You are on page 1of 12

MEDIKASI

Dian Ramawati, S.Kep, Ns.

Pendahuluan

Peran perawat dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan cepat dan luas seiring dengan
perkembangan pelayanan kesehatan. Perawat diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat.
Tugas perawat tidak sekedar memberikan pil untuk diminum atau injeksi obat melalui pembuluh darah, namun
juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan tentang manfaat
dan efek samping obat sangat penting untuk dimiliki perawat.
Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk
proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang
benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien sebagai bagian dari pelayanan
kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu
berbentuk obat alternative, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan
terutama perawat harus dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien.

Obat dan Pengobatan

Obat adalah substansi yang berhubungan fungsi fisiologis tubuh dan berpotensi mempengaruhi status kesehatan.
Pengobatan / medikasi adalah obat yang diberikan untuk tujuan terapeutik / menyembuhkan.

Obat atau medikasi dapat dikenal orang dengan nama-nama yang berlainan. Nama kimia suatu obat menunjukkan
isi atau unsur-unsur kimia yang terdapat didalamnya. Nama tersebut menunjukkan susunan atom-atom kimia
dalam rantai strukturnya, contoh : nama kimia dari agent anti-inflamasi ibuprofen adalah 2-(4 isobutylpnenyl)
asam propionate.

Nama resmi suatu obat dibuat dan disetujui oleh lembaga resmi pemerintah yang bertanggung jawab. Di Indonesia
lembaga yang bertanggung jawab adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes RI. Nama resmi
obat lebih dikenal dengan sebutan nama generic obat atau obat generic. Setiap jenis obat hanya mempunyai 1
nama generic yang lebih sederhana bila dibandingkan dengan nama kimianya. Contohnya adalah obat-obat yang
dikenal dengan ibuprofen, asetominofen atau morfin.

Nama merk atau merk dagang suatu obat adalah nama obat terdaftar yang dibuat oleh produsen obat. Merk dagang
suatu obat biasanya terdiri dari nama kimia dan nama produsen obat, contoh : Paramex adalah gabungan nama
generic paracetamol dengan produsen obat yaitu konimex, afitamol, dll.

Standar Pengobatan Nasional

Banyaknya jenis obat yang diproduksi dan beredar di masyarakat, mendorong pemerintah untuk menetapkan
standard dan quality control terhadap obat-obat yang akan dipasarkan kepada masyarakat. Pemerintah melalui
Badan POM membagi produk obat berdasarkan bahan dasar obat, bentuk fisik dan kimia, tes atas keaslian zat
penyusun, metode penyimpanan, kategori obat dan dosis normal per pengggunaan.

Karena banyaknya jenis obat yang diproduksi (therapeutics explosion) oleh industri farmasi setiap tahunnya yang
diikuti dengan informasi produk yang obyektifitasnya masih diragukan. Selain itu, bersamaan dengan
perkembangan produk obat-obatan, informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut juga semakin
banyak, sehingga diperlukan suatu pelayanan informasi obat dan makanan kepada masyarakat yang dapat
menjamin diperolehnya informasi yang benar dan obyektif.

Pemerintah melalui Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) Badan POM menjadi rujukan pusat informasi
obat yang ada di Indonesia dengan mengembangkan dan membina semua bentuk pelayanan informasi obat.

Pemerintah melalui Kebijakan Obat Nasional yang ditetapkan pada tahun 1983 mengendalikan dan mengawasi
semua obat sebelum diedarkan dipersyaratkan melalui penilaian kemanfaatan, keamanan dan mutu obat di BPOM
RI. Peraturan ini tidak hanya berlaku untuk obat baru tapi juga obat copy atau termasuk juga obat generic. Obat
copy adalah obat yang dibuat didalam negeri dengan mencontoh komponen obat inovatornya atau yang terlebih
dulu dibuat dan diedarkan sebagai obat paten. Obat copy diperlukan untuk melakukan penilaian atas mutunya
untuk membuktikan bahwa obat copy mempunyai kemanfaatan dan keamanan yang sama dengan inovatornya
sehingga dalam penggunaannya dapat dipertukarkan dengan inovatornya. Metode pengujian yang diterima secara
internasional adalah uji bioekivalensi. Prinsip dasar uji bioekivalensi adalah membandingkan proses penyerapan,
metabolisme, dan pengeluaran dari tubuh inovatornya.

Jenis dan Tipe Obat

Obat dapat diklasifikasikan melalui beberapa cara, antara lain berdasarkan bahan kimia penyusunnya, efek yang
ditimbulkan baik didalam laboratorium maupun tubuh manusia. Pengetahuan tentang klasifikasi obat tentang
manfaat, efek samping, dan indikasi obat dibutuhkan terutama untuk obat-obat yang belum dipublikasi secara
umum.
Dibawah ini adalah table tentang klasifikasi obat (Tabel 1.1) dan bentuk sediaan obat (Tabel 1.2).

Tabel 1.1 Klasifikasi Obat yang Digunakan Untuk Meningkatkan Fungsi Tubuh

Status kesehatan Kelas Obat Kerja Obat dalam Tubuh


Aktivitas dan Latihan Antihipertensi Menurunkan tekanan darah
Antiaritmia Mengatur irama jantung
Inotropik Menguatkan kontraksi jantung
Antiangina Meningkatkan aliran darah koroner
Antikoagulan Menghancurkan gumpalan darah
Bronkodilator Membersihkan jalan nafas
Nutrisi danAntibiotik Mencegah dan menghilangkan infeksi
Metabolisme Antiemetik Menurunkan rasa mual / nausea
Antasid Menurunkan asam lambung
Insulin Menurunkan kadar gula darah
Kortikosteroid Menurunkan reaksi peradangan / inflamasi
Mengatur laju metabolisme
Tiroid Suplemen untuk intake nutrisi inadekuat
Vitamin & Mineral
Eliminasi Laksative Memperlancar pengeluaran feses
Antidiare Menyembuhkan diare
Diuretik Meningkatkan produksi urine dan pengeluaran
urine
Tidur dan IstirahatSedative, HipnosisMeningkatkan tidur
Kognisi dan Persepsi Analgesik Menurunkan nyeri
Antipsikotik Menurunkan gejala psikotik (halusinasi)
Koping dan StressAntiansietas Menurunkan ansietas
adaptasi Antidepresan Menurunkan depresi
Seksualitas danHormon ovarium Menghasilkan pengganti hormon
Reproduksi Menghasilkan pengendalian kelahiran (KB)

Tabel 1.2 Tabel Bentuk Sediaan Obat

Bentuk Sediaan Keterangan


Sediaan Obat Oral
Kapsul
Pembungkus terbuat dari gelatin yang berisi bubuk atau cairan obat
Eliksir Sediaan obat cair dengan pelarut alcohol
Emulsi Obat dalam bentuk suspensi / larutan kental
Pelapis enteral Pelapis khusus yang hanya larut ketika berada di usus dan tidak dilambung
karena sifatnya mengiritasi lambung
Lozenge (troche) / tablet Tablet yang dapat dilarut dimulut (dihisap)
hisap
Bubuk Bentuk dasar obat, dilarutkan dengan air sebelum digunakan
Suspensi / Larutan Bentuk obat cair yang harus dikocok sebelum digunakan karena biasanya
terpisah dari larutannya
Sirup Obat dalam bentuk larutan air dan gula
Tablet Bentuk padat bubuk obat (bulat, elips) yang dapat dibelah menjadi 2 bagian.
Dapat dilapisi gula atau lapisan tipis untuk membantu daya kohesi
Larutan sangat kental yang larut dalam alcohol, biasanya berasal dari
tumbuhan dan dalam dosis kecil
Tincture
Sediaan Obat Topikal
Krim
Sediaan obat dalam bentuk semisolid, tidak lengket / berminyak
Gel atau jelly Sediaan semisolid yang transparan / bening yang mencair saat mengenai kulit
Cairan mengandung minyak yang digosokkan pada kulit
Liniment Suspensi cair atau kental, digunakan pada kulit
Lotion Obat yang dikombinasikan dengan larutan minyak
Salep Cairan / salep yang kental untuk kulit
Pasta Obat yang mengandung gelatin (dibuat agar mudah diserap tubuh), hancur
sesuai dengan suhu tubuh dan perlahan diserap oleh tubuh.
Suppositoria Obat dalam bentuk sediaan plester, digunakan pada kulit untuk secara
bertahap mengontrol penyerapan obat pada kulit.
Transdermal patch
Obat dapat juga dikelompokkan menjadi obat tanpa diresepkan (obat bebas), dengan resep dan obat herbal.

Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli atau didapatkan tanpa adanya resep dari tenaga kesehatan yang
berwenang. Obat-obat ini dijual bebas ditoko-toko atau apotik. Hal tersebut dikarenakan obat-obat yang dijual
bebas telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi tanpa adanya resep / pengawasan dari tenaga kesehatan. Contoh
obat bebas yang umum dijual dan dikonsumsi masyarakat adalah obat pereda gejala flu dan analgesic ringan
seperti aspirin dan asetominofen. Menjadi tugas Badan POM untuk mengkontrol keamanan, efektivitas, dan
publikasi obat-obat bebas.
Obat bebas masih dianggap aman ketika langsung dikonsumsi. Namun, bahaya obat-obatan bebas sering terjadi
karena penyalahgunaan obat-obat tersebut. Banyak orang lebih memilih mengkonsumsi obat sendiri daripada
datang kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan bantuan, bahkan banyak pula yang tidak dapat tertolong
karena keterlambatan penanganan oleh tenaga kesehatan.

Obat dengan resep adalah obat yang diperjualbelikan secara legal. Untuk pasien-pasien tertentu, dibutuhkan
pengawasan medis dalam pengunaan obat-obatan dikarenakan keamanan akan efek terapi dan resiko keracunan
akibat dosis yang diberikan. Dokter bertanggungjawab dalam meresepkan obat. Namun, dalam kondisi tertentu
perawat atau asisten dokter dapat juga meresepkan obat.®

Obat herbal atau tumbuhan obat adalah obat-obatan yang digunakan berasal dari tumbuhan dan belum
mengalami proses kimia dilaboratorium. Walaupun penggunaan obat-oabatan herbal ini sudah sangat luas
dimasyarakat, namun penggunaannya masih jarang dimasukkan kedalam riwayat kesehatan klien. Perawat harus
mengkaji penggunaan obat-obat herbal ini. Contoh tanaman obat adalah ginko biloba yang dapat digunakan untuk
meningkatkan sirkulasi darah dan fungsi kognitif.

Banyak orang mengira bahwa obat herbal sangat aman karena semua bahannya yang berasal dari alam. Namun,
menilai hal tersebut menjadi sulit karena obat herbal tidak memiliki standar kualitas dan pengaturan yang resmi
dari pemerintah. Beberapa obat herbal dapat mengakibatkan kegawatan akibat interaksi kimiawi yang terjadi,
sehingga dibutuhkan lebih banyak penelitian laboratorium untuk menilai manfaat, efektivitas, dosis yang tepat,
dan reaksi kimia yang terjadi didalam tubuh. Karena apabila sesuatu yang asing masuk kedalam tubuh, dapat
menimbulkan reaksi yang tidak terduga. Untuk itu perawat perlu untuk mengkaji penggunaan tablet, ramuan,
ataupun ekstrak yang berasal obat-obatan herbal untuk dibandingkan dengan literatur yang menunjang.

Sistem Distribusi dan Legal Aspek Pemberian Obat

Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam sistem distribusi / pemberian obat yang aman kepada klien, yaitu :
a) penyediaan obat cadangan, b) sediaan dosis obat, c) sistem pembagian obat, d) suplai obat mandiri.
Setiap institusi menerapkan aturan yang berbeda dalam melakukan distribusi obat. Fasilitas kesehatan telah
dirancang untuk persiapan pengobatan. Beberapa diantaranya memiliki ruang utama penyimpanan suplai obat
yang terkunci rapat dalam lemari kaca dan trolley obat yang dapat berpindah berisi obat-obat yang diperlukan
klien dalam laci-laci yang terkunci atau obat-obat untuk pasien tertentu tersimpan dalam kabinet obat didekat
kamar pasien. Beberapa rumah sakit memiliki apotik kecil yang dekat dengan ruang rawat pasien. Namun, dalam
pengontrolan penggunaan obat-obatan yang bersifat narkotik, suplai obat disimpan dalam laci yang terkunci pada
setiap fasilitas kesehatan yang menyediakannya.

Penyediaan obat cadangan

Penyediaan obat pada ruang rawat pasien terdiri dari penyimpanan obat-obatan yang diresepkan dalam jumlah
yang besar serta disimpan dalam lemari kaca yang terkunci. Pemberian obat ini dilakukan oleh perawat sesuai
dengan kebutuhan klien. Perawat mengambil simpanan obat yang tersedia dalam jumlah yang besar dalam botol
atau kontainer obat. Contoh dari penyediaan obat adalah obat-obat narkotik, vitamin, atau cairan saline / infus.

Sediaan dosis obat

Pembagian obat dalam dosis yang telah ditentukan melibatkan farmasist untuk membagikan dan memberikan
label pada pembungkus atau tempat penyimpanan obat yang telah sesuai dengan dosis masing-masing pasien.
Obat-obat tersebut disimpan dalam tempat khusus dan diberikan kepada klien pada waktu-waktu tertentu. Sistem
ini dilakukan pada fasilitas kesehatan yang besar seperti rumah sakit karena membutuhkan pengecekkan ulang
demi keamanan klien. Baik farmasist maupun perawat sama-sama berperan dalam penyiapan dan pemberian obat
kepada klien serta mengevaluasi efek dan reaksi interaksi obat atau kontraindikasi obat.

Sistem pembagian obat secara otomatis

Sistem ini menggunakan mesin yang berfungsi seperti mesin ATM untuk mengambil obat dengan cepat bila
dalam keadaan darurat. Mesin ini juga dapat mengkombinasi obat sesuai dengan kebutuhan. Perawat
menggunakan kata kunci atau password, kemudian memilih menu / daftar obat yang dibutuhkan yang telah
tersedia secara komputerisasi. Mesin ini juga menyimpan data semua obat yang dikeluarkan sekaligus
mengkontrol obat yang digunakan oleh masing-masing pasien. Mesin ini telah banyak digunakan di fasilitas-
fasilitas kesehatan terutama dibeberapa negara maju. Namun, keberadaan mesin ini di Indonesia tampaknya masih
sulit untuk ditemukan.
Suplai obat klien mandiri

Pada sistem ini obat diberikan dan disimpan oleh klien secara langsung. Obat-obatan disimpan dalan tempat
tersendiri untuk setiap klien. Dapat diletakkan pada meja didekat klien, sehingga klien dapat mudah
menjangkaunya saat waktunya untuk minum obat. Sistem ini dapat dilakukan bersamaan dengan sistem
penyimpanan terpusat. Metode ini memberi kesempatan kepada klien untuk terlibat dalam pengobatan dan
perawatannya. Hal ini juga menghemat waktu perawat untuk memberikan obat serta memberikan waktu kepada
perawat untuk mengevaluasi kemampuan klien dalam ketaatan minum obat.
Di Indonesia, selain Badan POM dan Depkes yang bertanggung jawab dalam mengontrol distribusi obat kepada
masyarakat, tenaga kesehatan juga berperan dalam penggunaan obat-obat tersebut oleh masyarakat. Saat ini, untuk
obat yang diresepkan masih merupakan wewenang tenaga medis. Sedangkan, farmasist dan perawat berwenang
untuk menyiapkan dan memberikan obat yang telah siap untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Resep Obat

Dalam resep obat yang dibuat oleh tenaga kesehatan terdapat komponen-komponen yang harus diperhatikan,
antara lain : nama lengkap klien,nama obat yang diberikan beserta dengan jumlah dan dosis obat yang diinginkan
serta frekuensi pemberian selama 1 hari. Didalam resep juga harus terdapat tanggal dan waktu resep dibuat serta
tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan resep. Nama klien harus tercantum lengkap untuk menghindari
kesamaan nama dengan klien lainnya. Usia atau nomor rekam medik atau registrasi klien dapat juga dicantumkan.

• Nama Obat : nama generik atau merk dagang obat. Dituliskan dengan jelas agar tidak tertukar dengan
nama obat lain.
• Dosis Obat : dapat menggunakan metrik, apotekari, atau pengukuran rumah tangga, misalnya digoxin
0,25 mg 1 dd (artinya 1 kali sehari).
• Cara Pemberian : obat yang sama dapat diberikan dengan beberapa cara yang berlainan, misal PO (per
oral), IV (intravena), Supp (suppotoria).

Dibawah ini adalah beberapa istilah yang lazim digunakan didalam resep obat

Istilah Artinya Istilah Artinya


a atau a.sebelum mg miligram
a.c. sebelum makanNo atau no.jumlah obat
ad libbebas p.c. setelah makan
aq. air cap., capskapsul
bid , 2 dddua kali seharip atau p.per atau setelah
d hari PO per oral
prn bila dibutuhkanIV intra vena
q setiap Inj. injeksi
qh setiap jamIM intra muskular
g gram tab. tablet
syr sirup qid 4 kali sehari
h.s. sebelum tidurq6h setiap 6 jam
Rx dibeli, reseptid, 3 dd3 kali sehari
stat. segera, langsung diminumsc subkutaneus
rectal, per rectal
R. atau PR qs sebanyak yg dibutuhkan

Selain obat yang dipesankan melalui resep, perawat juga bertanggung jawab dalam mengelola pesanan obat yang
harus diberikan kepada klien dengan cara lainnya. Contohnya adalah :

1. Standing order adalah pesanan obat yang harus diberikan kepada klien selama beberapa hari, pesanan
obat ini harus dicek dan ditulis ulang setiap hari sampai dengan ada perubahan / penggantian obat atau
dosis obat.
2. PRN order adalah pesanan pemberian obat dalam waktu tertentu saja atau bila dibutuhkan. Berasal dari
kata Latin pro re nata. Misalnya : obat nyeri, laksative, atau obat mual.
3. Order sekali waktu adalah pesanan pemberian obat yang hanya satu kali untuk diberikan, misalnya obat-
obat preoperative / anestesi.
Stat order adalah pesanan pemberian obat yang segera diberikan kepada klien dan hanya berlaku satu
kali pemberian, misalnya pemberian furosemid 20 mg IV stat.
4. Melalui telepon, faximile, atau secara verbal adalah pesanan pemberian obat yang dipesankan melalui
telepon atau alat komunikasi lainnya. Dan dikarenakan pemberi pesanan tidak ada ditempat untuk
menulis dan menanda tangani pesanan obat maka perawat harus mencatat pesanan tersebut dalam daftar
obat klien dan diberi kode T.O (telephone order) serta menandatanganinya. Namun, pemberi pesanan
obat tersebut harus tetap menandatangani dihari berikutnya.

Reaksi dan Efek Obat

Farmakokinetik
Adalah proses obat memasuki tubuh dan akhirnya keluar dari tubuh. Proses terdiri dari absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi obat dari tubuh manusia. Setiap obat mempunyai karakteristik khusus dalam kecepatan
dan bagaimana obat tersebut akan diserap oleh jaringan, kemudian dihantarkan pada sel-sel tubuh, dan berubah
menjadi zat yang tidak berbahaya bagi tubuh hingga akhirnya keluar dari tubuh kita.

Absorpsi

Adalah proses zat-zat dari obat masuk ke dalam aliran / pembuluh darah. Cara pemberian berdampak pada
kecepatan dan keseluruhan bagian obat yang akan diserap tubuh. Pemberian secara intravena merupakan cara
tercepat dalam absorpsi obat, kemudian diikuti dengan pemberian secara intramuskular, subkutaneus, dan oral.

Distribusi

Adalah proses pengiriman zat-zat dalam obat kepada jaringan dan sel-sel target. Proses dipengaruhi oleh sistem
sirkulasi tubuh, jumlah zat obat yang dapat terikat dengan protein tubuh serta jaringan atau sel tujuan dari obat
tersebut.

Metabolisme

Adalah proses deaktivasi / detoksifikasi zat-zat obat didalam tubuh. Proses ini terutama berlangsung didalam
hepar, namun juga berlangsung di dalam ginjal, plasma darah, mukosa usus, dan paru-paru. Gangguan pada fungsi
hepar, termasuk diantaranya adalah penurunan fungsi hepar akibat penuaan atau penyakit dapat mempengaruhi
kecepatan detoksifikasi obat yang berlagsung didalam tubuh.

Ekskresi

Adalah proses mengeluarkan obat atau zat-zat sisa metabolismenya dari dalam tubuh. Ginjal berfungsi untuk
mengeluarkan sebagian besar sisa metabolisme tersebut, sebagian yang lain dikeluarkan melalui paru-paru dan
intestinal. Penurunan fungsi ginjal akan sangat berpengaruh buruk pada proses ini.

Farmakodinamik

Adalah proses yang berhubungan dengan fungsi fisiologis dan biokimia dari obat didalam tubuh. Pemahaman
tentang proses ini sangat membantu perawat untuk mengevaluasi efek terapeutik dan efek lainnya dari
pengobatan.
Reaksi kerja obat adalah hasil dari reaksi kimia antara zat-zat obat dengan sel-sel tubuh untuk menghasilkan
respon biologis tubuh. Kebanyakan obat bereaksi dengan komponen sel untuk menstimulasi perubahan biokimia
dan fisiological sehingga obat menjadi efektif bagi tubuh. Reaksi ini dapat terjadi secara lokal maupun sistemik
didalam tubuh. Contohnya adalah efek lokal terlihat terjadi pada pemberian obat topikal pada kulit. Sedangkan
pada pemberian obat analgesik, efeknya akan meliputi beberapa sistem, termasuk diantaranya yaitu sistem saraf
(efek sedatif), paru-paru (depresi pernafasan), gastrointenstinal (konstipasi) walaupun efek yang diharapkan
adalah pereda nyeri. Efek medikasi dapat dimonitor melalui perubahan klinis yang terjadi pada kondisi klien.
Secara umum, peningkatan kualitas pada gejala dan hasil laboratorium menunjukkan efektivitas medikasi.

Efek Terapeutik

Adalah efek yang diinginkan atau efek tujuan dari medikasi yang diberikan. Efek tersebut bervariasi berdasarkan
bahan dasar obat, lama penggunaan obat, dan kondisi fisik klien. Beberapa diantaranya juga dipengaruhi interaksi
antar obat yang dikonsumsi. Puncak reaksi obat sangat bervariasi tergantung dari obat yang diberikan dan cara
pemberian yang dilakukan.

Efek Merugikan

Adalah efek lain dari obat selain efek terapi yang diinginkan. Efek merugikan ini dapat merupakan efek lanjutan
dari efek terapi, misalnya hipotensi dapat terjadi ketika pemberian antihipertensi. Beberapa efek yang merugikan
ini dapat ditangani segeraseperti konstipasi, namun ada pula yang memerlukan perhatian lebih, misalnya depresi
pernafasan. Efek ini sering terjadi pada klien yang sangat parah kondisi dan menerima banyak medikasi
(Cleveland, Aschenbrenner, Venable, & Yensen, 1999).

Efek samping

Efek merugikan obat dengan skala kecil disebut juga efek samping obat. Banyak efek samping yang tidak
berbahaya dan dapat diabaikan, namun ada pula yang dapat membahayakan terutama ketika ada obat baru yang
diberikan atau ditambahkan dosisnya. Perawat harus waspada terhadap efek merugikan dari obat ini.

Reaksi hipersensitivitas

Reaksi hipersensitivitas terjadi bila klien sensitif terhadap efek dari pengobatan yang dilakukan. Hal ini dapat
terjadi bila dosis yang diberikan lebih dari kebutuhan klien sehingga menimbulkan efek lain yang tidak
diinginkan. Contohnya adalah ketika seorang pria dewasa dengan berat badan normal biasanya dapat diberikan
meperidin (sedatif) dengan dosis 75 – 100 mg, namun pada klien lansia dengan berat badan rendah akan
mengalami durasi reaksi yang lebih lama dan dapat mengalami penurunan kesadaran dengan dosis meperidin yang
sama. Biasanya, dengan menurunkan dosis dan meningkatkan interval waktu pemberian, maka obat tersebut dapat
dikonsumsi dengan aman.

Toleransi

Adalah reaksi yang terjadi ketika klien mengalami penurunan respon / tidak berespon terhadap obat yang
diberikan, dan membutuhkan penambahan dosis obat untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Beberapa zat
yang dapat menimbulkan toleransi terhadap obat adalah nikotin, etil alkohol, opiat dan barbiturat.

Reaksi alergi

Adalah akibat dari respon imunologik terhadap medikasi. Tubuh menerima obat sebagai benda asing, sehingga
tubuh akan membentuk antibodi untuk melawan dan mengeluarkan benda asing tersebut. Akibatnya akan
menimbulkan gejala / reaksi alergi yang dapat berkisar dari ringan sampai berat. Reaksi alergi yang ringan
diantaranya adalah gatal-gatal (urtikaria), pruritus, atau rhinitis, dapat terjadi dalam hitungan menit sampai dengan
2 minggu pada klien setelah mengkonsumsi obat. Reaksi pada kulit ( gatal-gatal, kemerahan, dan lesi) biasanya
meningkat setelah klien menghentikan medikasi terutama obat yang memiliki kegunaan yang sama dengan
antihistamin.
Reaksi alergi yang parah dapat mengakibatkan gejala seperti sesak nafas (wheezing, dispneu), angioedema pada
lidah dan orofaring, hipotensi, dan takikardia segera setelah pemberian obat. Reaksi ini disebut reaksi anafilaktik
dan membutuhkan tindakan medis segera karena dapat berakibat fatal. Tindakan yang dapat dilakukan adalah
menghentikan segera pemberian obat tersebut, segera berikan epinefrin, cairan infus (normal saline), steroid, dan
antihistamin.

Toksisitas

Atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau penumpukkan zat dalam darah akibat
dari gangguan metabolisme atau ekskresi. Perhatian harus diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat, dengan
menevaluasi fungsi ginjal dan hepar. Beberapa obat dapat langsung berefek toksik setelah diberikan, namun obat
lainnya tidak menimbulkan efek toksik apapun selama berhari-hari lamanya.
Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi adalah
nefrotoksisitas (ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotosisitas (hepar), imunotoksisitas (sistem imun), dan
kardiotoksisitas (jantung). Pengetahuan tentang efek toksisitas obat akan membantu perawat untuk mendeteksi
dini dan mencegah kerusakan organ secara permanen pada klien.

Interaksi antar obat

Hal ini terjadi ketika efek dari suatu obat terganggu akibat adanya obat lain atau makanan yang mempengaruhi
kerja obat didalam tubuh. Interaksi ini dapat berbentuk saling menguatkan efek terapi dari obat atau saling
bertentangan dengan efek terapi. Kadang-kadang makanan dapat juga mempengaruhi reaksi obat, contohnya
adalah deaktivasi antibiotik tetrasiklin akibat makanan yang berasal dari produk susu.
Dalam beberapa kasus, juga terjadi reaksi penggumpalan zat-zat yang tedapat didalam obat, hal ini disebut reaksi
inkompabilitas obat. Hampir seluruh obat-obatan akan berefek buruk bila berinteraksi dengan obat lainnya,
namun tidak selamanya dapat dihindarkan untuk memberikan obat yang tidak saling berefek merugikan.

Pemberian Obat

Dalam memberikan obat kepada klien, perawat harus memperhatikan hal-hal berikut :

Interpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan

Perawat bertanggung jawab untuk melakukan interpretasi yang tepat terhadap order obat yang diberikan. Saat
order obat yang dituliskan tidak dapat terbaca, maka dapat terjadi misinterpretasi terhadap order obat yang harus
diberikan. Segera klarifikasikan kepada pemberi resep atau tim medis yang menulis resep bila terdapat
ketidakjelasan tulisan atau istilah yang digunakan, apalagi bila cara dan frekuensi pemberian tidak tercantum.
Lakukan evaluasi untuk melihat apakah jumlah dan cara pemberian yang diresepkan aman untuk dilakukan pada
klien. Ketahui dengan pasti atau lihat kembali dosis yang diberikan, cara pemberian, kontraindikasi, dan efek
samping yang mungkin terjadi sebelum memberikan obat. Bila perawat tidak yakin dengan cara pemberian atau
dosis yang diinginkan, tanyakan langsung pada tim medis karena perawat berhak dan bertanggung jawab langsung
atas keselamatan klien.

Hitung dengan tepat dosis obat yang akan diberikan sesuai dengan resep

Permintaan dosis obat biasanya ditulis dalam angka-angka matematika, begitupula dengan sediaan obat yang ada.
Perawat harus dapat menghitung dosis obat yang akan diberikan pada klien, walaupun pada beberapa obat sangat
berbeda antara sediaan obat dengan dosis obat yang akan diberikan. Bila dosis obat yang diinginkan sama dengan
dosisi obat yang tersedia, gunakan rumus berikut untuk menghitung dosis obat :

Contoh 1:

Bp. R membutuhkan 400 mg antibiotic sesuai dengan resep yang ada,


tablet antibiotic yang tersedia adalah 200 mg. Berapa tablet antibiotic yang
perawat harus berikan pada Bp. R ?
Jawab :

• Jika tablet yang harus diberikan = X Tablet.


• Diketahui: 1 tablet = 200 mg
• Maka:
• X = 400 mg/tablet
• X= 400 mg /200 mg

• X = 2 tablet

200 mg = 400 mg

1 X&&& tablet

Contoh 2 :

Ibu S, 65 tahun, harus diberikan obat antiaritmia (digoksin) sebanyak 0,25 mg per intra vena (IV). Pada vial /
kemasan obat tersebut tertulis 0,125 mg = 1 cc. Berapa cc digoksin yang harus perawat berikan untuk Ibu S ?

Jawab :

Dosis digoksin yang harus Ibu S terima = X cc.

0,125 mg = 0,25 mg
1 cc X
0,125X = 0,25
X = 2 cc

Menghitung dosis pada anak

Dosis obat yang diberikan pada anak-anak dihitung berdasarkan berat badan anak atau luas permukaan tubuh
anak. Kebanyakan obat-obat tersebur diproduksi khusus untuk anak sehingga tidak dihitung dengan cara yang
sama pada orang dewasa. Perhatikan ukuran dan laju metabolisme pada anak, kaena hal ini sangat berpengaruh
pada reaksi terapi obat yang diharapkan. Observasi selalu respon yang terjadi sehingga dosis yang diberikan dapat
disesuaikan dengan kondisi anak.

Contoh :
An. P, 2 tahun, membutuhkan paracetamol untuk menurukan panas tubuhnya.Berat badan (BB) An. P 10 kg.
Dalam kemasan obat tercantum dosis untuk anak adalah 10 mg/KgBB.
Jawab: Misalkan Anak. P membutuhkan = a mg Paracetamol.

Maka a= 10 mg X 10 Kg = 100 mg

Gunakan prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan

Setelah memvalidasi dan menghitung dosis obat dengan benar, pemberian obat dengan akurat dapat dilakukan
berdasarkan prinsip 5 benar, yaitu :

PRINSIP 5 BENAR PENGOBATAN :

1. Benar Klien
2. Benar Obat
3. Benar Dosis Obat
4. Benar Waktu Pemberian

5. Benar Cara Pemberian

Benar Klien

Benar klien berarti bahwa obat yang diberikan memang benar dan sudah dipastikan harus diberikan kepada klien
yang bersangkutan. Kesalahan identifikasi klien dapat terjadi jika terdapat 2 orang klien dengan nama yang sama
atau mirip berada pada satu ruangan atau unit. Untuk menghindari kesalahan pemberian, cocokkan selalu nama
klien pada papan nama di tempat tidur klien dengan catatan rekam medik
Benar Obat

Benar yang kedua adalah benar obat, yang berarti obat yang diberikan adalah obat yang memeng diminta untuk
diberikan kepada klien tersebut sesuai dengan dosis yang diinginkan tim medis. Kesalahan pemberian obat dapat
terjadi ketika dalam situasi :

Farmasist atau apoteker salah memberikan obat dengan obat yang hamper sama dengan obat yang dipesankan

Apoteker atau perawat salah memberikan obat yang mempunyai nama / merk sama dengan obat yang dimaksud

Tim medis atau pemberi resep salah menuliskan obat atau obat tersebut tidak sesuai dengan klien

Perawat memberikan obat yang tidak dipersiapkan oleh perawat sendiri

Perawat salah mengidentifikasi obat

Untuk mengurangi kesalahan pemberian obat dapat digunakan sistem “dosis obat per unit”, yaitu pemberian obat
yang telah dipersiapkan dan diberikan label oleh perawat atau apoteker yang bersangkutan., memeriksa kembali
label obat yang akan diberikan dengan catatan pemberian obat, mengetahui nama generic atau merk dagang obat
serta manfaat obat tersebut diberikan kepada klien, dan mendengarkan dengan teliti komentar klien tentang obat
yang diberikan, misalnya “ ini tidak seperti obat yang kemarin saya minum.”
Bila mendengar hal demikian, segera tarik obat yang akan diberikan dan cocokkan dengan catatan pemberian obat
atau order obat.

Benar Dosis Obat

Benar dosis obat berarti obat yang diberikan memang dosis yang diinginkan oleh tim medis dan dosis tersebut
telah sesuai untuk klien. Kesalahan dosis obat dapat terjadi bila tim medis memberikan obat yang tidak sesuai
dengan klien, apoteker salah mengeluarkan jumlah obat, perawat salah memberikan dosis obat, perawat atau
asisten perawat salah menuliskan kembali obat-obatan yang diresepkan oleh tim medis.

Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang
diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan
kesesuaian dosis obat. Lakukan pengecekkan ulang terhadap dosis obat yang diberikan bila :

• Klien mengatakan bahwa dosis obat berubah dari biasanya


• Beberapa obat harus diberikan dalam waktu yang bersamaan
• Dosis obat yang diinginkan dalam jumlah yang besar
• Jumlah sediaan obat yang tersedia dari apoteker tidak sesuai dengan dosis obat yang harus diberikan
kepada klien

Benar Waktu Pemberian

Benar yang keempat adalah benar waktu pemberian, artinya adalah memberikan obat sesuai dengan frekuensi dan
waktu yang sudah ditetapkan. Pembeagian obat yang dilakukan secara rutin sangant bervariasi pada setiap
institusi, misalnya : untuk pemberian obat pagi, diberikan pada pukul 07.30, 08.00, atau 09.00. Atau waktu
pemberian obat dibuat berdasarkan frekuensi, misalnya : untuk obat yang diberikan 4 kali sehari; waktu yang
digunakan adalah pukul 09.00, 13.00, 17.00, dan 21.00, atau beberapa institusi menetapkan 08.00, 12.00, 16.00,
dan 20.00.

Masalah ketepatan waktu juga sangat berbeda pada beberapa institusi, misalnya ada institusi yang menganggap
pemberian obat setengah jam sampai 1 jam sebelum atau sesudah waktu yang seharusnya sebagai “tepat waktu”.
Banyak factor yang mempengaruhi sebuah institusi dalam menetapkan waktu pemberian obat, diantaranya
adalah :

• Obat akan lebih efektif bila diberikan selama 1 hari


• Obat yang memiliki reaksi terhadap makanan sebaiknya diberikan sebelum makan diberikan
• Obat yang berefek mengiritasi lambung harus diberikan bersamaan dengan waktu makan

Benar Cara Pemberian

Benar yang terakhir adalah benar cara pemberian, artinya adalah memberikan obat sesuai dengan pesanan medis
dan cara tersebut aman dan sesuai untuk klien.

Tim medis dalam menuliskan resep atau instruksi harus menjelaskan cara pemberian obat dengan spesifik. Bila
cara pemberian dinilai kurang tidak atau kurang cocok dengan kondisi klien, segera lakukan klarifikasi dengan tim
medis atau pemberi instruksi tersebut.
Untuk memastikan obat diberikan melalui cara yang sesuai, perawat harus mengetahui cara pemberian obat yang
biasa digunakan dan cara pemberian obat yang aman bila harus sesuai dengan instruksi yang diberikan. Lakukan
validasi ulang terhadap obat sebelum melakukan pemberian obat.

Dokumentasikan pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit.
Pendokumentasian pemberian obat termasuk didalamnya adalah waktu, cara, dosis, dan area pemberian
(intradermal, SC, atau IM). Dokumentasi yang detail dibutuhkan bila ternyata perawat tidak memberikan obat
tersebut pada waktu seperti biasanya, harus tercantum alasan mengapa perawat tidak memberikan obat dengan
cara semestinya, misalnya ada perubahan cara pemberian dari IM ke PO, sehingga klien tidak perlu diinjeksi.
Pemakaian beberapa obat seperti insulin atau heparin dicatat dalam lembar tersendiri, sehingga dapat dimonitor
regimen pengobatan yang diberikan kepada klien baik oleh tim medis maupun perawat. Setiap melakukan injeksi
terhadap klien, sebaiknya didokumentasikan dengan jelas area yang diinjeksi. Hal ini perlu dilakukan untuk
menghindari penusukkan atau injeksi pada area yang sama untuk beberapa kali sehingga dapat merugikan atau
membahayakan klien.
Perawat bertanggung jawab melakukan dokumentasi efek terapi dan non terapi dari pengobatan yang diberikan.
Misalnya, pada pemberian obat opiate atau sejenis morfin, dokumentasikan jumlah / dosis yang diberikan pada
catatan klien. Bila klien mengalami reaksi alergi setelah pemberian obat, dokumentasikan reaksi yang timbul dan
onset / waktu kejadian tersebut.

Cara-cara Pemberian Obat

Pemberian Per Oral (PO)

Pemberian obat secara oral dapat dilakukan melalui mulut dan langsung ditelan oleh klien, obat diletakkan
dibawah lidah (sublingual) atau diletakkan dipipi bagian dalam (buccal) serta ditunggu sampai obat tersebut larut.
Pemberian obat secara oral juga dapat dilakukan melalui selang nasogastrik (NGT).

Pemberian obat melalui oral atau mulut memang merupakan cara termudah dan paling sederhana. Cara tersebut
meminimalkan ketidaknyamanan pada klien dan dengan efek samping yang paling kecil, serta paling murah
dibandingkan dengan cara pemberian yang lain.

Bila klien tidak dapat menelan air atau cairan lain atau merasa mual dan muntah, pemberian obat per oral segera
dihentikan dan obat diberikan dengan cara lainnya. Dan jika klien dipuasakan (NPO – Nothing Per Oral) sebelum
dilakukan pembedahan, tim medis dapat memilih obat oral yang dapat diberikan dengan air yang terbatas. Atau
obat per oral dapat ditunda pemberiannya atau diberikan dengan cara yang lain bila klien baru saja selesai
mengalami pembedahan. Hal tersebut dilakukan sampai fungsi saluran pencernaan klien kembali normal.

Bila klien dilakukan gastricsuction atau terpasang NGT dengan tujuan bilas lambung, pemberian obat per oral
dihentikan dan diberikan dengan cara yang lain. Namun, beberapa dokter kadang tetap menginstruksikan
pemberian obat melalui NGT dengan menghentikan sementara proses bilas lambung, caranya adalah dengan
menutup selang NGT minimal selama 30 menit setelah diberikan obat melalui NGT.

Pemberian Topikal

Pemberian obat secara topical adalah pemberian obat dengan cara mengoleskan obat pada permukaan kulit atau
membran mukosa, dapat pula dilakukan melalui lubang yang terdapat pada tubuh (anus).
Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topical pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau
salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan
kulit yang terjadi (contoh : lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur), kortikosteorid, atau antibiotic
yang dioleskan pada kulit dengan menggunakan kapas lidi steril. Bersihkan dan keringkan kulit sebelum
mengoleskan krim obat tersebut. Krim dengan antibiotic sering digunakan pada luka bakar atau ulkus dekubitus.
Sedangkan salep, dapat digunakan untuk melindungi kulit dari iritasi atau laserasi kulit akibat kelembaban kulit
pada kasus inkontenansia urin atau fekal. Bersihkan dan tepuk-tepuk perlahan pada area yang diberikan salep.
Obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit untuk mendapatkan efek sistemik.
Tersedia dalam bentuk lembaran. Lembaran obat tersebut dibuat dengan membran khusus yang membuat zat obat
menyerap perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat sekaligus mengontrol frekuensi penggunaan obat
selama 24 – 72 jam.
Obat tetes atau salep mata digunakan untuk mengobati iritasi, infeksi atau glaucoma yang terjadi pada mata. Obat
tetes telinga diberikan untuk mengatasi infeksi telinga atau untuk menghancurkan kotoran yang mengeras didalam
liang telinga. Gunakan dalam suhu yang sama dengan lingkungan sekitar, karena bila terlalu panas atau dingin
dapat menyebabkan vertigo, mual dan nyeri pada klien.
Obat suppositoria atau rectal medication diberikan melalui anus dan berbentuk seperti peluru atau cairan.
Diberikan untuk mengatasi keluhan sistemik atau sebagai laksatif bila klien mengalami konstipasi. Namun, obat
antiemetik dapat juga diberikan melalui rectal bila pemberian dengan cara yang lain tidak berhasil. Cairan enema
diberikan melalui rectal dengan menggunakan alat khusus. Cairan enema terdiri dari gliserin cair, sejumlah 100
mL dan dibiarkan sebentar sekitar 5 – 10 menit, sebelum akhirnya klien merasa ingin defekasi.
Vaginal douche atau medikasi / obat yang diberikan melalui vagina berupa busa, cairan, jelly, krim, atau tablet.
Indikasi pengobatan adalah untuk kontrasepsi, membunuh bakteri sebelum pembedahan, mengatasi keluhan atau
infeksi yang terjadi pada vagina atau untuk menstimulasi / mempercepat kelahiran bayi

Pemberian Parenteral

Pemberian obat melalui parenteral berarti pemberian obat melalui injeksi atau infuse. Dapat diberikan secara
intradermal (ID), subkutaneus (SC), intramuscular (IM) / jaringan intralesional, intravena (IV) / sirkulasi intra-
arterial, intraspinal atau melalui ruang intra-artikular.
Obat yang diberikan secara parenteral akan diabsorbsi lebih banyak dan bereaksi lebih cepat daripada obat yang
diberikan secara topical atao oral. Pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi bila perawat tidak
memperhatikan dan melakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian
parenteral, obat diinjeksikan melalui kulit, menembus sistem pertahanan kulit. Komplikasi yang sering terjadi
adalah bila pH, osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diijeksikan tidak sesuai dengan kondisi tempat
penusukkan, serta dapat mengakibatkan merusakan jaringan sekitar tempat insersi / injeksi. Peralatan yang khusus
diperlukan untuk menunjang pemberian obat parenteral, sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal
dibandingkan pemberian obat dengan cara yang lain.

Pemberian secara Inhalasi

Digunakan pada pembedahan untuk memberikan anestesi pada klien atau untuk mengatasi gangguan pernafasan.
Perawat anestesi memberikan obat-obatan anestesi melalui mesin respiratori yang tersedia di ruangan operasi.
Obat-obat yang dapat diinhalasi melalui mesin ventilator, inhaler-nebulizer, inhaler sekali pakai. Obat untuk
inhalasi dalam bentuk cair dimasukkan kedalam mesin ventilator atau nebulizer dan kemudian akan dirubah
menjadi partikel-partikel gas yang dapat dihirup melalui hidung. Pengobatan ini dilakukan sebagai bronkodilator,
untuk membuka jalan nafas dan memperbaiki pola nafas.
Pengobatan dengan inhalasi mempunyai efek yang sangat cepat terhadap kerja paru-paru dan mempengaruhi
sirkulasi oksigen di seluruh tubuh. Pada pengobatan inhalasi, perawat perlu untuk mengkaji status pernafasan
klien (ditunjukkan dengan pola nafas / usaha untuk bernafas, suara nafas, dan penggunaan otot-otot pernafasan)
sebelum dan sesudah pemberian obat melalui inhalasi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENGOBATAN

Pengkajian

Pengkajian sebelum memberikan obat kepada klien diperlukan untuk menentukan efektivitas dan mengidentifikasi
efek lain dari obat yang diberikan. Terutma bila terdapat gejala dari efek non terapi yang timbul seperti perubahan
kesadaran, penurunan berat badan, dehidrasi, agitasi atau kelelahan, anoreksia, retensi urin, atau gangguan
istirahat. Perlu juga diperhatikan reaksi antar obat atau efek obat terhadap penyakit.

Pengkajian keperawatan meliputi pengkajian terhadap riwayat penggunaan obat dahulu, dengan atau tanpa resep
dan obat tradisional. Perawat juga perlu mengkaji sistem pendukung dalam keluarga dan lingkungan bagi klien.
Pastikan tidak terdapat gangguan farmakodinamik atau farmakokinetik pada tubuh klien. Lakukan evaluasi
terhadap kemampuan klien mengkonsumsi obat yang diberikan secara benar. Lakukan pengkajian berkenaan
dengan prinsip hidupdan kepercayaan yang dimiliki klien berhubungan dengan pengobatan yang diberikan,
apakah pengobatan tersebut dapat melukai klien atau tidak.

Indikator Pengkajian :

• Diagnosa medis, penyakit atau masalah kesehatan pada klien.


• Riwayat putus obat atau pemakaian obat-obatan (termasuk alergi dan toleransi terhadap obat).
• Jumlah dan jenis obat yang pernah dikonsumsi (termasuk diantaranya adalah obat bebas dan tradisional).
• Jangka waktu pemakaian obat.
• Periode terakhir dari evaluasi pemberian oabat yang diresepkan oleh tenaga medis yang terkait.
• Instruksi yang diberikan tentang cara pemberian obat.
• Kesalahan pada resep obat.
• Cara penyimpanan obat
• Efek yang diharapkan dari obat
• Efek non terapi yang mungkin timbul
• Status nutrisi dan fungsi kognitif, sensori dan afektif.
• Masalah tehnis berkaitan dengan penggunaan obat (sulit membaca label obat, tidak dapat mengkonsumsi
obat dengan mandiri / harus dibantu orang lain)
• Riwayat kehamilan dan menyusui (untuk klien wanita).

Perencanaan

Pencegahan

Sebelum memberikan obat, perawat sebaiknya melakukan :

• Baca kembali dengan teliti catatan pemakaian obat klien, hal ini dilakukan untuk menghindari
pemberian obat yang dapat mempengaruhi efek obat yang telah diberikan sebelumnya.
• Diet makanan dan cairan klien, hal ini berkaitan dengan penatalaksanaan pengobatan pada klien.
Untuk klien yang akan menjalani pembedahan sementara waktu akan diperintahkan NPO, maka perawat
harus mengingatkan klien untuk menghentikan pemakaian obat secara oral, dan juga menanyakan kepada
tim medis obat pengganti untuk klien.
• Hasil pemeriksaan laboratorium, yang berguna untuk mengevaluasi efek pengobatan (terapi dan non
terapi). Contoh : status koagulasi pada pembuluh darah vena, elektrolit darah (Na, K, Ca, P), level
leukosit / trombosit, serum kreatinin (fungsi ginjal), fungsi hepar (SGOT / SGPT).
• Lakukan pemeriksaan fisik, sebelum memberikan obat perawat perlu melakukan pengkajian dengan
cepat meliputi kemampuan klien untuk menerima obat yang diberikan, misalnya : kemampuan menelan
(PO), kondisi pembuluh darah vena (IV), sistem gastrointestinal (peristaltik, mual, muntah), massa otot
(IM), tanda-tanda vital (TD/N/RR/S),

Intervensi
Saat dan setelah memberikan obat, yang harus perawat lakukan adalah :

• Melakukan observasi akan efek non terapi yang timbul secara teratur
• Berkolaborasi dengan tim medis dan farmasist untuk bersama-sama membuat strategi untuk
meminimalkan efek non terapi yang mungkin timbul pada klien.
• Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien terkait dengan interaksi obat dengan obat lain yang
diberikan, makanan, dan alkohol. Kebiasaan dan sifat adiktif terhadap obat, cara melakukan pencatatan
sederhana terkait pemakaian obat mandiri, tanda dan gejala yang mungkin timbul pada reaksi tubuh
terhadap efek obat.

Dokumentasi dan Evaluasi

Kriteria evaluasi :

• Klien akan memperlihatkan efek / reaksi tubuh yang minimal terhadap pengobatan.
• Klien dapat memahami regimen / tata laksana pengobatan yang sedang dijalani.
• Nakes yang terlibat menggunakan intervensi yang dapat mencegah masalah medikasi pada klien.

Dokumentasi :

• nakes melakukan dokumentasi yang menyeluruh dan dapat diakses oleh seluruh tim yang terlibat.
• Nakes selalu meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan.

Implementasi dan Tindak Lanjut

Tindak lanjut atau monitoring yang dapat dilakukan adalah :

• Kaji kemampuan staf keperawatan yang terlibat dalam melakukan pengkajian tentang pengobatan pada
klien.
• Selalu lakukan dokumentasi yang sesuai dan konsisten terkait respon klien terhadap pengobatan.
• Berikan perawatan yang sesuai sebagai tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang mungkin timbul
terkait pengobatan.
• Evaluasi selalu sumber masalah kesehatan yang timbul pada klien yang berhubungan dengan kebiasaan
klien yang timbul setelah pengobatan dilakukan.
• Lalukan pendidikan kesehatan untuk mendorong pemahaman dan kedisplinan klien dalam mematuhi
regimen / tata laksana pengobatan yang telah ditetapkan.

Penggunaan Obat Dirumah

Tipe pengobatan

Medikasi yang diberikan secara per oral, intra vena / infuse merupakan jenis medikasi yang dapat diberikan pada
klien walaupun klien tidak berada lagi di rumah sakit. Perawat bekerja sama dengan fasilitas kesehatan yang
tersedia di lingkungan tempat tinggal klien untuk bersama-sama mengawasi pengobatan yang dilakukan dirumah.

Pengaturan medikasi yang digunakan

Pengaturan yang penting untuk dilakukan adalah membuat dosis dan jadwal pengobatan yang sesuai dengan
aktivitas klien di rumah (missal waktu tidur dan makan). Pada beberapa klien terutama lansia, perawat harus
membantu klien agar tidak lupa untuk minum obat, misalnya dengan memisahkan dosis pada kemasan sekali
pakai atau amplop-amplop yang tersedia untuk obat selama 1 hari.

Kesalahan pada Medikasi

Kesalahan yang sering timbul pada regimen medikasi antara lain disebabkan oleh :

• Medikasi tidak sesuai dengan instruksi


• Instruksi pemberian tidak sesuai dengan kondisi klien
• Dokumentasi pengobatan tidak dapat merefleksikan regimen pengobatan yang sedang dilakukan
sehingga menimbulkan persepsi yang salah tentang pengobatan.
• Salah dalam memberikan dosis, tidak tepat waktu, salah cara pemberian, salah klien, dan salah obat yang
diberikan.
Daftar Pustaka

Craven, RF., Hirnle, CJ. (2000). Fundamental of Nursing : Human Health and Function, 3rd Ed., New York :
Lippincott Pub.
Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. (2003). Medication in Older Adults, 1st Ed., Spiringer Pub. Comp.

You might also like