cara kedua adalah saltasi dimana butiran dengan ukuran yang
lebih besar (0,2 - 2 mm) akan diangkut dengan cara menggelinding,
bergeser dan bertumbukan. Bila angin bertiup di atas permukaan pasri,
maka kalau cukup kuat butiran pasir akan melaju melalui seretan
lompatan yang panjang. Jika mendarat mereka akan terpantul dan
meloncat kembali ke udara dan akan melontarkan butiran pasir lainnya.
Batupasir sangat halus adalah yang pertama dapat dipindahkan dengan
saltasi.
Pengangkutan bahan yang berukuran pasir ini disebut sand
storm. Pasir umumnya terdiri dari mineral kwarsa yang membulat.
Butiran demikian akan mampu melompat dengan mudah bila terbentur
dengan bahan yang keras seperti butiran pasir lainnya atau kerakal .
Gambar 2 menunjukkan trajektori saltasi dari butiran batupasir, dimana
butiran yang lebih kecil akan mempunyai trajektori yang lebih panjang
dari pada butiran yang benar.
Studi tentang kecepatan ambang yang dibutuhkan untuk memulai
pergerakan butir menunjukkan bahwa kecepatan ambang bertambah
dengan bertambahnya ukuran butir. Butiran yang lebih kecil akan
mempunyai kecepatan awal yang lebih kecil dari pada butiran yang
besar. Allen (1970) menggambarkan bahwa panjang trajektori lintasan
butir dan besarnya kecepatan awal diberikan sebagai :

L = k2 (( U* + U* (crit))2 / g )
H = k3 (( U* + U* (crit))2 / g )

Dimana : L= Panjang trajektori


H= besarnya trajektori
k2 dan k3 = konstanta empiris yang berhubungan dengan
ukuran butir
g = percepatan gravitasi
68

Proses pemindahan bahan-bahan oleh angin dapat terjadi dengan 2


cara, yaitu deflasi dan abrasi (Sukendar Asikin, 1978)

 Deflasi adalah proses pemindahan bahan dengan cara


menyapu bahan - bahan
yang ringan. Proses ini menghasilkan relief di gurun-gurun
pasir. Deflasi dapat pula menyebabkan lekukan yang dalam
hingga beberapa ratus meter di bawah permukaan laut. Kalau
mencapai batas permukaan air tanah, maka akan membentuk
oase (mata air di gurun)

 Abrasi adalah pengikisan oleh angin yang menggunakan


bahan yang diangkutnya sebagai senjata. Daerahnya tidak
luas. Contohnya adalah batuan bentuk jamur yang terjadi
karena bahan yang diangkut tidak merata. Dibagian bawah
lebih banyak dan lebih kasar dibandingkan dengan diatasnya.

3. Macam Endapan Oleh Angin

Bahan yang diangkut oleh angin akan menimbulkan tiga macam


endapan yang sangat berbeda (Boggs, 1995) yaitu :
• Endapan lanau (silt), kadang-kadang disebut loess yang berasal
dari sumber yang cukup jauh.
• Endapan pasir yang terpilah sangat baik.
• Endapan lag (lag deposit), terdiri dari partikel berukuran gravel
yang diangkut oleh angin dengan kecepatan yang cukup besar.

Endapan gurun dapat dikelompokkan ke dalam 3 sublingkungan


pengendapan utama yaitu bukti pasir (sand dune), interdune dan sand
sheet.

3.1 Bukit pasir (sand dune)

Lingkungan bukit pasir pada umumnya yang diangkut dan diendapkan


adalah pasir yang diakumulasi dalam berbagai bentuk dune . Sand
dune (bukit pasir) dapat dibagi menjadi 4 tipe morfologi utama (Selley,
1988), yaitu :

a. Barchan atau lunate dune, adalah bukit pasir yang paling indah.
Bentuknya cembung terhadap arah angin umum (utama dengan
kedua titik ujungnya seperti tanduk, dimana pada kedua arah
tersebut kekuatan angin berkurang. Barchan mempunyai
muka gelincir yang curam pada sisi cekung. Barchan terjadi pada
daerah yang terisola
(tertutup) atau disekitar sudut pantai. Pada permukaan yang turun
biasanya ditutupi oleh lumpur (mud) atau granula. Hal ini
menunjukkan bahwa barchan/lunate dunate terbentuk terbentuk
dimana pengangkutan pasir lebih sedikit.
69

b. Tipe stellate, piramida atau Matterhorn. Terdiri dari rangkaian sinus,


tajam, punggung pasir yang tinggi, yang bergabung bersama-sama
dalam satu puncak yang tinggi. Angin selalu meniup bulu-bulu pasir
di puncak peramida, membuat dune tampak seperti berasap. Stellate
dune kadang-kadang ratusan meter tingginya, terbentuk pada batas
pasir laut dan jebel, menandakan titik interferensi dari arus angin
dengan topografi yang resistan.

c. Longitudinal atau Seif dune. Bentuknya panjang, tipis dengan batas


punggung yang jelas. Dune secara individu dapat mencapai 200 km
panjangnya, kadang-kadang dapat konvergen pada perbatasan seif
dimana arah angin berkurang. Tingginya dapat mencapai 100 km
dan batas dune lebarnya sampai 1 atau 2 km, dengan daerah
interdune yang datar, terdiri dari pasir atau gravel.

d. Tranversal dune, bentuknya kursus atau sinusoidal ramping dengan


puncak tegak lurus arah angin rata - rata. Muka gelincir yang curam
terdapat pada arah angin yang berkurang. Transversal dune jarang
terjadi pada permukaan deflasi. Tranversal dune adalah tipe
berkelompok, naik pada bagian belakang dari dune berikutnya.

Gambar dari tipe bukit pasir ini dapat dilihat pada Gb.3

3.2 Interdune

Interdune adalah antara dua dune, dibatasi oleh bukit pasir atau sand
sheet. Interdune dapat terdeflasi (erosi) atau pengendapan. Sedikit
sekali sedimen yang terakulasi pada interdune yang terdeflasi. Daerah
interdune dapat meliputi dua arah endapan angin dan sedimen
diangkut dan diendapkan oleh arus di daerah paparan.

3.3 Sand Sheet

Sand sheet adalah badan pasir yang berundulasi dari datar sampai
tegas yang terdapat di sekitar lapangan bukit pasir. Dicirikan oleh
kemiringan yang rendah (00-200). Lingkungan sand sheet berada di
pinggiran bukit pasir.

4. Bentuk Perlapisan

Wilson (1991, 1992) dalam Walker (1992) menyatakan ada tiga skala
utama bentuk perlapisan pada endapan eolin yaitu ripple, dune dan
draa. Ripple yang disebabkan oleh angin lebih datar dari pada yang
disebabkan oleh air dan biasanya mempunyai garis puncak yang lebih
regular. Bentuk perlapisan dune lebih besar dari pada ripple dan
ketinggiannya bervariasi dari 0,1 sampai 100 meter. Bentuk perlapisan
draa adalah perlapisan pasir yang besar antara 20 sampai 450 meter
70

tingginya dan dicirikan oleh melampiskan keatas (superimpose) dari


dune yang lebih kecil. Tabel- 1 adalah klasifikasi perlapisan endapan
eolian.

5. Tekstur

Tekstur meliputi bentuk, ukuran dan susunan butir. Batupasir eolian


mempunyai 3 sublingkungan pengendapan (Walker, 1992) yang
membedakan 3 macam tekstur pada endapan eolian, yaitu :

• terpilah baik sampai dengan sangat baik pada batupasr halus yang
terjadi pada sublingkungan pantai.
• terpilah sedang sampai baik pada batupasir dune di darat yang
berbutir baik.
• terpilah jelek pada batupasir interdune dan serir.

Bukit pasir bervariasi dalam ukuran butir dari 1,6 - 0,1 mm. Endapan
bukit pasir umumnya terdiri dari tekstur pasir yang terpilah baik dan
kebundaran baik juga ;kaya akan kwarsa. Endapan bukit pasir di pantai
mungkin kaya akan mineral berat dan fragmen batuan yang tidak stabil.
Bukit pasir di pantai yang terjadi didaerah tropis banyak mengandung
ooid, fragmen cangkang, atau butiran karbonat lainnya. Bukit pasir
yang terdapat di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti
White Sand, New Mexico

6. Struktur Sedimen

Pengangkutan dan pengendapan oleh angin membentuk tipe struktur


sedimen ripple, dune dan silang siur (cross-bed) seperti yang dihasilkan
pada pengangkutan oleh air (Boggs, 1995). Struktur sedimen yang
terdapat pada bukit pasir adalah :

 kumpulan perlapisan silang (cross-strata) berukuran sedang


sampai besar, yang cirinya terdapat pada muka kemiringan arah sari
angin bertiup pada sudut 300 - 340 .
 kumpulan perlapisan silang tabular-planar dalam arah vertikal
yang terdapat pada bagian bawah.
 bidang batas antara kumpulan individu dan perlapisan silang yang
umumnya horinsontal atau miring dengan sudut rendah.
-
Tipe geometri struktur bagian dalam barchan dapat dilihat pada
gambar-4. Selain itu beberapa jenis struktur sedimen internal pada
skala kecil dapat pula berbentuk perarian lapisan datar (plane -bed
lamination), perarian bergelombang (rippleform lamination),ripple-
foreset cross lamination, climbing ripple, grainfall lamination dan
sandflow cross -strata.
71

Pada bukit pasir yang kecil terdapat perarian silang siur tunggal (single
cross lamination)
dan perlapisan silang siur yang tebal terdapat pada lapisan pasir yang
cukup tebal. Struktur sedimen yang besar tidak tampak pada inti
pemboran, sehingga struktur sedimen seolah-olah massive. Pengeboran
melalui tranversal dan lunate dune mengungkapkan bahwa beberapa
kumpulan dari puncak bukit pasir dipisahkan oleh permukaan erosi dan
lapisan datar. Heterogenenitas perlapisan ini menggambarkan variasi
yang tidak menentu dari morfologi bukit pasir secara kasar. Perlapisan
silang siur diendapkan saat migrasi angin rendah pada muka gelincir
dan unit perlapisan datar dan subhorisontal diendapkan pada sisi
belakang dari bukit pasir.

Endapan interdune dicirikan oleh perlapisan dengan sudut kemiringan


yang rendah (< 100 ) karena interdune terbentuk oleh proses migrasi
dari bukit pasir, banyak terdapat bioturbasi yang merusak struktur
perlapisan. Sedimen yang diendapkan pada interdune dapat mencakup
dua macam endapan yaitu subaquaeous dan subaerial, tergantung
pada iklim dimana mereka diendapkan, basah, kering atau daerah yang
banyak terjadi penguapan.

Endapan pada interdune kering dibentuk oleh ripple karena proses


pengangkutan oleh angin. Endapannya relatif kasar, bimodal dan
terpilah jelek dengan kemiringan yang tegas, lapisannya membentuk
perarian yang jelek. Endapannya banyak mengandung bioturbasi yang
merupakan hasil acak binatang maupun bekas tumbuhan.

Pada interdune yang terjadi di daerah basah dekat dengan danau, silt
dan clay terperangkap oleh badan yang semipermanen. Endapan ini
dapat mengandung spesies organisme air tawar seperti gastrododa,
pelesipoda, diatome dan ostracoda (Boggs, 1995). Dapat pula terbentuk
bioturbasi seperti jejak kaki binatang.

Endapan sheet sand juga mengandung kemiringan yang tegas atau


permukaan iregular dari erosi beberapa meter panjangnya, terdapat
jejak bioturbasi yang disebabkan oleh serangga atau tumbuhan,
struktur cut-and-fill pada skala kecil, kemiringan yang tegas, lapisan
perarian yang jelek sebagai hasil dari perbatasan pengendapan
grainfall, diskontinu, lapisan tipis pasir kasar yang interkalasi dengan
pasir halus, dan kadang-kadang interkalasi dengan endapan eolian yang
mempunyai sudut besar Gb.5 menunjukkan distribusi dan hubungan
stratigrafi dari sheet sand dan endapan bukit pasir eolian.
Gb.6,7,8,9 dan 10 adalah contoh-contoh struktur sedimen pada
endapan eolian.
72

7. Model Perlapisan dan Batas Permukaan

Hasil perlapisan dari migrasi bentuk lapisan sebagai pendakian/undakan


pasir mempunyai sudut dan arah yang berbeda-beda (Gb.II). Model
perlapisan yang sederhana meliputi sistem bentuk lapisan termigrasi
dengan sederhana dan bentuk kumpulan arsitektur yang sederhana.
Sebagai contoh bukit pasir tranversal migrasi melewati gurun dari
lapisan silang siur tabular (tabular cross-bed) dipisahkan oleh
permukaan bidang planar. Transversal dune migrasi melalui transversal
draa dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks,
termasuk permukaan orde kedua pada kemiringan arah angin
berkurang. Meskipun demikian, bentuk lapisan dibangun oleh
perpindahan pasir dan juga disebabkan oleh keberadaan struktur
perbahan angin meyebabkan perubahan bentuk perlapisan yang ada
dan perubahan bentuk lapisan juga berinteraksi dengan angin untuk
menghasilkan bermacam-macam bentuk keseimbangan.
73

Gambar - 1 : Lingkungan pengendapan pada endapan angin (a)


gurun
(b) glacial outwash plain © pantai (Allen, 1970)

Gambar - 2 : Trajectori saltasi dari butiranpasir (Allen, 1970)


74

Gambar - 3 : Tipe bukit pasir (a) Barchan (b) Tranversal ©


Longitudinal
atau Seif dune (d) Stellate atau piramida (Allen, 1970)

Table 1 Morphology and classification of eolian bedforms. After


McKee (1979)

Morphology Name
Associations
Sheet - like Sheet sand

Thin elongate strips Streaks


COMPOUND - two or
more of
t
he same type
combined by
Circular to elliptical Dome
overlap or
superimposition
mound, dome - shaped
(Wilson”s draa)

Crescent in plan Barchan

Connencted crescents Barchanoid (akle)


75

Asymmetrical ridge Transverse (reversing)


COMPLEX - two
different basic types
occurring together,
either
Symmetrical ridge Linear (seif)
Superimposed
(wilson”s draa), or
adjacent

Gambar - 4 : Tipe geometri dan strktur bagian dalam dari


barchan dune
76

(Boggs, 1995)

TABLE - 2 : Basic types of stratification in eolian deposits.


77
78

Gambar - 5 : Distribusi dan hubungan stratigrafi dari sheet sand


dan endapan
Eolian (Boggs, 1995)
79

Gambar - 6 : Perlapisan pearian sejajar pada Gambar - 7 :


Penampang obligue melalui
pasir kasar dan halus (Walker 1992) Grainfall laminasi
dengan interbed sand-
flow di bagian atas
(Walker, 1992)

Gambar - 8 : Penampang obligue pada ukuran besar


(Walker, 1992)
80

Gambar - 9 : Perlapisan sandflow silang siur pada lapisan perarian


Sejajar (Walker, 1992)
81

Gambar -10 : Ripple karena angin pada pasir kasar (Walker,


1992)
82

Gambar - 11 : Model stratifikasi untuk tipe dune yang simple dan


kompleks.
Penampang longitudinal dan tranversal sejajar
dan tegak lurus.
Dengan resultan arah angin (Walker, 1992)
83
84

V.6 SISTEM PENGENDAPAN GLASIAL

Pengertian tentang sistem pengendapan glasial dan macam - macam


bentuknya penting dalam aplikasi. Pertama, data kandungan endapan
glasial dapat digunakan menyelesaikan masalah tentang proses -
proses geologi yang terjadi. Kedua, endapan glasial merupakan dasar
untuk mempelajari lingkungan geologi. Dengan adanya investigasi
karakteristik teknik geologi, pedoman hydrogeological, dan arus
transportasi dalam sistem pengendapan glasial. Sistem pengendapan
glasial merupakan suatu pendorong dalam penyelidikan tentang sistem
pengendapan glasial ini juga merupakan pendorong untuk
mempelajari / mengetahui tentang letak dari pengendapan klastik dan
karbonat dari suatu reservoar hidrokarbon pada tahun 1950 - an

Setelah mempelajari aspek - aspek dari glasial dan hubungannya satu


sama lain, kemudian diaplikasikan kedalam ilmu geologi ekonomi atau
hasil penyelidikan geologi yang bernilai ekonomi. Selain itu diketahui
pula bahwa dalam sistem pengendapan glasial juga membawa serta
endapan -endapan mineral dan bermacam - macam batuan yang
dibungkus oleh es. (Placer ; Eyles, 1990), dan sistem pengendapan
glasial digunakan juga dalam penyelidikan untuk endapan mineral yang
terdapat pada pelindung / pembungkusnya sendiri. (drift prospecting ;
Dilabio and Coker, 1989). Dimana diketahui pula bahwa lapisan batu
dari glasial mempunyai kebiasaan digunakan dalam geologi minyak,
tetapi kandungan dari Paleozoic glasial lebih penting / berarti digunakan
dalam penyelidikan minyak dan gas, seperti : Australia, Argentina,
Brasil, Bolivia, Saudi Arabia, Yordan dan Oman. (Levll et al, 1988;
Franca and Potter, 1991). Banyak orang berpikiran bahwa fasies dari
pengendapan glasial masih karakteristik yang unik. Ini disebabkan oleh
campuran yang tidak tersotir dengan baik, semua ukuran ada, mulai
dari bongkah - bongkah / batu - batu besar sampai kelempung, Kadang
- kadang endapannya tepat pada glasier dan lapisan - lapisan esnya.
Bagaimana sedimen yang mempunyai penampilan singkapan sama
dapat memberikan sebuah endapan luas baik itu lingkungan glasial dan
nonglasial “Term diamitct” akan digunakan untuk sebuah deskripsi,
masa nongenetic betul - betul dari fasies yang sortirannya kurang baik
tanpa memperhatikan asal mulanya. Hanya dengan diamict dapat
diketahui endapan yang langsung pada “ice glasier” dapat diidentifikasi
dengan baik. Suatu permasalahan pokok dalam mempelajari
stratigrafinya adalah untuk menentukan apakah fasies diamict spesifik
sumbernya dari glasial atau nonglasial. Banyak contoh dalam literatur
dimana sedimen itu mula - mula terjadi dan dapat ditunjukkan berasal
dari sumber nonglasial. Diamict hanya tipe fasies dalam keadaan biasa
dan produksinya dari lingkungan pengendapan dalam sebuah luas
daerah tertentu dan juga pengaruh iklim. Dalam keadaan biasa tidak
mungkin kita berkesimpulan bahwa sumber sebuah diamict berasal dari
sebuah singkapan tunggal dan kecil. Yang penting selalu diperhatikan
adalah hubungan antara facies dalam stratigrafi.
85

Agar dapat memperkirakan tanda - tanda untuk lingkungan


pengendapan digunakan refensi asosiasi fasies. Dengan pendekatan
yang dasar dapat ditarik kesimpulan bahwa itu adalah produksi facies
diamict, sebagai contoh, aliran sedimen oleh gaya berat, yang
cenderung faciesnya dipengaruhi oleh arus turbidit. Dimana asosiasi
fasies ini berubah - rubah pada lingkungan pengendapan yang berbeda,
dalam model 3 dimensi dapat memperlihatkan endapan dengan jelas.
Untuk interprestasi yang baik memerlukan profil defosit vertikal secara
terinci, bersama - sama dengan informasi variasi lateral dan geometri
deposit diluar singkapan lokal. Umumnya. Asosiasi glasial fasies beserta
lingkungan pengendapannya terjadi khususnya pada sungai, danau,
darat yang berbatu dan pada kemiringan. Dalam kebanyakan kasus
glasier yang mempunyai volume besar diberikan oleh lingkungan
pengendapan dilaut atau lacustrine basin, dimana sedimen glasial
primer lebih banyak bekerja dibandingkan proses sedimen nonglasial
yang berbeda dan pengaruh lingkungan glasial dapat diidentifikasi dan
juga asosiasi - asosiasi fasiesnya. Sistem pengendapan glasial dapat
terlihat dengan jelas pada geometri 3 dimensi, dimana proses
hubungan fasiesnya mencatat bahwa elemen paleogemorphic basin
yang terbesar. Berdasarkan pemisahan dan krnologis lingkage, sistem
pengendapan ini diidentifikasi menjadi dua bagian yaitu glacioterrestrial
dan glaciomarine

Sistem Glacioterestrial Tract.

Lingkungan pengendapan glacioterestrial dapat dibedakan atas 4 jenis


yaitu :

1. Subglacial
2. Supraglacial
3. Glaciolacustrine
4. Glaciofluvial

Substrate relief dan lingkungan tektonik adalah berperan sebagai dasar


dalam pengendapan glacialteretrial ini. Menurut hasil penyelidikan
bahwa pertumbuhan lembar - lembar es dibumi ini dalam jumlah yang
besar, tetapi kurang yang mengandung endapan - endapan. Glacial itu
aktif pada basin akibat tektonik. Dalam jumlah yang besar ternyata
glacial besar dari sedimen ocean basin. Iklim juga mempengaruhi
endapan glacial terrestrial ditepi es.

Posisi Glacioteretrial Pada Low - Relief.

Glasil low - relief ini ditunjukkan dengan baik dengan adanya distribusi
glasial deposit pleistocene seperti yang terjadi di Amerika bagian utara.
(gambar 2,3) Beberapa sistem pengendapan pada low - relief yang
dapat terjadi dapat dilihat pada gambar 1.
86

1. Sistem Pengendapan Subglacial

Kondisi / keadaan didasar lembaran - lembaran es yang besar


akanberubah luasnya yang diakibatkan oleh perbedaan temperatur es
dan kecepatannya. Untuk es yang dasarnya basah dimana kondisi
tertutup oleh tekanan titik lebur es, es tersebut meluncur serta berakhir
pada substrate. (gambar 4a,b). Sedangkan dalam kondisi dasar yang
kering es tetap pada lapisan Frozen dan kebanyakan berpindah /
bergeraknya juga menyebabkan perubahan bentuk pada bagian
dalamnya. Sedangkan deposit fasies subglasial diamict pada prinsipnya
terjadi/terdapat dibawah bagian dasar es yang basah. (gambar 4c,d).
Runtuhan Englacial didalam transportasi sebuah lapisan basal tipis (1m)
itu terdiri dari lapisan - lapisan es yang tidak rata. Abrasi yang kuat itu
terjadi diantara kedua partikel dalam lapisan dasar, dan diantara
partikel dengan substrate. Runtuhan itu saling bertubrukan dengan
lapisan, dapat membentuk subtratelagi sebagai akibat dari tekanan
cairan dan yang dikeluarkan dari es. Sedangkan ciri dari “Glacially -
shaped Clasts” dapat dilihat pada gambar 5. Kelanjutan dari produksi
lodgement membuat lapisan lentircular menjadi tebal. (gambar 6,7,8).
Pada yang poros yang panjang “Clast” mempunyai penjajaran pararel
yang lebih kuatyang ditimbulkan oleh aliran es. Pengukuran poros yang
panjang berorientasi dengan sedikit clasts memberikan sebuah indikasi
aliran es lansung yang cepat. Letak dari “lodgement till” ditentukan
oleh lokal dan regional unconformity dan cenderung mempunyai
geometri regional “ sheet - like” (gambar 6,7). Dimana ketebalan
totalnya tidak melebihi dari 50 meter Unit “lentircular till” yang kuat
terjadi didalam bentuk “sheet - like”. Hubunganya merupakan potongan
menyilang dan tumpang tindih sebagi akibat dari erosi pada substrate
dalam merespon perubahan kecepatan gerak dari es. Perubahan aliran
lengsung dari es dan runtuhan dari litologi yang berbeda hasilnya dapat
dilihat sebagai suatu tumpukan dari beberapa “lodgement till” yang
berlapis keatas selama sebuah glaciation tunggal. (gambar 6). Setiap
unit till mengandung clasts dan matrix dari perbedaan sumber lapisan
batuan (bedrock). Penekanan ini dibutuhkan untuk ketelitian dalam
interprestasi maju/ mundurnya siklus dari “multiple - till” stratigrafi.
Adanya tanah bercampur batu kerikil pada chanel sebagai hasil dari
sungai - sungai kecil yang kering, juga kumpulan dari komponen-
komponen dari stratigrafi subglasial (gambar 6) Chanel mempunyai
sebuah planah pada permukaan bagian atas yang memotong diamict,
dimana berorientasi pada aliran es langsung yang subparalel dan
hubungan genetik dengan “ekers ridges” (gambar 6). Oleh karena itu
kehadiran fasies glaciofluvial didalam lingkungan “lodgement - till”
tidak terlalu penting sebagai petunjuk mundurnya glacier.

2. Sistem Pengendapan Supraglasial


87

Bagian luar dari tepi lembaran - lembaran es biasanya merupakan batas


dimana sisa daerah yang luas dari tofografi bukit-bukit kecil terdiri dari
sedimen-sedimen yang bervariasi dengan geometri komplek. Selama
proses glaciation yang terakhir, perluasan dari es berhenti sekitar
seperempat kilometer seperti yang terjadi di Amerika bagian utara

(gambar 2,3). Perbedaan tekanan yang kuat antara “upglacier” yang


aktif dengan penghalang - penghalang oleh bagian tepi es
menghasilkan perlipatan yang kompleks dan perlapisan runtuhan basal
yang tebal (gambar 9). Dimana “melt-out till” bersama dengan
perkembangan fasies “diamict” pada permukaan es adalah asosiasi
dengan topografi bukit-bukit kecil yang khusus dimana itu merupakan
data kompleks dari pemisahan tepi-tepi es. (gambar 10 d). Jika bagian
luar dari tepi es yang tipis menjadi “frozen” pada substrate maka
lempengan dari “bedrock” yang besar juga glaciotectonized boleh tidak
ikut dengan proses tersebut. Ini adalah pergerakan dari es tidak
melakukan luncuran pada basal, tetapi terjadi deformasi dibawah
substrate sedimen. Apabila proses ini tidak berjalan lagi, maka bentuk
ini menjadi menutup oleh runtuhan-runtuhan englasial pada permukaan
es. (gambar 9,10a,b,c). Penutupan ini tidak stabil dan pergerakan
sedimen akibat aliran gravitasi untuk kedalam basin yang berbentuk
ketel, merupakan generasi penutupan oleh pencairan es pada suatu
tempat tertentu. (gambar 10b,c). Dimana pencairan kearah bawah lebih
cepat oleh produksi tofografi daerah rendah “diamict” supraglacial pada
prosese sedimentasi ulang secara umum diakibatkan oleh aliran dari
reruntuhan - reruntuhan yang ada, serta mempunyai lapisan berupa
“clast” yang pararel dengan arah alirannya, dimana “clast” itu
merupakan rancangan dari lapisan-lapisan paling atas, bagian-bagian
berbentuk rakit dan fragmen-fragmen dari sedimen yang sudah lebih
dulu, juga channelnya berbentuk bagian yang menyilang, terdapat
geometri lenticular yang mengalami penebalan pada “down-slope”
serta ketidak hadirin relief pada perlapisan atas dari permukaan dan
adanya suatu kecendrungan untuk mengisi tofografi yang rendah.
Massive dan lapisan kasar dari fasies “diamict” berpengaruh, dimana
fasies lapisan - lapisan kasar sebagai hasil dari aliran massive yang tipis
pada lapisan diatasnya. Dimana fasies “ diamict” adalah merupakan
“interbedded” dengan “glaciofluvial” dan fasies “lacustrine”. Ini
merupakan basal yang ada pada bagian atas sebagai hasil dari “melt-
out till” (gambar 9), yang boleh menutup lapisan batuan berbentuk rakit
pada bagian atas yang sekarang merupakan pembentuk dari dasar es.
Kondisinya berada dibawah sehingga struktur englasial berupa
perlipatan dari rangkaian runtuhan basal yang merupakan kelanjutan
dari “melt-out” dalam bentuk perlapisan berhubungan serta
berorientasi melintang sebagai pembentuk aliran es langsung (Shaw,
1979).

3. Sistem Pengendapan Glaciolacustrine.


88

Kolam glaciolacustrine sebagai hasil dari erosi glacial, disrupsi glacial


bekas sistem drainase dan mengeluarkan / menghasilkan air akibat
proses pencairan dalam jumlah yang besar. Berubahnya basin dari
daerah yang sempit/terbatas, menyerupai tipe pegunungan dalam
daerah high - relief, daratan yang luas dalam skala danau berada
dibagian dalam dari seaways. Danau yang luas dalam statical yang
sama menekan evaluasi bagian dalam dari daratan oleh lembaran es.
Danau Agassiz adalah contoh yang terkenal, yang luasnya kira - kira
1.000.000 km2 terdapat di Amerika bagian utara (Teller and Clayton,
1983). Sebuah perbedaan yang sederhana antara kontak es dengan
badan danau dapat dilihat pada gambar dilihat pada gambar (11). Satu
dari banyak karakteristik dari fasies glaciolcustrine, yang setiap tahun
produksinya berantai dimana ukuran butirnya sangat kontras sebagai
hasil dari kondisi sedimen yang berbeda dalam musim dingin dan
musim panas. Dimana diketahui jika musim panas lapisannya
kebanyakan terdiri dari sand dan silt, sedangkan pada musim dingin
lapisannya terdiri dari cly (lempung). Untuk model klasik formasi varve
dalam non ice - contact danau-danau glacial menegaskan pengaruh
musim kuat sangat kuat, misalnya pada musim panas tepi - tepi es
pada supraglacial mencair sehingga endapan - endapannya dapat
berpindah. Mencairnya supraglacial sangat berarti dalam menahan
musim dingin. Dibawah pengaruh ini sedimentasinya didominasi oleh
perkembangan delta yang berbentuk kipas, bulat dan menonjol. Dalam
musim panas, sedimen dibebani kerapatan dibawah aliran. Tanda -
tanda dari fasies lithologi suatu endapan itu menjadi jelas dalam setiap
musim panas yang merupakan musim mencairnya es, (gambar 12) dan
pencatatan mulai berawal dari penambahan dan menurunnya
kerapatan aliran bawah yang aktif (Ashley, 1975). Pada musim panas
tanda dari lapisan tipis dikategorikan ke dalam jenis silt dengan
bungkus oleh ripple dan ripple - drift yang tipis dan mengalami laminasi
yang menyilang. Bagian dasar umumnya kasar, tajam dan
perlapisannya boleh meratakan tanah (gambar 12,13D). Kandungan /
endapannya boleh dari multiple lamination yang mewakili endapan
sebuah getaran tunggal. Boleh juga kontribusi kecil itu merupakan
material pelagic dari interflow atau overflow yang menyerupai bulu atau
sedimen yang melayang-layang. Unit lempung (clay) hitam boleh juga
memperlihatkan indikasi tingkatan deposit normal yang merupakan
sedimen melayang-layang dibawah pembungkus es yang menutupi
danau. Ketebalan dari perlapisan umumnya seragam bersilangan
dengan basin tetapi kandungan endapannya boleh “massive
atau”cross-stratified sand” dan laminasi silt yang pada musim dingin
menarik turun tingkatkan danau dan delta foreslope merosot turun.
(gambar 12). Liang dan jejak fosil umumnya dijumpai pada perlapisan
saat musim panas. Tetapi bukan pada musim dingin. Pada
kenyataannya sistem pengendapan yang ada. Banyaknya perlapisan
menggambarkan suatu perbangingan tunggal atau ganda dari unit
kelas atau kualitas dari silt dan clay dengan divisi-visi yang tertentu. Ini
boleh mempunyai deposit dengan bagian-bagian yang berlainan dan
mempunyai ciri - ciri khusus berdasarkan arus turbiditnya dengan
89

kontrol musiman yang kurang jelas. Penarikan kesimpulan ini boleh


boleh dikatakan kurang tepat jika bagian perlapisan yang diakibatkan
oleh turbidit pada daerah pusat itu berlainan. Bagaimana “thin-bedded”
yang turbidit boleh juga “interbedded” dengan perlapisan yang
dikontrol secara musiman dan memerlukan studi lapangan yang detail
(Ashely, 1975). Ciri-ciri untuk danau yang bukan “ice-contact” dalam
basin “low - relief” dimana sedimentasinya semata - mata ditentukan
oleh musim dimana mencairnya permukaan lembaran-lembaran es.
Sedangkan didalam “high-relief” basin dari danau itu berada pada
“zona” pegunungan. Model sedimentasi dari danau glacial “ice-contact”
sangat mengecewakan karena mempersulit pekerjaan dari bagian
logistik pada danau “proglacial” yang modern dan basin danau modrn
yang uikurannya kecil dibandingkan dengan pleistocene contoh-contoh
yang lebih tua. Perluasan dari deposit glaciolacustrine pleistocene itu
dapat dilihat disekitar danau-danau besar yang modern di Amerika
utara adalah sangat penting untuk studi sedimentasi dalam skala besar,
khusus danau “ice-contact” didalam posisi “low-relief”. (gambar 14,15).
“Diamict” adalah butiran yang halus dan mempunyai geometri sebuah
“blanket-like”, dimana mengalami penebalan pada tofografi rendah dan
penipisan pada daerah yang sangat tinggi. Dimana pada bagian dalam,
“diamict” mempunyai susunan komplek berupa massive dan fasies
yang berlapis-lapis. (gambar 13e,14,15) fasies “diamict” massive
sebagai hasil dari lapisan deras, sehingga sedimennya melayang-layang
dan rakit-rakit es runtuh diatas dasar basin. Stratifikasi yang berikutnya
boleh berkembang oleh proses pekerjaan ulang dari sedimen ini akibat
arus yang menarik atau perulangan sedimentasi pada “down-slope”.
“diamict” biasanya adalah “overlain” pada unit-unit chanel yang berupa
laminasi lumpur-lumpur lempung, kemungkinan asalmula turbidit,
kandungan dari “dropstone”. (gambar 13c). ini adalah perubahan
:ovelain” oleh pengkasaran bagian atas yang berjalan dengan baik pada
“ripple-laminated”, planar dan tembus dan tembus ke pasir “cross-
bedded” yang menurut catatan letaknya pada pada progadasi delta
yang merupakan akumulasi “diamict”

4. Sistem Pengendapan Glaciofluvial.

Sistem pengendapannya membuat kandungan yang diatas mempunyai


berarti bagi deposit dari sedimen-sedimen glacial sungai-sungai “melt-
water”. (gambar 16) Ditepi es proses agradasi biasanya cukup deras
sehingga menutupi bagian-bagian dari tepi es. Ini mengantarkan
struktur deformasi dalam ukuran butir-butir kasar, lapisan kasar atau
lapisan massive pada saat menutupi cairan es yang berikutnya. Lubang
dari permukaan “out - wash” ditutupi oleh es yang mencair, dimana
perluasannya dapat mencapai seperempat kilometer. Ini merupakan sisi
“eskers” atau kontak es yang kompleks dari jajar “diamict” (gambar 9)
Dimana sungai-sungai dari glacial “out -wash” ini kebanyakan bertipe
“multiple-channel” atau “Teranyam”. Depositnya umunya didominasi
bentuk dasar yang luas, dimana perluasannya itu merupakan sebuah
aliran tunggal serta dapat berfungsi sebagai transportasi sedimen
90

sepanjang tahun. Pengaruh angin dalam menghadirkan vegetasi,


sebagai hasilnya adanya deposit akibat gerakan angin yaitu silt dan
pasir. Dimana akumulasi dari “peat” yang tebal dapat menghasilkan
batu bara. Proses glaciofluvial adalah penting karena boleh melengkapi
pekerjaan ulang/kembali dari deposit sedimen pada glacier (gambar
16). Data-data dari bentuk endapan menunjukkan kehadiran dari es
dapat menghancurkan/merusakkan. Ini adalah sebuah masalah dalam
interprestasi deposit-deposit pada jaman dahulu/kuno, karena deposit-
deposit sungai teranyam terjadi dalam posisi/kedudukan dari banyak
deposit. Sebuah hubungan glasial boleh menjadi sangat sulit, jika tidak
mungkin diidentifikasi bukti/tanda harus mencari dari kehadiran atau
ketidak hadirin iklim dingin struktur periglacial, atau dari kejadian
glasial dari clast yang tajam-tajam, (gambar 5) dan kerut-kerut. Ini
adalah masalah terutama dalam kedudukan high-relief.

Sistem Glaciomarine Tract.

Sebuah bagian sederhana sistem pengendapan “glacial marine” yang


membedakan posisi continental self dari continental slope dan teluk
yang sepit dan panjang diantara karang

yang tinggi. Dapat juga dipakai untuk menentukan tepi dari es apakah
lingkungannya didominasi oleh proses glasial atau proses marine,
(gambar 17). Iklim regional adalah kontrol yang lain dan penting karena
berhubungan dengan volume es yang mencair dilingkungan marine.
Lingkungan laut yang sederhana dicontohkan dengan terdapatnya
volume dalam jumlah yang besar dari cairan es dan lumpur yang
langsung mengisi paparan, (gambar 1). Lingkungan sediment-nourished
dapat bertentangan dengan sediment-starved dalam hal hal posisi, itu
adalah tipe frozen yang besar didaerah kutub masukan “melt-water”
adalah sama sekali terbatas sehingga “deposition” kimia dan biogenic”
relatife menjadi penting, ini terdapat di Antarctica, (gambar 18,
Domack, 1988). Dengan jelas, bahwa penebalan deposit “glaciomarine”
sederhana/sedang pada daerah laut adalah mungkin karena terlindungi
oleh batu-batuan.
91
92

Figure I. Depositional environments and typical vertical profiles of


facies deposited during a single phase of glacier advance and retreat in
vanaos glacioterrestrial and glaciomarine environments.
93

Figure 2. Schermatic distribution of sediments resulting from


Quatermany glacition of northern North America. Note widespread
distribution of thick, glacially derived marine sediment in ocean basins :
these sediments are preferentially preserved in the Earth.s glacial
record.
94

Figure 3. Schermatic distribution of Quatermary glacioterrestrial


sediments in northern North America. Glaciolacustrine sediments
obscure large areas.
95

Figure 4. A)Top, moverment of dry-based (polar) glacier by internal


deformation. Glacier is frozen to the bed ; bottom, in contrast wet-based
glaciers move by internal deformation and basal sliding. Horinzontal
arrows indicate relative amounts of ice moverment.B) moverment of
wet-based glacier on bedrock substrate.C) “Stiff-bed” model for
accretion of till sheets below wet-tased ice (see Fig. 8) Accretion occurs
by iricremental smearing of englacial debris agairist substrate
(lodgement till ). D) “soft-bed” model where till is produced below wet
based ice by subgtacial shearing of overridden sediments (detormation
till ; see fig 14)
96

Figure 5. Glacially-shaped clasts. A) exposed in front of modern glacier


(athabasca Glacier, Alberta). B) weathhering out from a late Proterozoic
tillite (Tauodeni Basin, Mauretania) Note streamlined nose on clasts (to
left, both photographs) which point up-glacier ; also note truncated ends
and striae.
97

Figure 6. Depositional environment, stratigraphy an generalized


vertical profile for lodgment till succession (see Fig.6c).

Figure 7. Low relief till plain being exposed by retreat of an Iceinandic


glacier , lines parallel to ice margin are margin are annual push ridges.
Section in centre of photograph is 8 m high
98

Figure 8. Massive, overconsolidated lodgement till showing


subhorinzontal shear planes. Late Wisconsin deposits at Sandy By,
Northumberland. England

Figure 9. Depositional environment, stratigraphy and generalized


vertical profile for supraglacial deposits at margin of stgnant, debris-
rich. Ice margin (see Fig. 17) (1) debris flows, (2) melt-out till, (3)
outwash, (4) deformed subsrate, (5) lodgement till (see Fig 8) or
deformation till (see Fig. 14).
99

Figure 11. Contrasting depositional conditional conditions in ice-contact


and non ice-contant lakes
100

Figure 12. Deposition of seasonally-controlled (varved) sediments in


non ice-contact lake.
Note proximal to distal (1,2,3) trend from thick (cm to m) variably-
rippled sand to thin (cm) silts bounded top and bottom, by a winter clay
layer. Slope failure of the delta front in the winter may result in more
comlex successions (I-V. ; see Shaww, 1977)

Figure 13. Glaciolacustrine facies. A) Proximal varved sands (e.g.,1 in


fig.19) with winter clay layers arrowed. These fasies were deposited in a
non ice-contact lake (Fraser river valley, British Columbia) B) Lowermost
rippled sands with overlying draped lamination (silt) with winter clay
layers arrowed (e.g.,2 in Fig. 19) Deposited in a non ice-contact lake
(Glacial lake Hitchcock, Massachussetts). C) Laminated silt and clay
containing abundant ice-rafted material. Some laminae show normal
grading from silt to clay. Note variable thickness of laminae Depodited
101

in an ice-contact lake; Don Valley Brickyard, Toronto, Ontario. D) Varved


silt and clays deposited in lake Agassiz, northern Ontario Note relatively
constant thickness of laminations. Scale in cm; photograph courtesy T
Warman. E). crudely stratifled muddy diamict formed by ice-ralting and
setting of suspended fines in an ice-contact glaciolacustrine
environment; photo shows about 1 m of outcrop. Lale Wisconsin

Figure 14. Outcrop geometry of last glaciation (Wisconsin)


glciolacustrine complex (diamicts, sand, silt, clays) exposed,
Scarborough Blutfs, Ontario
102

Figure 15. Idealized vertical profile through Late Wisconsin


glaciolacustrine complex exposed at Scarborough Bluffs, Ontario. See
fig.21 for outcrop geometries.
103

Figure 16. Glaciofluvial environments and facies A) Scott outwash fan,


alaska. B) Typical teranyam river gravel facies showing planar tabular
sheets of massive to poorty-stratifled gravets deposited on longitudinal
bars. Note thin (30 cm) wedges of sand deposited along trailing edge of
gravel bars (see chapter 7). Section is approximately 8 m high.
104

Figure 18. Glaciomarine deposition along high relief antarctic


continental margin. Subglacial deposits accumulate when ice extends
across shelf. Postglacial reworking and resedimentation of these
deposits is coeval with deposition of siliceand organic oozes under
conditions of clastic starvation (see Domack, 1988). Numbers refer to
sedimentation raters (cm/1000 yr)
105

Gambar - 1 : Diagram yang menggambarkan hubungan antara


lagun, estuari lagun dan estuari (Walker , 1992).

Gambar - 2 : Pembagian lagun berdasrkan salinitasnya, beberapa


lagun hanya mempunyai dua atau tiga jenis
lingkungan (Boggs, 1995).
106

Gambar - 3 : Pembagian lagun berdasarkan lagun energi


pertukaran air dan tepi pantai (Boggs, 1995)

Gambar - 4 : Klasifikasi estuari, menggambarkan morfologi,


oceanografi dan karakter sedimentasi dimasing-
masing tipe estuari (Walker, 1992).
107

Gambar - 5 : Contoh komposisi stratigrafi daerah lagun di


formasi Cretaceous, Alberta Selatan, Kanada (Boggs,
1995).
108

V.4. LINGKUNGAN TERUMBU


(REEF)

Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat


berbeda dari bagian lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan
paparan (shelf). Terumbu ini umumnya dijumpai pada bagian pinggir
platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus sepanjang
arah pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap
gerakan gelombang yang melintasi paparan tersebut. Disamping
terumbu berkembang seperti massa yang menyusur sepanjang garis
pantai diatas, juga dapat berkembang sebagai “patch” yang terisolir
dalam paparan bagian dalam atau inner-shelf (gambar I-I dan I-2).

Istilah lain untuk terumbu ini, ada yang menyebutnya dengan


“carbonate buildup” atau “bioherm”. Tetapi para pekerja karbonat tidak
menyetujui penggunaan istilah terumbu hanya dibatasi untuk carbonat-
buildup atau inti yang kaku, pertumbuhan koloni organisme, atau
carbonat - buildup lainnya yang tidak memiliki inti kerangka yang kaku.
Wilson (1975) menggunakan istilah carbonat-buildup untuk tubuh yang
secara lokal, terbatas secara lateral, merupakan hasil proses relief
tofografi, dan tanpa mengaitkan dengan hiasan pembentuk internalnya.
Sebelumnya Dunham (1970) mencoba memberikan solusi dilema
peristilahan ini dengan mengusulkan dua tipe terumbu, yaitu :

(a) Terumbu Ecologik : adalah terumbu yang dicirikan oleh bentuk


kaku, struktur tofografi yang tahan terhadap gelombang, dihasilkan
oleh pembentukan aktif dan pengikatan sedimen organisme.
(b) Terumbu Stratigrafi : dicirikan oleh batuan yang tebal, terbatas
secara lateral, dan merupakan batuan karbonat yang buruk sampai
sangat buruk.

Selanjutnya Longman (1981) memodifikasi definisi Heckel (1974), yang


mengatakan bahwa terumbu sebagai karbonat yang tumbuh
dipengaruhi secara biologi dan juga mempengaruhi secara biologi dan
juga mempengaruhi daerah sekitarnya.

II. TERUMBU MODEREN DAN LINGKUNGAN TERUMBU

II.I Letak Pengendapan

Kebanyakan terumbu terbentuk dalam lingkungan air dangkal,berupa


terumbu linier yang hampir kontinyu disepanjang tepi platform dan
disebut juga sebagai “barrier-reef” “Fringing - reef”, letaknya
berlawanan dengan garis pantai yang terbentuk akibat paparan yang
sangat sempit. Sedangkan terumbu berbentuk seperti donat disebut
“Atolls”, dimana bagian luarnya merupakan penghalang gelombang
lagoon yang dilingkarinya dan terumbu yang lebih kecil lagi dan
terisolisasi dinamakan “patch-reef” “pinnacle-reef, atau “table - reef”
109

yang terbentuk sepanjang beberapa tepi paparan, tersebar pada


paparan tengah (midle-shelf)

Disamping dalam air dangkal, terumbu juga dapat dijumpai dalam air
yang lebih dalam, seperti “mound” yang terbentuk secara organik
dengan panjang 100 m dan tinggi 50 m (Neuman, Kofoed), dan Keller,
1977) “Mound” ini mengandung lumpur yang mengikat atau menyemen
berbagai organisme air dalam, seperti : crinoid, ahermatypic hexacoral
dan sponga.

II.2 Organisme Terumbu

Hampir semua terumbu tersusun oleh koral, meskipun banyak


organisme lain yang turut menyumbang, seperti alga biru - hijau
(cyanobacteria, alga merah coralline, alga hijau, kerangka foramnifera,
brozoa, sponga, dan moluska (Heckel, 1974; James dan Macintyre,
1985). Dalam sejarah waktu geologi, beberapa kelompok organisme
yang membentuk terumbu meliputi : archaeocyathids, stromatoporoids,
fenestethid bryozoans, dan rudistid clams. Meskipun demikian, koral
merupakan dominan terumbu modern, dan ada dua jenis koral, yaitu :

(a) Hermatypic (zoanthellae) hexacoral : merupakan koral utama air


dangkal yang melakukan hubungan simbiotik dengan beberapa
macam organisme unicelluler terutama alga, yang kemudian dinakan
secara kolektif sebagai zooxanthellae. Alga ini hidup dalam atau
antara kehidupan sel koral dan mendapatkan energi dari proses
photosistesis (Cowen, 1988). Selama proses photosintesis alga ini
melepaskan CO2, sehingga membutuhkan sinar matahari, oleh
karenanya coral hermatypic ini terbatas hidupnya hanya dalam air
sangat dangkal.
(b) Ahermatypic (azooxanthellae coral : coral ini hidupnya tidak
terbatas pada air dangkal saja, tetapi dapat tersebar hingga pada
kedalaman melebihi 2000m (stanley dan Cairs, 1988) dan jarang
mempunyai hubungan simbotis, sehingga merupakan organisme
utama sekarang yang membentuk “carbonat-buildup” dalam air
yang lebih dalam.

Bentuk pertumbuhan terumbu yang terbentuk oleh organisme sangat


dipengaruhi oleh energi air yang bekerja terhadap terumbu tersebut.
Organisme yang hidup dalam energi air yang rendah akan cenderung
menghasilkan terumbu terbentuk delicate, branching, dan plate-like.
Sedangkan yang hidup dalam zona energi air yang lebih tinggi, terumbu
cenderung berkembang membentuk hemisperical, encruting, dan
tabular (Gambar II-I) dan biasanya lebih baik untuk untuk bertahan
terhadap aksi gelombang yang kuat.

II.3. Lingkungan Terumbu Energi Tinggi


110

II.3.I Lingkungan Terumbu Energi Tinggi

Pada gambar II-2, ditunjukkan secara skematik pembagian sub-fasies


terumbu platform (platform margin reef), terdiri dari bagian inti tengah
“Reef-framework”, yang berangsur kearah terumbu. Pada bagian lebih
atas mendekati datar dan dangkal terdiri dari “reef-slope”, dan “fore-
reef talus” berupa akumulasi jatuhan terumbu. Pada bagian lebih atas
mendekati datar dan dangkal terdiri dari “reef-flat” dan lebih kearah
darat berupa “back-reef coral algal sands “ dan “endapan lagoon sub-
tidal” (Longman, M.W., 1981).

Secara fisiografis, James (1983) membagi terumbu kedalam zona “fore-


reef”, “reef-front”, “reef-crest’ “reef-flat” dan “back-ref” . Masing-
masing zona dicirikan oleh jenis material karbonat berbeda (Gambar II-
3), sebagai berikut :

• Kata “rudstone”, “floatstone”, “bafflestone” “bindstone” dan


“frameston” mula-mula digunakan oleh Emery dan Klovan (1971)
sebagai modifikasi klasifikasi batu gamping yang diusulkan oleh
Dunham (1962)
• “Floatstone” dan “rudstone” adalah butiran karbonat yang tidak
terikat san mengandung lebih dari 10 % butiran berukuran lebih dari
2 mm, beda keduanya adalah “floatsone” merupakan mud-suported,
sedangkan “rudstone’” adalah grain-suported.
• “Bufflestone” adalah komponen karbonat yang terbentuk pada
waktu pengendapan berupa tangkai atau batang organisme yang
terperangkap kedalan sedimen oleh aktifitas buffle. “Binstone”
terbentuk selama pengendapan oleh pengerasan dan terikat
organisme, seperti pengererasan foraminifera dan bryozoas,
sedangkan “framestone” tersusun oleh organisme seperti lokal yang
membentuk struktur kerangka yang kaku.

Energi air, proses sedimentasi utama, jenis organisme, persentase


komponen kerangka, ukuran butiran serta pemilahan sedimen berubah-
ubah dalam setiap zona (fasies) terumbu. Pada tabel II-1 diperlihatkan
ringkasan karakteristik seperti itu untuk setiap fasies atau zona yang
ditunjukkan pada gambar II-2. Pada zona “reef-crest” dimana energi air
paling tinggi, maka persentase kandungan kerangka paling tinggi.
Kemudian pada kedua arah “fore-reef” dan “back-reef” energi air akan
menurun, yang diikuti oleh penurunnan kandungan kerangka. Perlu
diperhatikan bahwa seluruh komponen kerangka terumbu biasanya
sangat lebih kecil volumenya dari pada volume kandungan non-
kerangka.

Longman (1981) membandingkan struktur terumbu dengan mudah,


yang memiliki inti tengah atau kerangka dikelilingi oleh “edible fruit”.
Fraksi non-kerangka terumbu terdiri dari organisme seperti
echinodermata, alga hijau, dan moluska tidak membentuk struktur
kerangka, bersamaan dengan pecahan bioklas dari terumbu yang
111

terkena aktivitas gelombang dan dalam zona terumbu dengan energi


lebih rendah, beberapa lumpur gamping (lime mud). Zona fore-reef,
talus-slope, dan back-reef coral algal sands seluruhnya tersusun oleh
kandungan non-kerangka yang terdiri dari terutama bioklas dan
beberapa organisme yang relatif hidup pada zona ini.

II.3.2 Lingkungan atau Fasies terumbu Energi Rendah

Pada lingkungan energi tinggi, fasies moderen terumbu type tepi


platform umumnya terdiri dari inti kerangka tengah yang mengandung
sebagianbesar coral dan coralline alga. Inti berangsur ke arah laut
melalui zona fore-reef talus sampai lumpur gamping pada air yang lebih
dalam atau shales. Dan ke arah darat melalui back-reef coral algal sand
sampai endapan lagoon dengan butiran yang lebih halus. Model ini
menyajikan alasan yang baik untuk perkembangan terumbu energi
tinggi dalam banyak posisi; meskipun beberapa bentuk terumbu energi
yang lebih randah juga dijumpai.

Pembagian zona karakteristik terumbu energi rendah tidak begitu baik


berkembang seperti terumbu energi tinggi dan terumbu cenderung
membentuk bidang datar melingkar sampai elip. Pertumbuhan
organisme pada terumbu energi rendah umumnya didominasi oleh
bentuk-bentuk delicate, branching (gambar II-I), dan tersusun oleh pasir
dan lumpur karbonat yang sederhana dengan organisme yang sangat
mirip bagi komposisi organisme tipe terumbu (James, 1984). Bentuk
pertumbuhan (buildups) energi rendah lainnya tersusun sebagian besar
oleh organisme non-terumbu yang terdiri dari tiang-tiang fragmen
skeletal berbentuk gundukan atau “mound” dan / atau lumpur gamping
bioklastik yang kaya organisme skeletal dengan sedikit organisme
boundstone. Bentuk struktur semacam ini dinamakan “reef-mound”
atau “simply-mound”.

James dan Bourque (1992) mengelompokkan “mound” seperti diatas


kedalaman tiga tipe utama, yaitu :
(a) Microbial-mounds, yang mengandung calcimicrobes,
stromatolities, dan thrombolities.
(b) Skeletal-mounds, mengandung sisa-sisa organisme yang
terperangkap atau buffed dalam lumpur.
(c) Mud-mounds, terbentuk oleh akumulasi lumpur plus berbagai
sejumlah fosil.

III. TERUMBU PURBA

Terumbu purba biasanya dapat dibagi hanya menjadi fasies utama yaitu
:
(a) Inti - terumbu (“reef-core”), terdiri dari kerangka terumbu masif,
tak berlapis, organisme pembentuk terumbu yang terkandung
tersemen dalam matriks lumpur gamping atau lime mud.
112

(b) Sayap-terumbu (“reef-flank”), biasanya terdiri dari gamping


konglomeratan atau breksi taluis, berlapis, pemilahan buruk, dan
atau gamping pasiran yang menipis dan miring menjauhi inti-
terumbu.
(c) “Inter-reef”, mengandung butiran halus, gamping lumpuran sub-
tidal, atau kemungkinan lumpur silisiklastik.

Salah satu contoh yang baik yang menggambarkan karakteristik umum


kompleks terumbu purba adalah “carbonat-buildup di bagaian utara
Meksixo disebut dengan Golden Lane ‘ Atol”, yang memperlihatkan
perubahan biofasies dan lithofasies (Wilson, 1975). Pada bagian inti
terumbu yang berada beberapa puluh meter diatas fasies karbonat
yang lebih dalam, terdiri dari “rudistid clams”, “colonial corals”,
“stromatoporoids”, dan “encrusting algae”. Beransur kearah pantai,
terumbu berupa “oolitic-biogenic grainstone” sampai mikrit “back-reef”
“foraminiferal grainstone”, dan “bioturbated wackstone” dengan fauna
menunjukkan sirkulasi terbatas, dan lebih kearah pantai berubah
kedalam fasies yang lebih terbatas, dan lebih kearah pantai perubah
kedalam fasies yang lebih terbatas berupa endapan evaporit.
Selanjutnya kearah laut (basinward), fasies terumbu berubah ke fasies
sayap-terumbu (“reef-flank”) yang terdiri dari interklastik kasar sampai
boulder biogenik yang tertanam dalam mikrit, dan lebih kedalam lagi
fasies terdiri dari batugamping mikrit dengan fauna organisme pelagik.
Kandungan organisme pembentuk terumbu juga tergantung pada
umur terumbu tersebut. Organisme utama pembentuk terumbu purba
sangat berbeda dengan organisme terumbu moderen. Koral hermtypic
yang mendominasi pembentukan terumbu koral moderen, pertama-
tama muncul pada umur Mesozoik dan bukan komponen terumbu yang
lebih tua. Terumbu yang lebih tua dari Mesozoik umumnya didominasi
oleh organisme pembentuk terumbu lainnya seperti : koral tabular,
“stromatoporoids”, “hydrozoans”, “sponga”, “encrusting bryzoa”,
“coralline algae”, dan “blue-green algae” (Stanley dan Fagerstrom,
1988).

IV. KESIMPULAN

• Terumbu atau reef adalah batuan sedimen yang sangat unik dengan
karakteristik dan komponen penyusunan yang beragam dan umunya
terbentuk pada lingkungan paparan, khususnya tepi paparan atau
shelf margin.

• Bentuk pertumbuhan terumbu ini sangat bervariasi tergantung letak


dan besarnya energi air yang bekerja selama perkembangannya.
Disamping itu komponen kerangka penyusunnya juga berbeda untuk
setiap energi air dan posisinya.

• Berdasarkan energinya itu, ada dua jenis koral penyusun utama


terumbu, yaitu : pertama hermatypic coral, yang hidup pada air
dangkal karena membutuhkan sinar matahari dalam hidupnya dan
113

yang kedua ahermatypic coral yang dapat hidup dalam air yang lebih
dalam bahkan melebihi kedalaman 2000m, sehingga memungkinkan
terbentuknya “carbonat-buildup” pada air dalam.

• Komposisi utama pembentukan terumbu disamping berubah dengan


posisi dan energi air yang bekerja selama pembentukannya, juga
berbeda dengan umur terbentuknya terumbu tersebut, seperti
“hermatypic coral” mendominasi pembentukannnn utama terumbu
moderen yang muncul pada umur Mesozoik, sedangkan terumbu
sebelum Mesozoik didominasi oleh koral tabular, “stromatoporoids”,
“hydrozoans”, “sponga”, “encrusting bryzoa”, “coralline algae”,
dan “blue-green algae”.

• Terumbu atau reef adalah batuan sedimen yang sangat unik dengan
karakteristik dan komponen penyusunannya yang beragam dan
umumnya terbentuk pada lingkungan paparan, khususnya tepi
paparan atau shelf margin.
• Bentuk pertumbuhan terumbu ini sangat bervariasi tergantung letak
dan besarnya energi air yang bekerja selama perkembangannya.
Disamping itu komponen kerangka penyusunannya juga berbeda
untuk setiap energi air dan posisinya.
• Berdasarkan energinya itu, ada jenis koral penusun utama terumbu,
yaitu : pertama hermatypic coral, yang hidup pada air dangkal
karena membutuhkan sinar matahari dalam hidupnya dan yang
kedua ahermatypic coral yang dapat hidup dalam air yang lebih
dalam bahkan melebihi kedalaman 2000m, sehingga memungkinkan
terbentuknya “carbonat-buildup” pada air dalam.
• Komposisi utama pembentuk terumbu disamping berubah dengan
posisi dan energi air yang bekerja selama pembentukkannya, juga
berbeda dengan umur terbentuknya terumbu tersebut, seperti
“hermatypic coral” mendominasi pembentuk utama terumbu modern
yang muncul pada umur Mezozoik, sedangkan terumbu sebelum
Mesozoik didominasi oleh koral tabular, “stramotoporids”,
“hydrozoans”, “sponga”, “encrusting bryzoa”, “coralline algae”, dan
“blu-green algae”
114

Gambar I-I : Menunjukkan profil skematik lingkungan paparan (shelf)


karbonat dengan pembagian sub-lingkungan fasiesnya, 1.
Basin; 2. Open-sea shelf, 3. Deep-sea shelf; 4. Foreslofe ; 5.
Organic buildup; 6 Winnowed platform edge (sands);7.Open-
circulation shelf; 8. Restricted-circulation self, dan 9.
Evaporites (P.A. Scholle, D.G. Bebout, dan C.H. Moore,
Carbonate depositional environment: AAPG Mem. 33, Tulsa,
Okla).

Gambar 1-2 :Skematik tampak datar paparan karbonat moderen,


rimmed, tropical yang menunjukkan posisi relatif terumbu,
lime-sand shoal, lagoon, dan tidal - flat (James, N.P. 1984)

Gambar II-1:Menunjukkan bentuk pertumbuhan organisme pembentuk


terumbu energi dan tipe lingkungannya (James, N.P. 1983)
115

Gambar II-2:Menunjukkan idealisasi fasies terumbu moderen, terumbu


koral dengan perkembangan kerangka terumbu yang baik
(Longman,-M.W., 1981)

Gambar II-3:Menunjukkan penampang zona hipotek terumbu tepi


(marginal-reef) dengan jenis batugamping dan bentuk
pertumbuhan oarganismenya (Longman, M.W., 1981)
116

Gambar II-4: Menunjukkan diagram skematik zonasi sebagai respon


terhadap perbedaan kondisi energi, berkisar dari air tenang
sampai air bergelombang (James, N.P., 1984).
117

Tabel II-I: Proses Pengendapan dan karakteristik fasies utama dalam


kompleks terumbu modern (modifikasi dari Longman, M.W.,
1981)

Gambar III-1: Menunjukkan karakteristik umum biofasies dan lithofasies


kompleks terumbu purba pada penampang melintang
“carbonat-buildup” berumur kapur Tengah, Mexsiko Tengah
(Wilson, J.L., 1975).
118

You might also like